255 spesies dengan penyebaran hampir seluruh dunia. Bulunya khas berwarna
abu-abu, cokelat atau merah muda, dengan bercak-bercak kontras berwarna lebih
cerah. Sayap dan ekornya menunjukkan banyak variasi dalam bentuk dan ukuran,
tetapi tungkainya biasanya pendek, kecuali pada beberapa spesies darat memiliki
Paruhnya rata-rata kecil, lunak pada pangkalnya dan keras pada ujungnya dan
pangkal paruh sebelah atas terdapat tonjolan daging yang pada beberapa spesies
berat badan berkisar antara 350-550 gram dengan panjang tubuh 12,5-40 cm.
3
4
Umur maksimal yang bisa dicapai 15 tahun dan umumnya usia jantan lebih
mengerami hingga menetas. Dewasa kelamin saat berumur 5 bulan, mulai bertelur
umur 7-8 bulan dengan rata-rata jumlah telur 2 butir diinkubasi selama 17 sampai
merpati hias, merpati pos, merpati balap, dan merpati pedaging (Suparman, 2007).
Avian Pox
Etiologi
Avianpox virus ini termasuk dalam genus Avipoxvirus dan merupakan virus
DNA. Virus ini yang termasuk dalam sub-family Chordopoxfirinae dan family
yaitu Fowlpoxvirus, Pigeon pox virus, Canary pox virus, dan Quail pox virus.
Secara umum Avian pox virus menyerang ayam, kalkun, burung merpati, burung
kenari, burung gereja dan burung jalak. Fowlpox virus dapat ditemukan pada
ayam, kalkun, burung mutiara, burung puyuh, itik, dan burung jenis psittacine
pada segala umur. Sedangkan Pigeon pox virus dapat ditemukan pada burung
kenari, merpati, ayam dan burung gereja. Canary pox virus ditemukan pada
burung kenari, ayam dan burung gereja. Quail pox virus dapat ditemukan pada
ayam yang kebal terhadap Fowl pox virus (El-Mahdy et al., 2014; Tabbu, 2000).
5
Avian pox virus bereplikasi dan matang pada sitoplasma sel yang terinfeksi.
Virus ini dapat ditularkan melalui burung liar dan insekta seperti nyamuk (El-
Mahdy et al., 2014). Menurut Saif (2008), virus pox berbentuk seperti batu bata
dengan ukuran 330x280x200 nm. Lapisan terluar virus ini terdiri dari beberapa
tubulus permukaan. Virus ini memiliki inti ditengah dengan bentuk bikonkaf dan
Patogenesis
Virus pox dapat ditularkan secara mekanik melalui kulit yang luka. Virus
ini dapat menular melalui ayam sakit ke ayam lain. Pada daerah panas, nyamuk
(insekta) merupakan salah satu vektor mekanik yang dapat menyebarkan virus
melalui mata. Setelah itu, virus dapat memasuki duktus lakrimal dan dapat
menginfeksi saluran pernapasan atas. Penularan pox juga dapat terjadi melalui
oral maupun inhalasi melalui kropeng yang mengandung virus (Saif, 2008; Tabbu,
2000).
6
Gejala klinis
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh virus ini dapat ditemukan dua bentuk
yaitu bentuk kutaneus atau bentuk lesi difterik. Pox bentuk kutaneus ditandai
dengan lesi berbentuk nodular pada pial, balung, kelopak mata, sekitar paruh dan
daerah lain yang tidak ditumbuhi bulu dengan warna kuning sampai kecoklatan.
Sedangkan pox bentuk difterik ditandai dengan adanya lesi yang berwarna
kekuningan pada membran mukosa mulut, esophagus atau trakea (Tabbu, 2000).
Perubahan patologik
Virus pox masuk ke dalam epitel, kemudian menyebar sel satu ke sel
lainnya secara lokal, didukung oleh produksi faktor pertumbuhan epidermal yang
menyebabkan viremia (Tabbu, 2000). Pox bentuk kutaneus tersifat oleh adanya
hyperplasia epitel yang bersifat lokal pada epidermis dan folikel bulu, yang
pembentukan foki yang berwarna kelabu dan meningkat ukurannya serta berubah
menjadi warna kuning. Lesi yang berdekatan akan bersatu dan menjadi kasar serta
berwarna kelabu atau cokelat tua. Vesikula kan berkembang menjadi pustula dan
sampai hitam. Sedangkan pada lesi difterik, akan terlihat adanya nodul yang
berwarna putih keruh pada membrane mukosa. Noduli akan meningkat dalam
berwarna kuning mengeju. Jika selaput tersebut dilepas maka akan terjadi
7
pendarahan (Tabbu, 2000). Lesi pox bentuk kutaneus dan bentuk difterik dapat
A B
Gambar 3. Lesi kutaneus pox (A) nodul pada kepala, (B) nodul pada kelopak mata
(Mahmoud, 2015)
Gambar 4. Lesi difterik pox pada rongga mulut sampai esophagus (Saif, 2008).
Gambaran terpenting dari lesi yang ditimbulkan oleh virus pox bentuk
kutaneus maupun difterik yaitu hyperplasia pada sel epitel, degenerasi hidropik
yang disertai oleh radang, meliputi heterofil, limfosit dan makrofag. Selain itu,
akan ditemukan adanya benda inklusi yang bersifat eosinofilik dan terletak di
A B
Columbicola columbae
penggigit. Kutu ini tidak memakan darah, tetapi memakan bulu-bulu halus pada
bulu bagian sayap, kutu ini juga bisa berpindah dari sayap ke bagian tubuh hospes
dan memakan bagian basal dari bulu pada tubuh hospesnya (Levine, 1994)
memiliki 3 pasang kaki, antenna 3-5 segmen tidak dilindungi antennal groove,
tidak terdapat palpus maxillaris. Tubuh coklat hitam, panjang sekitar 2 mm, tubuh
menempelkan diri pada bulu. Penularan dapat terjadi dengan cara kontak langsung
nimfa. Dalam waktu 1-3 minggu nimfa makan dan menyilih atau moulting 3-5
Menopon gallinae
menciri dengan bagian caput yang besar dengan mandibula tipe penggigit yang
pendek dan lebar, bagian dahi agak melengkung dengan sudut samar-samar pada
bagian posterior berbentuk kerucut. Panjang kutu ini ±3,5 mm, Menopon gallinae
betina memiliki bagian posterior yang lebih runcing dan bagian tepi terdapat bulu-
bulu halus, sedangkan pada jantan memiliki bagian posterior yang membulat dan
Kutu ini tidak mempunyai sayap dengan siklus hidup metamorfosis yang
di sekitar lubang tubuh. Kutu ini tidak terlalu patogen pada unggas dewasa,
Menopon gallinae biasanya meningkat pada kondisi kesehatan ayam yang buruk
karena parasit internal, penyakit infeksi lain, malntrisi, dan sanitasi yang buruk
A B
Gambar 7. Morfologi kutu Menopon gallinae (A) Betina, (B) Jantan (Yevstafieva,
2015).
10
Siklus hidup kutu dimulai dari telur hingga dewasa, terjadi pada tubuh
menetas di dasar bulu (4-7 hari). Secara normal kutu hanya makan produk bulu.
(Prastowo dan Priyowidodo, 2014). Kutu betina akan bertelur sebanyak 200-300
hidupnya bersifat metamorfosis tidak sempurna, berawal dari telur yang menetas
menjadi nimfa yang bentuknya mirip bagian dewasa namun ukurannya lebih kecil,
kemudian mengalami pergantian kulit selama tiga kali dan menjadi dewasa. Masa
pertumbuhan dari telur menjadi dewasa membutuhkan waktu selama 2-3 minggu
Ascaridia columbae
ukuran lebih besar dari jantan. Cacing jantan dewasa memiliki ukuran panjang
22,2 mm dengan lebar 533 µm, ciri – ciri cacing jantan memeiliki spikula pada
bagian posterior dengan panjang 1,17 mm dan memiliki 13 pasang papila kaudal.
Cacing betina memiliki panjang 25,9 mm dengan lebar 666 µm, pada bagian
posterior vulva agak ke tengah. Telur cacing Ascaridia galli berbentuk ellips
dengan dinding sel tebal dan halus, berukuran 65 – 78 x 45 – 52 µm. Telur tidak
dalam fase larva 2 dalam telur saat dieliminasi pada feses (Wehr dan Hwang,
1964).
11
A B C
(stadium infektif). Telur yang dikeluarkan dalam feses akan berkembang menjadi
larva 1 dalam telur setelah 15 hari dalam suhu ruangan. Saat hari ke 16 – 20 larva
1 berkembang menjadi larva 2 dalam telur dan menjadi stadium infektif dari
cacing ini. Larva kemudian keluar dan bermigrasi ke beberapa organ visceral.
Larva A. Columbae ditemukan pada hepar. Pada organ pulmo, duktus biliverus,
dan vena portae juga ditemukan larva (Wehr dan Hwang, 1964).
Haemoproteus columbae
darah dari genus Haemoproteus yang banyak terdapat pada burung dara atau
pembesaran hati, lien, ginjal dan gizzard, serta dapat menyerang paru-paru.
ditularkan kepada hospes primer melalui hospes perantara yaitu insekta penghisap
berada di dalam sel endotel organ viseral. Sporozoit masuk ke pembuluh darah,
merozoit dalam jumlah besar, yang kemudian merozoit masuk ke aliran darah.
selain itu adanya gangguan pernafasan, kelumpuhan dan kematian pada kasus
akut. Hepar, lien, ginjal dapat berubah menjadi merah hitam dan berukuran lebih
besar, perdarahan pada jantung dan edema pulmo pada infeksi Haemoproteus
13
columbae fase akut. Meskipun demikian infeksi protozoa ini tidak sellau parah