Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH PENANGANAN KASUS

STUDI KASUS DAN PENGOBATAN PADA


FELINE CALICIVIRUS

Disusun oleh:
Kelompok G PPDH Semester Genap Periode 2019/2020
Anndini Eka Pratiwi, SKH B94192043
Viki Yudis Adisaputra, SKH B94192065
Nanda Fadli Kurnia, SKH B94192080
Ellana Diah Pravitaningsih, SKH B94192082

Dosen Pembimbing:
Dr. Bayu Febram Prasetyo, SSi, Apt, MSc

BAGIAN RESEPTIR DAN APLIKASI OBAT


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2020
LEMBAR PENGESAHAN

PROGRAM PENDIDIKAN KEDOKTERAN HEWAN


LAPORAN AKHIR ILMU RESEPTIR DAN APLIKASI OBAT

Oleh:
Anndini Eka Pratiwi, SKH B94192043
Viki Yudis Adisaputra, SKH B94192065
Nanda Fadli Kurnia, SKH B94192080
Ellana Diah Pravitaningsih, SKH B94192082

Disetujui oleh

Koordinator Mata Kuliah Ilmu Reseptir Dosen Pembimbing


Divisi Farmasi Veteriner Divisi Farmasi Veteriner

Dr Bayu Febram Prasetyo, SSi, Apt, MSc Dr Bayu Febram Prasetyo, SSi, Apt, MSc
NIP. 197702242005011003 NIP. 197702242005011003

Diketahui oleh

Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan


Fakultas Kedokteran Hewan IPB

Prof Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet


NIP. 196308101988031

Tanggal Pengesahan:
iii

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kucing merupakan salah satu hewan kesayangan yang banyak dipelihara


oleh manusia. Tidak jauh berbeda dengan manusia, kucing juga rentan terserang
penyakit. Penyakit yang sering terjadi pada kucing terutama gangguan pada
saluran pernapasan atau biasa disebut catflu. Flu pada kucing dapat disebabkan
oleh virus. Beberapa jenis virus yang dapat menyebabkan flu pada kucing, yaitu
Feline Herpes Virus (FHV), Feline Calicivirus (FCV), dan H1N1. Namun
penyebab flu yang paling sering terjadi pada kucing adalah akibat dari infeksi
Feline Calicivirus (FCV).
Feline Calicivirus (FCV) merupakan salah satu penyakit yang disebabkan
oleh virus dari famili caliciviridae. Virus ini menyerang sistem pernapasan bagian
atas pada kucing. Prevalensi FCV bervariasi tergantung pada lingkungan. Virus
ini bereplikasi dalam jaringan lidah dan pernapasan, kemudian dikeluarkan
bersama air liur, feses, urin dan sekresi pernapasan. Calicivirus ditularkan melalui
udara, oral, discharge, dan sisa muntah pada kucing yang terinfeksi. Kucing yang
terinfeksi biasanya menyebarkan virus selama dua minggu (Foley dan Janet
2005). Setelah periode ini, kucing yang terinfeksi tidak akan melepaskan virus
lagi (Coyne et al 2006). Infeksi sekunder dapat menyebabkan penyakit yang lebih
parah dan menyerang pernapasan bagian bawah.
Pengobatan kucing penderita Feline Calicivirus (FCV) hanya didasarkan
pada gejala klinis yang terlihat. Manajemen kandang dan pakan yang tepat juga
harus dilakukan. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
kucing. Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari terjangkit virus ini
adalah dengan cara vaksin secara rutin serta.

Tujuan
Mengetahui jenis obat dan cara penulisan resep obat pada kucing penderita
Feline Calicivirus (FCV) serta mengetahui alternatif lain yang dapat digunakan
untuk mengatasi kasus ini.

TINJAUAN PUSTAKA

Kucing merupakan hewan kesayangan yang sangat diminati masyarakat


hingga saat ini. Tingginya minat terhadap hewan piara tersebut tidak lepas dari
pengawasannya terhadap kesehatan hewan tersebut (Saputro et al. 2015). Hal ini
karena beberapa penyakit yang diderita atau menginfeksi kucing dapat juga
menular kepada manusia maupun sebaliknya (zoonosis) (Arimbi 2010).
Salah satu penyakit yang dapat menyerang kucing adalah Feline
Calicivirus. Virus ini merupakan virus dari golongan Calciviridae, yang memiliki
saah satu tanda klinisnya berupa ulserasi pada bagian mulut. Prevalensi virus ini
tyerhadao kucing sangat tinggi hingga 25–40% (Scherke et al. 2013). Virus ini
iv

dapat menimbulkan beberapa gangguan yaitu penyakit saluran pernapasan akut


dan gangguan pada bagian oral (Radford et al. 2014). Gejala klinis yang
ditunjukkan kucing yang terinfeksi adalah terdapat ulserasi pada rongga mulut
yang menyerupai bentuk sariawan (Efendi dan Wydia 2017). Selain itu, terdapat
peradangan pada mata dan hidung, hipersalivasi, suhu tubuh 40-41°C, serta
konsistensi cairan hidung yang keluar lebih kental (Susetyo 2004).
Penyebaran virus ini dapat secara langsung melalui kontak dengan hewan,
melalui air liur, cairan yang keluar dari hidung dan mata, serta kotoran yang
terinfeksi. Selain itu, secara tidak langsung melalui kandang, lantai, tempat tidur
kucing, tempat makan dan air minum, hingga baju dan tangan manusia yang tidak
steril dapat menyebarkan virus calici ini. Masa inkubasi virus ini 2-4 hari. Kucing
yang terinfeksi virus ini dapat sembuh total dan terbebas infeksi virus ini hingga 2
tahun dengan pengobatan tepat dan berlangsung (Radford 1998).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kausa

Feline calicivirus (FCV) merupakan famili virus Caliciviridae yang dapat


menginfeksi berbagai macam hewan vertebrata, termasuk kucing, kelinci, ternak,
reptil, burung, dan amfibi (August dan Bahr 2006). Beberapa strain FCV terdapat
pada kucing liar dan domestik. Virus bermutasi dengan mudah, menyebabkan
strain baru yang mungkin tidak sepenuhnya dapat diatasi oleh vaksin yang ada.
Strain bervariasi dalam tingkat keparahan penyakit dengan gejala klinis yang
relatif sama. Kemampuan virus untuk bermutasi dapat menjelaskan mengapa
setelah 40 tahun vaksinasi terhadap FCV, wabah masih sering terjadi.
FCV paling umum terjadi di lingkungan multi-kucing. Resiko terpapar
kucing lebih tinggi di tempat penampungan dan toko hewan peliharaan. Virus ini
menyebar melalui kontak langsung dengan air liur, discharge hidung, dan sekresi
air mata kucing yang terinfeksi serta melalui tetesan aerosol yang menyebar ketika
kucing bersin. Tes laboratorium juga mendeteksi virus dalam discharge, urin,
feses, dan darah. Kucing biasanya menularkan virus selama sekitar dua atau tiga
minggu setelah infeksi, tetapi beberapa kucing menjadi pembawa jangka panjang,
dan terus melepaskan virus selama berbulan-bulan (Radford et al. 2014).
FCV adalah virus kuat yang bertahan di permukaan hingga satu bulan di
lingkungan tertentu. Manusia yang menangani kucing yang terinfeksi dapat secara
tidak sengaja mentransfer virus ke hewan baru. Benda-benda yang bersentuhan
dengan cairan tubuh kucing, seperti mangkuk makanan, kotak sampah atau tempat
tidur, juga bisa menjadi sumber infeksi.
Setelah terkena FCV, masa inkubasi berlangsung dua hingga 14 hari
sebelum gejala muncul (Radford et al. 2014). Virus ini awalnya menginfeksi
lapisan belakang mulut. Setelah virus bereplikasi, kemungkinan menyebar melalui
aliran darah ke organ lain. Namun, FCV secara istimewa menginfeksi lapisan
mulut dan jaringan di dalam paru-paru. Sebagian besar kucing mengalami infeksi
v

saluran pernapasan atas dan dalam kasus yang lebih parah, virus berpindah ke
paru-paru di mana ia menyebabkan pneumonia.
Gejala Klinis dan Komplikasi

Gejala kucing akan tergantung pada strain FCV yang menginfeksinya.


Awalnya kucing akan menampakkan gejala seperti pilek, bersin, hidung
tersumbat, demam, dan kadang mengeluarkan air liur (Darling 2012). Discharge
dalam jumlah besar bisa berasal dari mata dan hidung. Dalam kasus yang lebih
parah, kucing juga bisa mengalami radang dan ulkus di lidah dan lapisan mulut.
Kelesuan, ketimpangan ringan, dan kurang nafsu makan juga dapat terjadi. Gejala
klinis yang nampak terdapat pada gambar 1 dan 2.

Gambar 1 Kucing yang terinfeksi calicivirus dengan gejala mata berair, pilek,
sesak napas, dan salivasi

Gambar 2 Ulkus lidah (kiri), ulkus lidah disertai perdarahan (kanan)

Gejala tersebut dapat bertahan dari lima hingga 10 hari dalam kasus ringan
dan mencapai enam minggu pada yang lebih parah. Selama perjalanan penyakit,
infeksi bakteri oportunistik juga dapat terjadi. Kucing dapat mengalami penurunan
berat badan dan infeksi, juga dapat menyebabkan aborsi pada kucing hamil
(Radford et al. 2014). Kebanyakan kucing sembuh total, tetapi beberapa akan
terus mengembangkan bentuk kronis gingivitis yang menyebabkan gusi tebal dan
meradang, yang membuat kesakitan pada saat makan. Kucing tua dan anak kucing
muda lebih cenderung menderita gejala yang lebih parah (August dan Bahr 2006).
Kucing yang mengalami FCV-VSD (Feline Calicivirus-Virulent Sistemic
Disease) akan memiliki gejala yang jauh lebih parah, dengan gejala demam tinggi,
pembengkakan kepala dan kaki, serta luka berkerak dan rambut rontok pada
hidung, mata, telinga, dan tapak kaki. Mulut dan telinga bisa berubah kekuningan
vi

karena kerusakan hati, dan dapat terjadi perdarahan di bawah kulit dan di saluran
pencernaan. FCV-VSD berakibat fatal pada 60% kucing yang menderita penyakit
ini (Darling 2012).

Diagnosa Penunjang

Umumnya FCV dapat di deteksi tanpa pemeriksaan laboratorium. Dokter


hewan akan memeriksa gejala kucing dengan melakukan physical examination.
Namun, jika beberapa kucing terinfeksi atau kucing tersebut ditampung bersama
yang lain, dokter hewan dapat mengambil sampel usap dari mata, hidung atau
mulut. Sampel usap ini akan dikirim ke laboratorium untuk menguji keberadaan
virus. Laboratorium juga dapat menguji sampel jaringan atau serum.
Laboratorium komersial mendeteksi keberadaan FCV melalui reverse
transcriptase PCR (RT-PCR), sebuah prosedur yang mendeteksi segmen bahan
genetik yang khusus untuk calicivirus (Darling 2012). Pengujian komersial tidak
dapat membedakan antara galur FCV ringan dan galur yang lebih ganas yang
menyebabkan FCV-VSD (Gaskell et al 2007).

. Pencegahan

Vaksin tidak sepenuhnya dapat menekan FCV, tetapi sangat mengurangi


keparahan infeksi jika kucing terpapar. Menurut Gaskell et al 2007 beberapa
vaksin dikombinasi untuk melawan FCV, vaksin herpesvirus kucing tipe 1 dan
vaksin virus panleukopenia kucing (penyebab distemper kucing) dapat diberikan
bersama melalui tetes hidung atau injeksi. Vaksin yang diberikan melalui hidung
mengandung bentuk virus yang dimodifikasi, sementara vaksin yang disuntikkan
berupa modifikasi virus hidup yang tidak aktif. Pada kucing yang menerima
vaksin hidung dapat terjadi bersin selama empat hingga tujuh hari setelah
vaksinasi.
Setelah anak kucing mencapai usia enam hingga delapan minggu, harus
menerima vaksin setiap tiga hingga empat minggu, dengan booster terakhir
diberikan setelah usia 16 minggu. Jika kucing sudah lebih tua dari 16 minggu,
diberikan dua dosis vaksin, terpisah tiga hingga empat minggu (Gaskell et al
2007). Kucing harus menerima booster setiap tiga tahun, kecuali jika berada
dalam lingkungan multi-kucing yang berisiko tinggi, dalam hal ini kucing harus di
vaksinasi ulang setiap tahun. Bahkan kucing yang telah pulih dari infeksi
calicivirus harus menerima booster tambahan, karena mungkin tidak dilindungi
terhadap jenis virus lain.

Pengobatan

Saat ini belum ada pengobatan untuk menghentikan virus, tetapi kucing
dapat diberikan terapi suportif untuk menjaga dan meningkatkan kekebalan tubuh.
Namun, untuk pencegahan dapat dilakukan vaksinasi secara rutin dimulai pada
usia 7 minggu. Umumnya kucing yang terinfeksi dapat pulih dengan perawatan di
vii

rumah, tetapi kucing dengan kondisi sangat parah memerlukan perawatan intensif.
Pemberian terapi cairan dan suplemen juga diperlukan selama proses pengobatan.
Terapi farmakologi yang dapat diberikan dalam penanganan FCV antara lain:

1. Terapi Cairan (Infus)


Ringer Laktat
Nama paten : Otsu Ringer Laktat.
Kandungan : Sodium laktat, sodium klorida, potassium klorida,
kalsium klorida dan air.
Mekanisme : Ringer laktat bekerja sebagai sumber cairan dan elektrolit
kerja serta diuretik. Memiliki efek alkalis, dimana ion laktat
dimetabolisasi menjadi air dan CO2 yang menggunakan
H+ sehingga menyebabkan turunnya tingkat keasaman.
Indikasi : Tetani hipokalsemik, ketidakseimbangan elektrolit tubuh,
luka bakar, diare, gqgal ginjal akut, hipokalemia,
hipokalsemia, kekurangan banyak cairan, pasien dengan
hipertensi dan aritmia
Dosis : Infus IV 100, 250, dan 500 ml tergantung kebutuhan,
pengobatan yang sedang dijalani, kondisi dan berat
badan pasien.
Kontraindikas : Pasien dengan alergi terhadap sodium laktat.
i
Keterangan : Larutan steril yang digunakan sebagai penambah cairan
dan elektrolit tubuh. Dapat bertindak sebagai alkalisator
untuk mengurangi keasaman
(Anief M 2006)

2. Anti Inflamasi Non Steroid (NSAID)


Ibuprofen
Nama paten : Aknil, Bufect, Proris 200, 400, 600, 800 mg tablet.
Indikasi : Antipiretik, analgesik dan antiinflamasi.
Dosis : 1-2 mg/kg BB, keamanan tidak terjamin pada anjing dan
kucing.
Efek samping : Belum dilaporkan.
Keterangan : Direkomendasikan sebagai antipiretik pada kucing.
(Wientarsih et al. 2017)

3. Mukolitik
Bromhexin
Nama paten : Brolexan, Bisolvon.
Indikasi : Meredakan batuk berdahak, sekretolitik pada
bronkopulmonari akut dan kronik terkait sekresi mukus
yang abnormal dan gangguan saluran mucus (Syamsuni
2006).
Dosis : tablet 1-2 mg/ekor oral PO.
Efek samping : Hipersensitivitas, syok, reaksi anafilaktik,
brinkospasmus, mual, muntah, diare, nyeri perut bagian
atas, ruam dan urtikaria.
viii

Keterangan : Mukolitik dengan level kandungan kimia rendah.

4. Antibiotik
Doxycycline HCl
Nama paten : Vibramycin Colidox (IOHI) 10 mg/ml suspensi, 10 mg
tablet oral, 100 mg vial via injeksi
Indikasi : Antibiotik tetrasiklin. Bakteriostatik dengan spektrum
luas untuk bakteri, beberapa protozoa, ricketsia, dan
ehrlichia.
Mekanisme Terikat pada ribosom subunit 30S dan menghambat
kerja sintes protein.
Dosis : Kucing: bentuk dry pill secara oral, diberikan bersama
sedikitnya 6 ml air sebagai pelarut. Infeksi: 5 mg/kg PO
atau IV s12j, berikan dengan makanan jika terjadi
gangguan GI, hindari penggunaan pada hewan dan
hewan dengan penyakit hati.
Efek samping : Beberapa efek samping doxycycline tidak dilaporkan.
Keterangan : Percobaan farmakokinetik sudah dilakukan pada hewan
kecil, namun belum ada uji klinis. Terutama digunakan
untuk infeksi ricketsia dan ehrlichia pada anjing.
Doxycycline infus IV hanya stabil untuk 12 jam pada
temperatur kamar dan 72 jam pada refrigerator.

(Wientarsih et al. 2017)

Chloramphenichol
Nama paten : Chloramex (kapsul 250, 500 mg, sirup 125 mg/4 ml, vial
1 g), Erlamphenichol 1% (salep mata).
Indikasi : Antibakteri dengan spektrum luas.
Mekanisme : Menghambat sintesa protein dan mengikat ribosom.
kerja
Dosis : Kucing 12,5-20 mg/kg s12j PO.
Efek samping : Supresi tulang belakang pada penggunaan dosis tinggi
atau terapi jangka panjang. Himdari penggunaan pada
hewan bunting dan neonatal.
Keterangan : Berinteraksi dengan golongan barbiturat karena karena
chloramphenichol menghambat enzim mikrosom
hati.Chloramphenichol palmitat membutuhkan enzim
aktif dan harus diberikan cepat.

(Wientarsih et al. 2017)

5. Immunomodulator
Imboost (Echinachea Extract)
Nama paten : Imboost
Indikasi : Suplemen untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan
terapi suportif untuk kasus pernapasan akut dan kronis
pada anjing dan kucing.
ix

Dosis : 0,1-0,2 ml/kg untuk anjing dan kucing.


Efek samping : Reaksi alergi pada hewan sensitif imboost.

Keterangan : Diberikan untuk meningkatkan daya tahan tubuh selama


proses pengobatan. Jangan diberikan kepada hewan
dengan penderita leukositosis dan sclerosis.
(Wientarsih et al. 2017)

Selain terapi farmakologi, manajemen kandang dan perawatan intensif


juga harus diberikan agar proses persembuhan lebih cepat dan tidak terjadi
penyebaran virus. Menurut August dan Bahr (2006) manajemen yang harus
dilakukan antara lain:
 Isolasi kucing, untuk mencegah kucing lain terpapar dengan memisahkan
kucing pada kandang khusus.
 Menjaga kebersihan tempat pakan dan minum, kandang serta litter. Cairan
desinfektan seperti lysol dan dettol dapat digunakan untuk menjaga
kebersihan kandang.
 Jaga hidung dan mata kucing tetap bersih dari discharge dengan
dibersihkan setiap beberapa saat atau dapat membersihkan menggunakan
saline atau bila perlu digunakan nebulizer bila pernapasan terhambat.
 Pemberian pakan basah & berbau harum untuk merangsang nafsu makan.

PENUTUP

Simpulan

Feline calivivirus merupakan penyakit flu pada kucing yang dapat dicegah
penularannya dengan memotong rantai penyebarannya dari hewan terutama dari
kucing dengan multispesies. Penanganan penyakit ini dapat dilakukan dengan
penggunaan beberapa jenis antibiotik dan imunomodulator serta dapat dicegah
dengan pemberian vaksin.

DAFTAR PUSTAKA

Anief M. 2006. Farmasetika. Yogyakarta(ID): Gadjah Mada University Press.


Arimbi. 2010. Suspec feline infectious peritonitis (FIP) pada kucing ras. Vet Med.
1(2): 109-114.
August JR, Bahr A. 2006. Chronic Upper Respiratory Disease: Principles of
Diagnosis and Management. Di dalam: August JR, editor. Consultations in
Feline Internal Medicine.Volume 5. Philadelphia (US): Elsevier.
Darling T. 2012. Infectious Viral Disease: Canine and Feline Herpesvirus. Di
dalam: Garcia J, Hall M, Merrill L, editor. Small Animal Internal Medicine
x

for Veterinary Technicians and Nurses. Iowa (US): John Wiley &
Sons.Coyne K, Dawson S, Radford A, Cripps P, Porter C, McCracken C,
Gaskell R 2006. Long-term analysis of feline calicivirus prevalence
and viral shedding patterns in naturally infected colonies of domestic
cats. Vet Microbiol 118 (1-2):12.
Efendi C, Wydia S. 2007. Solusi Permasalahan Kucing. Jakarta (ID): Swadaya.
Foley, Janet E. 2005. “Calicivirus: Spectrum of Disease”. In August, John R.
(ed.). Consultations in Feline Internal Medicine Vol. 5. Elsevier
Saunders. ISBN 0-7216-0423-4.
Gaskell R, Dawson S, Radford A, Thiry E. 2007. Feline herpesvirus. Vet Res.
38:337-354.doi: 10.1051/vetres:2006063.
Radford AD, Coyne KP. Dawson S, Porter CJ, Gaskel RM. 2014. Feline
calcivirus. J of Vir. 9:4482-4490
Saputro DT, Jusak, Sutomo E. 2015. Sistem pakar untuk menentukan penyakit
kucing menggunakan metode certainty faktor. JSIKA. 2: 1-8
Scherk MA. Ford RB, Gaskel RM, Hartman K, Hurley KF, Lappin MR, Levy JK,
Little SE, Nordone SK, Sparkes AH. Disease information fact sheet feline
calicivirus. J of fel Medi and sur. 15:785-808
Susetyo BR. 2004. Panduan Memelihara Kucing Persia. Jakarta (ID): Agromedia
Pustaka
Syamsuni. 2006. Ilmu Resep. Jakarta(ID): Buku Kedokteran EGC.
Wientarsih I, Prasetyo BF, Madyastuti R, Sutardi LN, Akbari RA. 2017. Obat-
Obatan untuk Hewan Kecil Edisi Revisi. Bogor (ID): IPB Press.

Anda mungkin juga menyukai