Anda di halaman 1dari 25

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................i
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3
2.1. Disfagia.........................................................................................................3
2.1.1. Definisi...................................................................................................3
2.1.2. Etiologi...................................................................................................3
2.2. Penegakkan Diagnosis...................................................................................4
2.4.1. Disfagia Orofaringeal.............................................................................7
2.4.2. Disfagia Esofagia....................................................................................8
2.4.3. Disfagia Intermiten (Tidak Progresif)....................................................8
2.4.4. Disfagia Progresif...................................................................................9
2.4.5. Disfagia Ekstrinsik................................................................................10
2.4.6. Dismotilitas...........................................................................................10
2.3. Fiberoptic Endoscopic Evaluation of Swallowing......................................11
2.3.1. Konsep..................................................................................................11
2.3.2. Indikasi dan Manfaat............................................................................12
2.3.3. Kontraindikasi dan Kewaspadaan.........................................................14
2.4. Tindakan FEES............................................................................................14
2.4.1. Persiapan...............................................................................................14
2.4.2. Pemeriksaan FEES................................................................................17
BAB 3 PENUTUP.................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22

i
BAB 1
PENDAHULUAN

Disfagia berasal dari kata Yunani yang berarti gangguan makan. Disfagia
biasanya mengacu pada kesulitan dalam makan sebagai akibat dari gangguan
dalam proses menelan. Disfagia dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan
seseorang karena risiko aspirasi pneumonia, malnutrisi, dehidrasi, penurunan
berat badan, dan obstruksi jalan napas. Sejumlah etiologi telah dikaitkan dengan
disfagia pada populasi dengan kondisi neurologis dan nonneurologis.1
Disfagia telah dilaporkan dalam beberapa jenis gangguan, dan dapat
digolongkan sebagai neurologis dan non neurologis. Gangguan menelan
neurologis ditemui lebih sering pada unit rehabilitasi medis daripada spesialisasi
kedokteran lainnya. Stroke adalah penyebab utama dari disfagia neurologis.
Sekitar 51-73% pasien dengan stroke mengalami disfagia, yang merupakan faktor
resiko bermakna berkembangnya pneumonia, hal ini dapat juga menunda
pemulihan fungsional pasien.1
Ada beberapa faktor struktural, sosial ekonomi, usia, dan jenis kelamin
yang mempengaruhi kejadian disfagia. Prevalensi disfagia di populasi umum
diperkirakan sekitar 20% dan mempengaruhi sekitar 50-66% orang berusia di atas
60 tahun. Disfagia lebih sering terjadi pada wanita daripada pria di semua
kelompok umur. Populasi yang lebih tua, pasien dengan riwayat stroke, penyakit
Alzheimer, atau amyotrophic lateral sclerosis lebih mungkin untuk melaporkan
kejadian disfagia.2
Disfagia yang terjadi pada mereka usia muda sering dikaitkan dengan
penyakit sistemik, seperti penyakit autoimun, gastroesophageal reflux disease
(GERD), atau esofagitis eosinofilik. Prevalensi disfagia termasuk tinggi, tetapi
hanya setengah dari pasien disfagia yang akan melaporkan gejalanya ke dokter.
Disfagia merupakan gejala alarm dan bukan merupakan bagian dari kondisi
penuaan normal. Setiap laporan baru tentang disfagia harus mendorong
pendekatan sistematis untuk membantu diagnosis dan pengobatan.2–4

1
Penelitian yang melibatkan 209 pemeriksaan FEES dilakukan pada 178
pasien dengan usia rerata usia 64,8 tahun. Diagnosis yang paling umum
ditemukan adalah amyotrophic lateral sclerosis (32%) diikuti oleh penyakit
Parkinson atau Parkinsonisme (26%). Fiberoptic endoscopic evaluation of
swallowing menunjukkan penetrasi pada 72,5% pasien dan aspirasi pada 14,6%.
Rerata skor EAT-10 berbeda antara pasien dengan aspirasi dibandingkan dengan
penetrasi dan FEES normal (24,7 vs 14,9 vs 13,9, masing-masing, P < .001).5
Fiberoptic endoscopic evaluation of swallowin (FEES) adalah prosedur
instrumental yang digunakan untuk mengevaluasi fungsi menelan. Hal ini
membutuhkan penggunaan laringoskop fleksibel yang dilewatkan secara
transnasal dan diposisikan untuk melihat pangkal lidah, faring, dan laring sebelum
/ selama / setelah menelan. Fiberoptic endoscopic evaluation of swallowin dapat
digunakan sebagai penilaian primer, interval, atau tambahan pada individu dari
segala usia yang dirujuk untuk evaluasi disfagia. American Speech-Language-
Hearing Association (ASHA) menerbitkan beberapa pedoman yang menjelaskan
penggunaan FEES untuk menilai individu dengan disfagia.6

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Disfagia
2.1.1. Definisi
Disfagia berasal dari kata Yunani yang berarti gangguan makan. Disfagia
biasanya mengacu pada kesulitan dalam makan sebagai akibat dari gangguan
dalam proses menelan. Disfagia dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan
seseorang karena risiko aspirasi pneumonia, malnutrisi, dehidrasi, penurunan
berat badan, dan obstruksi jalan napas. Sejumlah etiologi telah dikaitkan dengan
disfagia pada populasi dengan kondisi neurologis dan nonneurologic.1
Disfagia merupakan keterlambatan pergerakan bolus makanan dari
orofaring ke lambung yang sifatnya abnormal. Disfagia merupakan gejala yang
umum ditemukan pada pasien yang datang ke dokter, namun disfagia merupakan
sebuah dampak dari proses patologis. Menelan meliputi tiga fase: fase oral
(persiapan), fase orofaringeal (transfer), dan fase esofagus. Disfagia seringkali
melibatkan fase orofaringeal dan esofagus yang tumpang tindih.1

2.1.2. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi:1
1. Disfagia mekanik Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan
lumen esophagus. Penyebab utama disfagia mekanik adalah sumbatan
lumen esophagus oleh Massa tumor dan benda asing. Penyebab lain
adalah akibar peradangan mukosa esophagus, striktur lumen
esophagus, serta akibat penekanan lumen esophagus dari luar,
misalnya pembesaran kelenjar timus, kelenjar tiroid, kelenjar getah
bening di mediastinum, pembesaran jantung, dan elongasi aorta.
2. Disfagia motorik Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan
neuromuscular yang berperan dalam proses menelan. Lesi di pusat
menelan di batang otak, kelainan saraf otak n. V, n. VII, n. IX, n. X
dan n. XII, kelumpuhan otot faring dan lidah serta gangguan peristaltic

3
esophagus dapat menyebabkan disfagia. Penyebab utama dari disfagia
motorik adalah akalasia, spasme difus esophagus, kelumpuhan otot
faring dan skleroderma esophagus.
3. Disfagia oleh gangguan emosi atau tekanan jiwa yang berat Keluhan
disfagia dapat juga timbul bila terdapat gangguan emosi atau tekanan
jiwa yang berat. Kelainan ini dikenal sebagai globushisterikus .

Berdasarkan fase letaknya:1


1. Fase orofaringeal: kesulitan mengosongkan bahan dari orofaring ke
dalam kerongkongan, hal ini diakibatkan oleh fungsi abnormal dari
proksimal ke kerongkongan. Pasien mengeluh kesulitan memulai
menelan, regurgitasi nasal, dan aspirasi trakea diikuti oleh batuk.
Misalnya penyakit serebrovaskular, miastenia gravis, kelainan
muskular, tumor, divertikulum Zenker, gangguan motilitas/sfingter
esofagus atas.
2. Fase esofageal: kesulitan transportasi makanan ke kerongkongan. Hal
ini diakibatkan oleh gangguan motilitas baik atau obstruksi mekanis.
Misalnya oleh karena nflamasi, striktur esofagus, tumor, ring/web,
penekanan dari luar esofagus, akalasia, spasme esofagus difus,
skleroderma.
Penelitian yang melibatkan 209 pemeriksaan FEES dilakukan pada 178
pasien dengan usia rerata usia 64,8 tahun. Diagnosis yang paling umum
ditemukan adalah amyotrophic lateral sclerosis (32%) diikuti oleh penyakit
Parkinson atau Parkinsonisme (26%). Fiberoptic endoscopic evaluation of
swallowing menunjukkan penetrasi pada 72,5% pasien dan aspirasi pada 14,6%.
Rerata skor EAT-10 berbeda antara pasien dengan aspirasi dibandingkan dengan
penetrasi dan FEES normal (24,7 vs 14,9 vs 13,9, masing-masing, P < .001).5

2.2. Penegakkan Diagnosis


Riwayat penyakit yang dijelaskan oleh pasien dan keluarganya sering
membantu membedakan disfagia orofaringeal dan esofagus. Mekanisme menelan

4
normal melibatkan perjalanan bolus makanan dari orofaring ke kerongkongan
dengan mudah. Gejala disfagia orofaringeal umumnya muncul dalam beberapa
detik setelah menelan, segingga pasien sering melaporkan air liur, batuk,
regurgitasi hidung, aspirasi, atau tersedak.7,8

Gambar 1. Algoritma skrining disfagia

Dokter dapat menggunakan pertanyaan berikut untuk membantu


menentukan asal gejala.7,8
“Apakah butuh lebih dari satu detik untuk melewatkan makanan dari mulut ke
kerongkongan?”
“Jenis makanan atau cairan apa yang menyebabkan gejala?”
“Apakah gejala intermiten atau progresif?”
“Apakah ada sakit maag?”
Pasien dengan disfagia orofaringeal sering menceritakan pengalaman
lewatnya bolus makanan yang tertunda. Pasien dengan disfagia esofagus akan
sering menceritakan sensasi makanan "terjebak di tenggorokan atau dada" setelah

5
menelan. Pasien mungkin menunjuk ke daerah tertentu di dada, namun tanda ini
sering tidak dapat diandalkan dalam menentukan lokasi sebenarnya dari masalah.
Pasien sering melokalisasi patologi yang terjadi di kerongkongan distal sebagai
ketidaknyamanan dengan takik sternum mereka.7,8

Gambar 2. Anatomi terkait menelan

Algoritma skrining disfagia merupakan serangkaian pemeriksaan yang


diterapkan untuk skrining disfagia. Algoritma ini mencakup evaluasi awal
kemungkinan disfagia termasuk beberapa faktor skrining yang diperkenalkan oleh
0'Neill dan Kuesioner Ohkuma serta kemudian beberapa pemeriksaan menelan air
berurutan termasuk Tes menelan air yang dimodifikasi (3 ml), tes menelan air
Kubota (30 ml), dan tes menelan air 3 ons (sekitar 90 ml). Tes dengan
peningkatan volume air menjadi lebih menantang untuk kemampuan menelan dan

6
karena itu lebih sensitif. Misalnya, subjek dengan disfagia ringan dapat lulus tes
menelan air 3 ml tetapi gagal dalam tes menelan air 3 ons.9,10
Faktor yang paling berguna yang menunjukkan risiko tinggi aspirasi
meliputi: (1) gangguan tingkat kesadaran; (2) suara basah; (3) batuk sukarela yang
lemah; (4) batuk saat minum air dalam jumlah sedikit; dan (5) tes menelan air
berjangka waktu. Gagal menelan dengan tersedak untuk masing-masing
pemeriksaan menelan air (3 ml, 30 ml, dan 90 ml) dapat berupa perubahan
pernapasan, suara serak pasca-menelan, menahan air di mulut saat minum, air
keluar mulut, dan membersihkan tenggorokan selama atau segera setelah minum
adalah temuan positif.9,10
Pemeriksaan menelan air 3 ml harus diulang 3 kali jika yang diperiksa
tidak menunjukkan tanda-tanda abnormal, dan penilaian terburuk digunakan
sebagai hasil akhir. Tes menelan air 30 ml atau tes menelan air 3 ons dilakukan
hanya sekali. Dianggap abnormal jika subjek tidak dapat menyelesaikan minum
30 ml air pada suhu normal dari cangkir dalam waktu 5 detik atau tidak dapat
minum 3 ons air dari cangkir tanpa gangguan. Temuan positif menunjukkan
perlunya evaluasi disfagia formal termasuk FEES dan/atau VFSS. FEES dan
VFSS dianggap sebagai prosedur standar emas untuk mendiagnosis disfagia.9,10

2.4.1. Disfagia Orofaringeal


Fase menelan orofaringeal melibatkan pemindahan bolus makanan menuju
posterior ke epiglotis dan kemudian ke sfingter esofagus bagian atas. Orofaring
terdiri dari lidah, epiglotis, tonsil palatina, palatum durum dan palatum molle.
Kelainan anatomi pada salah satu struktur ini, seperti disfungsi sfingter esofagus
bagian atas dapat menyebabkan disfagia orofaringeal. Penyebab struktural
disfagia orofaringeal adalah keganasan kepala dan leher, infeksi faring, osteofit
vertebral, radiasi kepala dan leher sebelumnya, jaring tiromegali, atau
divertikulum Zenker.7,8
Kelainan neuromuskular sering menjadi penyebab paling umum dari
gangguan orofaringeal. Cedera saraf kranial, lesi kortikal, atau supranuklear
setelah kecelakaan vaskular serebral adalah etiologi umum yang menyebabkan

7
disfungsi pada fase menelan orofaringeal. Pasien dengan gejala stasis oral
makanan mengalami ketidakmampuan untuk membentuk bolus makanan di
mulut, batuk, atau pneumonia aspirasi harus menjalani evaluasi lebih lanjut
disfagia orofaringeal. Aspirasi diam merupakan aspirasi tanpa batuk atau tanda
lain dari aspirasi dapat menjadi gejala disfagia pada pasien setelah kejadian
serebrovaskular.7,8

Gambar 3. Ilustrasi bolus makanan yang melewati tiga tahap utama menelan
normal: (A) tahap oral (B) tahap faring (C) tahap esofagus

2.4.2. Disfagia Esofagia


Disfagia esofagus dapat terjadi karena kelainan struktural atau dismotilitas.
Disfagia esofagus pada presentasi awal harus menjalani pendekatan secara
metodis dengan perhatian kritis pada riwayat yang diberikan pasien. Gangguan
esofagus mekanis atau obstruktif adalah penyebab paling umum dari disfagia
esofagus. Pasien umumnya datang dengan disfagia pada makanan padat saja
dengan perkembangan potensial untuk memasukkan cairan. Obstruksi mekanis
dapat bermanifestasi dengan gejala disfagia intermiten atau gejala progresif.
Sebaliknya, gejala disfagia yang dilaporkan pasien dengan makanan padat dan
cair kemungkinan besar menunjukkan gangguan motilitas yang mendasarinya.7,8

8
2.4.3. Disfagia Intermiten (Tidak Progresif)
Pasien sering datang dengan riwayat kesulitan menelan makanan padat.
Gejala dapat bermanifestasi dengan impaksi bolus makanan. Pasien yang lebih
muda dengan disfagia non-progresif dapat dipertimbangkan sebagai esofagitis
eosinofilik. Etiologi pasti esofagitis eosinofilik masih belum diketahui, tetapi
dikaitkan dengan refluks esofagus atau atopi. Esofagitis eosinofilik didiagnosis
berdasarkan temuan endoskopi karakteristik dan bukti histologis eosinofilia
mukosa.7,8
Beberapa pasien dapat datang dengan esofagus yang tampak normal,
sehingga penting untuk mempertahankan tingkat kecurigaan yang tinggi terlepas
dari temuan endoskopi. Cincin Schatzki dapat menyebabkan disfagia non-
progresif yang dapat terjadi pada semua kelompok umur. Cincin Schatzki adalah
struktur mukosa tipis yang sering ditemukan di dekat gastroesophageal junction.
Cincin Schatzki bermanifestasi dengan gejala impaksi bolus makanan, regurgitasi
makanan dan sering terjadi setelah makan terburu-buru.7,8

2.4.4. Disfagia Progresif


Pasien dengan disfagia progresif diduga mengalami striktur atau
karsinoma dalam lumen esofagus. Striktur peptik adalah striktur esofagus jinak
yang berkembang pada pasien dengan GERD lama dan dapat muncul menyerupai
karsinoma esofagus. Penurunan berat badan tidak umum pada pasien dengan
striktur peptikum. Hal ini disebabkan oleh pasien tersebut sering memodifikasi
diet mereka ke formulasi yang lebih dapat ditoleransi. Pasien dengan disfagia
progresif cepat, penurunan berat badan, dan anoreksia dapat dipertimbangkan
mengalami karsinoma sel skuamosa atau adenokarsinoma esofagus.7,8
Adenokarsinoma esofagus adalah masalah kesehatan yang berkembang
dan diperkirakan akan meningkat insidennya selama 10 tahun ke depan. Pasien
mungkin atau tidak memiliki riwayat mulas, dan mulas mungkin telah terjadi di
masa lalu tetapi tidak saat ini. Adenokarsinoma esofagus dapat terjadi di mana
saja di lumen esofagus atau di kardia lambung. Lesi kardia lambung juga dapat

9
hadir dengan disfagia progresif atau memberikan gambaran seperti akalasia yang
disebut pseudoachalasia.7,8

2.4.5. Disfagia Ekstrinsik


Berdasarkan lokasi, esofagus mengalami kompresi eksternal oleh struktur
sekitarnya di dalam mediastinum. Penyakit yang menyebabkan perubahan
anatomi jantung dapat berkembang menjadi kompresi eksternal esofagus. Mereka
dapat menyebabkan kompromi hemodinamik dan penyempitan luminal. Disfagia
lusoria adalah istilah yang mengacu pada kelainan vaskular kongenital yang
menyebabkan kompresi esofagus dan perkembangan gejala disfagia intermiten
atau persisten.7,8
Secara anatomis, disfagia lusoria biasanya mengacu pada arteri subklavia
kanan yang menyimpang yang timbul dari sisi kiri lengkung aorta, lengkung aorta
ganda, atau lengkung aorta kanan dengan ligamentum arteriosum kiri. Pembesaran
tiroid, massa mediastinum, atau kelainan mediastinum lainnya dapat muncul
dengan cara yang sama. Petunjuk klinis sugestif kompresi ekstrinsik dari vaskular
atau etiologi jantung termasuk gangguan pernapasan, hipotensi, dan nyeri dada
atipikal.7,8

2.4.6. Dismotilitas
Laporan disfagia terhadap cairan atau kombinasi padatan dan cairan harus
segera diwaspadai untuk kelainan motilitas esofagus. Gangguan motilitas utama
dipecah menjadi akalasia, spasme esofagus difus, hipertensi esofagus, dan
motilitas esofagus yang tidak efektif. Akalasia adalah penyakit yang paling umum
dikenali dalam kategori ini dan ditandai dengan relaksasi sfingter esofagus bagian
bawah yang tidak memadai dan aperistaltik esofagus.11
Penyakit ini terjadi sebagai akibat degenerasi sel ganglion pleksus
mienterikus, yang menyebabkan ketidakseimbangan antara neuron rangsang dan
penghambat yang mengakibatkan kontraksi sfingter esofagus bagian bawah yang
berkelanjutan. Pemicu untuk keseluruhan proses ini seringkali masih belum jelas
kecuali penyakit Chagas. Spasme esofagus difus ditandai dengan peristaltik

10
normal dengan kontraksi simultan sporadis dan umumnya muncul sebagai
disfagia intermiten dengan atau tanpa nyeri dada.11
Pasien dengan esofagus hiperkontraktil juga dapat mengalami nyeri dada
karena peningkatan tekanan esofagus dan sfingter bawah. Penelusuran motilitas
yang menunjukkan tekanan amplitudo rendah atau peristaltik yang gagal dianggap
sebagai motilitas esofagus yang tidak efektif. Penyebab sekunder dari dismotilitas,
termasuk gangguan jaringan ikat, infeksi parasit, penyakit neurodegeneratif,
pseudo-obstruksi yang berhubungan dengan keganasan, atau penuaan.11

2.3. Fiberoptic Endoscopic Evaluation of Swallowing


2.3.1. Konsep
Fiberoptic endoscopic evaluation of swallowing (FEES) merupakan
tindakan dimana alat endoskopi memasukkan rinolaryngoscope serat optik yang
terhubung ke kamera, sumber cahaya dan peralatan perekaman video secara
transnasal. Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi langsung aliran bolus dan
anatomi permukaan struktur yang terlibat dalam menelan. 12 Fiberoptic endoscopic
evaluation of swallowing adalah pemeriksaan yang relatif sederhana yang dapat
dilakukan di kantor dengan ketidaknyamanan dan risiko minimal bagi pasien dan
telah digunakan pada banyak pasien dengan penyakit neurologis.5
Fiberoptic endoscopic evaluation of swallowing (FEES) memungkinkan
visualisasi vestibulum laring, pita suara, dan trakea bagian atas secara lebih dekat
apabila kita bandingkan dengan pemeriksaan videofluoroscopy swallowing
(VFSS), sehingga sekresi dan residu bolus di dalam atau di sekitar saluran napas
bagian atas dapat diperiksa dan dapat memberikan informasi mengenai penilaian
risiko aspirasi. Selama perjalanan puncak laring, akan terdapat periode singkat
(0,5 detik) "keputihan" di mana pandangan endoskopi terhalang oleh struktur
jaringan lunak pada titik penyempitan faring. Temuan aspirasi selama "white out"
disimpulkan dengan memeriksa bahan yang dikeluarkan dari jalan napas dan
residu di rak subglotis atau lebih jauh di dalam trakea setelah menelan.12
Keparahan disfagia yang dinilai oleh FEES berkorelasi dengan
Huntington’s Disease Dysphagia Scale scores (kuesioner self asesmen khusus

11
yang digunakan untuk mengevaluasi gangguan menelan pada pasien dengan
Huntington’s Disease). Huntington’s Disease (HD) merupakan gangguan
neurodegeneratif yang ditandai dengan gangguan motorik, penurunan kognitif,
dan perubahan perilaku. Manifestasi yang memang diketahui dengan baik pada
kondisi HD stadium lanjut adalah disfagia yang dapat menyebabkan seseorang
mengalami malnutrisi dan pneumonia aspirasi.13

2.3.2. Indikasi dan Manfaat


Fiberoptic endoscopic evaluation of swallowing (FEES) merupakan salah
satu dari dua tindakan pencitraan instrumental utama yang tersedia untuk menilai
fisiologi dan fungsi menelan bagi individu dengan disfagia. Tanda dan gejala
klinis tertentu mungkin memerlukan penggunaan endoskopi khusus untuk menilai
fase menelan faring.14

Tabel 1. Pasien yang berpotensi mendapatkan manfaat FEES14

Penyakit neurodegeneratif (misalnya, pasien dengan amyotrophic lateral


sclerosis dan penyakit Parkinson)
Cedera tulang belakang
Cedera neurologis (misalnya, pasien dengan kejadian serebrovaskular atau
cedera otak traumatis)
Kanker kepala dan leher (misalnya, pasien paska menjalani pembedahan, terapi
radiasi, dan/atau kemoterapi)
Cedera saraf kranial yang diketahui atau dicurigai disebabkan oleh penyakit
atau pembedahan (misalnya, cedera saraf vagal tinggi, cedera saraf
laring berulang, dan cedera saraf laring superior)
Trakeostomi
Ventilasi mekanis atau masalah pernapasan lainnya (mis., Penyakit paru
obstruktif kronik)
Status pasca ekstubasi
Kerapuhan medis

Fiberoptic endoscopic evaluation of swallowing (FEES) telah digunakan


dengan berbagai populasi klinis dewasa, termasuk pasien dalam perawatan
intensif, dengan kondisi neurologis, kanker kepala dan leher, penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK) serta distrofi otot. Risiko yang terkait dengan FEES
minimal untuk pasien rawat inap di rumah sakit dan pasien rawat jalan dari rumah

12
sakit atau klinik THT, tetapi dipengaruhi oleh berbagai etiologi medis termasuk
kondisi neurologis progresif seperti penyakit Alzheimer.12
Fiberoptic endoscopic evaluation of swallowing (FEES) mudah
digunakan; kemampuan untuk menilai manajemen sekresi tanpa asupan oral dan
sebelum onset disfagia orofaringeal berat; berbiaya rendah dibandingkan dengan
VFSS; tidak adanya paparan radiasi yang memungkinkan penilaian berulang dan
lebih lama bila ditoleransi oleh pasien; portabilitas alat, sehingga menciptakan
potensi untuk melakukan pemeriksaan samping tempat tidur pada pasien yang
mungkin tidak dapat dipindahkan ke pengaturan yang berbeda; dan sensitifitas
dalam mengidentifikasi tumpahan bolus, residu dan sekresi.12

Tabel 2. Indikasi FEES14

Gejala atau tanda disfagia faring


Kualitas vokal abnormal dan dugaan disfagia
Odynophagia (nyeri saat menelan)
Meningkatnya kesulitan menelan selama makan, sekunder akibat kelelahan
hipernasal dan dugaan regurgitasi hidung
Pasien mengalami kesulitan menelan air liur/sekresi oral
Observasi dan kaji fungsi laring yang berhubungan dengan kompetensi laring
dan proteksi jalan nafas
Visualisasi hipofaring / laring dengan waktu yang cukup untuk pendidikan
biofeedback dan/atau untuk mengajarkan latihan atau manuver tertentu
Pemeriksaan pasien menggunakan makanan asli
Pantau kemajuan dan kebutuhan untuk pembatasan diet atau postural saat ini
Batasi atau eliminasi paparan radiasi
Mengatasi kesulitan mengangkut pasien ke dan/atau memposisikan pasien di
ruang radiologi (misalnya, terbaring di tempat tidur atau pasien yang
lemah; pasien dengan luka terbuka, kontraktur, atau nyeri; pasien yang
lumpuh; pasien yang obesitas atau kesulitan memposisikan; pasien di
monitor unit perawatan intensif atau ventilator; dan pasien di unit
isolasi)

Fiberoptic endoscopic evaluation of swallowing menawarkan banyak


keuntungan untuk penilaian menelan. Evaluasi endoskopi serat optik untuk
menelan bersifat portabel. Ini dapat dilakukan di samping tempat tidur pasien atau
di kantor, unit perawatan intensif, atau di fasilitas perawatan jangka panjang.
Pasien yang menggunakan ventilasi mekanis atau tindakan pencegahan kontak

13
atau dalam traksi atau sejenisnya dapat menjalani penilaian menelan melalui
FEES tanpa menunggu untuk dibebaskan dari tindakan pencegahan atau
ditempatkan pada risiko yang tidak semestinya. Keuntungan lain dari FEES
adalah menyediakan visualisasi sekresi faring yang tidak dapat dideteksi selama
pemeriksaan.12

2.3.3. Kontraindikasi dan Kewaspadaan


Insiden kumulatif dari efek samping, termasuk ketidaknyamanan,
epistaksis, sinkop vasovagal, laringospasme yang sembuh sendiri, tersedak,
muntah dan perforasi mukosa, kurang dari 1% menurut studi risiko FEES terbesar
yang dipublikasikan,56 menurut pengetahuan penulis saat ini. Risiko epistaksis
dapat meningkat hingga 6% pada pasien stroke akut yang menerima obat
antitrombotik.12

Tabel 3. Potensi komplikasi dan kewaspadaan14

Agitasi berat dan kemungkinan ketidakmampuan untuk kooperatif dengan


pemeriksa
Gangguan jantung dengan risiko episode vasovagal dan bradikardia akut
Riwayat episode vasovagal atau riwayat sinkop
Gangguan gerakan berat (diskinesia) apabila tidak dapat menstabilkan kepala
Gangguan perdarahan berat dan/atau epistaksis berat baru-baru ini (mimisan)
Obstruksi bilateral pada saluran hidung
Riwayat trauma pada rongga hidung atau jaringan serta struktur di sekitarnya
akibat pembedahan atau cedera

Penggunaan endoskopi fleksibel tidak memberikan peningkatan risiko


untuk praktik otolaryngologi. Namun, untuk ahli patologi wicara-bahasa,
endoskopi fleksibel menimbulkan peningkatan risiko pada praktik khas mereka
dan berpotensi membeikan risiko komplikasi yang tidak ditemui selama
pemeriksaan menelan pada umumnya. Risiko potensial yang terkait dengan
endoskopi termasuk tersedak, laringospasme, sinkop vasovagal, reaksi merugikan
anestesi topikal, dan epistaksis.12

14
2.4. Tindakan FEES
2.4.1. Persiapan
Tindakan FEES biasanya digunakan untuk menilai lebih lanjut keberadaan
dan tingkat keparahan disfagia. Pemeriksaan disfagia klinis menyeluruh harus
dilakukan sebelum melakukan FEES. Pemeriksaan disfagia klinis melibatkan
riwayat asupan makan pasien yang komprehensif, tinjauan riwayat medis dan
kejadian yang relevan dengan disfagia, status dan keluhan medis saat ini, serta
kemampuan menelan klinis atau pemeriksaan di samping tempat tidur.
Persetujuan pasien diperlukan untuk semua tindakan dan biasanya diperoleh
secara tertulis selama proses masuk ke fasilitas atau program.14

Gambar 4. FEES direproduksi dari ATMOS15

Kebersihan mulut merupakan bagian penting dari perawatan disfagia,


sehingga memberikan perawatan mulut juga diperlukan sebelum melakukan
FEES. Misalnya, apabila rongga mulut diamati kering dengan eritema atau dengan
gigi yang dalam kondisi buruk (yaitu, plak yang terlihat, kalkulus, dan gigi yang

15
membusuk atau patah), dokter dapat melakukan perawatan mulut sesuai dengan
pedoman perawatan mulut fasilitas di prosedur FEES terlebih dahulu. Perawatan
ini dapat berkisar dari swab sederhana rongga mulut dengan air menggunakan
Toothette yang dibasahi hingga perawatan mulut penuh yang diberikan oleh
penyedia perawatan khusus lainnya.14
Pasien diberikan anestesi topikal dan / atau dekongestan hidung apabila
diindikasikan (baik lidokain gel topikal atau yang disemprotkan) ke dalam lubang
hidung yang akan dilalui. Penggunaan lubrikan berbasis air pada endoskopi
fleksibel juga dapat dipertimbangkan. Siapkan makanan dan cairan yang akan
digunakan untuk uji telan yang ditentukan oleh asupan dan keluhan pasien.
Banyak dokter menambahkan zat kontras (misalnya, pewarna makanan) ke cairan
dan makanan untuk meningkatkan visibilitas.14

Tabel 4. Makanan dan bahan kontras yang memantulkan cahaya dengan baik14

Makanan alami tanpa kontras tambahan


Kentang, nasi
Puding vanila, yogurt
Pisang, apel
Roti, kerupuk, dan keju
Susu putih vs susu yang diwarnai hijau
Temuan utama: Pewarna hijau yang ditambahkan ke susu lebih unggul
daripada susu saja
Barium vs air yang diwarnai hijau dan biru
Temuan utama: Barium yang ditambahkan ke air lebih unggul daripada
pewarna biru atau hijau
Pewarna makanan putih untuk kontras (pilihan dokter)
Dokter melaporkan sebagai pengganti yang ideal: beberapa tetes yang
ditambahkan ke air atau cairan lain sama-sama terlihat seperti barium dan
cenderung tidak menempel pada ujung teropong yang menghalangi
pandangan.
Cairan alami tanpa kontras tambahan
Susu (susu, almond, dan kedelai)
Jus buah (mis., Blueberry)

Makanan dan cairan yang tidak berubah dapat disajikan, sehingga klinisi
harus mempertimbangkan kemampuan makanan untuk memantulkan atau
menyerap cahaya. Posisikan pasien sehingga pasien dan pemeriksa dapat melihat

16
monitor. Dua monitor dapat disiapkan, namun apabila hanya terdapat ada satu
monitor maka pasien dan pemeriksa dapat melihat monitor yang sama. Semua
pemeriksaan harus direkam (video dan audio). Pada awal pemeriksaan, semua
komentar harus dibatasi pada temuan pemeriksaan menelan yang relevan.14

2.4.2. Pemeriksaan FEES


Area tindakan harus diposisikan dengan pandangan yang jelas dan tidak
terhalang dari struktur lain yang ada di sekitarnya. Ada banyak protokol dalam
pelaksaan FEES.14

2.4.2.1. Ice Chip Protocol


Variasi protokol ini pertama kali diperkenalkan oleh Langmore dan dapat
digunakan apabila makanan/cairan pada awalnya tidak sesuai karena
kekhawatiran akan potensi keparahan disfagia. Keripik es dapat merangsang
keberhasilan menelan lebih mudah daripada konsistensi lainnya jika pasien tidak
menelan secara oral dalam beberapa minggu atau bulan atau telah mengurangi
tingkat kewaspadaan dan refleks jalan napas dan fungsi motorik berkurang.
Keripik es mewakili stimulus penting yang digunakan banyak dokter sebagai
bolus "pertama" atau "percobaan".14

17
Gambar 5. Empat fase dampak dari menelan normal, tidak menunjukkan penetrasi
maupun inhalasi16

Keripik es bersifat dingin, sehingga merangsang tahap persiapan oral dan


tidak memerlukan respons menelan secepat cairan encer, sehingga memberi
pasien lebih banyak waktu untuk memulai menelan. Serpihan es kurang merusak
jaringan paru-paru daripada cairan kental apabila pasien mengalami aspirasi saat
pemeriksaan. Tugas dan pengamatan pra-menelan tetap sama terlepas dari apakah
ice Chip Protocol digunakan atau bolus makanan/cairan yang disajikan.14

18
Gambar 6. (A) Gambar endoskopi fleksibel seperti tampilan posisi rumah terbalik
di mana bagian atas gambar adalah posterior anatomis dan sisi kanan (R) dan kiri
(L) dalam orientasi klinis. (B) Gambar VFSS di sebelah kanan diambil pada
bidang lateral dan menunjukkan endoskopi fleksibel di posisi rumah, melalui
saluran hidung, nasofaring, dengan ujung yang terletak tepat di bawah velum, di
belakang uvula. Ujung dari endoskopi fleksibel dibelokkan untuk mendapatkan
tampilan yang terlihat pada Gambar A. Angka-angka dalam gambar sesuai dengan
struktur atau wilayah anatomi berikut: 1 = L lipatan vokal sejati; 2 = L lipatan
ventrikel; 3 = L lipatan aryepiglottic; 4 = L arytenoid; 5 = ujung epiglotis; 6 =
ruang krikoid posterior; 7 = L reses piriformis; 8 = L saluran piriform; 9 = dinding
faring posterior; 10 = L vallecula; 11 = lipatan glossoepiglotis; 12 = L pangkal
lidah17

2.4.2.2. Pengenalan Makanan


Konsistensi, viskositas, dan volume bolus cair dan padat harus mewakili
kisaran kemungkinan variasi pilihan diet pasien yang dianggap tepat oleh dokter
dari temuan penilaian sebelum menelan. Konsistensi yang diberikan harus
mencakup cairan, puree, dan bolus padat. Memutuskan tekstur apa untuk memulai
didasarkan pada diagnosis, keluhan pasien, evaluasi klinis menelan, dan hipotesis
klinis yang diambil dari tugas tidak menelan. Makanan dan cairan disajikan
berdasarkan urutan volume, tekstur, dan karakteristik aliran yang diproyeksikan
menjadi yang paling aman terlebih dahulu, dengan yang dianggap paling
menantang untuk disajikan terakhir. Namun, ketika memilih tekstur mana yang

19
harus disajikan terlebih dahulu, klinisi juga perlu mengingat bahwa konsistensi
seperti cairan kental dapat lebih sulit dibersihkan jika di suction. Air dapat
diberikan sebagai bolus pertama, tetapi air juga dapat menjadi masalah karena
telah terbukti lebih sulit untuk ditampung dalam mulut daripada cairan kental
(yaitu, kebocoran posterior). Air juga membutuhkan respon menelan yang lebih
cepat karena alirannya yang cepat ke hipofaring.14
Klinisi dapat mempertimbangkan untuk memulai dengan volume kecil
cairan encer atau nektar kental (mana yang dianggap lebih aman dan paling dapat
ditoleransi), kemudian meningkatkan volume konsistensi tersebut pada setiap
persalinan sampai terjadi masalah, seperti penetrasi laring atau aspirasi trakea. Ide
yang paling sering digunakan adalah mengulangi bolus itu untuk kedua kalinya.
Apabila masalah terjadi pada percobaan kedua, maka klinisi harus menghentikan
konsistensi itu dan beralih ke konsistensi yang direncanakan berikutnya.14
Apabila pemeriksa menduga bahwa beratnya disfagia belum cukup
diketahui dengan pemberian bolus tunggal, maka dianjurkan pemeriksaan
dilanjutkan dengan tegukan atau gigitan berturut-turut atau kondisi lain yang lebih
sulit untuk menelan, seperti volume yang lebih besar, campuran konsistensi,
peningkatan kecepatan penyajian makanan, atau penyajian yang dilakukan sendiri.
pabila risiko aspirasi dicurigai tetapi tidak terdeteksi, maka presentasi berulang
menggunakan volume dan konsistensi yang sama hingga 10 percobaan telah
terbukti meningkatkan sensitivitas untuk mendeteksi aspirasi pada populasi
onkologis dan neurologis ketika diuji untuk cairan encer dan kental 10 ml.14
Sepanjang pemeriksaan FEES, sensasi disimpulkan dari respons pasien
terhadap adanya residu bolus di faring dan/atau bahan yang ditembus atau
diaspirasi. Penilaian klinis sensasi hipofaring juga dapat disimpulkan sampai
tingkat tertentu dengan memeriksa dinding faring menggunakan ujung endoskopi
fleksibel. Pengamatan harus mencakup respon verbal atau fisiologis (misalnya,
muntah, batuk, dan tersentak). Pemeriksaan sensorik formal dapat menyebabkan
ketidaknyamanan pada pasien, sehingga pengujian sensorik ini sebaiknya
dilakukan ketika pemeriksaan menelan primer selesai.14

20
Penilaian formal sensasi laring melibatkan sentuhan ringan dan singkat
setiap arytenoid dengan menggunakan ujung teropong. Dokter harus mengamati
respon pasien secara langsung. Contoh respon yang mungkin termasuk
verbalisasi, vokalisasi, atau aktivasi refleks adduktor laring yang merupakan
penutupan spontan singkat dari pita suara yang sebenarnya. Apabila
diinstruksikan, pasien dapat menekan bel atau mengangkat tangan untuk
menunjukkan apakah sensasi itu dirasakan. Sebelum penilaian sensorik, pasien
harus diperingatkan bahwa teropong dapat menyentuh bagian tenggorokan mereka
yang dapat menyebabkan mereka muntah atau batuk.14

21
BAB 3
PENUTUP

Disfagia telah dilaporkan dalam beberapa jenis gangguan, dan dapat


digolongkan sebagai neurologis dan non neurologis. Gangguan menelan
neurologis ditemui lebih sering pada unit rehabilitasi medis daripada spesialisasi
kedokteran lainnya. Fiberoptic endoscopic evaluation of swallowing (FEES)
merupakan tindakan dimana alat endoskopi memasukkan rinolaryngoscope serat
optik yang terhubung ke kamera, sumber cahaya dan peralatan perekaman video
secara transnasal. Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi langsung aliran
bolus dan anatomi permukaan struktur yang terlibat dalam menelan.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Dhingra PL; Dhingra S. Disease of Ear Nose and Throat. 1 ed.


Philadelphia: Elsevier Health Sciences; 2016. 47–50 hal.
2. Johnston BT. Oesophageal dysphagia: a stepwise approach to diagnosis and
management. lancet Gastroenterol Hepatol. Agustus 2017;2(8):604–9.
3. Fauci AS, Jameson JL, Kasper D, et al. Harrison’s Principles of Internal
Medicine 19th Edition. New York: McGraw-Hill Education; 2018.
4. Mari A, Tsoukali E, Yaccob A. Eosinophilic Esophagitis in Adults: A
Concise Overview of an Evolving Disease. Korean J Fam Med. Maret
2020;41(2):75–83.
5. Tye CB, Gardner PA, Dion GR, Simpson CB, Dominguez LM. Impact of
Fiberoptic Endoscopic Evaluation of Swallowing Outcomes and Dysphagia
Management in Neurodegenerative Diseases. Laryngoscope.
2021;131(4):726–30.
6. Miller CK, Schroeder JW, Langmore S. Fiberoptic Endoscopic Evaluation
of Swallowing Across the Age Spectrum. Am J Speech-Language Pathol.
2020;29(2S):967–78.
7. Abdel Jalil AA, Katzka DA, Castell DO. Approach to the patient with
dysphagia. Am J Med. Oktober 2015;128(10):1138.e17-23.
8. Chilukuri P, Odufalu F, Hachem C. Dysphagia. Mo Med.
2018;115(3):206–10.
9. Payne M, Morley JE. Editorial: Dysphagia, Dementia and Frailty. Vol. 22,
The journal of nutrition, health & aging. France; 2018. hal. 562–5.
10. Lee JW, Randall DR, Evangelista LM, Kuhn MA, Belafsky PC. Subjective
Assessment of Videofluoroscopic Swallow Studies. Otolaryngol neck Surg
Off J Am Acad Otolaryngol Neck Surg. Mei 2017;156(5):901–5.
11. Rohof WOA, Bredenoord AJ. Chicago Classification of Esophageal
Motility Disorders: Lessons Learned. Curr Gastroenterol Rep. Agustus
2017;19(8):37.
12. Birchall O, Bennett M, Lawson N, Cotton S, Vogel AP. Fiberoptic

23
endoscopic evaluation of swallowing and videofluoroscopy swallowing
assessment in adults in residential care facilities: a scoping review protocol.
JBI Evid Synth. Maret 2020;18(3):599–609.
13. Schindler A, Pizzorni N, Sassone J, Nanetti L, Castaldo A, Poletti B, et al.
Fiberoptic endoscopic evaluation of swallowing in early-to-advanced stage
Huntington’s disease. Sci Rep. 2020;10(1):15242.
14. Langmore SE, Scarborough DR, Kelchner LN, Swigert NB, Murray J,
Reece S, et al. Tutorial on Clinical Practice for Use of the Fiberoptic
Endoscopic Evaluation of Swallowing Procedure With Adult Populations:
Part 1. Am J Speech-Language Pathol. 2022;31(1):163–87.
15. Alsanei W. Tongue Pressure - A Key Limiting Aspect in Bolus
Swallowing. 2015.
16. Molteni G, Ghirelli M, Molinari G, Alessandro S, Malagoli A, Daniele M,
et al. Quality of life, swallowing and speech outcomes after oncological
treatment for mobile tongue carcinoma. Eur J Plast Surg. 2020;43.
17. Nativ-Zeltzer N, Ueha R, Nachalon Y, Ma B, Pastenkos G, Swackhamer C,
et al. Inflammatory Effects of Thickened Water on the Lungs in a Murine
Model of Recurrent Aspiration. Laryngoscope. 2021;131(6):1223–8.

24

Anda mungkin juga menyukai