Anda di halaman 1dari 22

PENCEMARAN UDARA DAN PENGARUHNYA TERHADAP

HUJAN ASAM DAN LAPISAN OZON


Disusun oleh: Meuthia A Naim
Disampaikan pada Diklat Pengendalian Pencemaran Udara
7 Juli 2008

1. LATAR BELAKANG
Udara merupakan unsur yang paling esensial dan mempunyai peranan yang paling
penting dalam menentukan kualitas kehidupan di muka bumi ini. Udara yang bersih akan
memberikan kesegaran dan kehidupan yang nyaman. Sebaliknya kualitas udara yang
jelek akan memberikan dampak yang buruk terhadap kesehatan manusia seperti
munculnya berbagai penyakit seperti asma, ISPA, menurunnya daya tahan tubuh, dll.
Oleh karena itu udara dan kualitasnya menjadi salah satu permasalahan lingkungan yang
pantas mendapat perhatian lebih dalam upaya pengelolaan lingkungan.
Pertambahan penduduk dunia yang diiringi dengan terus meningkatnya kebutuhan
hidup telah memperburuk kondisi kualitas udara saat ini dengan meningkatnya kadar
pencemar di udara yang sebagian besar disebabkan oleh kegiatan manusia. Sekitar 99%
volume udara yang kita hirup setiap hari terdiri dari gas-gas nitrogen dan oksigen. Kita
juga menghirup sejumlah kecil gas-gas lain, butiran-butiran berbagi jenis zat cair serta
berbagai partikel-partikel kecil berbentuk padat, yang sebagian besar merupakan zat-zat
pencemar udara. Sebagian besar zat pencemar tersebut berasal dari kegiatan kendaraan
bermotor, pembangkit listrik, industri, asap rokok, larutan-larutan pembersih, serta
sumber-sumber lainnya yang berasal dari kegiatan manusia sehari-hari. Dari keseluruhan
penyebab pencemaran udara tersebut, sebagian besar berhubungan dengan pembakaran
bahan bakar fosil, di mana kendaraan bermotor (mobil) bertanggung jawab terhadap
setengah dari pencemaran udara di daerah perkotaan (Miller, 1991).
Berdasarkan sumbernya, pencemaran udara dapat disebabkan oleh polutan yang
berasal dari proses alam seperti gunung meletus, kebakaran hutan akibat kekeringan dan
pencemaran udara akibat dari kegiatan manusia, yaitu sumber bergerak (kendaraan
bermotor) dan sumber tidak bergerak (industri, termasuk juga kebakaran hutan yang

Widyaiswara pada Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

disebabkan oleh manusia).

Pencemaran udara yang disebabkan oleh meningkatnya

konsentrasi polutan di udara mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas udara, hujan


asam dan penipisan lapisan ozon, serta terjadinya pemanasan global, yang pada akhirnya
akan merugikan kehidupan makhluk hidup di bumi dan khususnya berdampak terhadap
memburuknya kesehatan manusia.

Penstabilan
kualitas
udara

Peningkatan
kualitas
udara

Penggunaan
teknologi tinggi

Konsentrasi polusi udara

Dimulainya
pengembangan Dimulainya
pengendalian
industri
pencemaran
udara

Tingkat pembangunan
Rendah

Tinggi
Pengendalian
pencemaran
yang dimulai
lebih awal

Pengendalian
pencemaran
yang terlambat
dimulai

Panduan WHO

Gambar 1. Hubungan antara pembangunan dan kualitas udara. Sumber: Wijetilleke &
Karunaratne (1995).

Untuk mencegah memburuknya kondisi kualitas udara dan dampak pencemaran


udara lainnya, pembangunan di tiap negara harus dibarengi dengan usaha-usaha
pengendalian terhadap pencemaran udara. Semakin meningkatnya pembangunan di suatu
negara diharapkan dapat memperbaiki kondisi kualitas udara melalui penegakan
peraturan hukum yang sesuai serta penggunaan teknologi tinggi yang rendah emisi.

2. JENIS-JENIS POLUTAN1,2

Sebelum mengenal lebih jauh mengenai jenis dan sumber-sumber pencemar udara,
pemahaman mengenai udara itu sendiri perlu dimiliki terlebih dahulu. Atmosfer, lapisan
tipis yang menyelimuti bumi, dibagi ke dalam beberapa lapisan. Sekitar 95% massa
udara bumi dijumpai pada lapisan paling dalam (paling dekat dengan permukaan bumi),
yang dikenal dengan lapisan troposfer yang berada pada ketinggian sekitar 17 kilometer
dari permukaan bumi (Raven & Berg, 2004). Jika diandaikan bumi ini sebagai sebuah
apel, maka lapisan troposfer ini, yang mengandung udara yang kita hirup, tidak lebih
tebal daripada kulit apel.
Lapisan-lapisan Atmosfer

Gambar 2. Lapisan-lapisan atmosfer. Sumber: NOAA

Sekitar 99% volume udara bersih dan kering di troposfer terdiri dari dua gas yaitu
nitrogen (78%) dan oksigen (21%). Sisanya yang 1% terdiri dari gas argon dan sekitar
0.035% karbon dioksida. Udara di troposfer juga mengikat uap air dalam jumlah yang
berkisar dari 0.01% pada daerah kutub hingga 5% pada daerah tropis yang lembab.
Lapisan kedua atmosfer yang berada pada ketinggian sekitar 17 hingga 48
kilometer di atas permukaan bumi disebut sebagai lapisan stratosfer.

Lapisan ini

Miller, 1991. Environmental Science: sustaining the earth, 3rd ed. Wadsworth Publishing Company,
California.

Raven and Berg (2004). Environment. John Wiley & Sons, Inc., New Jersey.

mengandung sejumlah kecil gas ozon (O3) yang menapis sekitar 99% radiasi ultraviolet
(UV) dari matahari yang berbahaya bagi makhluk hidup.
Dalam pergerakannya di permukaan bumi, udara bersih mengumpulkan berbagai
zat-zat kimia yang dihasilkan dari kejadian-kejadian alami, seperti kebakaran hutan yang
disebabkan oleh kekeringan dan gunung meletus, dan kegiatan manusia. Jika jumlah zatzat kimia yang terkumpul berada dalam jumlah yang cukup tinggi sehingga dapat
membahayakan manusia dan makhluk hidup lainnya atau dapat merusak materialmaterial, maka zat-zat tersebut disebut sebagai zat pencemar atau polutan. Pada lapisan
traposfer, polutan potensial ini bercampur secara vertikal dan horizontal dan saling
bereaksi secara kimia satu sama lain atau dengan komponen-komponen alami atmosfer.
Pergerakan dan perputaran udara membantu pelarutan polutan. Namun polutan yang
memiliki waktu hidup yang panjang akan berpindah dalam jarak yang cukup jauh
sebelum akhirnya kembali ke permukaan bumi sebagai partikel-partikel padat, titik-titik
air, atau senyawa-senyawa kimia yang terlarut dalam hujan atau salju.
Ratusan polutan udara ditemukan di lapisan troposfer, namun terdapat beberapa
polutan utama yaitu partikulat, nitrogen oksida, sulfur oksida, karbon oksida, hidrokarbon,
ozon, dan gas toksik. Polutan-polutan udara tersebut biasanya dibagi ke dalam dua
kategori, yaitu polutan primer dan sekunder. Polutan primer adalah zat-zat kimia yang
langsung masuk ke atmosfer, seperti karbon oksida, nitrogen oksida, sulfur dioksida,
partikulat, dan hidrokarbon.

Polutan sekunder adalah senyawa-senyawa kimia yang

terbentuk dari polutan primer melalui reaksi-reaksi kimia di atmosfer seperti ozon dan
sulfur trioksida.

3. POLUSI UDARA DI INDONESIA

Pengukuran yang dilakukan pada tahun 1998 untuk Jakarta menunjukkan sumber
emisi NOx terbesar berasal dari kendaraan bermotor dan industri, sedangkan sumber
emisi SO2 adalah industri diikuti oleh kendaraan bermotor. Partikulat dengan diameter
10 mikron diemisikan paling besar oleh kendaraan bermotor dan diikuti oleh industri
(Gambar 3).

(a). NOx (78.879 ton)

(b). SO2 (27.494 ton)

(c). PM10 (8.671 ton)

Gambar 3. Sumber emisi berdasarkan sektor di Jakarta, 1998. Sumber: ADB (2006).

Melihat kecenderungan jumlah kendaraan bermotor yang terus meningkat dari


tahun-tahun (Gambar 4), maka pencemaran udara di Indonesia akan terus terjadi,
terutama oleh emisi NOx dan partikulat.

Mobil

Bis

Truk

Sepeda motor

Gambar 4. Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia. Sumber: ADB (2006).

Emisi yang dihasilkan dari pemanfaatan energi terutama dari batu bara dan
minyak akan terus meningkat dengan kecenderungan meningkatnya konsumsi energi di
Indonesia dari sumber-sumber tersebut (Gambar 5).

Minyak

Gas Alam

Batu
bara

Listrik tenaga air

Gambar 5. Konsumsi energi di Indonesia berdasarkan sumber. Sumber: ADB (2006).

4. SUMBER KERUSAKAN PADA OZON


Ozon troposfer
Ozon troposfer terbentuk di atmosfer melalui rangkaian reaksi kimia yang
kompleks jika hidrokarbon-hidrokarbon dan oksida-oksida nitrogen bergabung dengan
adanya sinar matahari. Hidrokarbon-hidrokarbon yang reaktif, senyawa-senyawa yang
mudah menguap (volatile organic compounds-VOCs) dihasilkan dari beberapa sumber
seperti emisi kendaraan bermotor, penguapan pelarut dan bensin, industri kimia, kilang
minyak, dan sejumlah kecil tempat pembuangan sampah serta instalasi pengolahan air
limbah (Wijetilleke & Karunaratne, 1995).
Oksida-oksida nitrogen timbul terutama dari pembakaran bahan bakar fosil. Ozon
permukaan merupakan satu dari lebih dari seratus senyawa-senyawa yang terbentuk
ketika VOC dan NOx bereaksi secara kimia dengan adanya sinar matahari.

Hasil

penggabungan tersebut dikenal dengan nama smog fotokimia (ibid).

Ozon stratosfer
Beberapa proses industri serta produk-produk yang digunakan konsumen
mengemisikan gas-gas halokarbon yang mengandung atom-atom klorin dan bromin yang
dikenal berbahaya bagi lapisan ozon. Gas-gas ini hanya mengandung karbon, klorin dan
fluorin dan disebut sebagai klorofluorokarbon atau biasa disingkat sebagai CFC. CFC,
bersama-sama dengan karbon tetraklorida (CCl4) dan metil kloroform (CH3CCl3)
merupakan gas-gas yang mengandung klorin yang paling penting yang dihasilkan dari

kegiatan manusia dan merusak ozon stratosfer.

Gas-gas yang mengandung klorin

digunakan pada banyak peralatan seperti refrigerasi, pendingin udara, pengembang busa,
pendorong aerosol serta pembersih logam dan komponen elektronik. Kegiatan-kegiatan
ini khususnya menyebabkan emisi gas-gas yang mengandung halogen ke atmosfer (Fahey
et.al, 2002).
Kategori gas-gas halokarbon lainnya adalah yang mengandung bromin. Gas-gas
yang terpenting dalam kategori ini adalah halon dan metil bromide (CH3Br). Halon
adalah gas-gas hidrokarbon yang terhalogenasi yang pada mulanya digunakan untuk
memadamkan api. Halon juga digunakan secara luas untuk pemeliharaan komputer,
peralatan militer serta mesin-mesin pesawat komersial. Dengan penggunaan-penggunaan
tersebut, halon dapat terlepas ke atmosfer. Halon-1211 dan Halon-1301 merupakan
halon yang paling banyak diemisikan dari kegiatan manusia.

Metil bromida, yang

digunakan terutama pada fumigasi hama, juga merupakan sumber penting bromin di
atmosfer. Emisi gas-gas yang mengandung klorin dan bromin dari kegiatan manusia
terus meningkat sejak abad ke-20, yang berdampak pada penipisan lapisan ozon global
dengan kerusakan terparah terjadi pada daerah-daerah kutub (ibid).

Boks 1.
Bahan-bahan Perusak Ozon (BPO)
Foam/busa: CFC 11
Pendingin: CFC 11, CFC 12, CFC 115
Pemadam kebakaran: Halon-1211, Halon-1301
Aerosol: CFC 12
Pelarut: CFC 113, TCA, CTC
Tembakau: CFC 11
Fumigasi hama: Metil Bromida

Gas halogen

Klorin
CFC-12
CFC-113
CFC-11
Karbon tetraklorida
HCFC
Metil kloroform
Metil klorida
Bromin
Halon-1301
Halon-1211
Metil bromida
Gas-gas dengan
waktu hidup
sangat pendek

Waktu
hidup
(tahun)

Emisi global pada


tahun 2000
(Gg/th)

Potensi Perusak Ozon


(Ozone Depletion PotentialODP)

100
85
45
26
1-26
5
1.3

130-160
10-25
70-110
70-90
340-370
20
3000-4000

1
1
1
0.73
0.02-0.12
0.12
0.02

65
16
0.7
<1

3
10
160-200

12
6
0.38

Tabel 1. Waktu hidup atmosferik, emisi dan potensi perusak ozon gas-gas halogen.

5. DAMPAK YANG DITIMBULKAN AKIBAT PENCEMARAN UDARA

Hujan Asam

Pembakaran batubara dan minyak yang dilakukan pada pembangkit listrik dan
industri-industri menghasilkan sulfur dioksida, partikulat tersuspensi dan oksida nitrogen
dalam jumlah yang sangat besar. Emisi dari sumber tidak bergerak ini dipindahkan
dalam jarak yang cukup jauh oleh angin dan berada di atmosfer untuk beberapa saat.
Selama keberadaannya di atmosfer, sulfur dioksida dan oksida nitrogen bereaksi dengan
air menghasilkan larutan asam sulfat (H2SO4), asam nitrat (HNO3) dan asam nitrit
(HNO2). Senyawa-senyawa kimia tersebut turun ke permukaan bumi dalam bentuk basah
sebagai hujan (atau salju) asam, yang disebut sebagai deposisi basah, dan dalam bentuk
kering sebagai gas, kabut, embun atau partikel-partikel padat, yang disebut sebagai
deposisi kering. Kombinasi dari deposisi basah dan deposisi kering dari asam-asam dan
senyawa-senyawa berbentuk asam ke permukaan bumi disebut sebagai deposisi asam,

atau lebih dikenal sebagai hujan asam. Hujan asam bukanlah suatu fenomena baru.
Hujan asam sudah terjadi sejak dimulainya Revolusi Industri. Hujan asam menimbulkan
ancaman yang serius terhadap lingkungan (Miller, 1991).
Untuk menunjukkan tingkat keasaman suatu larutan digunakan istilah pH, dengan
rentang 0 hingga 14. Suatu larutan netral memiliki pH 7, pH di atas 7 adalah basa dan pH
di bawah 7 adalah asam. Semakin rendah pH (di bawah 7) semakin asam larutan tersebut.
Sebagai perbandingan, air murni memiliki pH 7, jus tomat 4, cuka 3 dan jus lemon 2.
Dalam kondisi normal, hujan memiliki pH yang agak asam, yaitu antara 5 dan 6 karena
CO2 dan senyawa-senyawa yang terdapat secara alami dalam hujan terlarut bersama
hujan membentuk asam (ibid).
Presipitasi alami memiliki tingkat keasaman bervariasi dengan pH berkisar antara
5.0 hingga 5.6. Deposisi asam atau hujan asam yang memiliki pH di bawah 5.1 akan
menimbulkan efek merusak seperti merusak patung-patung, bangunan, logam dan badan
mobil dll.

Pembentukan hujan asam


pengembunan
H2SO4
HNO3

Hujan
Asam
SO42-, NO3-

oksidasi
penguapan air

penguapan air Deposisi basah


pengembunan
Deposisi kering

Deposisi
H+, SO42-, NO3-

dampak

Penerima
(tanah, vegetasi, bangunan, kesehatan manusia)

Gambar 6. Proses pembentukan hujan asam.

Beberapa pengukuran terhadap deposisi asam telah dilakukan di beberapa tempat


di Indonesia di antaranya Serpong, Bukit Kototabang-Bukittinggi, Jakarta, Cisarua-Bogor,
Bandung dan Surabaya (KLH, 2006).

Pengukuran yang dilakukan dari tahun 1995

hingga 2004 menunjukkan sebaran pH terbanyak pada rentang 5,0-5,5 untuk Jakarta dan

Cisarua sedangkan Bandung dan Surabaya berada pada rentang 4,5-5,0. Dari pengukuran
tersebut diketahui bahwa telah terjadi hujan asam di Jakarta (sebanyak 71%), Cisarua
(75%), Bandung (87%) dan Surabaya (74%). Hujan asam lebih sering terjadi di Bandung
kemungkinan karena kondisi topografi yang berbentuk cekungan sehingga memerangkap
lebih banyak gas-gas yang dilepaskan dari sumber-sumber pencemar dari kegiatan
manusia (ibid).

Gambar 7. pH air hujan rata-rata bulanan untuk Serpong tahun 1995 (kiri) dan
Bukittinggi tahun 2004 2005 (kanan). Sumber: KLH (2006).

Pengukuran yang dilakukan di Serpong dan Bukittinggi menunjukkan bahwa


sering terjadi hujan asam yang ditandai dengan pH air hujan yang kurang dari 5,6.

Gambar 8. Frekuensi hujan asam di Jakarta, Cisarua, Bandung dan Surabaya tahun
1995-2004. Sumber: KLH (2006).

10

Penipisan Lapisan Ozon Stratosfer3

Ketebalan lapisan ozon rata-rata sekitar 260 DU. Jika ketebalan lapisan ozon
kurang dari 220 DU, maka dikatakan telah terjadi lubang ozon (penipisan lapisan ozon)
di tempat tersebut.
Penipisan ozon stratosfer telah terjadi sejak tahun 1980-an. Pada rentang tahun
1997-2001 telah terjadi penipisan sebesar 3%. Penipisan tersebut terutama terjadi karena
meningkatnya gas-gas halogen reaktif pada lapisan stratosfer. Nilai ozon terendah terjadi
pada tahun 1991 akibat meletusnya Gunung Pinatubo, yang meningkatkan jumlah
partikel-partikel yang mengandung sulfur pada stratosfer.

Partikel-partikel ini tetap

tinggal di stratosfer selama beberapa tahun, yang meningkatkan keaktifan gas-gas


halogen dalam merusak ozon.
Gas-gas perusak ozon terdapat di seluruh lapisan ozon stratosfer karena adanya
pergerakan udara atmosferik. Kerusakan lapisan ozon terparah yang terjadi di Antartika,
yang dikenal sebagai lubang ozon, terbentuk karena kondisi cuaca khusus yang muncul
di daerah tersebut dan tidak terjadi di bagian bumi lainnya. Suhu yang sangat dingin di
daerah lapisan stratosfer Antartika membentuk awan es yang disebut awan stratosfer
kutub (polar stratospheric clouds-PSC). Reaksi-reaksi khusus yang terjadi pada PSC
serta terisolasinya udara stratosfer kutub memungkinkan terjadinya reaksi klorin dan
bromin membentuk lubang ozon pada musim semi di Antartika. Luas lubang ozon yang
terbentuk biasanya lebih besar dari benua Antartika.
Kerusakan lapisan ozon di daerah Artik juga terjadi pada periode akhir musim
dingin/musim semi (Januari-April). Namun kerusakan maksimum lapisan ozon Artik
tidak separah pada Antartika serta lebih berubah-ubah dari tahun ke tahun. Lubang ozon
besar dan sering terjadi seperti di daerah Antartika tidak terjadi pada lapisan stratosfer
Artik.
Kerusakan ozon yang teramati sangat bervariasi pada berbagai tempat di bumi.
Penipisan terbesar terjadi pada garis lintang selatan tertinggi akibat menipisnya lapisan
ozon di daerah Antartika setiap periode musim dingin/semi. Penipisan terbesar kedua
3

Fahey et.al (2002) Twenty Questions and Answers About the Ozone Layer. Panel Review Meeting,
Switzerland.

11

diamati pada Northern Hemisphere, yang sebagian disebabkan oleh berkurangnya musim
dingin/semi di daerah Artik. Udara yang rusak pada lapisan ozon di atas kedua daerah
kutub menjauh dari kedua kutub selama dan setiap setelah periode musim dingin/semi.
Polutan yang dilepaskan dari kegiatan manusia juga dapat menyebabkan
terjadinya penipisan lapisan ozon stratosfer.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan

terhadap lapisan ozon, penipisan terjadi akibat adanya gangguan pada kesetimbangan
pada proses pembentukan dan penguraian ozon di stratosfer. Gangguan ini berasal dari
kegiatan manusia yang mengemisikan gas-gas yang mengandung klorin dan bromin yang
dapat merusak ozon, atau biasa disebut sebagai bahan perusak ozon (BPO).
Secara kimia, perusakan ozon tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Sebagian
besar gas-gas yang merupakan BPO terakumulasi pada lapisan atmosfer yang lebih
rendah karena sifat dari gas-gas tersebut yang tidak reaktif serta tidak larut dalam hujan
atau salju. Gas-gas yang teremisi tersebut kemudian naik ke stratosfer, di mana pada
lapisan tersebut gas-gas tadi berubah dengan adanya sinar matahari menjadi gas-gas yang
lebih reaktif yang mengandung klorin dan bromin, yang kemudian berperan dalam reaksi
yang merusak ozon. Gas-gas yang lebih reaktif ini akan terbawa bersama udara yang
kembali ke lapisan atmosfer lebih rendah dan hilang bersama hujan atau salju.
Dari pemantauan terhadap ozon stratosfer di atas Indonesia pada bulan September
2006, terlihat bahwa konsentrasi ozon berada pada rentang 245 285 DU di mana
konsentrasi normal lapisan ozon (260 DU) berada di bagian Barat dan Tengah
sedangkan bagian Timur cenderung lebih tipis (<260 DU). Kondisi bulan Desember
2006 menunjukkan konsentrasi normal di bagian Selatan Pulau Sumatera dan bagian
Barat Pulau Jawa, dan lebih tipis di bagian Tengah dan Utara Indonesia. Kondisi bulan
Maret 2007 menunjukkan konsentrasi di bawah 260 DU.

12

Gambar 9. Kondisi ozon stratosfer di atas Indonesia pada bulan September dan
Desember 2006, dan Maret 2007. Sumber: KLH, (materi presentasi).

DAMPAK PADA LINGKUNGAN


Sulfur Dioksida dan Hujan Asam
SO2 merupakan komponen utama hujan asam dan merusak ekosistem baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kerusakan secara langsung terlihat pada daun-daunan,
terutama tanaman pertanian seperti gandum dan jenis-jenisnya (wheat, barley, oat), pinus
putih, kapas, dan gula bit yang dapat mengalami kerusakan parah hanya dengan sedikit
konsentrasi SO2 yaitu 0,3 ppm. SO2 juga merusak ekosistem secara tidak langsung
melalui pengasaman tanah dan air permukaan.
Konsentrasi ion-ion hidrogen pada hujan asam adalah 5 hingga 100 kali lebih
banyak dibandingkan pada air murni. Jika hujan asam turun pada daerah mengandung
batu granit atau material lain yang tidak dapat menetralkan ion-ion hidrogen, maka
daerah tersebut akan rusak. Dengan meningkatnya konsentrasi asam di danau-danau,
maka kehidupan air, dari alga hingga ikan, akan mati.

13

Selain kerusakan lokal, emisi SO2 dapat menimbulkan kerusakan pada ekosistem
yang jaraknya jauh dari sumber emisi. Contohnya, lebih dari 50 persen deposisi sulfur
yang terjadi di Finlandia berasal dari emisi dari negara-negara lain. Emisi dari Eropa
Tengah dan Inggris juga mengasamkan danau seluas 7000 mil persegi di daerah selatan
Norwegia.
Hujan asam terutama pada pH di bawah 5.1 akan menimbulkan efek merusak,
antara lain:


Merusak patung-patung, bangunan, logam-logam dan mobil.

Membunuh ikan, tumbuhan air dan mikroorganisme di danau dan sungai.

Merusak dan mematikan pohon, terutama yang tumbuh pada ketinggian dengan
cara menghilangkan kalsium, kalium serta nutrisi tumbuhan lainnya dari tanah.

Merusak akar tumbuhan dan membunuh ikan-ikan dengan cara melepaskan ionion aluminium, timbale, merkuri dan cadmium dari tanah dan sedimen.

Merusak tanaman: tanaman lebih rentan terhadap serangan penyakit, serangga,


kekeringan, jamur dan lumut yang hidup dengan baik dalam kondisi asam.

Menghambat pertumbuhan tanaman pertanian seperti tomat, kedelai, bayam,


wortel, brokoli dan kapas.

Melarutkan logam-logam beracun seperti tembaga dan timbal pada pipa-pipa air
di kota dan perumahan ke dalam air minum.

Menimbulkan dan meningkatkan penyakit pernapasan pada manusia dan memicu


kematian dini.

Ozon stratosfer
Kerusakan pada lapisan ozon stratosfer menimbulkan peningkatan radiasi sinar UV
permukaan. Peningkatan terjadi terutama pada komponen UV-B dari radiasi matahari.
UV-B adalah radiasi yang terjadi pada daerah panjang gelombang antara 280 hingga 315
nanometer. Sinar UV-B yang mencapai bumi berbahaya bagi kehidupan makhluk hidup.
Pada manusia, peningkatan keterpaparan dengan sinar UV-B dapat menimbulkan resiko
kanker kulit, katarak serta merusak sistem imunitas tubuh. Keterpaparan terhadap sinar
UV-B sebelum dewasa serta keterpaparan yang bersifat kumulatif merupakan faktor

14

penyebab yang penting dalam resiko-resiko tersebut. Berlebihnya radiasi sinar UV-B
dapat merusak tanaman, organisme bersel tunggal serta ekosistem air.

UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN PEMERINTAH INDONESIA

Untuk mengendalikan pencemaran udara, Pemerintah melalui KLH telah


mengeluarkan Kepmen LH No.13/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak
Bergerak khusus untuk industri besi dan baja (peleburan), semen, pulp dan kertas, PLTU
serta untuk industri selain dari keempat industri tersebut, dan Kepmen LH No.133/2004
tentang Baku Mutu Emisi Bagi Kegiatan Pupuk.
Berdasarkan kedua peraturan tersebut, penanggung jawab kegiatan wajib
melakukan beberapa hal, yaitu:


Melengkapi industrinya dengan fasilitas pengendalian emisi dan pengukuran emisi


gas buang, yang meliputi lubang sampling, landasan untuk petugas pengambil sampel,
tangga yang aman dan tenaga listrik.

Melakukan uji emisi dari cerobong secara berkala.

Pengukuran emisi secara terus-menerus menggunakan Continuous Emission


Monitoring (CEM).

Melakukan pencatatan harian hasil emisi yang dikeluarkan dari cerobong tertentu.

Melaporkan hasil pemantauan kepada Gubernur dengan tembusan kepada KLH setiap
tiga bulan sekali.

Kebakaran hutan
Berbagai upaya, baik berskala lokal maupun regional dilakukan oleh masyarakat
maupun pemerintah untuk mencegah lebih lanjut terjadinya kebakaran hutan. Upayaupaya tersebut antara lain penyusunan Perda penanggulangan kebakaran hutan dan lahan
(Karhutla) oleh Pemprov Riau; penyusunan Peta Profil 21 Daerah Rawan Kebakaran
Hutan dan Lahan di Indonesia oleh KLH; penyusunan SOP mobilisasi sumber daya
nasional dalam rangka tanggap darurat; serta keikutsertaan Indonesia dalam berbagai
pertemuan di tingkat regional.

15

Hujan Asam
Konsep dasar pengendalian hujan asam adalah dengan mengurangi emisi sulfur
dioksida dan oksida nitrogen.

Perlindungan Lapisan Ozon


Ozon stratosfer4
Konvensi untuk Perlindungan Lapisan Ozon atau dikenal dengan Konvensi Wina
telah ditandatangani oleh 20 negara pada tahun 1985. Negara-negara penandatangan
tersebut sepakat untuk melakukan tindakan-tindakan untuk melindungi lapisan ozon dari
kegiatan manusia.

Konvensi ini mendukung dilakukannya penelitian, pertukaran

informasi serta protokol-protokol yang akan muncul kemudian. Menanggapi kebutuhan


terhadap kegiatan perlindungan tersebut, maka Protokol Montreal mengenai Bahan-bahan
Perusak Ozon ditandatangani pada tahun 1987 dan diratifikasi pada tahun 1989. Protokol
tersebut mengatur kegiatan-kegiatan pengendalian yang mengikat secara hukum bagi
negara-negara maju dan berkembang mengenai produksi dan konsumsi serta perdagangan
gas-gas halogen yang diketahui dapat menyebabkan terjadinya kerusakan ozon. Protokol
Montreal mencantumkan jenis-jenis bahan kimia yang masuk dalam daftar pengawasan
serta jadwal penghapusan masing-masing jenis BPO. Protokol ini kemudian direvisi
untuk memasukkan bahan-bahan baru yang harus diawasi penggunaannya termasuk
jadwal penghapusannya. Revisi-revisi tersebut ditetapkan dalam Amandemen London
(1989), Amandemen Kopenhagen (1992), Amandemen Montreal (1997) serta
Amandemen Beijing (1999).

Protokol Montreal mengatur mengenai pengurangan

produksi CFC dan halon; Amandemen London mengenai penghapusan sebagian besar
BPO di Negara maju pada tahun 2000 dan di Negara berkembang pada tahun 2010, serta
jenis bahan-bahan yang diawasi ditambah dengan jenis CFC dan halon lainnya, karbon
tetraklorida dan metil kloroform; Amandemen Kopenhagen mempercepat jadwal
penghapusan menjadi tahun 1996 untuk Negara-negara maju dan memasukkan metil
bromida ke dalam bahan-bahan yang diawasi dan mengendalikan penggunaan HBFC
4

Fahey et.al (2002) Twenty Questions and Answers About the Ozone Layer. Panel Review Meeting,
Switzerland.

16

(hydrobromofluorocarbons) dan HCFC (hydrochloro-fluorocarbons); pengawasan BPO


selanjutnya disepakati pada pertemuan-pertemuan di Wina (1995), Montreal (1997):
pemberlakuan

kewajiban

licensing

system,

dan

Beijing

(1999):

memasukkan

bromochloromethane ke dalam bahan-bahan yang diawasi.


Gas-gas pengganti HCFC
Protokol Montreal mengatur mengenai penggunaan hidroklorofluorokarbon
(HCFC) sebagai senyawa pengganti untuk gas-gas halogen seperti CFC-12.

HCFC

berbeda secara kimiawi dari sebagian besar gas-gas halogen di mana gas-gas tersebut
mengandung atom-atom hidrogen selain atom-atom klorin dan fluorin. HCFC digunakan
untuk refrigerasi, pengembang busa, dan sebagai pelarut, yang biasanya menggunakan
CFC. HCFC memiliki keefektifan merusak ozon stratosfer sebesar 1 hingga 15% dari
CFC-12 karena sebagian besar HCFC telah habis pada lapisan troposfer. Hilangnya
HCFC pada lapisan troposfer ini mengakibatkan terlindunganya ozon stratosfer dari
halogen-halogen yang dikandung oleh HCFC. Sebaliknya, CFC serta gas-gas halogen
lainnya bersifat inert pada troposfer sehingga dapat mencapai lapisan stratosfer.
Karena HCFC masih berkontribusi terhadap kelimpahan halogen pada stratosfer,
maka Protokol Montreal mengharuskan produksi dan konsumsi HCFC oleh Negaranegara maju dan berkembang berkakhir pada tahun 2040.
Gas-gas pengganti HFC
Hidrofluorokarbon (HFC) juga digunakan sebagai senyawa pengganti untuk CFC
serta gas-gas halogen lainnya. HFC hanya mengandung atom-atom hidrogen, fluorin dan
karbon. Karena HFC tidak mengandung klorin dan bromin, maka HFC tidak merusak
ozon. Oleh karena itu, HFC tidak diatur oleh Protokol Montreal. Namun HFC (serta
seluruh gas-gas halogen) merupakan gas-gas yang aktif secara radiatif yang berperan
dalam pemanasan global dan perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia karena gasgas ini terakumulasi di atmosfer. HFC termasuk di dalam kelompok gas-gas rumah kaca
sebagaimana tercantum pada Protokol Kyoto.

17

Bahan Perusak Ozon


Halon
CFC
Metil Bromida
Hidroklorofluorokarbon

Jadwal Penghentian Impor


1998
2007
2015
2040

Tabel 7. Jadwal penghentian beberapa BPO.

Program perlindungan lapisan ozon di Indonesia


Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Wina, Protokol Montreal dan
Amandemen London melalui Keppres No.23 tahun 1992.
pelaksanaan

program

perlindungan

lapisan

ozon,

Untuk mendukung

Pemerintah

Indonesia

telah

mengeluarkan beberapa perangkat hukum yang mengatur perdagangan dan penggunaan


BPO.

18

Boks 2a.
Beberapa kebijakan pemerintah Indonesia terkait program perlindungan lapisan ozon:


Peraturan Menteri Kesehatan No. 376/Menkes/Per/VIII/1990 tentang Bahan, Zat, Warna, Zat
Pengawet dan Tabir Surya pada Kosmetika

Keppres No. 23 tahun 1992 tentang Ratifikasi Konvensi Wina, Protokol Montreal dan
Amandemen London

Keppres No. 92 tahun 1998 tentang Ratifikasi Amandemen Kopenhagen

Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

Kepmen Indag No. 110/MPP/Kep/1/1998 tentang Larangan Memproduksi dan Memperdagangkan


BPO dan Barang-Barang yang Mengandung BPO

Kepmen Indag No. 111/MPP/Kep/1/1998 tentang Perubahan Kepmen Indag No. 230/MPP/
Kep/7/1997 tentang Barang yang Diatur Tata Niaga Impornya

Kepmen Indag No. 410/MPP/Kep/9/1998 tentang Perubahan Kepmen Indag

No.

110/MPP/Kep/1/1998


Kepmen Indag No. 411/MPP/Kep/9/1998 tentang Perubahan Kepmen Indag No. 111/MPP/
Kep/1/1998

Kepmen Indag No. 789/MPP/Kep/12/2002 tentang Perubahan Kepmen Indag No. 411/MPP/
Kep/1/1998

Kepmen Indag No. 790/MPP/Kep/12/2002 tentang Perubahan Kepmen Indag No. 410/MPP/
Kep/1/1998

Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menghapuskan konsumsi beberapa jenis BPO (CFC dan
Halon) lebih awal (2007) dari masa tenggang (grace period/ 2010) yang diberikan kepada negaranegara artikel 5

Keputusan Menteri Pertanian RI no 949/KPTS/TP.270/12/98, tentang Pestisida Terbatas

Keputusan Menteri Pertanian RI no 123/KPTS/TP.270/2/2002, tentang Pendaftaran dan


Pemberian Ijin sementara Pestisida.

19

Boks 2b.
Beberapa kebijakan pemerintah Indonesia terkait program perlindungan lapisan ozon:


Peraturan Presiden No. 33 Tahun 2005 mengenai pengesahan amandemen Beijing to the
Montreal Protocol

Peraturan Presiden No. 46 Tahun 2005 mengenai pengesahan amandemen Montreal to the
Montreal Protocol

Peraturan Menteri Perdagangan No.24/2006 tentang Ketentuan Impor Bahan Perusak


Lapisan Ozon

Peraturan Menteri Perindustrian No.33/2007 tentang Larang Memproduksi Bahan Perusak


Lapisan Ozon serta Memproduksi Barang yang Menggunakan Bahan Perusak Lapisan
Ozon

Pengelolaan BPO yang sudah beredar di Indonesia

Penggantian BPO dengan bahan lain

Penghapusan penggunaan BPO melalui kegiatan alih teknologi.

7.

KESIMPULAN

Pertumbuhan penduduk dan pembangunan telah menimbulkan masalah pencemaran


udara terutama di kota-kota besar. Berbagai kegiatan manusia melepaskan berbagai jenis
polutan ke udara yang menyebabkan turunnya kualitas udara, peningkatan suhu
permukaan bumi, terjadinya hujan asam dan mempengaruhi ozon di atmosfer. Kegiatankegiatan manusia yang merupakan sumber utama pelepasan polutan-polutan tersebut
antara lain pembakaran bahan bakar fosil (batu bara dan minyak) seperti pada sektor
transportasi, industri, pembangkit listrik dan rumah tangga. Faktor alam seperti gunung
meletus dan kebakaran hutan yang ditimbulkan oleh kekeringan juga berkontribusi
terhadap pencemaran udara.
Berbagai efek pencemaran udara, baik luar ruangan maupun di dalam ruangan,
telah diketahui dapat merusak kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya, serta
merusak beberapa jenis material tertentu.

Untuk mencegah dan menghindari terus

terjadinya pencemaran udara oleh polutan-polutan yang sebagian besar dihasilkan dari

20

kegiatan manusia, maka perlu dilakukan upaya-upaya baik oleh individu maupun oleh
masyarakat dan pemerintah. Penggunaan bensin tanpa timbal, pemanfaatan teknologi
rendah emisi, seperti clean coal technology, serta pengelolaan transportasi merupakan
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menekan emisi polutan ke udara. Selain itu
penegakan hukum terhadap peraturan-peraturan terkait pengendalian pencemaran udara
yang telah ditetapkan oleh Pemerintah haruslah ditegakkan oleh seluruh lapisan
masyarakat, di samping juga melakukan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap
pentingnya menuju udara bersih.

Pemerintah juga perlu meningkatkan dan

mengembangkan perangkat-perangkat yang dapat menunjang program pengendalian


pencemaran udara di Indonesia.

21

REFERENSI

ADB (2006). Country Synthesis Report on Urban Air Quality Management: Indonesia.
ADB.
Fahey et.al (2002) Twenty Questions and Answers About the Ozone Layer. Panel Review
Meeting, Switzerland.
KLH (2006). Status Lingkungan Hidup Indonesia 2005. KLH, Jakarta.
Miller (1991). Environmental Science: sustaining the earth, 3rd ed. Wadsworth
Publishing Company, California.
Raven and Berg (2004). Environment. John Wiley & Sons, Inc., New Jersey.
Wijetilleke & Karunaratne, 1995. Air Quality Management: Considerations for
Developing Countries. World Bank technical paper, ISSN 0253-7494 ; no.278. Energy
series.

22

Anda mungkin juga menyukai