Anda di halaman 1dari 5

FELINE CALICIVIRUS

FAJRI VIMA SANANDA


1802101020119

DIBAWAH BIMBINGAN
DRH. ROSLIZAWATY, M. P

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2019
FELINE CALICIVIRUS

ETIOLOGI

Feline calicivirus merupakan penyakit infeksi virus famili caliciviridae.

Penyakit ini sangat patogen pada kucing dan menyebar luas. Virus ini

menyebabkan gangguan saluran pernapasan bagian atas dan mulut. Virus ini

merupakan virus RNA untai tunggal, tidak berselubung, sense positif genom

RNA sekitar 7,7 kb. Struktur kapsid virus ini adalah iksohedral, calicivirus

stabil di lingkungan dan resisten terhadap inaktivasi oleh panas dan bahan

kimia seperti, eter, kloroform, dan deterjen (King dkk., 2012; Hanzel dkk.,

2012).

Gambar 1. Struktur calicivirus (King dkk., 2012)


PATOGENESA

Transmisi virus dapat terjadi secara langsung dari kucing terinfeksi kepada

kucing sehat atau adanya kontaminasi dari tangan pemilik ataupun peralatan

kandang yang tercemar virus. Kucing terinfeksi melalui rute nasal, oral, atau

konjungtiva. Tempat utama replikasi virus tersebut adalah oropharynx.

Viremia terjadi 3-4 hari setelah terjadi infeksi, dan virus dapat terdeteksi di

jariangan. Virus ini menginduksi terjadinya nekrosis sel epitel. Vesikel

biasanya terdapat di tepi lidah dan berkembang menjadi ulser, di daerah yang

terserang pada bagian dermis terdapat infiltrasi neutrofil. Kucing yang telah

sembuh dari penyakit ini dapat menjadi karier, pada kucing karier virus ini

terlokalisasi di epitel tonsil (Radford dkk., 2009).

GEJALA KLINIS

Gejala klinis feline calicivirus bergantung kepada virulensi, umur kucing, dan

pemeliharaan. Gejala klinis yang dapat ditemukan adalah ulser pada mulut,

bersin, keluarnya cairan serous dari hidung. Dapat diikuti oleh demam,

terkadang terjadi hipersalivasi karena erosi pada lidah dan anoreksia. Erosi

biasanya hilang dalam beberapa hari. Feline calicivirus juga dapat

menyebabkan ginggivitis dan stomatitis kronis. Pada kasus yang parah dapat

mengakibatkan pneumonia yang menyebabkan dispnoea, batuk, demam, dan

juga depresi (Radford dkk., 2009).


Gambar 1. Ulser pada lidah (Radford dkk., 2009).

DIAGNOSA

Diagnosa tidak dapat dilakukan hanya dengan melihat gejala klinis, tetapi

harus disertai pemeriksaan laboratorium. Diagnosa penyakit ini dapat

dilakukan dengan deteksi virus dan antigen serta deteksi antibodi. Deteksi

virus dan antigen dilakukan dengan isolasi virus dan deteksi asam nukleat

dengan metode Reverse Transciptase-PCR (RT-PCR). Deteksi antibodi dapat

dilakukan dengan metode ELISA (Scherk dkk., 2013).

DIFFERENSIAL DIAGNOSA

Differensial diagnosa dari feline calicivirus adalah feline rhinotracheitis, feline

herpes virus, dan chlamidyosis.

TERAPI

Prinsip terapi terhadap FCV adalah mengisolasi kucing yang terinfeksi.

kemudian kucing yang terinfeksi harus diistirahatkan dan diberikan terapi

yang bersifat suportif. Kucing sebisa mungkin dicegah dari kejadian dehidrasi

dengan pemberian cairan secara IV. Asupan makanan sangat penting.


Multivitamin maupun obat pengurang rasa sakit dapat diberikan jika

diperlukan. Cairan pada hidung harus selalu dibersihkan dengan NaCl

fisiologis (Bush. 1991).

Antiviral untuk feline calicivirus belum dapat digunakan. Ribavirin merupakan

antivirus yang mampu menghambat replikasi feline calicivirus secara in vitro,

namun penggunaannya dapat menyebabkan efek samping dan keracunan

pada kucing (Radford dkk., 2007).

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan program vaksinasi, dan

menjaga kebersihan lingkungan serta kandang pemeliharaan (Radford dkk.,

2009).

DAFTAR PUSTAKA

Bush, BM. 1991. Interpretation of laboratory Result for Small Animall Clinicians.
Blackwell Scientific Publications, London.
Henzel A., M.C.S. Brum, C. Lautert, M. Martins, L. T. Lovato, and R. Weiblen. 2012.
Isolation and identification of feline calicivirus and feline herpesvirus in
Southern Brazil. Brazilian Journal of Microbiology. 560-568
King, A.M.Q., M.J. Adams, E.B. Carstens, and E.J. Lefkowitz. 2012. Virus Taxonomy
Classification and Nomenclature of Viruses. London, Elsevier.
Radford, A.D., D. Addie, S. Belak, C.B. Baralon, H. Egberink, T. Frymus, T.G. Jones, K.
Hartmann, M.J. Hosie, A. Lloret, H. Lutz, F. Marsilio, M.G. Pennisi, E. Thiry, U.
Truyen, and M.C. Horzinek. 2009. Feline calicivirus infection ABCD guidelines
on prevention and management. Journal of Feline Medicine and Surgery. 11:
556-564.
Radford, A.D., K.P. Coyne, S. Dawson, C.J. Potter, and R.M. Gaskell. 2007. Feline
calicivirus. Vet. Res. 38: 319-335.
Scherk, M.A., R.B. Ford, R.M. Gaskel, K. Hartmann, K.F. Hurley, M.R. Lappin, J.K. Levy,
S.E. Little, S.K. Nordone, and A.H. Sparkes. 2013. Disease information fact
sheet: feline calicivirus. Journal of Feline Medicine and Surgery. 15.

Anda mungkin juga menyukai