DAFTAR ISI............................................................................................................i
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3
2.1. Disfagia.........................................................................................................3
2.1.1. Definisi...................................................................................................3
2.1.2. Etiologi...................................................................................................3
2.2. Penegakkan Diagnosis...................................................................................4
2.4.1. Disfagia Orofaringeal.............................................................................7
2.4.2. Disfagia Esofagia....................................................................................8
2.4.3. Disfagia Intermiten (Tidak Progresif)....................................................8
2.4.4. Disfagia Progresif...................................................................................9
2.4.5. Disfagia Ekstrinsik................................................................................10
2.4.6. Dismotilitas...........................................................................................10
2.3. Fiberoptic Endoscopic Evaluation of Swallowing......................................11
2.3.1. Konsep..................................................................................................11
2.3.2. Indikasi dan Manfaat............................................................................12
2.3.3. Kontraindikasi dan Kewaspadaan.........................................................14
2.4. Tindakan FEES............................................................................................14
2.4.1. Persiapan...............................................................................................14
2.4.2. Pemeriksaan FEES................................................................................17
BAB 3 PENUTUP.................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22
i
BAB 1
PENDAHULUAN
Disfagia berasal dari kata Yunani yang berarti gangguan makan. Disfagia
biasanya mengacu pada kesulitan dalam makan sebagai akibat dari gangguan
dalam proses menelan. Disfagia dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan
seseorang karena risiko aspirasi pneumonia, malnutrisi, dehidrasi, penurunan
berat badan, dan obstruksi jalan napas. Sejumlah etiologi telah dikaitkan dengan
disfagia pada populasi dengan kondisi neurologis dan nonneurologis.1
Disfagia telah dilaporkan dalam beberapa jenis gangguan, dan dapat
digolongkan sebagai neurologis dan non neurologis. Gangguan menelan
neurologis ditemui lebih sering pada unit rehabilitasi medis daripada spesialisasi
kedokteran lainnya. Stroke adalah penyebab utama dari disfagia neurologis.
Sekitar 51-73% pasien dengan stroke mengalami disfagia, yang merupakan faktor
resiko bermakna berkembangnya pneumonia, hal ini dapat juga menunda
pemulihan fungsional pasien.1
Ada beberapa faktor struktural, sosial ekonomi, usia, dan jenis kelamin
yang mempengaruhi kejadian disfagia. Prevalensi disfagia di populasi umum
diperkirakan sekitar 20% dan mempengaruhi sekitar 50-66% orang berusia di atas
60 tahun. Disfagia lebih sering terjadi pada wanita daripada pria di semua
kelompok umur. Populasi yang lebih tua, pasien dengan riwayat stroke, penyakit
Alzheimer, atau amyotrophic lateral sclerosis lebih mungkin untuk melaporkan
kejadian disfagia.2
Disfagia yang terjadi pada mereka usia muda sering dikaitkan dengan
penyakit sistemik, seperti penyakit autoimun, gastroesophageal reflux disease
(GERD), atau esofagitis eosinofilik. Prevalensi disfagia termasuk tinggi, tetapi
hanya setengah dari pasien disfagia yang akan melaporkan gejalanya ke dokter.
Disfagia merupakan gejala alarm dan bukan merupakan bagian dari kondisi
penuaan normal. Setiap laporan baru tentang disfagia harus mendorong
pendekatan sistematis untuk membantu diagnosis dan pengobatan.2–4
1
Penelitian yang melibatkan 209 pemeriksaan FEES dilakukan pada 178
pasien dengan usia rerata usia 64,8 tahun. Diagnosis yang paling umum
ditemukan adalah amyotrophic lateral sclerosis (32%) diikuti oleh penyakit
Parkinson atau Parkinsonisme (26%). Fiberoptic endoscopic evaluation of
swallowing menunjukkan penetrasi pada 72,5% pasien dan aspirasi pada 14,6%.
Rerata skor EAT-10 berbeda antara pasien dengan aspirasi dibandingkan dengan
penetrasi dan FEES normal (24,7 vs 14,9 vs 13,9, masing-masing, P < .001).5
Fiberoptic endoscopic evaluation of swallowin (FEES) adalah prosedur
instrumental yang digunakan untuk mengevaluasi fungsi menelan. Hal ini
membutuhkan penggunaan laringoskop fleksibel yang dilewatkan secara
transnasal dan diposisikan untuk melihat pangkal lidah, faring, dan laring sebelum
/ selama / setelah menelan. Fiberoptic endoscopic evaluation of swallowin dapat
digunakan sebagai penilaian primer, interval, atau tambahan pada individu dari
segala usia yang dirujuk untuk evaluasi disfagia. American Speech-Language-
Hearing Association (ASHA) menerbitkan beberapa pedoman yang menjelaskan
penggunaan FEES untuk menilai individu dengan disfagia.6
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Disfagia
2.1.1. Definisi
Disfagia berasal dari kata Yunani yang berarti gangguan makan. Disfagia
biasanya mengacu pada kesulitan dalam makan sebagai akibat dari gangguan
dalam proses menelan. Disfagia dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan
seseorang karena risiko aspirasi pneumonia, malnutrisi, dehidrasi, penurunan
berat badan, dan obstruksi jalan napas. Sejumlah etiologi telah dikaitkan dengan
disfagia pada populasi dengan kondisi neurologis dan nonneurologic.1
Disfagia merupakan keterlambatan pergerakan bolus makanan dari
orofaring ke lambung yang sifatnya abnormal. Disfagia merupakan gejala yang
umum ditemukan pada pasien yang datang ke dokter, namun disfagia merupakan
sebuah dampak dari proses patologis. Menelan meliputi tiga fase: fase oral
(persiapan), fase orofaringeal (transfer), dan fase esofagus. Disfagia seringkali
melibatkan fase orofaringeal dan esofagus yang tumpang tindih.1
2.1.2. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi:1
1. Disfagia mekanik Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan
lumen esophagus. Penyebab utama disfagia mekanik adalah sumbatan
lumen esophagus oleh Massa tumor dan benda asing. Penyebab lain
adalah akibar peradangan mukosa esophagus, striktur lumen
esophagus, serta akibat penekanan lumen esophagus dari luar,
misalnya pembesaran kelenjar timus, kelenjar tiroid, kelenjar getah
bening di mediastinum, pembesaran jantung, dan elongasi aorta.
2. Disfagia motorik Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan
neuromuscular yang berperan dalam proses menelan. Lesi di pusat
menelan di batang otak, kelainan saraf otak n. V, n. VII, n. IX, n. X
dan n. XII, kelumpuhan otot faring dan lidah serta gangguan peristaltic
3
esophagus dapat menyebabkan disfagia. Penyebab utama dari disfagia
motorik adalah akalasia, spasme difus esophagus, kelumpuhan otot
faring dan skleroderma esophagus.
3. Disfagia oleh gangguan emosi atau tekanan jiwa yang berat Keluhan
disfagia dapat juga timbul bila terdapat gangguan emosi atau tekanan
jiwa yang berat. Kelainan ini dikenal sebagai globushisterikus .
4
normal melibatkan perjalanan bolus makanan dari orofaring ke kerongkongan
dengan mudah. Gejala disfagia orofaringeal umumnya muncul dalam beberapa
detik setelah menelan, segingga pasien sering melaporkan air liur, batuk,
regurgitasi hidung, aspirasi, atau tersedak.7,8
5
menelan. Pasien mungkin menunjuk ke daerah tertentu di dada, namun tanda ini
sering tidak dapat diandalkan dalam menentukan lokasi sebenarnya dari masalah.
Pasien sering melokalisasi patologi yang terjadi di kerongkongan distal sebagai
ketidaknyamanan dengan takik sternum mereka.7,8
6
karena itu lebih sensitif. Misalnya, subjek dengan disfagia ringan dapat lulus tes
menelan air 3 ml tetapi gagal dalam tes menelan air 3 ons.9,10
Faktor yang paling berguna yang menunjukkan risiko tinggi aspirasi
meliputi: (1) gangguan tingkat kesadaran; (2) suara basah; (3) batuk sukarela yang
lemah; (4) batuk saat minum air dalam jumlah sedikit; dan (5) tes menelan air
berjangka waktu. Gagal menelan dengan tersedak untuk masing-masing
pemeriksaan menelan air (3 ml, 30 ml, dan 90 ml) dapat berupa perubahan
pernapasan, suara serak pasca-menelan, menahan air di mulut saat minum, air
keluar mulut, dan membersihkan tenggorokan selama atau segera setelah minum
adalah temuan positif.9,10
Pemeriksaan menelan air 3 ml harus diulang 3 kali jika yang diperiksa
tidak menunjukkan tanda-tanda abnormal, dan penilaian terburuk digunakan
sebagai hasil akhir. Tes menelan air 30 ml atau tes menelan air 3 ons dilakukan
hanya sekali. Dianggap abnormal jika subjek tidak dapat menyelesaikan minum
30 ml air pada suhu normal dari cangkir dalam waktu 5 detik atau tidak dapat
minum 3 ons air dari cangkir tanpa gangguan. Temuan positif menunjukkan
perlunya evaluasi disfagia formal termasuk FEES dan/atau VFSS. FEES dan
VFSS dianggap sebagai prosedur standar emas untuk mendiagnosis disfagia.9,10
7
disfungsi pada fase menelan orofaringeal. Pasien dengan gejala stasis oral
makanan mengalami ketidakmampuan untuk membentuk bolus makanan di
mulut, batuk, atau pneumonia aspirasi harus menjalani evaluasi lebih lanjut
disfagia orofaringeal. Aspirasi diam merupakan aspirasi tanpa batuk atau tanda
lain dari aspirasi dapat menjadi gejala disfagia pada pasien setelah kejadian
serebrovaskular.7,8
Gambar 3. Ilustrasi bolus makanan yang melewati tiga tahap utama menelan
normal: (A) tahap oral (B) tahap faring (C) tahap esofagus
8
2.4.3. Disfagia Intermiten (Tidak Progresif)
Pasien sering datang dengan riwayat kesulitan menelan makanan padat.
Gejala dapat bermanifestasi dengan impaksi bolus makanan. Pasien yang lebih
muda dengan disfagia non-progresif dapat dipertimbangkan sebagai esofagitis
eosinofilik. Etiologi pasti esofagitis eosinofilik masih belum diketahui, tetapi
dikaitkan dengan refluks esofagus atau atopi. Esofagitis eosinofilik didiagnosis
berdasarkan temuan endoskopi karakteristik dan bukti histologis eosinofilia
mukosa.7,8
Beberapa pasien dapat datang dengan esofagus yang tampak normal,
sehingga penting untuk mempertahankan tingkat kecurigaan yang tinggi terlepas
dari temuan endoskopi. Cincin Schatzki dapat menyebabkan disfagia non-
progresif yang dapat terjadi pada semua kelompok umur. Cincin Schatzki adalah
struktur mukosa tipis yang sering ditemukan di dekat gastroesophageal junction.
Cincin Schatzki bermanifestasi dengan gejala impaksi bolus makanan, regurgitasi
makanan dan sering terjadi setelah makan terburu-buru.7,8
9
hadir dengan disfagia progresif atau memberikan gambaran seperti akalasia yang
disebut pseudoachalasia.7,8
2.4.6. Dismotilitas
Laporan disfagia terhadap cairan atau kombinasi padatan dan cairan harus
segera diwaspadai untuk kelainan motilitas esofagus. Gangguan motilitas utama
dipecah menjadi akalasia, spasme esofagus difus, hipertensi esofagus, dan
motilitas esofagus yang tidak efektif. Akalasia adalah penyakit yang paling umum
dikenali dalam kategori ini dan ditandai dengan relaksasi sfingter esofagus bagian
bawah yang tidak memadai dan aperistaltik esofagus.11
Penyakit ini terjadi sebagai akibat degenerasi sel ganglion pleksus
mienterikus, yang menyebabkan ketidakseimbangan antara neuron rangsang dan
penghambat yang mengakibatkan kontraksi sfingter esofagus bagian bawah yang
berkelanjutan. Pemicu untuk keseluruhan proses ini seringkali masih belum jelas
kecuali penyakit Chagas. Spasme esofagus difus ditandai dengan peristaltik
10
normal dengan kontraksi simultan sporadis dan umumnya muncul sebagai
disfagia intermiten dengan atau tanpa nyeri dada.11
Pasien dengan esofagus hiperkontraktil juga dapat mengalami nyeri dada
karena peningkatan tekanan esofagus dan sfingter bawah. Penelusuran motilitas
yang menunjukkan tekanan amplitudo rendah atau peristaltik yang gagal dianggap
sebagai motilitas esofagus yang tidak efektif. Penyebab sekunder dari dismotilitas,
termasuk gangguan jaringan ikat, infeksi parasit, penyakit neurodegeneratif,
pseudo-obstruksi yang berhubungan dengan keganasan, atau penuaan.11
11
yang digunakan untuk mengevaluasi gangguan menelan pada pasien dengan
Huntington’s Disease). Huntington’s Disease (HD) merupakan gangguan
neurodegeneratif yang ditandai dengan gangguan motorik, penurunan kognitif,
dan perubahan perilaku. Manifestasi yang memang diketahui dengan baik pada
kondisi HD stadium lanjut adalah disfagia yang dapat menyebabkan seseorang
mengalami malnutrisi dan pneumonia aspirasi.13
12
sakit atau klinik THT, tetapi dipengaruhi oleh berbagai etiologi medis termasuk
kondisi neurologis progresif seperti penyakit Alzheimer.12
Fiberoptic endoscopic evaluation of swallowing (FEES) mudah
digunakan; kemampuan untuk menilai manajemen sekresi tanpa asupan oral dan
sebelum onset disfagia orofaringeal berat; berbiaya rendah dibandingkan dengan
VFSS; tidak adanya paparan radiasi yang memungkinkan penilaian berulang dan
lebih lama bila ditoleransi oleh pasien; portabilitas alat, sehingga menciptakan
potensi untuk melakukan pemeriksaan samping tempat tidur pada pasien yang
mungkin tidak dapat dipindahkan ke pengaturan yang berbeda; dan sensitifitas
dalam mengidentifikasi tumpahan bolus, residu dan sekresi.12
13
atau dalam traksi atau sejenisnya dapat menjalani penilaian menelan melalui
FEES tanpa menunggu untuk dibebaskan dari tindakan pencegahan atau
ditempatkan pada risiko yang tidak semestinya. Keuntungan lain dari FEES
adalah menyediakan visualisasi sekresi faring yang tidak dapat dideteksi selama
pemeriksaan.12
14
2.4. Tindakan FEES
2.4.1. Persiapan
Tindakan FEES biasanya digunakan untuk menilai lebih lanjut keberadaan
dan tingkat keparahan disfagia. Pemeriksaan disfagia klinis menyeluruh harus
dilakukan sebelum melakukan FEES. Pemeriksaan disfagia klinis melibatkan
riwayat asupan makan pasien yang komprehensif, tinjauan riwayat medis dan
kejadian yang relevan dengan disfagia, status dan keluhan medis saat ini, serta
kemampuan menelan klinis atau pemeriksaan di samping tempat tidur.
Persetujuan pasien diperlukan untuk semua tindakan dan biasanya diperoleh
secara tertulis selama proses masuk ke fasilitas atau program.14
15
membusuk atau patah), dokter dapat melakukan perawatan mulut sesuai dengan
pedoman perawatan mulut fasilitas di prosedur FEES terlebih dahulu. Perawatan
ini dapat berkisar dari swab sederhana rongga mulut dengan air menggunakan
Toothette yang dibasahi hingga perawatan mulut penuh yang diberikan oleh
penyedia perawatan khusus lainnya.14
Pasien diberikan anestesi topikal dan / atau dekongestan hidung apabila
diindikasikan (baik lidokain gel topikal atau yang disemprotkan) ke dalam lubang
hidung yang akan dilalui. Penggunaan lubrikan berbasis air pada endoskopi
fleksibel juga dapat dipertimbangkan. Siapkan makanan dan cairan yang akan
digunakan untuk uji telan yang ditentukan oleh asupan dan keluhan pasien.
Banyak dokter menambahkan zat kontras (misalnya, pewarna makanan) ke cairan
dan makanan untuk meningkatkan visibilitas.14
Tabel 4. Makanan dan bahan kontras yang memantulkan cahaya dengan baik14
Makanan dan cairan yang tidak berubah dapat disajikan, sehingga klinisi
harus mempertimbangkan kemampuan makanan untuk memantulkan atau
menyerap cahaya. Posisikan pasien sehingga pasien dan pemeriksa dapat melihat
16
monitor. Dua monitor dapat disiapkan, namun apabila hanya terdapat ada satu
monitor maka pasien dan pemeriksa dapat melihat monitor yang sama. Semua
pemeriksaan harus direkam (video dan audio). Pada awal pemeriksaan, semua
komentar harus dibatasi pada temuan pemeriksaan menelan yang relevan.14
17
Gambar 5. Empat fase dampak dari menelan normal, tidak menunjukkan penetrasi
maupun inhalasi16
18
Gambar 6. (A) Gambar endoskopi fleksibel seperti tampilan posisi rumah terbalik
di mana bagian atas gambar adalah posterior anatomis dan sisi kanan (R) dan kiri
(L) dalam orientasi klinis. (B) Gambar VFSS di sebelah kanan diambil pada
bidang lateral dan menunjukkan endoskopi fleksibel di posisi rumah, melalui
saluran hidung, nasofaring, dengan ujung yang terletak tepat di bawah velum, di
belakang uvula. Ujung dari endoskopi fleksibel dibelokkan untuk mendapatkan
tampilan yang terlihat pada Gambar A. Angka-angka dalam gambar sesuai dengan
struktur atau wilayah anatomi berikut: 1 = L lipatan vokal sejati; 2 = L lipatan
ventrikel; 3 = L lipatan aryepiglottic; 4 = L arytenoid; 5 = ujung epiglotis; 6 =
ruang krikoid posterior; 7 = L reses piriformis; 8 = L saluran piriform; 9 = dinding
faring posterior; 10 = L vallecula; 11 = lipatan glossoepiglotis; 12 = L pangkal
lidah17
19
harus disajikan terlebih dahulu, klinisi juga perlu mengingat bahwa konsistensi
seperti cairan kental dapat lebih sulit dibersihkan jika di suction. Air dapat
diberikan sebagai bolus pertama, tetapi air juga dapat menjadi masalah karena
telah terbukti lebih sulit untuk ditampung dalam mulut daripada cairan kental
(yaitu, kebocoran posterior). Air juga membutuhkan respon menelan yang lebih
cepat karena alirannya yang cepat ke hipofaring.14
Klinisi dapat mempertimbangkan untuk memulai dengan volume kecil
cairan encer atau nektar kental (mana yang dianggap lebih aman dan paling dapat
ditoleransi), kemudian meningkatkan volume konsistensi tersebut pada setiap
persalinan sampai terjadi masalah, seperti penetrasi laring atau aspirasi trakea. Ide
yang paling sering digunakan adalah mengulangi bolus itu untuk kedua kalinya.
Apabila masalah terjadi pada percobaan kedua, maka klinisi harus menghentikan
konsistensi itu dan beralih ke konsistensi yang direncanakan berikutnya.14
Apabila pemeriksa menduga bahwa beratnya disfagia belum cukup
diketahui dengan pemberian bolus tunggal, maka dianjurkan pemeriksaan
dilanjutkan dengan tegukan atau gigitan berturut-turut atau kondisi lain yang lebih
sulit untuk menelan, seperti volume yang lebih besar, campuran konsistensi,
peningkatan kecepatan penyajian makanan, atau penyajian yang dilakukan sendiri.
pabila risiko aspirasi dicurigai tetapi tidak terdeteksi, maka presentasi berulang
menggunakan volume dan konsistensi yang sama hingga 10 percobaan telah
terbukti meningkatkan sensitivitas untuk mendeteksi aspirasi pada populasi
onkologis dan neurologis ketika diuji untuk cairan encer dan kental 10 ml.14
Sepanjang pemeriksaan FEES, sensasi disimpulkan dari respons pasien
terhadap adanya residu bolus di faring dan/atau bahan yang ditembus atau
diaspirasi. Penilaian klinis sensasi hipofaring juga dapat disimpulkan sampai
tingkat tertentu dengan memeriksa dinding faring menggunakan ujung endoskopi
fleksibel. Pengamatan harus mencakup respon verbal atau fisiologis (misalnya,
muntah, batuk, dan tersentak). Pemeriksaan sensorik formal dapat menyebabkan
ketidaknyamanan pada pasien, sehingga pengujian sensorik ini sebaiknya
dilakukan ketika pemeriksaan menelan primer selesai.14
20
Penilaian formal sensasi laring melibatkan sentuhan ringan dan singkat
setiap arytenoid dengan menggunakan ujung teropong. Dokter harus mengamati
respon pasien secara langsung. Contoh respon yang mungkin termasuk
verbalisasi, vokalisasi, atau aktivasi refleks adduktor laring yang merupakan
penutupan spontan singkat dari pita suara yang sebenarnya. Apabila
diinstruksikan, pasien dapat menekan bel atau mengangkat tangan untuk
menunjukkan apakah sensasi itu dirasakan. Sebelum penilaian sensorik, pasien
harus diperingatkan bahwa teropong dapat menyentuh bagian tenggorokan mereka
yang dapat menyebabkan mereka muntah atau batuk.14
21
BAB 3
PENUTUP
22
DAFTAR PUSTAKA
23
endoscopic evaluation of swallowing and videofluoroscopy swallowing
assessment in adults in residential care facilities: a scoping review protocol.
JBI Evid Synth. Maret 2020;18(3):599–609.
13. Schindler A, Pizzorni N, Sassone J, Nanetti L, Castaldo A, Poletti B, et al.
Fiberoptic endoscopic evaluation of swallowing in early-to-advanced stage
Huntington’s disease. Sci Rep. 2020;10(1):15242.
14. Langmore SE, Scarborough DR, Kelchner LN, Swigert NB, Murray J,
Reece S, et al. Tutorial on Clinical Practice for Use of the Fiberoptic
Endoscopic Evaluation of Swallowing Procedure With Adult Populations:
Part 1. Am J Speech-Language Pathol. 2022;31(1):163–87.
15. Alsanei W. Tongue Pressure - A Key Limiting Aspect in Bolus
Swallowing. 2015.
16. Molteni G, Ghirelli M, Molinari G, Alessandro S, Malagoli A, Daniele M,
et al. Quality of life, swallowing and speech outcomes after oncological
treatment for mobile tongue carcinoma. Eur J Plast Surg. 2020;43.
17. Nativ-Zeltzer N, Ueha R, Nachalon Y, Ma B, Pastenkos G, Swackhamer C,
et al. Inflammatory Effects of Thickened Water on the Lungs in a Murine
Model of Recurrent Aspiration. Laryngoscope. 2021;131(6):1223–8.
24