Anda di halaman 1dari 15

KEAMANAN PANGAN DI LINGKUNGAN RUMAH

(FOOD SAFETY IN THE HOME ENVIRONMENT)

DISUSUN OLEH :
Kelompok 12
Kiki ayu mela

(16340030)

Elvira putri ainaro

(16340031)

PROGRAM STUDY APOTEKER


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL (ISTN)
JAKARTA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak
asasi setiap warga negara, sehingga harus tersedia dalam jumlah yang cukup, aman,
bermutu, bergizi, beragam dengan harga yang terjangkau oleh kemampuan daya beli
masyarakat. Melihat betapa kompleksnya persyaratan yang harus dipenuhi diperlukan
suatu standar sehingga tidak merugikan dan membahayakan bagi konsumen, serta
menjamin terselenggaranya perdagangan yang jujur dan bertanggung jawab.
Pada saat ini sasaran pembangunan pangan antara lain membebaskan
masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan, memantapkan
kelembagaan yang sudah ada, penataan ulang (deregulasi) untuk peraturan dan
perundang-undangan yang mengatur pangan, mutu serta gizi masyarakat oleh industri
pangan maupun konsumen. Pangan yang aman mempunyai pengertian yang sangat
luas tetapi pada prinsipnya mempunyai batasan-batasan antara lain; bebas dari
mikroba patogen, bebas dari bahan beracun, bebas dari kontaminan, bebas dari
pemalsuan, bebas dari bahan-bahan yang dilarang oleh oleh agama, budaya, dan adat
istiadat, bebas dari perubahan kimia dan fisika, mempunyai nilai gizi yang tinggi dan
seimbang, mempunyai rasa enak dan menarik, tersedia dalam jumlah cukup, serta
mendapat sertifikasi SAH (sehat, aman, dan halal).
Rumah tangga sebagai basis masyarakat terkecil perlu mendapat perhatian dan
pembinaan yang baik, karena keberhasilan pembangunan nasional bertumpu pada
keberhasilan pembanguna manusia tersebut. Salah satunya adalah ketersediaan
pangan yang aman dan berkualitas. Dalam sistem kemasyarakatan terkecil ini yang
sangat berperan dalam pengambilan keputusan asupan gizi setiap hari adalah ibu
rumah tangga, sehingga pendidikan dan pembinaan mutlak diperlukan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa penyebab tidak amannya makanan di lingkungan rumah.

2. Bagaimana cara meningkatkan keamanan pangan di lingkungan rumah.


1.3 Tujuan
1. Mengetahui penyebab tidak amannya makanan di lingkungan rumah.
2. Mengethaui cara meningkatkan keamanan pangan di lingkungan rumah.

BAB II
ISI
2.1 Pengertian Food safety
Food safety (keamanan pangan) diartikan sebagai kondisi pangan aman untuk
dikonsumsi. Food safety secara garis besar digolongkan menjadi 2 yaitu aman secara
rohani dan aman secara jasmani. Aman secara rohani berhubungan dengan kehalalan,
dan aman secara jasmani meliputi pangan itu bebas dari bahaya biologi atau
mikroorganisme yang membahayakan, bebas cemaran fisik dan bebas cemaran kimia.
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperluhkan untuk mencegah dari
kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu,
2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Food safety
a. Bahaya biologis atau mikrobiologis terdiri dari parasit (protozoa dan cacing),
virus, dan bakteri patogen yang dapat tumbuh dan berkembang di dalam bahan
pangan, sehingga dapat menyebabkan infeksi dan keracunan pada manusia
b. Bahaya kimia pada umunya disebabkan oleh adanya bahan kimia yang dapat
menimbulkan

terjadinya

intoksikasi.

Bahan

kimia

penyebab

keracunan

diantaranya logam berat (timbal/Pb dan raksa/Hg). Cemaran-cemaran tersebut


berasal dari cemaran industri, residu pestisida, hormon, dan antibiotika
c. Bahaya fisik terdiri potongan kayu, batu, logam, rambut, dan kuku yang
kemungkinan berasal dari bahan baku yang tercemar, peralatan yang telah aus,
atau juga dari para pekerja pengolah makanan. Meskipun bahaya fisik tidak selalu
menyebabkan terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan, tetapi bahaya ini
dapat sebagai pembawa atau carier bakteri-bakteri patogen dan tentunya dapat
mengganggu nilai estetika makanan yang akan dikonsumsi.
2.3 Indikator Pangan Tidak Aman
Keamanan pangan adalah semua kondisi dan upaya yang diperlukan selama
produksi, prosesing, penyimpanan, distribusi dan penyiapan makanan untuk
memastikan bahwa makanan tersebut aman, bebas dari penyakit, sehat, dan baik
untuk konsumsi manusia (Joint FAO/WHO Expert Commitiee of Food Safety yang

diacu dalam Damayanthi (2004). Menurut UU Pangan nomor 7 Tahun 1996


keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah
pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat
menganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.
Menurut Damayanthi (2004) sesungguhnya keamanan pangan itu termasuk
salah satu faktor mutu yang menentukan tingkat penerimaan/ pemuasan konsumen,
tetapi karena begitu penting peranannya, faktor mutu ini secara khusus disebutkan.
Menurut Anwar (2004) pangan yang tidak aman dapat menyebabkan penyakit yang
disebut dengan foodborne deseases yaitu gejala penyakit yang timbul akibat
mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan/ senyawa beracun atau organisme
patogen. Penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh pangan dapat digolongkan ke
dalam dua kelompok utama yaitu infeksi dan intoksikasi. Istilah infeksi digunakan
bila setelah mengkonsumsi pangan atau minuman yang mengandung bakteri patogen,
timbul gejala-gejala penyakit. Intoksikasi adalah keracunan yang disebabkan karena
mengkonsumsi pangan yang mengandung senyawa beracun.
Lebih lanjut Anwar (2004) menyatakan penyebab timbulnya masalah
keamanan pangan dimulai saat prapanen, pascapanen, pengolahan (dirumah, restoran,
atau industri rumah tangga), penyimpanan, transportasi, dan distribusi sampai saat
pangan disajikan kepada konsumen. Masalah keamanan pangan yang terjadi pada saat
prapanen lebih disebabkan karena beberapa jenis toksin secara alami terdapat dalam
pangan yang berasal dari tanaman, peternakan, maupun perikanan sebagai akibat
pencemaran maupun akibat dari upaya peningkatan produksi dan pecegahan hama
dan penyakit dalam proses produksi seperti pestisida, antibiotik, mikroba patogen dan
logam berat. Pada saat pasca panen, masalah keamanan pangan timbul akibat
berbagai perlakuan dan penyimpanan seperti penggunaan bahan kimia yang disebut
bahan tambahan makanan (food additives) yang dilarang (boraks, rhodamin B, dan
metil kuning) untuk meningkatkan atau memperbaiki fungsional pangan dan
tumbuhnya kapang Aspergillus flavus yang menghasilkan aflatoksin akibat
penyimpanan kurang baik. Masalah keamanan pangan pada saat pengolahan timbul

akibat pemanasan yang kurang maupun yang berlebih, dan penggorengan yang
berlebih atau penggunaan minyak goreng yang berulang-ulang. Masalah keamanan
pangan yang timbul pada saat penyimpanan, transportasi, dan distribusi akibat
terjadinya kontaminan kembali oleh mikroba patogen, toksin mikroba atau cemaran
logam, dan bahan kimia.
Cara mengetahui tercemarnya bahan pangan antara lain:
a. Tanda-tanda yang mudah ditemukan antara lain berbau busuk atau tengik,
terdapat kotoran berupa kerikil, potongan kayu atau kaca atau terdapat
belatung.
b. Bahan-bahan lain yang tidak kasat mata yang dapat menyebabkan pangan
berbahaya bagi kesehatan, yaitu mikroorganisme misalnya virus atau bakteri
serta racun yang dihasilkannya, yang mungkin terdapat pada sayuran, susu,
kacang tanah, daging, ikan dan lain-lain. Kelompok mikroorganisme yang
menyebabkan bahaya tersebut biasa disebut patogen.
c. Pewarna, pengawet dan bahan tambahan lain dari jenis yang tidak
diperuntukkan untuk pangan seperti formalin yang akhir-akhir ini menjadi isu
di Indonesia.
2.4 Kunci Food Safety
Ada lima (5) kunci untuk keamanan pangan di lingkungan rumah menurut
World Health Organization (WHO) yaitu antara lain :
1. Jagalah kebersihan
Walaupun kebanyakan mkroba tidak menyebabkan gangguan kesehatan,
namun mikroa patogen tersebar luas di tanah, air, hewan, dan anusia. Mikroba ini
terbawa oleh pangan, serbet dan peralatan teruatama pada talenan yang dapat
mencemari pangan dan menyebabkan penyakit. Hal ini dapat dilakukan dengan
cara:
Cucilah tangan sebelum mengolah pangan dan sesering mungkin selama
pengolahan pangan.
Cucilah tangan sesudah dari toilet.
Cuci dan sanitasi seluruh permukaan yang kontak dengan pangan dan alat
untuk pengolahan pangan.
Jagalah area dapur dan pangan dari serangga, hama, dan binatang lainnya.
2. Pisahkan Pangan Mentah dari Pangan Matang

Pangan mentah, terutama daging sapi, daging unggas, seafood dan


cairan yang ditimbulkannya dapat mengandung mikroba patogen yang dapat
mencemari pangan lainnya selama pengolahan dari penyimpanan. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara :
Pisahkan daging sapi, unggas, dan seafood dari pangan lain.
Gunakan peralatan yang terpisah, seperti pisau dan talenan untuk
mengolah pangan matang.
Simpan pangan dalam wadah untuk menghindari kontak antara pangan
mentah dan pangan matang.
3. Masaklah dengan benar
Memasak pangan dengan tepat dapat membunuh mikroba patogen.
Pangan yang dimasak dengan suhu nternal 700C dapat memberi kepastian
pangan aman untuk dikonsumsi. Pangan yang benr-benar harus diperhatikan
adalah daging, cincang, daging panggang utuh, dan potongan daging besar.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara :
Masaklah pangan dengan benar terutama daging sapi, unggas, telur,
dan seafood.
Rebuslah pangan, seperti sup sampai mendidih dan usahakan agar
suhu internalnya mencapai 700C. Untuk daging, usahakan cairannya
bening, tidak berwarna merah muda. Agar lebih yakin, gunakan
termometer.
Panaskan kembali pangan secara benar
4. Jagalah pangan pada suhu aman
Mikroba dapat berkembang biak dengan cepat pada suhu ruang. Dengan
menjaga suhu 50C atau di atas 600C, pertumbuhan mikroba lebih lambat atau
terhenti. Beberapa mikroba patogen dapat tumbuh pada suhu di bawag 5 0C.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara:
Jangan membiarkan pangan matang pada suhu ruang lebih dari 2 jam.
Simpan segera semua pangan yang cepat rusak dalam lemari pendingin
(sebaiknya disimpan di bawah suhu 50C).
Pertahankan suhu makanan lebih dari 600C sebelum disajikan.
Jangan menyimpan makanan terlalu lama dalam lemari pendingin.
Jangan biarkan makanan beku mencair pada suhu ruang.

5. Gunakan air dan bahan baku yang aman

Bahan baku, termasuk air dan es dapat terkontaminasi oleh kroba


patogen dan bahan kimia berbahaya. Racun dapat terbentuk dari pangan yang
rusak dan berjamur. Memilih bahan baku dan perlakuan sederhana seperti
mencuci dan mengupas kulitnya, dapat mengurangi resiko. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara:
Gunakan air yang aman atau beri perlakuan agar air aman.
Pilihlah pangan segar dan bermutu.
Pilihlah cara pengolahan yang menghasilkan pangan aman, seperti
susu pasteurisasi.
Cucilah buah-buahan atau sayuran, terutama yang dimakan mentah.
Jangan mengkonsumsi pangan yang sudah kadaluwarsa.
2.5 Pentingnya Komunikasi, Informasi dan Edukasi
Masyarakat Indonesia umumnya beranggapan makan agar kenyang dan kuat
bekerja (sumber energi). Namun sebagian mengetahui bahwa makanan dapat
mempengaruhi fisik seseorang, namun kurangnya informasi tentang makanan dan
minuman yang aman dan bergizi menjadi kendala utama di masyarakat. Kekurangan
zat gizi esensial dan energi dapat menyebabkan penyakit atau gangguan kesehatan
tertentu. Demikian juga makanan yang berlebihan dan tidak seimbang dapat
menyebabkan timbulnya penyakit jantung, kencing manis, tekanan darah tinggi, dan
lain-lain. Ibu hamil yang mengkonsumsi makanan yang kurang berkualitas dapat
berakibat bayi dengan berat badan yang kurang normal atau rendah bahkan
perkembangan fisik dan mental bayi akan terganggu. Selain itu makanan dan
minuman dapat juga berfungsi sebagai pengantar penyebab penyakit. Dengan
demikian distribusi makanan perlu memperhatikan proses pengolahan, penyajian,
penyimpanan dan lain sebagainya. Pelaku konsumen terhadap pangan yang aman
sangat dipengaruhi oleh :
1. Faktor predisposisi perorangan (kepribadian, kebiasaan, norma, nilai
kepercayaan, kemampuan, keterampilan, pengetahuan, sikap dari konsumen
sehubungan makanan tersebut.)
2. Faktor dukungan pemerintah maupun swasta terhadap keberadaan makanan
yang aman sehingga tersedia kapan saja dibutuhkan, terjangkau daya beli,

digemari, mudah didapat, penjualnya terampil, jujur dan nyaman, dan tersedia
informasi rujukan)
3. Faktor penguat (ajakan teman dekat, dukungan orang tua, pimpinan, guru,
petugas kesehata, dll) yang menganjurkan konsumsi makanan yang aman.
2.6 Jenis Toksin dalam Pangan dan Pengaruhnya terhadap gizi dan Kesehatan
Zat toksik alamiah terdapat dalam bahan pangan hewani maupun nabati, yang
dapat menimbulkan keracunan. Beberapa yang termasuk dalam bahan pangan nabati
adalah zat penghambat protease, hemaglutinin, goitroge, dan sianogen. Zat
penghambat protease merupakan suatu protein yang banyak terdapat dalam kacangkacangan, kacang polong, kentang, ubi jalar, dan biji-bijian dapat menyebabkan
pembesaran kelenjar pakreas, akibat adanya hambatan terhadap enzim protease.
Hemaglutinin terutama dalam kacang-kacangan dan kacang polong famili
Legumenimose dan euphorbiaceae. Zat aktifnya berupa protein yang akan
menggumpalkan dan hemolisis sel darah merah. Berbeda dengan kedua senayawa
tersebut, goitrogen merupakan tioglukosida yang banyak terdapat dalam kol, lobak,
dan mustard. Senyawa ini menimbulkan hipertiroid dan pembengkakan kelenjar
tiroid. Sianogen banyak terkandung kacang-kacangan, buah berbiji keras dan
singkong. Zat toksiknya berupa glukosida diantaranya amigladin, linamasrin,
lotausralin, durin, taksifilian, proteasin. Wujud efek toksinnya berupa gangguan
neurologi karena sianogen menghambat pernafasan sel melalui ikatan-ikatan antar
sianida dan protein heme terutama sitokrom oksidase dan mitokondria.
Zat tambahan makanan digolongkan menjadi zat tambahan langsung dan zat
tambahan tidak langsung. Termasuk dalam tambahan langsung antara lain zat warna,
penyedap rasa dan aroma, pelembab, antioksidan, pengawet, pengemulsi, antigumpal,
pemucat, dan pengental. Zat pewarna makanan yang mempunyai efek toksik adalah
tartazina. Wujudnya berupa perangsangan perilaku hiperaktif pada anak urikaria atau
raum kulit, dengan mekanisme aksi yang sampai saat ini belum jelas. Zat makanan
tambahan lain yang perlu diwaspadai adalah antioksidan, misalnya BHA dan BHT,
karena kecendrungan efek karsinogenik terutama BHA. Kelebihan vitamin sebagai

suplemen gizi, juga dapat menimbulkan efek toksik, terutama Vitamin D dan A, untuk
vitamin D menyebabkan hiperkalsemia, stenosis aortik, nefrokalsinposis. Sedangkan
untuk vitamin A menyebabkan neksrosis hati.
Senyawa pencemar makanan yang sering menimbulkan masalah kesehatan
ialah botulinin, aflatoksin, merkuri, dan timah. Botulinin dihasilkan oleh bakteri
Clostridium

botulinum, karacunannya

berupa efek neurologi melalui aksi

penghambatan pelepasan asetilkolin di ujung syaraf. Aflatoksin merupakan produk


jamur atau kapang Aspergillus flavus, yang tumbuh subur pada kacang-kacangan
dalam kondisi panas dan lembab. Jenis aflatoksin yang bersifat karsinogen adalah
aflatoksin B1 dan G1. Merkuri merupakan bentuk senyawa yang sangat toksik.
Terdapat pada ikan dan padi-padian yang tercemar. Akibat keracunan juga dikenal
dengan penyakit Minamata dengan gejala-gejala neurologi yang dapat berujung
kematian demikian juga dengan timah dan Pb.
Faktor intrinsik racun pangan antara lain faktor kimia, kondisi ekspresi,
pengolahan, pengawetan, pengentalan, pengepakan racun pangan. Selain itu pula
bergantung pada sifat dan berbagai proses yang dapat mempengaruhi keefektifan
interakasi racun pangan dan tempat aksinya. Yang termasuk faktor intrinsik mahkluk
hidup diantaranya keadaan fisiologi (misalnya berat badan, umur, suhu tubuh,
kecepatan pengosongan lambung, kecepatan aliran darah, status gizi, kehamilan, jenis
kelamin, penyimpanan racun pangan dalam mahluk hidup, genetika, serta toleransi
dan resistensi) dan keadaan patologi mahluk hidup (penyakit saluran cerna,
kardiovaskuler, ginjal dan hati). Pada dasarnya faktor tersebut dapat mempengaruhi
toksisitas racun pangan.
2.7 Sanitasi dan Higiene pada Pengolahan Pangan
Sanitasi adalah suatu usaha untuk pencegahan penyakit dengan cara
menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai
perpindahan penyakit tersebut. Jadi dengan penerapan sanitasi yang benar akan
membantu dalam memperbaiki, mempertahankan, atau mengembalikan kesehatan
ynag baik pada manusia. Adapun penerapannya adalah dengan cara aseptik untuk

persiapan, pengolahan, dan pengemasan produk makanan, pembersihan dan sanitasi


lingkungan. Ini diawali dengan pengawasan mutu bahan pangan yang akan diolah,
penyimpanan sebelum pengolahan dan setelah pengolahan, perlengkapan dan suplai
air bersih, pencegahan kontaminan makan dan peralatan, pekerja dan hama pada
semua tahap pengolahan, pengemas, dan cara penyajian.
Sanitasi pangan berupa pengendalian mikroba patogen, pengendalian sumber
kontaminan, serta standar pengoperasian yang sehat untuk setiap tahap pengolahan.
Juga sistem pengolahan dan cara penyajian akhir akan sangat mempengaruhi terhadap
kesehatan dan keamanan pangan.
2.8 Keracunan dan Upaya Identifikasinya
Faktor yang dapat menyebabkan rusaknya bahan pangan ataupun makanan
yaitu pertumbuhan dan aktifitas mikroorganisme, kerusakan karena serangga atau
hewan pengerat lainnya. Gejala keracunan sering terjadi karena seseorang
mengkonsumsi makan yang mengandung bahan-bahan berbahaya, termasuk
mikroorganisme yang tidak dapat dideteksi langsung dengan indera manusia.
Mikroorganisme yang berbahaya kadang kala sulit dideteksi jika aktifitasnya
mengakibatkan perubahan-perubahan pada makanan. Berbagai tanda-tanda kerusakan
bahan pangan dapat dilihat antara lain:
a. Perubahan kekenyalan pada produk-produk daging dan ikan, hal ini disebabkan
pemecahan struktur daging oleh bakteri
b. Pelunakan tekstur pada sayur-sayuran yang menyebabkan penampakan berubah
c. Perubahan kekentalan, misalnya pada susu, santan, dan lainnya yang disebabkan
oleh penggumpalan protein dan pemisahan serum (skim)
d. Pembentukan lendir pada produk-produk daging, ikan dan sayuran yang antara
lain oleh khamir, bakteri asam laktat, dan lainnya.
e. Pembentukan asam, biasanya oleh bakteri
f. Pembentukan warna-warna hijau pada produk daging, misalnya hidrogen
g.
h.
i.
j.

peroksida atau hidrogen sulfida


Pembentukan warna kuning pada daging
Pembentukan warna hitam pada sayuran
Perubahan warna dan penampakan karena kapang pada serelia
Perubahan bau, misalnya bau busuk pada daging atau anmis pada ikan

Pada dasarnya kerusakan pangan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis;


1. Kerusakan fisik karena benturan, sayatan, atau lainnya
2. Keruskan kimia karena terjadinya reaksi kimia, baik enzimatis mapun non
enzimatis, seperti ketengikan, pencoklatan, dan lain-lain
3. Kerusakan biologis yang disebabkan oleh faktor-faktor yaitu mikroorganisme dan
serangga perusak makanan.
Sedangkan untuk mendeteksi kerusakan pangan atau bahan pangan dapat dilakukan
dengan ;
a. Uji organoleptik, yaitu dengan melihat tanda-tanda kerusakan seperti perubahan
tekstur, atau kekenyalan, kekentalan, warna, bau, pembentukan lendir, dan lainlain
b. Uji fisik untuk melihat perubahan-perubahan fisik yang terjadi karena kerusakankerusakan oleh mikroba maun reaksi kimia misalnya pH, kekentalan, tekstur,
indeks refraktif, dll
c. Uji kimia untuk menganalisa senyawa-senyawa kimia sebagai hasil pemecahan
komponen pangan oleh mikroba tau hasil reaksi kimia
d. Uji mikrobiologis yang ditentukan dengan hitung cawa, MPN, dan mikroskopis.
Uji ini relatif mahal dan membutuhkan peralatan yang banyak dan agak rumit
serta perlu persiapan yang cukup lama oleh karena itu dianggap tidak praktis.
2.9 Kenali makanan disekeliling kita, perhatikan hal-hal berikut :
Metode pengenalan paling mudah dari berbagai sudut yakni warna,
kandungan boraks, kandungan formalin, daging gelonggongan, ayam basi, ikan basi,
makanan kaleng, bahaya snack, dan bahaya kemasan plastik.
a. Hati-hati dengan makanan yang warnanya mencolok dan menarik, misalnya saos
yang warnanya membekas di tangan memungkinkan pewarna yang digunakan
adalah pewarna tekstil yang dapat menyebabkan kanker.
b. Untuk boraks, dapat diamati dari bakso. Kalau kenyal atau mudah dipantulkan
seperti memantulkan bola karet di tanah, maka berarti banyak mengandung
boraks.

c. Sebaiknya tahu putih yang terlalu keras justru patut diduga mengandung formalin.
Karena tahu putih yang tidak lembek dapat diduga ada kandungan formalin di
dalamnya.
d. Daging gelonggong (daging yang diisi air), daging seperti itu dapat dikenali dari
air yang menetes bila digantung. Warna daging yang asli masih merah segar dan
serat-serat di dalam daging juga tidak menggelembung. Selain itu pula harga yang
tidak wajar juga merupakan pertanda (lebih murah).
e. Daging ayam yang masih segar itu berwarna agak kekuning-kuningan, kalau
warnanya putih bersih justru dimungkinkan dari bekas ayam mati, apalagi kalau
ada warna biru seperti bekas memar serta bau sangat amis. Bahkan ada pula
daging ayam yang direndam formalin agar awet. Mengenali daging ayam
berformalin dengan menekan atau mendorongnya dengan jari telunjuk. Kalau
keluar lendir atau air berarti pernah direndam dengan formalin.Formalin dalam
makanan juga dapat dihilangkan. Caranya, makanan yang mencurigakan itu
direndam dengan air panas sekitar 30 menit atau dipanaskan dengan oven bersuhu
121 derajat tiga menit. Kalau ikan dapat direndam dengan air cuka 5 persen
selama 15 menit atau direndam air garam selama 30 menit untuk ikan asin
f. Cara mngenali ikan basi. Kalau ditekan justru lembek, warna insang tampak
merah tua, atau mata ikan justru terlihat bening, maka cirinya ikan itu basi atau
diberi formalin. Lebih aman membeli ikan yang masih hidup.
g. Jangan membeli makanan kaleng yang kemasan kalengnya sudah penyok. Kaleng
yang penyok akan mengubah konsentrasi di dalam kemasan, karena kaleng
penyok dapat mengandung racun.
h. Untuk snack (makanan ringan) yang banyak disukai anak-anak, perlu dilihat
komposisi zat warna-nya dan nomor registrasi. Hati-hati dengan warna-warna
mencolok dan perhatikan tanggal produk kadaluarsanya.
i. Satu lagi bahaya yang sering tak disadari adalah kemasan dari plastik, styrofoam,
dan melamin. Kalau kemasan itu diisi dengan bakso panas, soto panas, teh panas,
dan makanan atau minuman serba panas akan dapat menyebabkan
dengan kandungan kimia plastik yang dapat memacu penya

interaksi

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Penyebab timbulnya masalah keamanan pangan dimulai saat prapanen,
pascapanen, pengolahan (dirumah, restoran, atau industri rumah tangga),
penyimpanan, transportasi, dan distribusi sampai saat pangan disajikan kepada
konsumen.
2. Cara meningkatkan keamanan pangan dalam lingkungan rumah dapat
dilakukan dengan selalu mengikuti 5 kunci keamanan pangan menurut WHO
yaitu jagalah kebersihan, pisahkan pangan mentah dari pangan matang,
masaklah dengan benar, jagalah pangan pada suhu aman, dan gunakan air dan
bahan baku yang aman.
3.2 Saran
Sebaiknya pemerintah

atau

institusi

lain

yang

berwenang

memperbanyak sosialisasi kepada masyarakat melalui sosialisasi langsung


atau melalui media tentang pentingnya keamanan pangan serta bagaimana
cara meningkatkan keamanan pangan dalam lingkungan rumah sehingga
foodborn desease dapat diturunkan.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, F. 2004. Keamanan Pangan. Didalam Y.F. Baliwati, A. Khomsan, dan C.M.
Dwiriani (editor). Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Damayanthi,

E.

Pengawasan

Mutu

dan

Keamanan

Pangan.

http://www.student.ipb.ac.id. [30 Agustus 2004].


Pramono, Y.B. 2003. Keaman Pangan Rumah Tangga. Makalah Pelatihan dan
Pengendalian Mutu Keamanan Pangan. Universitas Diponogoro. Semarang
Nurida, L. 2000. Identifikasi Sederhana Makanan yang Beresiko Tidak Aman.
Makalah Pelatihan dan Pengendalian Mutu Keamanan Pangan. IPB. Bogor
Palupi, N.S. dkk. 2007. Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi Pangan. Modul eLearning ENBP. IPB. Bogor
World Health Organisation. Diakses pada 25 November 2016. Pada website:
http://www.who.int/foodsafety/publications/consumer/en/5keys

Anda mungkin juga menyukai