Anda di halaman 1dari 16

TUGAS

SANITASI INDUSTRI

Dosen Pengampu :
IKA GUSRIANI S.TP., M.P

DISUSUN OLEH :
NAMAN : HERNITA ALIFVIA
NIM : J1A117050
KELAS : THP R-002

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

2019
KLASIFIKASI DAN MORFOLOGI MIKROORGANISME PENYEBAB
KONTAMINAN

A. Bakteri Escherichia coli

Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk


batang pendek yang memiliki panjang sekitar 2 µm, diameter 0,7 µm, lebar 0,4-0,7µm dan
bersifat anaerob fakultatif. E. coli membentuk koloni yang bundar, cembung, dan halus
dengan tepi yang nyata (Smith-Keary, 1988 ; Jawetz et al., 1995).
Klasifikasi Ilmiah Escherichia coli
Domain    : Bacteria
Phylum     : Proteobacteria
Order       : Enterobacteriales
Family      : Enterobacteriaceae
Genus       : Eschericha
Spesies     : Escherichia coli
Morfologi Escherichia coli
Escherichia coli umumnya merupakan bakteri pathogen yang banyak ditemukan pada
saluran pencernaan manusia sebagai flora normal. Morfologi bakteri ini adalah kuman
berbentuk batang pendek (coccobasil), gram negatif, ukuran 0,4 – 0,7 µm x 1-3 µm,
sebagian besar gerak positif dan beberapa strain mempunyai kapsul.
Patogenesis
E. coli enteropatogen (EPEC)
Merupakan penyebab diare terpenting pada bayi, terutama di Negara berkembang.
Mekanismenya adalah dengan cara melekatkan dirinya pada sel mukosa usus kecil dan
membentuk filamentous actin pedestal sehingga menyebabkan diare cair (“Watery
diarrheae”) yang bias sembuh dengan sendirinya atau berlanjut menjadi kronis.
 Cara Penularan : Dari makanan bayi dan makanan tambahan yang terkontaminasi. Di
tempat perawatan bayi, penularan dapat terjadi melalui ala-alat dan tangan yang
terkontaminasi jika kebiasaan mencuci tangan yang benar diabaikan.
 Masa Inkubasi ; Berlangsung antara 9 – 12 jam pada penelitian yang dilakukan di
kalangan dewasa. Tidak diketahui apakah lamanya masa inkubasi juga sama pada bayi
yang tertular secara alamiah.
 Masa Penularan ; Tergantung lamanya ekskresi EPEC melalui tinja dan dapat
berlangsung lama.
 Kerentanan dan Kekebalan ; Walaupun fakta menunjukkan bahwa mereka yang rentan
terhadap infeksi adalah bayi namun tidak diketahui apakah hal ini disebabkan oleh factor
kekebalan ataukah ada hubungannya dengan factor umur atau faktor lain yang tidak
spesifik.
B. SALMONELLA Sp
Salmonella sp merupakan bakteri berbahaya yang di keluarkan dari
saluran pencernaan hewan dan manusia melaui feses. Salmonella enteritidis merupakan
salah satu serotipe yang sering mengontaminasi susu disamping Salmonella typhimurium
(Sarati 1999).
Klasifikasi Salmonella sp
Kingdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Class : Gamma proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaciae
Genus : Salmonella
Spesies : Salmonella sp
Patogenitas
Salmonellosis adalah istilah yang menunjukkan adanya infeksi Salmonella sp. Manifestasi
klinik Salmonellosis pada manusia ada 4 sindrom yaitu:
1. Gastroenteritis atau keracunan makanan merupakan infeksi usus dan tidak ditemukan
toksin sebelumnya (Karsinah et al, 1994). Terjadi karena menelan makanan yang
tercemar Salmonella sp. misalnya daging dan telur (Julius,1990). Masa inkubasinya 8-
48 jam, gejalanya mual, sakit kepala, muntah, diare hebat, dan terdapat darah dalam
tinja. Terjadi demam ringan yang akan sembuh dalam 2-3 hari. Bakterimia jarang
terjadi pada penderita (2-4%) kecuali pada penderita yang kekebalan tubuhnya kurang
(Jawezt et al, 2008).
2. Demam tifoid yang disebabkan oleh S. typhi, dan demam paratifoid disebabkan S
paratyphi A, B, dan C. Kuman yang masuk melalui mulut masuk kedalam lambung
untuk mencapai usus halus, lalu ke kelenjar getah bening. Kemudian memasuki ductus
thoracicus. Kemudian kuman masuk dalam saluran darah (bacterimia) timbul gejala
dan sampai ke hati, limpa, sumsum tulang, ginjal dan lain-lain. Selanjutnya di organ
tubuh tersebut Samonella sp. berkembang biak (Julius,1990).
3. Bakterimia (septikimia) dapat ditemukan pada demam tifoid dan infeksi Salmonella
non-typhi. Adanya Salmonella dalam darah beresiko tinggi terjadinya infeksi. Gejala
yang menonjol adalah panas dan bakterimia intermiten (Karsinah et al, 1994) . Dan
timbul kelainan-kelainan local pada bagian tubuh misalnya osteomielitis, pneumonia,
abses paru-paru, meningitis dan lain-lain. Penyakit ini tidak menyerang usus dan
biakan tinjanya negatif (Julius,1990).
4. Carier yang asomatik adalah semua individu yang terinfeksi Salmonella sp. akan
mengekskresi kuman dalam tinja untuk jangka waktu yang bervariasi disebut carrier
convalesent, jika dalam 2-3 bulan penderita tidak lagi mengekskresi Salmonella. Dan
jika dalam 1 tahun penderita masih mengekskresi Salmonella disebut carrier kronik
(Karsinah et al, 1994).
C. CLOSTRIDIUM

Klasifikasi Ilmiah
Domain : Bacteria
Filum : firmicutes
Kelas : clostridia
Ordo : clostridiales
Family : clostridiacea Clostridium
Genus : prazmoski 1880
Morfologi
Bakteri yang termasuk dalam genus ini adalah basiler, memanjang, dengan tepi yang dapat
membulat atau lurus. Mereka menyajikan pengukuran rata-rata lebar 0,5-2 mikron dan
panjang 2-8 mikron. Tergantung pada spesiesnya, ada sel yang lebih panjang dari yang
lain. Misalnya, C. tetani memiliki panjang 2 mikron, sedangkan C. perfringes dapat
mengukur 8 mikron. Beberapa spesies menghasilkan spora yang terlihat jelas dan bahkan
merusak morfologi bakteri. Contoh dari ini adalah Clostridium tetani. Di tempat lain,
keberadaan spora tidak begitu jelas (C. perfringes). Sel bakteri dikelilingi oleh dinding sel
yang mengandung lapisan peptidoglikan yang tebal dan komponen lain seperti asam
teichoic dan lipoteichoic.
Kultur membentuk bakteri dari genus Clostridium Mereka berbeda menurut spesies.
Mereka mungkin tepi tidak teratur, keabu-abuan, terselubung. Ada spesies yang bahkan
memiliki halo ganda hemolisis (C. perfringes) atau lingkaran cahaya yang lemah (C.
tetani).
D. STAPHYLOCOCCUS AUREUS

 Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri yang bersifat


oportunistik (menyerang individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah) dan
menyebabkan infeksi. Sebenarnya  Staphylococcus epidermidis adalah flora normal yang
terdapat pada manusia. Pada tubuh yang sehat, bakteri ini tidak membahayakan dan tidak
menyebabkan penyakit. Bakteri ini hanya berbahaya jika telah menginfeksi, sehingga
pertumbuhannya menjadi tidak terkendali. Seseorang dengan kekebalan tubuh yang lemah,
antara lain bayi yang baru lahir, penderita AIDS, pengguna narkoba, pasien kritis, dan
pasien rumah sakit yang telah menjalani masa perawatan yang lama,Staphylococcus
epidermidis dapat menimbulkan gangguan kesehatan.
Klasifikasi
Sistematika bakteri Sthapylococcus epidermidis (Breed, dkk.,1957) :
Divis (Dvisio) : Eukariota
Kelas (Classis) : Schizomycetes
Bangsa (ordo) : Eubacteriales
Suku (Familia) : Micrococcaceae
Marga (Genus) : Staphylococcus
Jenis (Spesies) : Staphylococcusepidermidis
Morfologi
Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri yang sering ditemukan sebagai flora
normal pada kulit dan selaput lendir manusia. Sthapylococcus epidermidismerupakan
salah satu bakteri Gram positif berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam rangkaian tidak
beraturan seperti anggur dan bersifat anaerob fakultatif. Bakteri ini merupakan penyebab
infeksi kulit ringan yang disertai abses (Syarurachman et al., 1994). Bakteri ini juga
berperan dalam pelepasan asam oleat, hasil hidrolisisnya oleh lipase yang diduga
berpengaruh terhadap perkembangan jerawat (Saising et al., 2008)

Infeksi S. aureus diasosiasikan dengan beberapa kondisi patologi, diantaranya


bisul, jerawat, pneumonia, meningitis, dan arthritits. Sebagian besar penyakit yang
disebabkan oleh bakteri ini memproduksi nanah, oleh karena itu bakteri ini disebut
piogenik. S. aureus juga menghasilkan katalase, yaitu enzim yang mengkonversi
H2O2 menjadi H2O dan O2, dan koagulase, enzim yang menyebabkan fibrin berkoagulasi
dan menggumpal. Koagulase diasosiasikan dengan patogenitas karena penggumpalan
fibrin yang disebabkan oleh enzim ini terakumulasi di sekitar bakteri sehingga agen
pelindung inang kesulitan mencapai bakteri dan fagositosis terhambat.
S. aureus termasuk bakteri osmotoleran, yaitu bakteri yang dapat hidup di lingkungan
dengan rentang konsentrasi zat terlarut (contohnya garam) yang luas, dan dapat hidup pada
konsentrasi NaCl sekitar 3 Molar. Habitat alami S aureus pada manusia adalah di daerah
kulit, hidung, mulut, dan usus besar, di mana pada keadaan sistem imun normal, S.
aureus tidak bersifat patogen (mikroflora normal manusia).

SUMBER KONTAMINAN
Kontaminasi / cemaran dapat diartikan semua benda asing yang terdapat pada suatu bahan
makanan yaitu seperti debu ,pasir , mikroorganisme yang tidak dikehendaki dll. Kontaminan
ada yang terlihat wujudnya dan ada yang tidak terlihat wujudnya, yang terlihat wujudnya
dapat dilihat secara langsung tetapi jika kontaminasi yang tidak terlihat wujudnya memiliki
uji khusus.
1. Kontaminasi Pekerja
Sumber kontaminasi dapat berasal dari pekerja yang melakukan proses pengolahan.
Kesehatan dan kebersihan saat pengolahan adalah hal yng terpenting dalam kontaminasi
makanan oleh pekerja. Biasanya pekerja pemanen, penyembelih, mengangkut mengolah
sering terjadi kontaminasi pada makanan. Untuk itu pemeliharaan para pekerja sangatlah
penting bagi suatu perusahan khusunya perusahaan pengolahan makanan.
Jenis-jenis Kontaminasi Pekerja
Tangan Pekerja
- Kulit, Jari, Kuku dan Perhiasan
- Jari dan Kulit :
a. Tempat singgahan jasad renik. Kulit bersih terdapat jasad renik dan jika kulit
tidak bersih , sejumlah besar dan bermacam macam jasad renik ada padanya
termasuk bakteri, protozoa, jamur lendir, jamur ragi. kontak dengan sumber
kontaminasi, Kuku salah satu sumber kontaminasi. Tumbuhan yang bisa
berada di kulit manusia stapylococcus aureus, dapat membentuk racun dan
jika makanan tersebut dicerna , menyebabkan ketakutan keracunan makanan.
b. Adanya infeksi pada jaringan kulit yang terdapat nanah, funrunkolusis,
impetio contagiosa, paromychia. Penyebaran kulit yang terinfeksi dilakuakan
oleh staphylococus ke tangan , khusunya kuku.
Rambut
- Rambut pekerja yang terkontainasi pada bahan pangan
- Sumber : Staphylococcus
Mata
- Mata sebenarnya bebas dari bakteri, tapi infeksi di mata dapat terjadi, kontak dengan
bulu mata. Jasad renik staphylococcus aureus dapat terdapat pada mata pekerja produksi.
- Pekerja yang memegang mata, mungkin terkontaminasi.
Hidung
- Hindarkan bersin dan hindari tangan dari sentuhan hidung pada pernapasan terdapat
jasad renik
- Penyakit sinusitis atau radang pada rongga rongga (orang yang sembuh mungkin
pembawa penyakit selama beberapa waktu
Mulut
- Berbagai jenis bakteri, kontaminasi melalui ludah
- Gosok gigi mencegah akumulasi bakteri dan mengurangi kemungkinan kontaminasi
2. Kontaminasi Hewan
Kontaminasi hewan terdapat berbagai macam jenisnya, kontaminasi hewan pengerat,
kontaminasi hewan peliharaan dan kontaminasi serangga.
Kontaminasi hewan pengerat adalah kontaminasi makanan yang disebabkan adanya
hewan pengerat yang dapat menurunkan kualitas pangan, hewan pengerat dapat
mengkontaminasi bakteri karena hewan tersebut membawa jasad renik dan memproduksi
penyakit pada kakinya atau daerah ususnya. Contoh: Tikus sangat merugikan karena
jumlah bahan yang dimakan, juga kotoran, rambut dan urine tikus merupakan media untuk
bakteri serta menimbulkan bau yang tidak enak.
Kontaminasi serangga adalah kontaminasi makanan yang disebabkan oleh gzigitan
serangga, gigitan serangga akan kelukai perkukaan bahan pangan sehingga menyebabkan
kontaminasi oleh mikroba. Contoh: Kecoak mencemarkan makanan karena kecoak senang
sekali pada makanan yang berkanji, keju, dan bir. Tapi mereka juga memakan bangkai
binatang, kulit kertas tembok dan sebagainya. Jasad renik pada kaki kecoak dapat
mencemari makanan yang akan diproduksi maupun yang siap disajikan.
Kontaminasi hewan peliharaan adalah kontaminasi makanan yang disebabkan oleh
adanya bakteri pada hewan peliharaan seperti anjing dan kucing.
3. Kontaminasi Lingkungan
Kontaminasi lingkungan adalah kontaminasi bahan pangan yang diakibatkan oleh keadaan
lingkungan sekitar yang kurang terjaga.
Lingkungan
- Udara : medium sementara virus & bakteri influenza
- Tanah : C. botulinum & C. Perfringens
- Air limbah Salmonella, Shigella, Streptococci fekal,
Sumber Lainnya:
- Peralatan : selama digunakan atau disimpan
- Kontaminasi peralatan dari bahan, pekerja dan udara
- Atasi dengan: desain yang higienis dan pembersihan yang efektif
Air
- Air sebagai medium pembersih Perlu pengamanan khusus. Misal ultra violet
- Sampah bekas cucian mengandung air yang memiliki flora sampah
- Comberan tempat yang baik bagi jasad renik bakterinya adalah clostridium batulinum
dan clostridium perfingens.
Udara
- Udara mencemari ditempat pengolahan, pengemasan, penyimpanan dan persiapan
- Udara yang tercemar akibat beberapa faktor. Tetes embun saat berbicara, bersin, batuk
bisa menjadi pusat jasad renik
Limbah
- Penanganan limbah yang buruk: sumber kontaminasi
- Dapat mencemari sumber air, sungai, danau, laut sehingga pangan yang berasal dari
perairan tersebut dapat tercemar
Tempat Produksi
- Dilihat pada kebersihan lantai yang dipakai, jika ada genangan air dapat menjadi sumber
kontaminasi dalam makanan.
- Handel pintu yg terkontaminasi tangan pekerja, permukaan alat pengolahan yg
terkontaminasi mikroba, dapat mencemari produk yang diolah.
- Pada dinding yang kotor dan tidak dibrsihkan sebagai sarang berkembangbiaknya
mikroba
- Pada alat yang digunakan dalam proses pemasakan
4. Bahan baku produk
Kontaminasi yang terdapat pada produk pangana mentah itu sendiri. Sebelum dilakukan
proses pengolahan produk tersebut sudah terkontaminasi oleh bakteri hal ini dapat
diakibatkan oleh keadaan lingkungan yang kurang baik , bakteri yang ada pada hewan
tersebut (misal sapi yang terkena antrak), penjamah bahan mentah yang kurang higiennya
(adanya kontaminasi silang)
Kontaminan asal Bahan mentah :
- Mikroba dari tanah, air, residu pestisida
- Hewani : mikrobiologi, antibiotika,hormon
Daging
- salmonella
- Pisau dan alat waktu penyembelihan
- Bulu, kulit, saluran pencernaan, pernafasan.
- Kontaminasi selama: penyembelihan, pemotongan, pengolahan, penyimpanan dan
Distribusi
- Karkas kontak dengan debu atau kotoran lain
Susu
- Sapi, alat pemerah
- Kontaminasi silang: pekerja, wadah

CARA MENGHANDLE KONTAMINAN


1. Memisahkan makanan mentah dengan makanan siap
2. Menjamin kebersihan permukaan kerja dan peralatan
3. Menyimpan makanan dalam kondisi tertutup
4. Menjaga kebersihan tangan dan menerapkan praktek kebersihan personal yang
baik
5. Menjaga kebersihan dan pengendalian hama

SANITASI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SSOP)


SSOP (Sanitation Standard Operating Prosedured) adalah Prosedur Pelaksanaan Sanitasi
Standar yang harus dipenuhi oleh suatu UPI (Unit Pengolahan Ikan) untuk mencegah
terjadinya kontaminasi terhadap produk yang diolah. Tujuannya adalah untuk memastikan
mutu produk dan menjamin tingkat dasar pengendalian keamanan pangan, serta
meminimalisir kontaminasi.
Menurut Thaheer (2005), sanitasi dilakukan sebagai usaha mencegah penyakit dari konsumsi
pangan yang diproduksi dengan cara menghilangkan atau mengendalikan faktor-faktor
didalam pengolahan pangan yang berperan dalam pemindahan bahaya sejak penerimaan
bahan baku, pengolahan, pengemasan dan penggudangan produk sampai produk akhir
didistribusikan.
Teknik Penerapan SSOP
Dalam prosedur pelaksanaan sanitasi standar (SSOP) terdapat 8 (delapan) kunci pokok
persyaratan sanitasi, diantaranya:
1. Keamanan Air dan Es
Menurut Susiwi (2009) air merupakan komponen penting dlm industri pangan yaitu sebagai
bagian dari komposisi, untuk mencuci produk, membuat es/glazing, mencuci peralatan, untuk
minum dan sebagainya. Karena itu dijaga agar tidak ada hubungan silang antara air bersih
dan air tidak bersih (pipa saluran air harus teridentifikasi dengan jelas). Menurut
Purnawijayanti (2001), air yang digunakan pada unit pengolahan ikan yaitu air yang
memenuhi standart air minum.
2. Kondisi dan kebersihan permukaan yg kontak dengan bahan pangan
Menurut Thaheer (2005), semua peralatan dan pakaian kerja yang berkontak langsung dengan
produk terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, dari bahan tidak beracun serta dirancang
sesuai dengan penggunaannya. Selain itu semua permukaan kerja, peralatan, dan perkakas
yang digunakan di tempat penanganan dan yang kontak dengan produk harus terbuat dari
bahan yang tidak mengandung zat beracun, bau, atau rasa, tidak menyerap, tahan karat,
mampu menekan efek pencucian berulang – ulang.
3. Pencegahan Kontaminasi Silang
Kontaminasi silang adalah transfer kontaminan biologi atau kimia terhadap produk pangan
dari bahan baku, personil, atau lingkungan penanganan produk. Kontaminasi silang sering
menyebabkan terjadinya keracunan terutama pada saat bakteri pathogen atau virus
mencemari produk siap konsumsi (read-to-eat). Patogen yang dapat mengkontaminasi
produk akhir dapat bersumber dari personil unit usaha, bahan baku, peraltan dan
perlengkapan, dan lingkungan unit pengolahan.
4. Menjaga Fasilitas Pencuci Tangan, Sanitasi Dan Toilet
Lokasi fasilitas sanitasi dan cuci tangan harus mudah dijangkau oleh pekerja dan tidak
berdekatan dengan area pengolahan. Menurut Thaheer (2005), unit pengolahan harus
dilengkapi toilet yang cukup untuk seluruh karyawan dan dipisahkan antara toilet pria dan
wanita. Toilet harus dilengkapi dengan ventilasi dan dalam kondisi higienis, toilet dan cuci
tangan harus dilengkapi dengan air yang cukup.
Sedangkan menurut Susianawati (2006), toilet dan fasilitasnya harus dilengkapi
dengan pintu yang dapat tertutup secara otomatis, selalu terpelihara dengan baik dan tetap
bersih, disanitasi setiap hari pada akhir operasional. Bak cuci tangan dan fasilitasnya harus
ada air mengalir, sabun pembersih berbentuk cair, desinfektan dan penyediaan pengering/lap.
Toilet harus dilengkapi dengan ventilasi dan dalam kondisi higienis, toilet dan cuci tangan
harus dilengkapi dengan air yang cukup.
5. Proteksi Dari Bahan-Bahan Kontaminan
Pemilihan bahan pembersih tergantung dari beberapa faktor yaitu : jenis dan jumlah cemaran
yang akan dibersihkan, sifat bahan permukaan yang akan dibersihkan, misalnya aluminium,
baja tahan karat, karet, plastik atau kayu, sifat fisik senyawa bahan pembersih (cair atau
padat), metode pembersihan, mutu air yang tersedia dan biaya. Bahan yang baik memiliki
syarat – syarat yaitu ekonomis, tidak beracun, tidak korosif, tidak menggumpal dan tidak
berdebu, stabil selama penyimpanan dan mudah larut dengan sempurna (Thaheer, 2005).
Purnawijayanti (2001) menyatakan bahwa, bahan pembersih yang baik memenuhi
persyaratan yaitu ekonomis, tidak beracun, tidak korosif, tidak menggumpal, tidak berdebu,
mudah diukur, bersifat destruktif mikroba yang efektif, sifat membersihkan yang baik, tidak
menimbulkan iritasi, stabil selama penyimpanan dan mudah larut dengan sempurna. Untuk
bahan pembersih yang sering digunakan yaitu pembersih alkali, sabun, asam, dan deterjen.
6. Pelabelan, Penyimpanan, Dan Penggunaan Bahan Toksin Yang Benar
Label pada produk pangan sangat penting keberadaannya bagi produsen maupun konsumen,
bagi produsen label dapat menjadi media informasi dan daya tarik sehingga konsumen
berminat untuk membeli. Setiap produk akhir yang akan diperdagangkan harus diberi label
dengan betul dan mudah dibaca yang memberikan keterangan untuk memudahkan konsumen
mengerti produk tersebut.
Bahan – bahan pembungkus untuk produk beku harus cukup kuat, tahan perlakuan fisik,
mempunyai permeabilitas yang rendah terhadap uap air, gas dan bau, tidak mudah ditembus
lemak atau minyak, tidak boleh meningkatkan waktu pembekuan, tidak boleh melekat pada
produk dan tidak boleh menulari produk. Karton untuk produk beku harus cukup kuat, kedap
air dan tahan kotor, karton sebaiknya dilapisi lilin, plastik atau vernis baik pada salah satu
atau kedua permukaannya. Master karton untuk pewadahan dalam perdagangan besar harus
ringan dan kuat, harus memberi perlindungan yang baik untuk produk akhir (Thaheer, 2005).
Tujuan pelabelan dan penyimpanan menurut Susiwi (2009) adalah untuk menjamin bahwa
pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan toksin adalah untuk proteksi produk dari
kontaminasi.
7. Pengawasan Kondisi Kesehatan Personil
Karyawan sebagai pelaksana yang melakukan kontak langsung selama proses produksi
sangat menentukan kualitas hygiene hasil produk. Dengan demikian sanitasi dan hygiene
pekerja sangat menentukan sanitasi dan hygiene produk akhir. Semua karyawan harus
mengenakan pakaian kerja, penutup kepala dan penutup mulut saat bekerja, termasuk sepatu
boot khusus. Sedangkan pekerja yang berhubungan dengan kegiatan basah harus dilengkapi
dengan apron yang tahan air (water proof). Pakaian pekerja tidak boleh dikenakan di luar
ruang produksi dan tidak boleh dikenakan dari rumah untuk itu harus disediakan ruangan
ganti bagi para pekerja. Selama bekerja, pekerja tidak boleh menggunakan parfum, minyak
rambut dan perhiasan. Para pekerja harus mengurangi kegiatan memegang anggota tubuh
yang tidak perlu (menggaruk - garuk) dan tidak boleh membawa makanan dan minuman di
ruang produksi. Sebelum memasuki ruang produksi pekerja dengan sepatu bootnya harus
mencelupkan kakinya ke dalam bak pencuci kaki yang diisi desinfektan (klorin 200 ppm)
yang dibuat didepan pintu masuk ruang produksi, (Thaher, 2005).
Susiwi (2009) menambahkan bahwa pada saat bekerja kondisi karyawan harus bersih dan
sehat, karena kondisi kesehatannya dapat mengkontaminasi bahan makanan. Kondisi
karyawan yang sakit, luka, dan kondisi tidak sehat lain, dapat menjadi sumber kontaminasi
mikrobiologi. Beberapa tanda kesehatan yang perlu diperhatian antara lain diare, demam,
muntah, penyakit kuning, radang tenggorokan, luka kulit, bisul dan dark urine.
8. Pengendalian Pest
Disekitar pabrik dan ruang proses tidak boleh ada pest, serangga serta burung dan binatang
peliharaan lainnya. Maka prosedurnya harus dipasang alat perangkap pada tempat – tempat
yang menjadi tempat kemungkinan masuknya tikus, semua celah dan pintu diberi tirai plastik
untuk menghindari masuknya lalat, dipasang insect killer di depan pintu masuk ruang proses.
Untuk mengantisipasi binatang pengganggu maka tutup semua pintu masuk ruang produksi
dengan tirai plastik, tutup semua lubang yang terdapat dalam ruang produksi dengan kawat
nyamuk (Thaheer 2005).
Purwaningsih (1995) menambahkan, bagian pengolahan dan penanganan yang berhubungan
dengan lingkungan luar harus dilengkapi alat untuk mencegah burung, serangga, tikus dan
binatang lainnya. Jalan atau lubang tikus dan serangga harus ditutup dengan screen (saringan)
logam tahan karat. Pembasmian serangga dengan pestisida harus mendapat persetujuan
pemerintah dan penggunaannya harus dalam pengawasan. Menurut Susiwi (2009),
pemberantasan hama pengerat dilakukan dengan menggunakan jebakan tikus, agar lebih
efisien dan aman.

Good Manufacturing Practice (GMP)


Good Manufacturing Practices (GMP) memiliki beberapa pengertian yang cukup
mendasar yaitu :
1. Suatu pedoman yang menjelaskan bagaimana memproduksi makanan agar aman
bermutu, dan layak untuk dikonsumsi.
2. Berisi penjelasan-penjelasan tentang persyaratan minimum dan pengolahan umum
yang harus dipenuhi dalam penanganan bahan pangan di seluruh mata rantai
pengolahan dari mulai bahan baku sampai produk akhir.
Kaitan GMP Dengan Sistem HACCP dan SSOP
Agar sistem HACCP dapat berfungsi dengan baik dan efektif, perlu diawali dengan
pemenuhan program Pre-requisite (persyaratan dasar), yang berfungsi melandasi ondisi
lingkungan dan pelaksanaan tugas serta kegiatan lain dalam industri pangan.
Peran GMP dalam menjaga keamanan pangan selaras dengan Pre-requisite penerapan
HACCP. Pre-requisite merupakan prosedur umum yang berkaitan dengan persyaratan dasar
suatu operasi bisnis pangan untuk mencegah kontaminasi akibat suatu operasi produksi atau
penanganan pangan.Diskripsi dari pre-requisite ini sangat mirip dengan diskripsi GMP yang
menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan operasi sanitasi dan higiene pangan suatu proses
produksi atau penanganan pangan. Secara umum perbedaan antara GMP dan SSOP adalah :
GMP secara luas terfokus pada aspek operasi pelaksanaan tugas dalam pabriknya sendiri
serta operasi personel.
Sedang SSOP merupakan prosedur yang digunakan oleh industri untuk membantu mencapai
tujuan atau sasaran keseluruhan yang diharapkan GMP dalam memproduksi pangan yang
bermutu tinggi, aman dan tertib.Prinsip dasar GMP adalah mutu dan keamanan produk
menjadi satu kesatuan dari proses produksi. Oleh karena itu cakupan secara umum penerapan
standar GMP mencakup cara-cara produksi yang baik sejak bahan mentah masuk ke pabrik
sampai produk dihasilkan, termasuk persyaratan-persyaratan lainnya yang harus dipenuhi.
Untuk mencapai Pengendalian proses produksi yang baik dilakukan setiap tahapan dengan
penerapan GMP dan  SSOP. GMP merupakan acuan dalam melaksanakan kegiatan produksi
dengan baik. Setiap tahapan proses harus sesuai dengan GMP untuk menghasilkan produk
yang sesuai standar. Sedangkan SSOP merupakan acuan dalam melakasankan kegiatan
produksi dengan menerapkan sistem sanitasi yang baik untuk menghasilkan produk yang
aman. Kegiatannya berupa: penjaminan mutu, monitoring aktivitas produksi, pengendalian
produksi, pelaporan dan pendataan. Program-program seperti sanitasi, GMP, pelatihan kerja,
dan prosedur penarikan produk dikenal dalam HACCP sebagai prasyarat. Program-program
ini sebenarnya tidak terkait langsung dalam sistem HAACP, tetapi untuk mendukung
berjalannya sistem HACCP maka diperlukan program-program tersebut. Sebagai contoh,
perusahaan diuruh untuk menerapkan GMP terlebih dahulu sebelum menerapkan HACCP.
SSOP merupakan acuan dalam melakasankan kegiatan produksi dengan menerapkan sistem
sanitasi yang baik untuk menghasilkan produk yang aman. Secara umum mencakup delapan
kunci yakni air, permukaan yang langsung berkontak dengan bahan, kontaminasi silang,
fasilitas pencuci tangan dan toilet, perlindungan dari pemalsuan, pelabelan, dan penyimpanan
toksikan, kesehatan pekerja, serta pengendalian hama.

HAZZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT


HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu sistem jaminan mutu yang
mendasarkan kepada kesadaran atau perhatian bahwa hazard (bahaya) akan timbul pada
berbagai titik atau tahap produksi, tetapi pengendaliannya dapat dilakukan untuk mengontrol
bahaya-bahaya tersebut. HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang
dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan
(preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang
aman bagi konsumen.
Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang
mengutamakan kepada tindakan pencegahan dari pada mengandalkan kepada pengujian
produk akhir.
Sistem HACCP ( Hazard Analysis Critical Control Point)
Sistem HACCP dapat dikatakan pula sebagai alat pengukur atau pengendali yang
memfokuskan perhatiannya pada jaminan keamanan pangan, terutama sekali untuk
mengeliminasi adanya bahaya (hazard) yang berasal dari bahaya mikrobiologi (biologi),
kimia dan fisika ; dengan cara mencegah dan mengantisipasi terlebih dahulu daripada
memeriksa/menginspeksi saja
Sementara itu, tujuan dan sasaran HACCP adalah memperkecil kemungkinan adanya
kontaminasi mikroba pathogen dan memperkecil potensi mereka untuk tumbuh dan
berkembang. Oleh karena itu, secara individu setiap produk dan sistem pengolahannya dalam
industri pangan harus mempertimbangkan rencana pengembangan HACCP. Dengan
demikian, setiap produk dalam industri pangan yang dihasilkannya akan mempunyai konsep
rencana penerapan HACCP-nya masing-masing disesuaikan dengan sistem produksinya.
Bagi industri pengolahan pangan, sistem HACCP sebagai sistem penjamin keamanan pangan
mempunyai kegunaan dalam hal, yaitu :
(1) Mencegah penarikan produk pangan yang dihasilkan,
(2) Mencegah penutupan pabrik,
(3) Meningkatkan jaminan keamanan produk,
(4) Pembenahan dan pembersihan pabrik,
(5) Mencegah kehilangan pembeli/pelanggan atau pasar,
(6) Meningkatkan kepercayaan konsumen dan
(7) Mencegah pemborosan biaya atau kerugian yang mungkin timbul karena masalah
keamanan produk.

Prinsip HACCP ( Hazard Analsys Critical Control Point )


Secara teoritis ada tujuh prinsip dasar penting dalam penerapan sistem HACCP pada industri
pangan seperti yang direkomendasikan baik oleh NACMCP (National Advisory Committee
on Microbilogical Criteria for Foods, 1992) dan CAC (Codex Alintarius Commission, 1993).
Ketujuh prinsip dasar penting HACCP yang merupakan dasar filosofi HACCP tersebut
adalah:

 Analisis bahaya (Hazard Analysis) dan penetapan resiko beserta cara pencegahannya.
 Identifikasi dan penentuan titik kendali kritis (CCP) di dalam proses produksi.
 Penetapan batas kritis (Critical Limits) terhadap setiap CCP yang telah teridentifikasi.
 Penyusunan prosedur pemantauan dan persyaratan untuk memonitor CCP.
 Menetapkan/menentukan tindakan koreksi yang harus dilakukan bila terjadi
penyimpangan (diviasi) pada batas kritisnya.
 Melaksanakan prosedur yang efektif untuk pencatatan dan penyimpanan datanya
(Record keeping).
 Menetapkan prosedur untuk menguji kebenaran.

Konsep HACCP ( Hazard Analysis Critical Control Point)


Untuk memahami konsep HACCP secara menyeluruh diperlukan adanya kesamaan
pandangan terhadap beberapa istilah dan definisi yang dipakai dalam sistem manajemen
HACCP, yaitu :

 Bahaya (hazard) : Bahan biologi, kimia atau fisika, atau kondisi yang dapat
menimbulkan resiko kesehatan yang tidak diinginkan terhadap konsumen. Menurut
NACMCF (1992) mendefinisikan bahaya atau ”hazard” sebagai suatu sifat-sifat
biologis/mikrobiologis, kimia, fisika yang dapat menyebabkan bahan pangan
(makanan) menjadi tidak aman untuk dikonsumsi.
 Titik Kendali (Control Point = CP) : Setiap titik, tahap atau prosedur pada suatu
sistem produksi makanan yang dapat mengendalikan faktor bahaya
biologi/mikrobiologi, kimia atau fisika
 Titik Kendali Kritis (Critical Control Point = CCP) : Setiap titik, tahap atau
prosedur pada suatu sistem produksi makanan yang jika tidak terkendali dapat
mengakibatkan resiko kesehatan yang tidak diinginkan atau setiap titik, tahap atau
prosedur yang jika dikendalikan dengan baik dan benar dapat mencegah,
menghilangkan atau mengurangi adanya bahaya.
 Batas Kritis (Ccritical Limits) : Batas toleransi yang harus dipenuhi/dicapai yang
menjamin bahwa CCP dapat mengendalikan secara efektif bahaya yang mungkin
timbul atau suatu nilai yang merupakan batas antara keadaan dapat diterima dan tidak
dapat diterima.
 Resiko : Kemungkinan menimbulkan bahaya.
 Penggolongan Resiko : Pengelompokkan prioritas resiko berdasarkan bahaya yang
mungkin timbul/ terdapat pada makanan.
 Pemantauan (Monitoring) : Pengamanan atau pengukuran untuk menetapkan
apakah suatu CCP dapat dikendalikan dengan baik dan benar serta menghasilkan
catatan yang teliti untuk digunakan selanjutnya dalam verifikasi.
 Pemantauan Kontinyu : Pengumpulan dan pencatatan data secara kontinyu,
misalnya pencatatan suhu pada tabel.
 Tindakan Koreksi (Corrective Action) : Prosedur atau tatacara tindakan yang harus
dilakukan jika terjadi penyimpangan pada CCP.
 Tim HACCP : Sekelompok orang/ahli yang bertanggung jawab untuk menyusun
rancangan HACCP.
 Validasi Rancangan HACCP : Pemeriksaan awal oleh tim HACCP untuk
menjamin bahwa semua elemen dalam rancangan HACCP sudah benar.
 Validasi : Metode, prosedur dan uji yang dilakukan selain pemantauan untuk
membuktikan bahwa sistem HACCP telah sesuai dengan rancangan HACCP, dan
untuk menentukan apakah rancangan HACCP memerlukan modifikasi dan revalidasi

DAFTAR PUSTAKA
Breed, R.S., Murray, E.G.D. ,Smith N.R. 1957. Bergey’s Manual of Determinative
Bacteriology. Seventh Edition.U.S.A : The williams and Wil kins Company.
Jawetz E., J. L. Melnick, E. A. Adelberg, G. F. Brooks, J. S. Butel, L. N. Ornston, 1995,
Mikrobiologi Kedokteran, ed. 20, University of California, San Francisco.
Jawetz ; Melnick; dan Adelberg’s. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medika. Jakarta.
Julius, E.S. 1990. Mikrobiologi Dasar. Jakarta : Binarupa Aksara Latar.
Karsinah (et al). 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. EGC. Jakarta.
Purnawijayanti, Hiasinta, A. 2001.Sanitasi, Hygiene dan Keselamatan Kerjadalam
Pengolahan Makanan. Kanisius. Yogyakarta
Purwaningsih, S. 1995. Teknologi Pembekuan Udang. Penebar Swadaya. Jakarta
Saising, J.; Hiranrat, A.; Mahabusarakan, W.; Ongsakul, M. & Voravuthikunchai, S.P. 2008.
Rhodomythone from Rhodomyrtus tomentosa (Aiton) Hassk. As a Natural
Antibiotic for Staphylococcus Cutaneous Infection. Journal of Health Science, 54(5)
589-595.
Susianawati, R. 2006. Kajian Penerapan GMP dan SSOP Pada produk Ikan Asin Kering
Susiwi, 2009. Handout Penilaian Organoleptik, FPMIPA Universita Pendidikan Indonesia.
Smith-Keary P. F., 1988, Genetic Elements in Escherichia coli, Macmillan Molecular biology
series, London, p. 1-9, 49-54
Thaheer, H. 2005. Sistem Manajemen HACCP. Bumi Aksara, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai