Anda di halaman 1dari 11

REGULASI DAN JAMINAN MUTU PANGAN

KEAMANAN PANGAN

DOSEN PENGAMPU:

Dr. Ir. Dharia Renate, M.Sc.

DISUSUN OLEH:

NAMA : HERNITA ALIFVIA

NIM : J1A117050

KELAS: R-002

TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Makanan dikatakan aman bila tidak mengandung bahan-bahan berbahaya. pertama
bahaya biologis, yaitu makanan yang tercemar oleh mikroba, virus, parasit, bakteri,  kapang,
binatang pengerat, serangga, lalat kocoak dan lain-lain, kedua bahaya Kimiawi karena
mengandung  cemaran bahan kimia 1) bahan yang tidak disengaja seperti cairan pembersih,
pestisida, cat, komponen kimia dari peralatan/kemasan yang lepas dan masuk ke dalam
pangan, 2) bahan yang disengaja yaitu bahan tambahan pangan yang berlebihan atau tidak
memenuhi aturan yang ditetapkan oleh pemerintah seperti pewarna, pemanis, pengawet
penyedap dan lain-lain.  Bahan berbahaya ( formalin, borax, bahan pewarna / pengawat yang
bukan untuk makanan. ketiga adalah bahaya fisik karena cemaran benda asing seperti tanah,
rambut, bulu, kuku, kerikil, isi staples dll.
Keamanan pangan selalu menjadi pertimbangan pokok dalam perdagangan, baik
perdagangan nasional maupun perdagangan internasional. Di seluruh dunia kesadaran dalam
hal keamanan pangan semakin meningkat. Pangan semakin penting dan vital peranannya
dalam perdagangan dunia. Keamanan pangan merupakan tanggung jawab bersama antara
pemerintah, industri yang meliputi produsen bahan baku, industri pangan dan distributor,
serta konsumen. Keterlibatan ketiga sektor tersebut sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
keamanan pangan.
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mecegah pangan dari
kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lainnya yang dapat mengganggu,
merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama,
keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan
UU No 18 tahun 2012 tentang pangan, Bab 1, Pasal 1, Angka 5.
Untuk dapat memproduksi pangan yang bermutu baik dan aman bagi kesehatan, tidak
cukup hanya mengandalkan pengujian akhir di laboratorium saja, tetapi juga diperlukan
adanya penerapan sistem jaminan mutu dan sistem manajemen lingkungan, atau penerapan
sistem produksi pangan yang baik (GMP– Good Manufacturing Practices) dan penerapan
analisis bahaya dan titik kendali kritis (HACCP- Hazard Analysis and Critical Control
Point).
1.2 Rumusan masalah
1. Apa itu keamanan pangan
2. Bagaimana penyelenggaraan keamanan pangan dilakukan
3. Apa itu pengawasan keamanan pangan
4. Apa sanksi administratif keamanan pangan
5. Apa itu kejadian luar biasa dan kedaruratan keamanan pangan
6. Apa peran serta masyarakat dalam keamanan pangan

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan keamanan pangan
2. Untuk mengetahui bagaimana penyelenggaraan keamanan pangan
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pengawasan keamanan pangan
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud sanksi administratif keamanan pangan
5. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kejadian luar biasa dan kedaruratan
keamanan pangan
6. Untuk mengetahui apa peran masyarakat dalam keamanan pangan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Keamanan Pangan


Pengertian keamanan pangan adalah segala upaya yang dapat ditempuh untuk
mencegah adanya indikasi yang membahayakan pada bahan pangan. Untuk memenuhi
kebutuhan akan keadaan bebas dari resiko kesehatan yang disebabkan oleh kerusakan,
pemalsuan dan kontaminasi, baik oleh mikroba atau senyawa kimia, maka keamanan
pangan merupakan faktor terpenting baik untuk dikonsumsi pangan dalam negeri maupun
untuk tujuan ekspor. Keamanan pangan merupakan masalah kompleks sebagai hasil
interaksi antara toksisitas mikrobiologik, toksisitas kimia dan status gizi. Hal ini saling
berkaitan, dimana pangan yang tidak aman akan mempengaruhi kesehatan manusia yang
pada akhirnya menimbulkan masalah terhadap status gizi (Seto, 2001).
Keamanan pangan diartikan sebagai terbebasnya makanan dari zat-zat atau bahan
yang dapat membahayakan kesehatan tubuh tanpa membedakan apakah zat itu secara
alami terdapat dalam bahan makanan yang digunakan atau tercampur secara sengaja atau
tidak sengaja kedalam bahan makanan atau makanan jadi (Moehyi, 2000).
Keamanan pangan selalu menjadi pertimbangan pokok dalam perdagangan, baik
perdagangan nasional maupun perdagangan internasional. Di seluruh dunia kesadaran
dalam hal keamanan pangan semakin meningkat. Pangan semakin penting dan vital
peranannya dalam perdagangan dunia. Keamanan pangan merupakan aspek yang sangat
penting dalam kehidupan sehari-hari. Kurangnya perhatian terhadap hal ini, telah sering
mengakibatkan terjadinya dampak berupa penurunan kesehatan konsumennya, mulai dari
keracunan makanan akibat tidak higienisnya proses penyimpanan dan penyajian sampai
risiko munculnya penyakit kanker akibat penggunaan bahan tambahan (food additive)
yang berbahaya (Syah, 2005).

2.2 Penyelenggaraan keamanan pangan


Penyelenggaraan makanan bertujuan menyediakan makanan yang berkualitas baik
serta aman bagi kesehatan konsumen, memperkecil kemungkinan resiko penularan
penyakit serta gangguan kesehatan yang disebabkan melalui makanan serta terwujudnya
perilaku kerja yang sehat dan benar dalam menangani makanan. Tujuan tersebut dapat
dicapai jika semua pihak yang terkait turut bertanggungjawab dalam menciptakan sanitasi
dan hygiene makanan mulai dari pengadaan bahan makanan, proses penyimpanan,
pengolahan hingga sampai makanan siap untuk disantap. Proses penyelenggaraan
makanan hingga siap untuk disajikan dan disantap biasanya ditempuh melalui tahap-tahap
pengadaan bahan makanan, proses pengolahan makanan, penyimpanan makanan jadi,
pemorsian dan penyajian (Tatang, 1992)
Selain hal-hal tersebut diatas, selama proses penyelenggaraan makanan terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan sanitasi dan higiene makanan yang
mencakup: sanitasi dan kebersihan peralatan, sanitasi sarana fisik, ruangan, fasilitas yang
tersedia dan keadaan kesehatan personal yang menangani makanan

2.3 Pengawasan keamanan pangan


Menurut UU No. 7 tahun 1996 tentang pangan, sistem pangan merupakan segala
sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan, pembinaan dan atau pengawasan terhadap
kegiatan atau proses produksi pangan dan peredaran pangan sampai siap dikonsumsi
manusia. Pada pasal 3 UU tersebut menyebutkan bahwa pengaturan, pembinaan dan
pengawasan pangan dilakukan untuk :
a. Tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi bagi
kepentingan kesehatan manusia;
b. Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab;
c. Terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau
sesuai dengan kebutuhan masyarakat
Payung hukum pengawasan produk pangan di Indonesia yaitu UU No. 7 tahun 1996
tentang Pangan yang dijabarkan dalam PP No. 28 tahun 2004. Pada PP tersebut diatur
peran berbagai lembaga dalam pengawasan keamanan pangan yaitu peran dari
Kementerian Pertanian, Kementerian Perikanan dan Kelautan, Kementerian Kehutanan,
Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Badan Pengawas Obat dan
Makanan (dan Balai), Kementerian Kesehatan (dan Dinas Kesehatan), dan Pemerintah
Daerah.
Menurut Winarno (1997), pengawasan mutu pangan di Indonesia saat ini dilaksanakan
oleh empat kementerian, yaitu:
1. Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI merupakan unsur pelaksana pemerintah di bidang
kesehatan, dipimpin oleh Menteri Kesehatan yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Presiden RI. Kementerian Kesehatan mempunyai tugas
membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan di
bidang kesehatan.
2. Badan Pengawasan Obat dan Makanan
Sejak melepas status Direktorat Pengawas Obat dan Makanan (POM) pada tahun
2001 sebagai Lembaga Negara Non Kementerian yang mandiri dan langsung
bertanggung jawab kepada Presiden, peran Kementerian Kesehatan RI pada
pengawasan mutu pangan tidak lagi bersifat strategis teknis, tetapi lebih kepada
kebijakan. Ketua Badan berkoordinasi dengan Menteri Kesehatan dalam
pelaksanaan kegiatan. Sebelumnya, pengawasan mutu pangan di Kementerian
Kesehatan dilakukan oleh Direktorat Jenderal POM, khususnya Direktorat
Pengawasan Makanan dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: Legislasi
(hukum), Perizinan (licencing), pengawasan, standarisasi, dan regulasi. Keaktifan
utama adalah pemberian izin untuk menjual makanan jenis tertentu, dan registrasi
bagi makanan terkemas atau terolah di Indonesia. Badan POM di bawah naungan
Kementerian Kesehatan RI mempunyai tugas pokok melaksanakan tugas
pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
3. Kementerian Pertanian
Pengawasan mutu pangan oleh Kementerian Pertanian RI terutama dilaksanakan
oleh Ditjen Tanaman Pangan, Peternakan, dan Perikanan. Ditjen Tanaman Pangan
bertugas memantau hama penyakit, registrasi pestisida, pest control dan weed
control. Termasuk di dalamnya pengawasan penggunaan pestisida dan herbisida.
4. Kementerian Perindustrian dan Perdagangan
Kementerian Perisdustrian dan Perdagangan RI mempunyai tugas membantu
Presiden RI dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintah di bidang industri
dan perdagangan. Pengawasan mutu pangan oleh Kementerian Perindustrian dan
Perdagangan RI ditangani oleh Direktorat Standarisasi dan Pengendalian Mutu,
termasuk di dalamnya produk pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan dan
hasil hutan. Direktorat tersebut bertugas mengendalikan mutu dari komoditi yang
akan diekspor, diimpor, maupun yang akan beredar di dalam negeri.

2.4 Sanksi administratif keamanan pangan


Menurut Astutik (2017) Belum ada pemberian sanksi administrasi apapun yang dapat
dijatuhkan pemerintah secara langsung kepada industri atau perusahaan yang terbukti
menggunakan bahan berbahaya yang disalahgunakan dalam pangan, sebagaimana tertuang
pada Pasal 13 dalam Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Kepala Badan
Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2013 dan Nomor 43
tahun 2013. Jika suatu jenis makanan diketahui mengandung salah satu atau lebih bahan
berbahaya, yaitu asam borat, boraks, formalin (larutan formaldehid), paraformaldehid
(serbuk dan tablet paraformaldehid), pewarna merah Rhodamin B, pewarna merah
Amaranth, pewarna kuning Metanil (Methanil Yellow), dan pewarna kuning Auramin,
maka seharusnya produsen mendapatkan sanksi administrasi yang meliputi:
(1) Peringatan tertulis;
(2) Penghentian sementara kegiatan;
(3) Rekomendasi pencabutan izin;
(4) Pencabutan izin usaha; dan/atau
(5) Tindakan lain sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. Salah satu kendala
proses hukum produsen dalam penggunaan bahan berbahaya dalam pangan pada proses
produksi adalah dampaknya yang tidak langsung pada kesehatan konsumen. Dasar hukum
yang melarang penggunaan bahan berbahaya dalam pangan adalah:
(1) Ordonansi Bahan-bahan Berbahaya (Gevaarlijke Stoffen Ordonantie, Staatsblad
1949:377);
(2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3821); dan
(3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5360).

2.5 Kejadian luar biasa dan kedaruratan keamanan pangan


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 949/MENKES/SK/VIII/2004 (Menkes,
2004), kejadian luar biasa atau dikenal dengan istilah outbreak adalah timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada
suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Selain itu KLB sering diartikan sebagai suatu
fenomena yang berbeda dari biasanya atau menyimpang dari keadaan normal. Contohnya,
demam berdarah merupakan penyakit yang selalu muncul setiap tahun. Akan tetapi, pada
Januari-Mei 2004 terjadi peningkatan frekuensi kejadian demam berdarah di beberapa
wilayah di Indonesia yang menelan ratusan korban, baik sakit ataupun meninggal. Oleh
karena itu, pemerintah menetapkan demam berdarah sebagai suatu KLB. Banyak jenis lain
KLB yang dikenal seperti KLB diare, KLB malaria, KLB keracunan pangan, dan lain-lain.
KLB keracunan pangan yang disebabkan oleh mikroba patogen yang mengakibatkan
gangguan kesehatan yang akut, yang disebut gastroenteritis, biasanya karena
mengonsumsi pangan yang terkontaminasi bakteri patogen atau racun yang diproduksinya
(Winarno, 2007).
Ada beberapa kriteria kerja KLB yaitu timbulnya suatu penyakit menular yang
sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal, peningkatan kejadian penyakit atau kematian
terus menerus selama 3 kurun waktu berturutturut menurut jenis penyakitnya (jam, hari,
minggu), peningkatan kejadian penyakit atau kematian 2 kali atau lebih dibanding dengan
periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun), jumlah penderita baru dalam satu
bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata
perbulan dalam tahun sebelumnya, angka rata-rata perbulan selama satu tahun
menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibanding dengan angka rata-rata perbulan
dari tahun sebelumnya (Sutarman, 2008).
Menurut Peraturan Pemerintah NO 86 Tahun 2019 tentang keamanan pangan pasal 75
kedaruratan keamanan pangan yaitu :

1. Masalah Keamanan Pangan berpotensi menjadi Kedaruratan Keamanan Pangan.


2. Kedaruratan Keamanan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
berdasarkan kriteria:
a. beredarnya Pangan yang sangat membahayakan kesehatan;
b. beredarnya informasi Keamanan Pangan yang menyesatkan di masyarakat;
dan/atau
c. terjadinya masalah Keamanan Pangan akibat bencana.
3. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian, menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan,
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, Kepala
Badan, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya segera
melakukan tindakan penanganan cepat terhadap Kedaruratan Keamanan Pangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
4. Tindakan penanganan cepat terhadap Kedaruratan Keamanan Pangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui:
a. kajian risiko Kedaruratan Keamanan pangan;
b. manajcmen risiko Kedaruratan Keamanan Pangan; dan
c. komunikasi risiko Kedaruratan Keamanan Pangan.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penanganan cepat Kedaruratan Keamanan
Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian, peraturan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemcrintahan di bidang kelautan dan perikanan, peraturan
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, atau
peraturan Kepala Badan sesuai dengan kewenangannya.
6. Dalam hal Kedaruratan Keamanan Pangan bersifat lintas sektor, penanganan
Kedaruratan Keamanan Pangan dikoordinasikan oleh kementerian yang
menyelenggarakan koordinasi urusan pemerintahan di bidang pembangunan manusia
dan kebudayaan.

2.6 Peran masyarakat dalam keamanan pangan

Menurut Peraturan Pemerintah NO 86 Tahun 2019 tentang keamanan pangan pasal 76


yaitu Masyarakat dapat berperan serta dalam mengampanyekan Keamanan Pangan melalui
media cetak atau media elektronik dan bertanggung jawab terhadap kebenaran informasi
yang disampaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dan pasal 77
yaitu Dalam rangka meningkatkan kesadaran terhadap Keamanan Pangan, masyarakat
dapat berperan serta dalam menyampaikan permasalahan, masukan, dan/atau cara
penyelesaian masalah Keamanan Pangan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan diatas adalah keamanan pangan
merupakan syarat penting yang harus melekat pada pangan yang hendak dikonsumsi oleh
semua masyarakat. Pangan yang bermutu dan aman dapat dihasilkan dari dapur rumah tangga
maupun dari industri pangan. Serta keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang
diperlukan untuk mecegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda
lainnya yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta
tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk
dikonsumsi.
DAFTAR PUSTAKA
Astutik, Pudjirahaju. (2017). Pengawasan Mutu Pangan. Pusat Pendidikan Sumber Daya
Manusia Kesehatan. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Menteri Kesehatan. 2004. Peraturan Menteri Kesehatan No. 949 tahun 2004 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB).
Moehyi, S. 2000. “Pengaturan Makanan dan Diit untuk Penyembuhan Penyakit”. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.
Pemerintah Indonesia. 2019. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 86 Tahun 2019
Tentang Keamanan Pangan. Jakarta: Sekretariat Negara.
Seto, S. 2001. Pangan dan Gizi Ilmu Teknologi Industri dan Perdagangan Internasional.
Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian.
Sutarman. 2008. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keterlambatan Petugas Dalam
Menyampaikan Laporan KLB Dari Puskesmas Ke Dinas Kesehatan (Studi Di Kota
Semarang). [Tesis]. Semarang: Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro
Semarang.
Syah, D., 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan, 65, Himpunan Alumni
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tatang, Purawijaya. 1992. Keracunan Makanan di Indonesia. Materi Pelatihan Singkat
Keamanan Pangan, Standart dan Peraturan Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB
Winarno, FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, FG. 2007. Analisis Laboratorium Gastroenteritis dan Keracunan Pangan. Bogor:
M-Brio Press

Anda mungkin juga menyukai