Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH TEKNOLOGI PANGAN

KONSEP PENGAWETAN PANGAN SECARA KIMIAWI

DOSEN PEMBIMBING :

IR. HJ. ERMINA SYAINAH, MP

DISUSUN OLEH :

- Anis Diah Pitaloka (P07131219001)

- Hawazen (P07131219015)

- Ni Putu Sintha Dewi Aqni (P07131219029)

- Rina Shopia (P07131219035)

- Riska Rahmayanti (P07131219037)

- Zalfa Alya Anshari (P07131219049)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANJARMASIN

PROGRAM SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA

2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan

manusia. Pengolahan dan pengawetan bahan makanan memiliki interelasi terhadap

pemenuhan gizi masyarakat, maka Tidak mengherankan jika semua negara baik negara maju

maupun berkembang selalu berusaha untuk menyediakan suplai pangan yang cukup, aman

dan bergizi. Salah satunya dengan melakukan berbagai cara pengolahan dan pengawetan

pangan yang dapat memberikan perlindungan terhadap bahan pangan yang akan dikonsumsi.

Seiring dengan kemajuan teknologi, manusia terus melakukan perubahan-perubahan dalam

hal pengolahan bahan makanan.

Hal ini wajar sebab dengan semakin berkembangnya teknologi kehidupan manusia

semakin hari semakin sibuk sehinngga tidak mempunyai banyak waktu untuk melakukan

pengolahan bahan makana yang hanya mengandalkan bahan mentah yang kemudian diolah

didapur. Dalam keadaaan demikian, makanan cepat saji (instan) yang telah diolah dipabrik

atau telah diawetkan banyak manfatnya bagi masyarakat itu sendiri. Banyaknya kasus

keracunan makanan yang terjadi dimasyarakat saat ini mengindikasikan adanya kesalahan

yang dilakukan masyarakat ataupun makaan dalam mengolah dan mengawetkan bahan

makanan yang dikonsumsi. Problematika mendasar pengolahan makanan yang dilakukan

masyarakat lebih disebabkan budaya pengelohan pangan yang kurang berorientasi terhadap

nilai gizi, serta keterbatasan pengetahuan sekaligus desakan ekonomi sehingga masalah

pemenuhan dan pengolahan bahan pangan terabaikan, Industri makanan sebagai pelaku

penyedia produk makanan seringkali melakukan tindakan yang tidak terpuji dan hanya

berorientasi profit oriented dalam menyediakan berbagai produk di pasar sehinngga hal itu

membuka peluang terjadinya penyalahgunaan bahan dalam pengolahan bahan makanan untuk

masyarakat diantaranya seperti kasusu penggunaan belpagai bahan tambahan makanan yang
seharusnya tidak layak dikosumsi.

Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu mempertahankan bahan makanan

dari serangan makroba pembusuk dan memberikan tambahan rasa sedap, manis, dan pewarna.

Contoh beberapa jenis zat kimia : cuka, asam asetat, fungisida, antioksidan, in-package

desiccant, ethylene absorbent, wax emulsion dan growth regulatory untuk melindungi buah

dan sayuran dari ancaman kerusakan pasca panen untuk memperpanjangkesegaran masam

pemasaran. Nitogen cair sering digunakan untuk pembekuan secara tepat buah dan sayur

sehinnga dipertahankan kesegaran dan rasanya yang nyaman. Suatu jenis regenerasi baru

growth substance sintesis yang disebut morfaktin telah ditemuakan dan diaplikasikan untuk

mencengah kehilangan berat secara fisiologis pada pasca panen, kerusakan karena kapang,

pemecahan klorofil serta hilangnya kerennyahan buah. Scott dkk (1982) melaporkan bahwa

terjadinya browning, kehilangan berat dan pembusukan buah leci dapat dikurangi bila buah –

buahan tersebut direndam dalam larutan binomial hangat (0,05%, 520 C ) selama 2 menit dan

segera di ikuti dengan pemanasan PVC (polivinil klorida ) dengan ketebalan 0,001 mm.

B. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini ada beberapa masalah yang akan dikaji, diantaranya adalah sebagai

berikut :
1. Apa definisi dari pengawetan bahan pangan ?
2. Apa saja macam-macam pengawetan ?
3. Apa yang dimaksud dengan pengawetan secara kimiawi ?
C. Tujuan Makalah

Tujuan penyusunan makalah ini diantaranya adalah sebagai berikut :


1. Memaparkan dan mengidentifikasi definisi dari pengawetan bahan pangan
2. Menjelaskan macam-macam pengawetan
3. Menjelaskan yang dimaksud dengan pengawtan secara kimiawi
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengawet Bahan Makanan

Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat

proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh

aktivitas mikroorganisme. Pengawetan bahan pangan dapat dilakukan dengan berbagai cara

dan metode. Hal ini diupayakan agar bahan pangan dapat bertahan dalam waktu yang

panjang. Secara komersial tujuan dari pengawetan pangan adalah untuk mengawetkan bahan

pangan selama transportasi dari produsen ke konsumen, mengatasi kekurangan produksi

akibat musim, menjamin agar kelebihan produksi tidak terbuang, memudahkan penanganan

dengan berbagai bentuk kemasan (Afrianti, 2008).

B. Macam-Macam Pengawetan

Pengawetan dan teknik penyimpanan pada bahan pangan telah lama dikenal oleh

masyarakat. Seiring dengan kemajuan teknologi manusia terus berinovasi dalam

mengembangkan pengawetan dan pengolahan makanan. Teknologi pengawetan konvensional

dengan cara pengeringan, penggaraman, pemanasan, pembekuan dan pengasapan serta

fumigasi sampai saat ini masih diterapkan untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang

masa simpan bahan pangan. Penambahan bahan pengawet sintetis juga masih digunakan

meskipun menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan (Rial, 2010) .

Metode pengawetan atau upaya penambahan masa simpan dapat dilakukan dengan

metode-metode tertentu. Menurut Kristianingrum (2007) metode pengawetan dibagi menjadi

3 golongan yaitu, pengawetan secara alami, pengawetan secara biologis, dan pengawetan

secara kimia. Pengawetan secara alami meliputi pemanasan (yang secara modern

dikembangkan menjadi radiasi), pengeringan dan pendinginan. Pengawetan secara biologis


dengan peragian atau fermentasi. Pengawetan secara kimia dengan menggunakan bahan-

bahan kimia seperti gula, garam, nitrat, nitrit, natrium benzoat dan lain sebagainya.

Perkembangan teknologi pangan yang semakin canggih berdampak pada perkembangan cara

penanganan, pengolahan, pengemasan, dan distribusi produk pangan kepada konsumen. Cara

pengawetan pangan komersial digolongkan menjadi 5 golongan, yaitu pengeringan,

penyimpanan suhu rendah, proses termal (pemanasan), penggunaan bahan pengawet, dan

irradiasi. Penyimpanan suhu rendah terbagi menjadi refrigerasi dan pembekuan. Sedangkan

proses termal (pemanasan) dapat dibagi menjadi pasteurisasi, sterilisasi, dan blansing

(Afrianti, 2008).

a) Bahan Pengawet Alami

Pengawet alami adalah senyawa kimia turunan dari tumbuhan, hewan, mikroba, dan

aktivitas metabolisme yang menunda pembusukan suatu produk dengan cara tertentu. Bahan

alami dapat digunakan sebagai pengawet, karena mengandung zat aktif antimikroba.

Contohnya adalah daun beluntas, jahe, kluwak, kunyit, lengkuas (Purwani dkk, 2008).

Kandungan minyak atsiri pada daun beluntas dan jahe mempunyai sifat antimikroba

(Ardiansyah dkk, 2003). Senyawa flavonoid seperti asam sianida, asam hidrokarpat, asam

khaulmograt, dan asam glorat pada kluwak terbukti dapat memperpanjang masa simpai

(Widyasari, 2005). Sedangkan pada kunyit yang berperan sebagai antimikroba adalah

kandungan senyawa aktif kurkumin, desmetoksikumin, dan bidesmetoksikumin (Purwani

dkk, 2008).

Selain itu, pengawet alami juga dapat diperoleh dari bawang putih, madu, tanaman coklat,

kayu manis dan lidah buaya. Bawang putih dapat dijadikan pengawet karena kandungan

senyawa (alliin, allicin, dan ajoene) serta antioksidan yang tinggi (Singh et al., 2010).

Tanaman coklat atau cocoa juga dapat digunakan sebagai pengawet, senyawa antioksidan

seperti phenol dan alkaloid yang terkandung didalam dapat diaplikasikan pada pengawet

lainnya (Heo et al., 2005). Kandungan cinnamaldehyde, eugenol, carophyllen, dan cineole

dalam kayu manis terbukti dapat dimanfaatkan sebagai antimikroba dan antijamur (Friedman

et al., 2004). Sedangkan pada lidah buaya, kandungan antrakuinon seperti aloin, aloe-
emodin, barbaloin dan emodin berperan sebagai antioksidan dan antibakteri (Hu et al., 2003).

b) Pengawetan Buah Segar

Buah segar akan mengalami kerusakan setelah pemanenan, baik selama proses

pengiriman, penyimpanan, dan sebelum sampai kepada konsumen. Penyebab utama

kerusakan tersebut adalah, pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, aktivitas enzim dalam

bahan pangan, suhu, kadar oksigen, kadar air dan kekeringan, cahaya, serta gangguan dari

binatang misalnya serangga ataupun hewan pengerat. Pengawetan pada dasarnya hanya

tindakan memperkecil faktor-faktor kerusakan tersebut (Santoso, 2006).

Bahan pangan dari hasil pertanian banyak mengalami kerusakan. Data menunjukan

bahwa sekitar 35-40% sayuran dan buah-buahan mengalami kerusakan karena sifatnya yang

mudah rusak (perishable foods). Tanpa adanya pengolahan lebih lanjut, bahan pangan tersebut

lama-kelamaan akan mengalami perubahan yang diakibatkan oleh pengaruh fisiologi,

mekanik, kimiawi, dan mikrobiologi yang dapat menyebabkan kerusakan dan tidak dapat

dikonsumsi (Lubis, 2009). Oleh karena itu diperlukan usaha yang dapat menghambat

kerusakan bahan pangan agar masa simpan menjadi lebih lama. Berikut adalah beberapa

contoh penyimpanan atau pengawetan yang diterapkan pada buah:

c) Pelapisan Buah dengan Emulsi Lilin

Buah-buahan dan sayur-sayuran mempunyai selaput lilin alami yang terdapat

dipermukaannya. Namun, selaput ini dapat hilang karena proses prapanen ataupun

pascapanen. Kegiatan pascapanen berawal sejak bahan pangan diambil dari tanaman (panen)

hingga sampai pada konsumen. Pelapisan lilin pada buah dapat mencegah terjadinya

penguapan air sehingga dapat menghambat kelayuan dan laju reaksi enzimatis serta dapat

mengkilapkan kulit buah sehingga menambah daya tarik konsumen. Selain itu, luka atau

goresan yang terdapat dipermukaan buah akan tertutupi oleh lilin tersebut (Samad, 2006).

Jenis-jenis emulsi lilin yang biasa digunakan adalah lilin tebu (sugarcane wax), terpen

termoblastik, serta emulsifier tri-etanolamin dan asam oleat (Samad, 2006). Sedangkan
menurut Made (2001) Lilin yang banyak digunakan adalah shellac dan carnauba atau

beeswax (lilin lebah) yang semuanya digolongkan sebagai food grade. Pelapisan lilin

dilakukan untuk mengganti lilin alami buah yang hilang karena proses pencucian dan

pembersihan serta membantu mengurangi kehilangan air dan memberikan perlindungan dari

mikroorganisme pembusuk. Adapun cara pelapisan lilin menurut Samad (2006) adalah

dengan teknik pembusaan (foaming), penyemprotan (spraying), pencelupan (dipping), dan

penyikatan (brushing).

C. Pengawetan Secara Kimiawi

Menggunakan bahan-bahan kimia, seperti gula pasir, garam dapur, nitrat, nitrit, natrium

benzoat, asam propionat, asam sitrat, garam sulfat, dan lain-lian. Proses pengasapan juga

termasuk cara kimia sebab bahan-bahan kimia dalam asap dimasukkan ke dalam makanan

yang diawetkan. Apabila jumlah pemakainannya tepat, pengawetan dengan bahan-bahan

kimia dalam makanan sangat praktis karena dapat menghambat berkembangbiaknya

mikroorganisme seperti jamur atau kapang, bakteri, dan ragi.

a) Asam propionat (natrium propionat atau kalsium propionat)

Sering digunakan untuk mencegah tumbuhnya jamur atau kapang. Untuk bahan tepung

terigu, dosis maksimum yang digunakan adalah 0,32 % atau 3,2 gram/kg bahan; sedngkan

untuk bahan dari keju, dosis maksimum sebesar 0,3 % atau 3 gram/kg bahan.

b) Asam Sitrat (citric acid)

Merupakan senyawa intermedier dari asam organik yang berbentuk kristal atau serbuk

putih. Asam sitrat ini maudah larut dalam air, spriritus, dan ethanol, tidak berbau, rasanya

sangat asam, serta jika dipanaskan akan meleleh kemudian terurai yang selanjutnya terbakar

sampai menjadi arang. Asam sitrat juga terdapat dalam sari buah-buahan seperti nenas, jeruk,

lemon, markisa. Asam ini dipakai untuk meningkatkan rasa asam (mengatur tingkat

keasaman) pada berbagai pengolahan minum, produk air susu, selai, jeli, dan lain-lain. Asam

sitrat berfungsi sebagai pengawet pada keju dan sirup, digunakan untuk mencegah proses

kristalisasi dalam madu, gula-gula (termasuk fondant), dan juga untuk mencegah pemucatan
berbagai makanan, misalnya buah-buahan kaleng dan ikan. Larutan asam sitrat yang encer

dapat digunakan untuk mencegah pembentukan bintik-bintik hitam pada udang. Penggunaan

maksimum dalam minuman adalah sebesar 3 gram/liter sari buah.

c) Benzoat (acidum benzoicum atau flores benzoes atau benzoic acid)

Benzoat biasa diperdagangkan adalah garam natrium benzoat, dengan ciri- ciri berbentuk

serbuk atau kristal putih, halus, sedikit berbau, berasa payau, dan pada pemanasan yang tinggi

akan meleleh lalu terbakar

d) Bleng

Merupakan larutan garam fosfat, berbentuk kristal, dan berwarna kekuning- kuningan.

Bleng banyak mengandung unsur boron dan beberapa mineral lainnya. Penambahan bleng

selain sebagai pengawet pada pengolahan bahan pangan terutama kerupuk, juga untuk

mengembangkan dan mengenyalkan bahan, serta memberi aroma dan rasa yang khas.

Penggunaannya sebagai pengawet maksimal sebanyak 20 gram per 25 kg bahan. Bleng dapat

dicampur langsung dalam adonan setelah dilarutkan dalam air atau diendapkan terlebih

dahulu kemudian cairannya dicampurkan dalam adonan.

e) Garam dapur (natrium klorida)

Garam dapur dalam keadaan murni tidak berwarna, tetapi kadang-kadang berwarna

kuning kecoklatan yang berasal dari kotoran-kotoran yang ada didalamnya. Air laut

mengandung + 3 % garam dapur.

Garam dapur sebagai penghambat pertumbuhan mikroba, sering digunakan untuk

mengawetkan ikan dan juga bahan-bahan lain. Pengunaannya sebagai pengawet minimal

sebanyak 20 % atau 2 ons/kg bahan.

f) Garam sulfat

Digunakan dalam makanan untuk mencegah timbulnya ragi, bakteri dan warna

kecoklatan pada waktu pemasakan.

g) Gula pasir
Digunakan sebagai pengawet dan lebih efektif bila dipakai dengan tujuan menghambat

pertumbuhan bakteri. Sebagai bahan pengawet, pengunaan gula pasir minimal 3% atau 30

gram/kg bahan.

h) Kaporit (Calsium hypochlorit atau hypochloris calsiucus atau chlor kalk atau kapur

klor)

Merupakan campuran dari calsium hypochlorit, -chlorida da -oksida, berupa serbuk putih

yang sering menggumpal hingga membentuk butiran. Biasanya mengandung 25~70 % chlor

aktif dan baunya sangat khas.

Kaporit yang mengandung klor ini digunakan untuk mensterilkan air minum dan kolam

renang, serta mencuci ikan.

i) Natrium Metabisulfit

Natrium metabisulfit yang diperdagangkan berbentuk kristal. Pemakaiannya dalam

pengolahan bahan pangan bertujuan untuk mencegah proses pencoklatan pada buah sebelum

diolah, menghilangkan bau dan rasa getir terutama pada ubi kayu serta untuk

mempertahankan warna agar tetap menarik.

Natrium metabisulfit dapat dilarutkan bersama-sama bahan atau diasapkan. Prinsip

pengasapan tersebut adalah mengalirkan gas SO2 ke dalam bahan sebelum pengeringan.

Pengasapan dilakukan selama + 15 menit. Maksimum penggunaannya sebanyak 2 gram/kg

bahan. Natrium metabisulfit yang berlebihan akan hilang sewaktu pengeringan.

j) Nitrit dan Nitrat

Terdapat dalam bentuk garam kalium dan natrium nitrit. Natrium nitrit berbentuk butiran

berwarna putih, sedangkan kalium nitrit berwarna putih atau kuning dan kelarutannya tinggi

dalam air.

Nitrit dan nitrat dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada daging dan ikan dalam

waktu yang singkat. Sering digunakan pada danging yang telah dilayukan untuk

mempertahankan warna merah daging.


Jumlah nitrit yang ditambahkan biasanya 0,1 % atau 1 gram/kg bahan yang diawetkan.

Untuk nitrat 0,2 % atau 2 gram/kg bahan. Apabila lebih dari jumlah tersebut akan

menyebabkan keracunan, oleh sebab itu pemakaian nitrit dan nitrat diatur dalam undang-

undang. Untuk mengatasi keracunan tersebut maka pemakaian nitrit biasanya dicampur

dengan nitrat dalam jumlah yang sama. Nitrat tersebut akan diubah menjadi nitrit sedikit demi

sedikit sehingga jumlah nitrit di dalam daging tidak berlebihan.

k) Sendawa

Merupakan senyawa organik yang berbentuk kristal putih atau tak berwarna, rasanya asin dan

sejuk. Sendawa mudah larut dalamair dan meleleh pada suhu 377oC. Ada tiga bentuk

sendawa, yaitu kalium nitrat, kalsium nitrat dan natrium nitrat. Sendawa dapat dibuat dengan

mereaksikan kalium khlorida dengan asam nitrat atau natrium nitrat. Dalamindustri biasa

digunakan untuk membuat korek api, bahan peledak, pupuk, dan juga untuk pengawet abahn

pangan. Penggunaannya maksimum sebanyak 0,1 % atau 1 gram/kg bahan.

l) Zat Pewarna

Zat pewarna ditambahkan ke dalam bahan makanan seperti daging, sayuran, buah-buahan

dan lain-lainnya untuk menarik selera dankeinginan konsumen. Bahan pewarna alam yang

sering digunakan adalah kunyit, karamel dan pandan. Dibandingkan dengan pewarna alami,

maka bahan pewarna sintetis mempunyai banyak kelebihan dalam hal keanekaragaman

warnanya, baik keseragaman maupun kestabilan, serta penyimpanannya lebih mudah dan

tahan lama. Misalnya carbon black yang sering digunakan untuk memberikan warna hitam,

titanium oksida untuk memutihkan, dan lain- lain. Bahan pewarna alami warnanya jarang

yang sesuai dengan yang dinginkan.


BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Pengawetan bahan pangan dapat dilakukan dengan berbagai cara dan metode. Hal ini

diupayakan agar bahan pangan dapat bertahan dalam waktu yang panjang. Secara

komersial tujuan dari pengawetan pangan adalah untuk mengawetkan bahan pangan

selama transportasi dari produsen ke konsumen, mengatasi kekurangan produksi akibat

musim, menjamin agar kelebihan produksi tidak terbuang, memudahkan penanganan

dengan berbagai bentuk kemasan

Menggunakan bahan-bahan kimia, seperti gula pasir, garam dapur, nitrat, nitrit,

natrium benzoat, asam propionat, asam sitrat, garam sulfat, dan lain-lian. Proses

pengasapan juga termasuk cara kimia sebab bahan-bahan kimia dalam asap dimasukkan

ke dalam makanan yang diawetkan


DAFTAR PUSTAKA

Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan Teknologi Pangan, Pusat Informasi

Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation,

1993.

Supli Effendi M. (2002) Teknologi Pengawetan Pangan. Penerbit Lemlit Unpas Bandung

Winarno, F. G, (1997). Pangan Gizi Teknologi dan Konsumen, Kimia Pangan dan Gizi, P.T

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai