Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN

(PPDH)
ROTASI INTERNA HEWAN KECIL
RUMAH SAKIT HEWAN JAKARTA (RSHJ)

Kasus:
Feline Infectious Peritonitis pada Kucing
Oleh:
Anindya Nurrachmi Kusumaningtyas
15013010111033

PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

Feline Infectious Peritonitis pada Kucing


Anamnese
Seorang klien membawa kucing persia jantannya ke RSHJ yang bernama
Cookie pada tanggal 10, 18, 24 Desember 2015 dengan keluhan nafsu makannya
berkurang dan perutnya membesar. Kucing Cookie yang biasanya aktif menjadi
pasif.

Gambar 1. Anjing Marsya


Signalement
Nama Hewan : Cookie
Umur Hewan : 4 bulan
Jenis Hewan : Kucing
Ras

: Persia

Warna Bulu

: Coklat

Jenis Kelamin : Jantan


Status Present
Berat Badan

: 0,7 Kg

Suhu

: 39,0

Defekasi

: Normal

Urinasi

: Normal

Vomit

: Tidak ada

Batuk

: Tidak ada

Flu

: Tidak ada

Discharge mata

: Tidak ada

Discharge hidung

: Tidak ada

Auskultasi paru-paru : Tidak ada kelainan


Auskultasi jantung

: tidak ada kelainan

Palpasi Abdomen

: terasa cairan pada abdomen

Limfonodus

: tidak ada kelainan

Membran mukosa

: ikterus

Palpasi trakea

: tidak ada kelainan

Telinga

: tidak ada kelainan

Oral

: tidak ada kelainan

Kulit

: tidak ada kelainan

Temuan Klinis
Berdasarakan pemeriksaan fisik, kucing Cookie mengalami ascites (penimbunan
cairan dirongga abdomen.
Pemeriksaan Lanjutan
Pemeriksaan lanjutan dilakukan dengan pemeriksaan rivalta test dan pemeriksaan
mikroskopis cairan FIP.
Diagnosa
Feline Infectious Peritonitis
Diferensial diagnosa
Lymphoma dan Bacterial Peritonitis
Prognosa
Mala/ Pesima/ Infausta

Pemeriksaan Penunjang
Rivaltas Test

Hasil Uji : Positif Eksudat


Blood Smear

Hasil Uji : Neutrofilia

Pembahasan
Feline Infectious Peritonitis (FIP) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh feline coronavirus (FcoV), yakni virus RNA yang dapat dengan
mudah bermutasi. Terdapat dua tipe FcoV yakni Feline Enteric Corona Virus
(FECV) dan Feline Infectious Peritonitis Virus (FIPV). Kedua virus ini tidak
memiliki perbedaan secara genetik, namun menimbulkan akibat yang berbeda
pada kucing yang terinfeksi. Pada beberapa kasus, kucing yang menderita FECV
dapat mengalami FIPV, karena virus FECV bermutasi menjadi FIPV, sedangkan
FIPV yang merupakan hasil mutasi tidak dapat bermutasi lagi. Feline Coronavirus
dapat bertahan hidup selama 7 minggu dalam lingkungan yang kering dan dapat
ditransmisikan secara indirect (via litter tray, sepatu, baju dll). Diferensial
diagnosa dari penyakit ini adalah lymphoma dan bacterial peritonitis, karena
penyakit ini menunjukan gejala yang sama yakni ascites.
FIPV biasanya menyerang kucing yang berumur 3 bulan hingga 2-3 tahun.
Infeksi FIP sering terjadi di lingkungan dengan kondisi yang padat (breeding
cattery). Kucing yang rentan terinfeksi FCOV adalah kucing yang kontak dengan
feses kucing yang asimtomatik. Gejala yang umumnya muncul pada kasus FIP
adalah lethargy, anoreksia, berat badan yang menurun drastis, demam yang naik
turun, pertumbuhan yang tidak normal pada kitten, dan ikterus. FIP menunjukan
bentuk klinis effusive (wet/ basah) dan non-effusive (dry/ kering). FIP dengan
bentuk effusive akan menunjukan gejala ascites (penimbunan cairan dirongga
abdomen), pleural effusion sehingga mengakibatkan gejala dyspnea, tachpynea,
dan cyanotic moucous membran. FIP dengan bentuk non-effusive akan
menunjukan gejala klinis sesuai dengan organ yang terinfeksi. Gambaran darah
yang sering muncul pada kasus FIP adalah leukopenia pada awal infeksi,
leukositosis dengan neutrofilia dan limfopenia, serta hiperbilirubinemia dan
hiperbilirubinuria. Pada kasus kucing Cookie, bentuk FIP yang muncul adalah
effusive dengan gejala ascites atau penimbunan cairan di rongga abdomen.
Patogenesis dari FIP sehingga dapat menyebabkan ascites adalah FcoV
menginfeksi monosit, kemudian monosit yang terinfeksi melepaskan sitokin

seperti TNF dan IL 1. Sitokin tersebut akan menyebabkan ekspresi adhesi pada
endhotel. Monosit yang terinfeksi akan kontak dengan molekul adhesi dan lengket
di endotelium. Terjadi interaksi antara monosit dengan berbagai molekul adhesi.
Monosit kemudian melepaskan metalloproteinase yang akan melemahkan
pertautan antar sel endotel dan menyebabkan diapedesis dan keluarnya sel plasma.
Monosit

kemudian

berdiferensiasi

menjadi

makrofag

yang

aktif

yang

mensekresikan sitokin proinflamasi yang menyebabkan lebih banyak molekul


adhesi yang diekspresikan yang akan bereaksi dengan lebih banyak monosit,
PMN neutrofil, dan limfosit. Sel tersebut kemudian bergabung dan membentuk
perivaskuler polygranuloma menjadi lesi FIP. Sel tersebut melepaskan sitokin dan
kemokin yang menarik banyak monosit ke lesi FIP, sehingga menyebabkan
monosit melepaskan metalloproteinase lebih banyak dan merusak pertautan antar
sel endotel. Plasma darah menjadi keluar dan berada di abdomen sehingga
menyebabkan ascites.
Pada pemeriksaan mukosa gusi dan mata, kucing Cookie menunjukan
warna kuning atau ikterus. Berdasarkan mekanismenya, ikterus dapat dibedakan
menjadi ikterus pra-hepatik, ikterus hepatik, dan ikterus post-hepatik. Ikterus
karena infeksi virus termasuk ikterus hepatik (masalah terjadi di hati). Corona
virus dapat menyerang berbagai organ seperti hati. Organ hati berfungsi
merombak sel darah merah yang akan menghasilkan produk utama berupa
bilirubin. Bilirubin kemudian diekstraksi dari darah oleh hepatosit dan secara aktif
diekstraksi ke empedu. Dalam keadaan normal sejumlah kecil bilirubin diabsrobsi
oleh usus untuk kembali ke darah dan sewaktu-waktu dikeluarkan melalui urin.
Karena terjadi masalah dihati akibat infeksi virus, billirubin tidak bisa diekresikan
ke feses dan kembali beredar didarah dalam jumlah yang tinggi atau
hiperbilirubinemia, sehingga tertinggal di mukosa-mukosa seperti mata dan gusi
menyebabkan warna kuning/ ikterus. Bilirubin yang terlalu tinggi kembali ke
darah, akan dibawa ke ginjal dan akhirnya dikeluarkan lewat urin menyebabkan
hiperbilirubinuria.

Diagnosa diambil berdasarkan gejala klinis yang muncul, riwayat


penyakit, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Tes yang dapat digunakan untuk
mendiagnosa

FIP

adalah

immunofluorescent

staining

terhadap

antigen

coronavirus, rivaltas test, dan PCR. Pada kasus kucing Cookie, pemeriksaan
penunjang yang digunakan adalah Rivaltas test. Rivaltas test adalah tes
sederhana untuk membedakan cairan transudat dengan cairan eksudat. Teknik
Rivaltass test adalah dengan meneteskan cairan efusi yang telah diwarnai dengan
metilen blue pada tabung yang berisi cairan terdestilasi dengan asam asetat. Efusi
akibat FIP, akan menghasilkan eksudat yang bersisi molekul proinflamasi yang
akan mengambang dan jatuh perlahan seperti ubur-ubur. Jika hasilnya negatif atau
transudat, efusi akan jatuh kebawah. Pada kasus kucing Cookie, pemeriksaan
dengan Rivaltas test menunjukan hasil positif eksudat. Cairan eksudat tersebut
kemudian dilakukan pemeriksaan mikroskopis dan ditemukan neutrofilia yang
merupakan tanda yang menciri pada FIP.
Tidak ada terapi yang efektif untuk FIP, terapi yang diberikan bersifat
suportif. Terapi yang dapat diberikan adalah obat-obatan, abdominocentensis dan
eutanasia. Pada kasus kucing Cookie, obat yang diberikan berupa antibiotik
ampisilin yang bersifat broad spectrum untuk menghindari infeksi sekunder dan
vitamin Biosalamin. Abdominocentesis adalah teknik untuk mengeluarkan masa
air dalam rongga abdomen. Pada teknik abdominocentesis, cairan yang
dikeluarkan tidak boleh semua dalam satu waktu, hal ini disebabkan akan
mengakibatkan syok karena gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh. Jumlah
cairan yang dikeluarkan adalah 1/3 bagian atau dalam kasus kucing Cookie adalah
100 ml.
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari penularan FIP
adalah dengan memelihara 3 ekor kucing dalam 1 rumah, rutin membersihkan
litter, menjauhkan tempat makan dari litter karena rute penularannya via fecaloral, dan membersihkan lingkungan dengan detergent dan desinfektan jika
ditemui kasus FIP.

Penutup
Kesimpulan
Feline Infectious Peritonitis adalah penyakit dengan prognosa yang
bersifat infausta. Terapi yang diberikan bersifat suportif karena tidak ada obat
yang efektif untuk kasus FIP.
Saran
Apabila memungkinkan pada kasus Feline Infectious Peritonitis yang lain
dilakukan pemeriksaan lanjutan seperti imunofluorscent antigen dan PCR.

Daftar Pustaka
Addie, Diane et al. Feline Infectious Peritonitis ABCD Guidelines on Prevention
and Management. Journal of Feline Medicine and Surgery 2009(11) 595604.
Barker, Emi and Taker, S. Feline Infectious Peritonitis, How Can We Get A
Diagnosis?. www.felineupdate.oc.uk
Norsworthy, Gary D et al. The Feline Patient Fourth Edition. Wiley Blackwell.
Tilley, Larry P., and Smith, FWK Jr. The 5 Minute Veterinary Consult Canine and
Feline Third Edition.

Anda mungkin juga menyukai