Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH PENYEHATAN MAKANAN DAN MINUMAN - B

“Resume Keamanan Pangan”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 7

Alfina Putri Septiani (P21345119004)


Anggie Febriyanti Permana (P21345119010)
Fachri Fahlevi O (P21345119023)
Fildzah Natasya W (P21345119027)
Hani Nuri Shabrina (P21345119035)
Muhammad Bagus R M ( P21345119049)

Program Studi 2D3A

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II
Jl. Hang Jebat III No.8, RT.4/RW.8, Gunung, Kebayoran Baru,
Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12120
PEMBAHASAN
1.1 Masalah Keamanan Pangan
Masalah keamanan pangan (food safety) masih merupakan masalah utama dibidang
pangan dan gizi di Indonesia. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 ditegaskan bahwa salah
satu sasaran pembangunan dibidang pangan dalam Pembangunan Jangka Panjang (PJP) II adalah
terjamin keamanan pangan yang dicirikan oleh terbebasnya masyarakat dari jenis pangan yang
berbahaya bagi kesehatan manusia dan tidak sesuai dengan keyakinan masyarakat (Seto, 2001).

Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat baik konsumen maupun produsen tentang


keamanan pangan perlu perhatian dari semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat sendiri.
Salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat pada umumnya dan anak sekolah
khususnya dapat dilakukan melalui program Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE).

Menurut Undang-Undang Pangan, keamanan pangan diartikan sebagai kondisi atau


upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologic, kimia dan
benda lain yang dapat mengganggu, merugikan clan membahayakan kesehatan. Dalam Undang-
Undang Pangan tersebut terlihat jelas bahwa keamanan pangan terkait lansung dengan kesehatan
manusia, yang dapat terjadi sebagai akibat cemaran biologi& seperti bakteri, virus, parasit dan
cendawan, pencemaran kimia seperti pestisida, wksin (racun) dan logam berat serta pencemaran
fisik seperti radiasi.

Walaupun, demikian, konsumen pada umumnya belum memperdulikan atau belum


mempunyai kesadaran tentang keamanan makanan yang mereka konsumsi, sehingga belum
banyak menuntut produsen untuk menghasilkan produk makanan yang aman. Hal ini iuga yang
menyebabkan produsen makanan semakin mengabaikan keselamatan konsumen demi
memperoleh keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Sebagai contoh masih banyak produsen
makanan yangsenang menggunakan zat pewarna tekstil untuk berbagai produk makanan clan
minuman karena pertimbangan ekonomis. Berkembangnya industri tekstil di Indonesia
menyebabkan zat pewarna tekstil itu menjadi murah dan disalahgunakan pemanfaatannya oleh
kalangan produsen makanan. Di lain pihak, konsumen memiliki kemampuan yang terbatas dalam
mengumpulkan dan mengolah informasi tentang makanan yang dikonsumsinya, sehingga mereka
mempunyai keterbatasan dalam menilai makanan dan sulit untuk menghindari resiko dari
produk-produk makanan yang tidak bermutu clan tidak aman bagi kesehatan. Akhirnya
konsumen dengan senang dan tanpa radar mengkonsumsi produk-produk makanan tersebut
karena penampakan yang menarik dengan harga yang lebih murah Padahal pewarna tersebut
merupakan bahan yang berbahaya yang menjadi sumber dan penyebab keracunan.

Tujuan utama keamanan pangan adalah untuk mencegah makanan dan minuman agar
tidak terkontaminasi oleh zat asing baik fisik, biologi, maupun kimia sehingga dapat mengurangi
potensi terjadinya sakit akibat bahaya pangan. Kontaminasi fisik adalah benda asing yang masuk
ke dalam makanan atau minuman. Contohnya rambut, logam, plastik, kotoran, debu, kuku, dan
lainnya. Arti dari kontaminasi biologi adalah suatu zat yang diproduksi oleh makhluk hidup
(seperti manusia, tikus, kecoa, dan lainnya) yang masuk ke dalam makanan atau minuman.
Kontaminasi kimia meliputi herbisida, pestisida, serta obat-obatan hewan. Kontaminasi kimia
ada juga yang bersumber dari lingkungan seperti udara atau tanah serta polusi air. Ada juga
migrasi dari kemasan makanan, penggunaan zat adiktif atau racun alami, serta kontaminasi
silang yang terjadi selama makanan diproses (Knechtges, 2014: 35–36).

1.2 Tujuan Keamanan Pangan


Tujuan Keamanan pangan diselenggarakan untuk menjaga pangan tetap aman, higienis,
bermutu dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat. Keamanan
pangan juga dimaksudkan untuk mencegah cemaran biologis dan kimia yang dapat
membahayakan kesehatan manusia. Pangan yang aman serta bermutu tinggi penting perannya
bagi pertumbuhan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

1.3 Kriteria Keamanan Pangan


Keamanan Pangan (Food Safety) menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 28 Tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan adalah kondisi dan upaya yang
diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain
yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.

Keamanan pangan (food safety) mengacu kepada Peraturan Menteri Kesehatan No.1096
Tahun 2011 tentang HigieneSanitasi Jasaboga dan belum berkaitan dengan sertifikasi halal yang
dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait peraturan SK DirekturLPPOM MUI tentang
ketentuan pengelompokan produk bersertifikat halal MUI.

Ada beberapa komponen penting yang perlu diperhatikan dalam peningkatan keamanan
pangan (food safety).

1) Kebersihan dan Sanitasi Lingkungan (Cleaning and Sanitation)


Ruang Lingkup Higiene dan Sanitasi. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan
No.1096 Tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga adalah upaya untuk
mengendalikan faktor risiko terjadinya kontaminasi terhadap makanan, baik yang berasal
dari bahan makanan, orang, tempat dan peralatan agar aman dikonsumsi.
Higiene dan sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara kebersihan
individu. Misalnya mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, cuci piring
untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk
melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan.
Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan
kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dari segala bahaya yang
dapat mengganggu atau merusak kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi,
selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana
makanan tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen.
Sanitasi makanan ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan,
mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan merugikan
pembeli, mengurangi kerusakan makanan.
Tujuan utama dari penerapan aspek higiene sanitasi kantin di perusahaan adalah
menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.
2) Higiene Makanan
Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan higienis serta
berguna bila dimasukkan ke dalam tubuh, dan makanan jadi adalah makanan yang telah
diolah dan atau langsung disajikan/dikonsumsi. Usaha untuk meminimalisasi dan
menghasilkan kualitas makanan yang memenuhi standar kesehatan, dilakukan dengan
menerapkan prinsip-prinsip sanitasi. Secara lebih terinci sanitasi meliputi pengawasan
mutu bahan makanan mentah, penyimpanan bahan, suplai air yang baik, pencegahan
kontaminasi makanan dari lingkungan, peralatan, dan pekerja, pada semua tahap proses.
Menurut WHO (2006), sanitasi makanan dapat diartikan pula sebagai upaya
penghilangan semua faktor luar makanan yang menyebabkan kontaminasi dari bahan
makanan sampai dengan makanan siap saji. Tujuan dari sanitasi makanan itu sendiri
adalah mencegah kontaminasi bahan makanan dan makanan siap saji sehingga aman
dikonsumsi oleh manusia. Ada lima langkah berikut ini harus dilakukan dalam upaya
pemeliharaan sanitasi makanan:
a. Pertama adalah penggunaan alat pengambil makanan. Sentuhan tangan merupakan
penyebab yang paling umum terjadinya pencemaran makanan. Mikroorganisme yang
melekat pada tangan akan berpindah ke dalam makanan dan akan berkembang biak
dalam makanan, terutama dalam makanan jadi.
b. Kedua adalah penjagaan makanan dari kemungkinan pencemaran. Makanan atau
bahan makanan harus disimpan di tempat yang tertutup dan terbungkus dengan baik
sehingga tidak memungkinkan terkena debu.
c. Ketiga, penyediaan lemari es. Banyak bahan makanan dan makanan jadi yang harus
disimpan dalam lemari es agar tidak menjadi rusak atau busuk.
d. Keempat, pemanasan makanan yang harus dimakan dalam keadaan panas. Jika
makanan menjadi dingin mikroorganisme akan tumbuh dan berkembang biak dengan
cepat.
e. Kelima, jangan menyimpan makanan tidak terlalu lama. Jarak waktu penyimpanan
makanan selama 3 atau 4 jam sudah cukup bagi berbagai bakteri untuk berkembang
3) Higiene Sarana dan Peralatan
Menurut Rauf (2013), pemilihan peralatan yang digunakan dalam pengolahan
pangan dengan mempertimbangkan bahan yang digunakan dan kemudahan pembersihan.
Bahan yang digunakan untuk peralatan pengolahan pangan merupakan bahan yang tidak
bereaksi dengan bahan pangan. Pertimbangan kemudahan pembersihan peralatan
tergantung pada konstruksi alat tersebut.
Beberapa persyaratan lain terkait sarana dan peralatan untuk pelaksanaan sanitasi
makanan antara lain sebagai berikut:
a. Pertama, tersedia air bersih dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan dan memenuhi
syarat Peraturan Menteri Kesehatan RI.Nomor 01/Birhukmas/I/1 975.
b. Kedua, alat pengangkut/roda/kereta makanan dan minuman harus tertutup sempurna,
dibuat dari bahan kedap air, permukaannya halus dan mudah dibersihkan.
c. Ketiga, rak penyimpanan bahan makanan/makanan harus mudah dipindah
menggunakan roda penggerak untuk kepentingan proses pembersihan. Peralatan yang
kontak dengan makanan, harus memenuhi syarat antara lain :
 Permukaan utuh (tidak cacat) dan mudah dibersihkan. Lapisan permukaan
tidak mudah rusak akibat dalamasam/basa atau garam-garam yang lazim
dijumpai dalam makanan Tidak terbuat dari logam berat yang dapat
menimbulkan keracunan, misalnya Timah hitam (Pb), Arsenium
(As),Tembaga (Cu), Seng (Zn), Cadmium (Cd) dan Antimoni(Stibium).
Wadah makanan, alat penyajian dan distribusi harus bertutup.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.1096 Tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi
Jasaboga, tempat pencucian peralatan dan bahan makanan harus memperhatikan syarat
berikut :
a. Tersedia tempat pencucian peralatan, jika memungkinkan terpisah dari tempat
pencucian bahan pangan.
b. Pencucian peralatan harus menggunakan bahan pembersih/deterjen.
c. Pencucian bahan makanan yang tidak dimasak atau dimakan mentah harus dicuci
dengan menggunakan larutan Kalium Permanganat (KMnO4) dengan konsentrasi
0,02% selama 2 menit atau larutan kaporit dengan konsentrasi 70% selama 2 menit
atau dicelupkan ke dalam air mendidih (suhu 80°C -100°C) selama 1 – 5 detik.
d. Peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan disimpan dalam tempat yang
terlindung dari pencemaran serangga, tikus dan hewan lainnya.

4) Higiene Perorangan/Penjamah Makanan (Food Handler)


Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan
makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan,
pengangkutan sampai dengan penyajian. Peran penjamah makanan sangat penting dan
merupakan salah satu faktor dalam penyediaan makanan/minuman yang memenuhi syarat
kesehatan. Personal higiene dan perilaku sehat penjamah makanan harus diperhatikan.
Seorang penjamah makanan harus beranggapan bahwa sanitasi makanan harus
merupakan pandangan hidupnya serta menyadari akan pentingnya sanitasi makanan,
higiene perorangan dan mempunyai kebiasaan bekerja, minat maupun perilaku sehat.
Pemeliharaan kebersihan penjamah makanan, penanganan makanan secara higienis
dan higiene perorangan dapat mengatasi masalah kontaminasi makanan. Dengan
demikian kebersihan penjamah makanan adalah sangat penting untuk diperhatikan karena
merupakan sumber potensial dalam mata rantai perpindahan bakteri ke dalam makanan
sebagai penyebab penyakit (WHO, 2006).
WHO juga menyebutkan penjamah makanan menjadi penyebab potensial
terjadinya kontaminasi makanan apabila menderita penyakit tertentu, kulit, tangan, jari-
jari dan kuku banyak mengandung bakteri. Menderita batuk, bersin juga akan
menyebabkan kontaminasi silang apabila setelah memegang sesuatu kemudian
menyajikan makanan, dan memakai perhiasan.

1.4 Jejaring Keamanan Pangan


Keamanan pangan di Indonesia mempunyai semboyan, yaitu “Bersama-sama kita
meningkatkan keamanan pangan di Indonesia”. Semboyan tersebut lebih dari sekedar semboyan
untuk Sistem Keamanan Pangan Terpadu (SKPT) nasional di Indonesia. Semboyan ini
merupakan terobosan cara baru untuk bekerja secara bersama-sama. SLPT adalah program
nasional yang terdiri dari semua stakeholdet kunvi yang terlibat dalam keamanan pangan dari
lahan pertanian sampai siap dikonsumsi. SKPT merupakan sistemayang mengkombinasikan
keahlian dan pengalaman dari pemerintah, industry, akademisi dan konsumen secara sinergis
dalam menghadapi tantangan baru yang mempengaruhi keamanan pangan.

Model SKPT dibentuk untuk mencapai harmonisasi program keamanan pangan dan
laboratorium yang berstandar internasional. Model ini berdasarkan pada pedoman yang
dikeluarkan WHO, yaitu “Guidelines for National Food Safety Programme”. Stakeholder kunci
dan tanggung jawab mereka terhadap keamanan pangan dipetakan dengan model WHO tersebut.

Tiga jejaring untuk stakeholdet diidentifikasi dan dikelompokkan menurut prinsip


analisis risiko adalah, sebagai berikut :
a) Jejaring intelijen pangan – berdasarkan kajian risiko
b) Jejaring pengawasan pengan – berdasrkan manajemen risiko
c) Jejaring promosi keamanan pangan – berdasarkan komunikasi risiko.

Menurut Roy A. Sparringa dalam presentasinya menjelaskan bahwa Jejaring intelijen


pangan merupakan bagian dari Sistem Keamanan Pangan Terpadu atau dikenal sebagai
Integrated Food Safety System (IFSS). Konsep program IFSS dikembangkan oleh Badan POM
bekerja sama dengan AGAL (Australian Government Analytical Laboratory). System ini
berdasarkan prinsip kajian risiko dan telah mendapatkan dukungan sebagian besar stakeholders
penting di Indonesia. System ini berdasarkan prinsip kajian risiko dan telah mendapatkan
dukungan sebagian besar stakeholders penting di Indonesia. Sebagian besar lembaga yang
memperoleh Leaflet tentang program IFSS ini telah menyatakan menaruh minatnya kepada
program keamanan pangan terpaddu. Pada lokakarya ini mengundang stakeholders penting yang
berminat terhadap jejaring intelijen pangan guna menyamakan persepsi serta mengidentifikasi
program potensial untuk didiskusikan dalam pertemuan jejaring intelijen mendatang.

Jejaring intelijen pangan adalah system komunikasi yang diracang untuk para anggota
dari instansi yang memiliki tugas dan fungsi yang berhubungan dengan kajian risiko, antara lain
kegiatan surveilan, survey, monitoring, kajian atau riset yang berhubungan dengan pangan,
khususnya keamanan pangan. Jejaring ini perlu untuk membagi informasi dari hasil kajian yang
ditemukan guna mendapatkan dan memecahkan masalah keamanan pangan di Indonesia. Dengan
saling membagi informasi, para anggota dapat mengalokasikan sumber daya yang dimiliki untuk
bersama sama menyelesaikan permasalahan keamanan pangan di sepanjang rantai pangan.
Bergabung dengan jejaring ini tidak menambah beban ekerjaan, karena jejaring ini dimaksudkan
menjadi bagian dari aktivitas rutin. Jejaring ini merupakan forum komunikasi dan
mengkoordinasikan informasi agar dapat diketahui diketahui untuk ditindaklanjuti lebih lanjut
oleh pihak yang terkait. Contoh tindak lanjut jejaring intelijen pangan antara lain (i)
menindaklanjuti hasil temuan untuk program pengawasan pangan, (ii) melaksanakan riset untuk
mendukung program keamanan pangan, misalnya metode pengawetan pangan yang aman dan
efektif, mengembangkan metode deteksi pathogen atau kontaminan, (iii) mengembangkan
foodborne disease surveilans system, serta (iv) memberikan dukungan terhadap pelaksanaan
program Food Watch
Jejaring tersebut mampu memperbaiki komunikasi antar stakeholder, membagi
pengetahuan dan meningkatkan keamanan pangan di tingkat local, regional dan nasional. Tiga
program yang terdiri dari program Food watch, Piagam Bintang, dan Respon cepat,
dikembangkan untuk mensinergikan dan memfokuskan aktivitas keamanan pangan dan
mengimplementasikan kebijakan pada tingkat nasional, provinsi, dan local. Program Food
Watch adalah program monitoring pangan tingkat nasional. Program Piagam BIntang terdiri dari
tiga tingkatan piagam bintang keamanan pangan secara sukarela yang mempromosikan pelatihan
dari lahan pertanian sampai siap dikonsumsi. Program Respon Cepat merupakan program yang
memungkinkan komunikasi efektif selama krisis nasional.

SKPT merupakan struktur Program Keamanan Pangan Nasional. Dalam SKPT


deartemen, akademisi, industry dan konsumen, bekerja sama untuk memaksimalkan sumber daya
dan memperbaiki keamanan pangan di Indonesia. Jika setiap Negara di kawasan Asia Pasifik
menerapkan SKPT, maka akan banyak sekali keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh
dalam bidang perdagangan dan kesehatan. Hal ini merupakan impian tim SKPT untuk
membuatnya menjadi kenyataan.
DAFTAR PUSTAKA

Knechtges, P. L. (2014). Keamanan Pangan, Teori dan Praktik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC Sumarwan, U., 1997. Masalah Keamanan Pangan dalam Pola Konsumsi

http://ujangsumarwan.blog.mb.ipb.ac.id/files/2010/07/ISSUES-OF-FOOD-SECURITY-IN-
INDONESIAN-FOOD-CONSUMPTION.pdf

https://bulelengkab.go.id/detail/artikel/pentingnya-keamanan-pangan-bagi-
masyarakat34#:~:text=Keamanan%20pangan%20diselenggarakan%20untuk%20menjaga,yang
%20dapat%20membahayakan%20kesehatan%20manusia.

Anonim. Keamanan Pangan. Artikel, Online (keslingkit.id). Diakses pada 31 Januari 2021.

Sistem Keamanan pangan Terpadu – Badan POM yang diakses melalui


https://www.yumpu.com/id/document/read/28693983/versi-pdf-sistem-keamanan-pangan-
terpadu-badan-pom

Anda mungkin juga menyukai