Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM

PATOLOGI UMUM (KRP 341)

TATACARA NEKROPSI DAN TEKNIK PEMERIKSAAN PATOLOGI


ANATOMI PADA UNGGAS

Dosen penanggungjawab:
Dr. Drh. Sri Estuningsih, M.Si, AP.Vet

Oleh:
Bintang Nurul Iman B04150070
Deviana Prasindy B04150075
Anndini Eka Pratiwi B04150095
Yunita Amanda M. B04150096

DEPARTEMEN KLINIK REPRODUKSI DAN PATOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Autopsi atau nekropsi untuk melakukan pemeriksaan yang cepat dan tepat
dalam menetapkan diagnosa pada beberapa sebab penyakit atau kematian dari
seekor hewan. Biasanya untuk melengkapi hasil diagnosa yang akurat harus
ditunjang dengan hasil pemeriksaan dari beberapa laboratorium penunjang,
seperti bakteriolagi, virology, parasitologi, patologi klinik, toxicology dsb.
Nekropsi tidak akan dapat mengungkapkan semua penyebab dari suatu penyakit ,
penyebab kejadian suatu penyakit, kebanyakan berhubungan dengan manajemen,
termasuk pemenuhan nutrisi yang buruk, kekurangan pakan dan
minum, ventilasi yang tidak mencukupi, sanitasi yang buruk, unggas mengalami
kedinginan atau kepanasan, dan populasi yang berlebihan. Keadaan serupa tadi
memerlukan pemeriksaan lapangan untuk menentukan penyebab masalah.
Nekropsi seringkali dilakukan untuk dapat mengidentifikasi proses penyakit
infeksius, defisiensi nutrisi, keracunan, penyakit parasitik, dan tumor.
Diagnosa penyakit secara cepat dan akurat sangat diperlukan dalam upaya
pengendalian maupun pemberantasan penyakit. Diagnosa penyakit sangat
tergantung pada pengetahuan dan informasi tentang berbagai hal mengenai
sejarah penyakit, tanda klinis, perubahan-perubahan pasca mati dan tes-tes
laboratorium. Nekropsi atau pemeriksaan bedah bangkai merupakan teknik yang
sangat penting dalam penegakan diagnosa penyakit. Pemeriksaan hasil nekropsi
berdasarkan perubahan patologi, untuk penyakit dapat ditentukan dengan hanya
melihat perubahan makroskopis (Murtidjo 1992).
Nekropsi (pemeriksaan postmortem) dilakukan untuk menentukan kausa
penyakit dengan melakukan diskripsi lesi makroskopis dan mikroskopis dari
jaringan dan dengan melakukan pemeriksaan serologis dan mikrobiologis yang
memadai. Pemeriksaan postmortem dilakukan bila ditemukan adanya penurunan
produksi, terdapat tanda-tanda yang jelas akan sakit atau diketahui adanya
peningkatan jumlah kematian, dan atas permintaan klien. Pada umumnya ada 2
macam cara nekropsi yaitu : (1). Seksi lengkap, dimana setiap organ / jaringan
dibuka dan diperiksa. (2) seksi tidak lengkap, bila kematian / sakitnya hewan
diperkirakan menderita penyakit yang sangat menular/ zoonosis (anthrax, AI,
TBC, hepatitis dsb). Nekropsi harus dilakukan sebelum bangkai
mengalami autolisis, jadi sekurang-kurang 6 – 8 jam setelah kematian.

1.2 Tujuan
Tujuan Nekropsi dilakukan untuk menentukan kausa penyakit berdasarkan
pemeriksaan makroskopis maupun mikroskopis pada organ-organ tubuh hewan dan
mengetahui perubahan-perubahan patologis anatomi pada organ-organ yang terserang
penyakit.

1.3 Landasan Teori


Akoso (2000) menyatakan bahwa pada prinsipnya, bedah bangkai
mengeluarkan organ-organ yang dihinggapi virus tertentu. Pada bedah bangkai,
jika menggunakan ayam mati (bangkai ayam) sebaiknya tidak menggunakan
ayam yang mati lebih dari 6 jam, karena pada ayam tersebut terdapat
mikroorganisme yang mendeposisi tubuh dan ada proses autolisis yaitu
penghancuran sendiri organ-organ tubuh dan terjadi perubahan patologi anatomi.
Ada beberapa hal yang menjadi perhatian supaya hasil pemeriksaan menjadi
akurat, antara lain jenis penyakit, kondisi pasien, umur bangkai, jumlah sampel,
dan tempaat pelaksanaan. Selain itu, penilaian bedah bangkai berdasarkan
perubahan-perubahan pada organ atau jaringan yang diperiksa, yaitu ukuran
organ pada ayam penderita, warna pada organ yang diperiksa, tepi organ, bidang
sayatan, dan konsistensi.
Prosedur yang harus dilaksanakan bila akan melakukan bedah bangkai ada 3
yaitu : 1. Melakukan anamnesisi selengkapnya, unuk memperoleh gambaran
perjalanan penyakit 2. Melakukan pemeriksaan klinis, untuk mendapatkan
gambaran penyakit yang lebih objektif 3. Mempersiapakan sampel-sampel untuk
pemeriksaan lebih lanjut, jika hasil pemeriksaan belum meyakinkan. (Bambang
A 1992).
Ukuran organ pada ayam penderita, jika membesar disebut hipertropi, jika
mengecil disebut atropi, dan jika tumbuh ganda disebut hyperplasia. Sedangkan
apabila berwarna kemerahan menunjukan adanya pendarahan, organ berwarna
pucat menunjukan kurangnya nutrisi, warna kebiruan menujukan kurangnya
suplai oksigen, keracunan jaringan. Tepi organ yang tumpul menunjukan organ
telah membesar dari ukuran normal. Bidang sayatan berlemak berminyak
menunjukan adanya akumulasi lemak dalam jaringan, berair menunjukkan
adanya akumulasi air dalam jarigan, dan campuran keduanya menunjukan
adanya gangguan organik oleh metabolisme penyakit. Konsistensi yang
keras/rapuh menujukan adanya nekrosis/kematianjaringan pada organ dan pada
konsistensi lunak organ telah terakumulasi dengan eksudat

BAB II
METODE

2.1 Waktu dan Tempat


Nekropsi anjing dilaksanakan di Rumah Sakit Hewan Pendidikan fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada hari Rabu, 8 November2017.

2.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain peralatan nekropsi
seperti sarung tangan, masker, scalpel, needle holder, tang tulang, pinset
shirurghis. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ayam broiler yang
telah disembelih terlebih dahulu.

2.3 Teknik Nekropsi Unggas


Ayam dibaringkan pada bagian dorsal dan dibuat suatu irisan pada kulit di
bagian medial paha dan abdomen pada kedua sisi tubuh. Paha ditarik ke bagian
lateral dan diteruskan irisan dengan pisau sampai persendian coxo femoralis.
Irislah kulit pada bagian medial dari kaki / paha dan periksa otot dan persendian
pada daerah tersebut. Buat irisan melintang pada kulit daerah abdomen, lalu kulit
ditarik ke bagian anterior dan irisan tersebut diteruskan ke daerah thorax sampai
mandibula. Irisan pada kulit juga diteruskan ke bagian posterior di daerah
abdomen. Perhatikan warna, kualitas, dan derajat dehidrasi dari jaringan sub-
kutan dan otot-otot dada.
Buat irisan pada otot di daerah brachialis (kiri dan kanan) untuk memeriksa
nervus dan plexus brachialis. Buat irisan melintang pada dinding peritoneum, di
daerah ujung sternum (procesus xyphoideus) ke arah lateral. Di buat juga suatu
irisan longitudinal di daerah abdomen melalui linea mediana ke arah posterior
sampai daerah kloaka. Cara ini akan membuka cavum abdominalis. Buat suatu
irisan longitudinal melalui m. pectoralis pada kedua sisi sternum sepanjang
persendian kostokondral semua costae mulai dari posterior ke anterior. Pada
bagian anterior, irisan pada kedua sisi thorax harus bertemu pada daerah rongga
dada, setelah memotong tulang choracoid dan clavicula. Cara ini akan membuka
rongga dada. Periksa kantung udara di daerah abdominalis dan thorakalis.
Periksa juga letak berbagai organ di dalam cavum thorax dan abdominalis sesuai
posisinya tanpa menyentuh organ tersebut. Jika akan mengambil sampel untuk
isolasi bakteri, jamur, virus harus dilakukan secara aseptis. Perhatikan
kemungkinan terhadap adanya cairan, eksudat, transudat atau darah di dalam
rongga perut dan rongga dada.
Saluran pencernaan dapat dikeluarkan dengan memotong oesophagus pada
bagian proksimal proventrikulus. Tarik seluruh saluran pencernaan ke arah
posterior dengan memotong mesenterium sampai pada daerah kloaka. Periksa
bursa fabrisius terhadap abnormalitas tertentu. Hepar, lien dikelurkan dan
dilakukan pemeriksaan. Buat irisan secara longitudinal pada proventrikulus,
ventrikulus, intestinum tenue, coecum, colon dan cloaka. Periksa terhadap
kemungkinan adanya lesi dan penyakit.
Saluran reproduksi dikeluarkan dan oviduct di iris secara longitudinal
kemudian periksa ovarium yang meliputi stroma dan folikelnya. Periksa ureter
dan ren pada posisinya. Organ tersebut dikeluarkan untuk dilakukan pemeriksaan
yang lebih lanjut. Nervus dan plexus ischiadichus di periksa setelah otot abductor
pada bagian medial paha dipisahkan. Bangkai di balik hingga kepala menghadap
operator. Dibuat irisan pada sisi kiri sudut mulut, diteruskan ke pharynx,
oesophagus dan ingluvies. Periksa terhadap adanya abnormalitas pada organ
tersebut. Periksa glandula thyroidea dan parathyroidea di daerah trachea. Iris
secara longitudinal melalui larynx, trachea, bronkus sampai ke pulmo. Organ
tersebur dapat dikeluarkan secara bersamaan setelah pulmo diangkat dari
perlekatannya. Pemeriksaan pulmo terhadap ukuran, warna, konsistensi bidang
irisan dan uji apung. Pemeriksaan jantung terhadap keadaan perikardium, ukuran,
warna dan apek cordis. Jantung diperiksa dengan membuat irisan longitudinal
melalui atrium dan ventrikel kiri dan kanan atau irisan melintang di daerah
ventrikel.
Paruh dipotong bagian atas secara melintang di daerah dekat mata sehingga
cavum nasi dan sinus infraorbitalis dapat diperiksa terhadap adanya cairan.
Semua persendian diperiksa dengan membuat irisan pada kulit diantara kaput dan
sulkus persendian. Pemeriksaan tendo, khususnya tendo gastrocnemius dan tendo
flexor digitalis. Untuk memeriksa otak, kulit dan tulang leher di daerah
persendian diiris sehingga foramen magnum dan medulla oblongata kelihatan.
Otak dapat dikeluarkan sebagai berikut : kulit di daerah kepala dibuka, kemudian
dibuat irisan dengan gunting dari foramen magnum ke arah os frontalis yang
membentuk sudut 40 pada kedua sisi tulang tengkorak. Selanjutnya dibuat irisan
melintang yang menghubungkan kedua sudut mata luar. Melalui irisan tersebut
tengkorak dibuka. Setelah tengkorak terbuka, meninges di iris, kemudian bulbus
olfactorius, nervi cranialis dipotong sambil mengeluarkan seluruh bagian otak.
Hypofisis cerebri yang masih terlekat pada tulang tengkorak dikeluarkan dengan
mengiris durameter yang mengelilingi sella tursica. Sinus paranasales dan sinus
lainnya diperiksa dengan membuat suatu potongan melalui garis median hidung.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Nekropsi


Kondisi hati yang normal yaitu berwarna merah kecoklatan, konsistensi
kenyal dan kantong empedu berukuran 2 cm dan berwarna hijau tua. Kondisi ini
dapat dikatakan hati dalam keadaan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat
Nickel et al., (1997) bahwa hati yang normal yaitu memiliki warna merah cerah,
konsistensi normal dan ukuran yang pas sesuai umur dan jenis ayamnya.
Menurut Mc Lelland (1990) bahwa hati yang normal berwarna coklat kemerahan
atau coklat terang dan bila pakan yang diberikan berlemak tinggi maka warna
dari hati akan menjadi kuning. Namun pada praktikum yang dilakukan hasil
nekropsi dari hati ayam mengalami perihepatitis dengan gambaran makroskopis
seperti di bawah ini :

Gambar 1. Perihepatitis pada hati ayam

Perihepatitis adalah peradangan dan penebalan kapsul hepatik (paling sering


pada permukaan anteroinferior kanan) yang terlihat pada 40-60% kasus penyakit
radang panggul. Karena terjadi ketika mesenterium terlibat (misalnya sindrom
Fitz-Hugh-Curtis), dapat dibayangkan bahwa kondisi lain yang menyebabkan
serositis di dekat lentur hati, seperti IBD atau SLE, dapat menyebabkan temuan
serupa.

BAB IV
PENUTUP

3.1 Simpulan
Dari hasil nekropsi menunjukkan secara umum kondisi ayam broiler dalam
kondisi baik karena tidak ditemukanya parasit seperti cacing pada pencernaan
ayam. Namun ditemukan adanya perihepatitis atau peradangan dan pengkapsulan
pada hati ayam ditandai dengan warna kuning pada selaput hati. Hasil ini
menunjukkan terdapat gangguan pada hati ataupun terkena penyakit lain seperti
IBD, namun tidak dapat diketahui dengan jelas.
DAFTAR PUSTAKA

Akoso B. 2000. Kesehatan Sapi. Yogyakarta (ID) : Kaninus


Bambang A. 1992. Sapi Potong. Jakarta : Penebar Swadaya
Mc lelland, J. 1990. A. Colour Atlas of Avian Anatomy. London (UK) : Walfe
Publishing
Murtidjo BA.1992. Beternak pada Ayam Broiler. Yogyakarta (ID) : Kanisius
Nickel, R. A., A. Schummer, E. Seiferie, W. G. Siller and R. A. L. Wight. 1997.
Anatomy of The Domestic Birds. Verlap Paul Parey, Berlin

Anda mungkin juga menyukai