Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1

Latar Belakang
Dunia medis veteriner saat ini telah banyak mengalami perkembangan. Hal ini
dapat diketahui dari semakin meningkatnya kasus-kasus pada hewan kesayangan yang
sampai di meja operasi. Tindakan bedah tersebut diantaranya dilakukan di daerrah
abdomen. Jenis-jenis tindakan bedah yang sering dilakukan diantaranya adalah
laparotomi, cystotomi, histerektomi, ovarihisterektomi, kastrasi, caudektomi,
enterektomi dan lain sebagainya.
Testis merupakan organ primer dari alat reproduksi jantan yang menghasilkan
spermatozoa dan hormon-hormon reproduksi, khususnya testosteron. Saat dewasa
kelamin testis turun dari rongga perut ke dalam skrotum melalui kanalis inguinalis.
Contoh tindakan bedah yang dilakukan terhadap testis adalah kastrasi. Kastrasi atau
orchiectomy adalah tindakan bedah yang dilakukan pada testis, berupa pengambilan
atau pemotongan testis dari tubuh. Hal ini umumnya dilakukan untuk sterilisasi
(mengontrol populasi), penggemukan hewan, mengurangi sifat agresif, serta salah satu
pilihan terapi dalam menangani kasus-kasus patologi pada testis atau scrotum.
Kasus-kasus yang sering ditemukan antara lain: oedema scrotalis, tumor scrotalis,
orchitis (peradangan pada testis), tumor testis (sertoli cell tumor), monorchyde,
cryptorchyde, dermatitis scrotalis (exzeem scrotalis). Pada hewan yang muda kastrasi
dilakuklan dengan maksud mengurangi sifat agresif yang berhubungan dengan hormone
dan menggemukkan hewan, sedangkan pada hewan tua kastrasi cenderung dilakukan
pada kasus-kasus yang berkaitan dengan senilitas pada testis.

Tujuan
1
Untuk mempelajari teknik orchiectomy dengan baik dan benar
2
Untuk melakukan tindakan sterilisasi dan menekan pertambahan populasi

Manfaat
1
Agar mahasiswa mengetahui teknik orchiectomy dengan baik dan benar
2
Agar hewan terhindar dari penyakit reproduksi dan menekan pertumbuhan
populasi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Orchiectomy / Kastrasi
Sistem reproduksi jantan terdiri dari dua testes ( testikel ) yang terbungkus di
dalam skrotum. Testis menghasilkan spermatozoa ( sel kelamin jantan ) dan testosterin
atau hormon kelamin jantan. (Frandson, 1993)
Orchidektomi atau kastrasi adalah sebuah prosedur operasi / bedah dengan tujuan
membuang testis hewan. Kastrasi ini dilakukan pada hewan jantan dalam keadaan tidak
sadar (anastesi umum) (Waluyo, 2009).
Menurut Deni (2012) kastrasi merupakan suatu tindakan operasi untuk
menghilangkan testis dari rongga scrotum. Kastrasi dilakukan pada beberapa hal dimana
diharapkan hasil operasi ini dapat memperbaiki sifat buruk dan untuk merubah
temperamen yang tidak menyenangkan pada anjing dan kucing. Kadang-kadang hasilnya
tidak begitu memuaskan pada beberapa kasus dan dengan beberapa pertimbangan operasi
tidak direkomendasikan jika terjadi perubahan degeneratif, infeksi pada testis atau terjadi
kelukaan.
Metode kastrasi dibagi menjadi dua macam yaitu :
1. Metode terbuka
Sayatan dilakukan sampai tunika vaginalis communis, sehingga testis dan epididimis
tidak lagi terbungkus.
2. Metode tertutup
Sayatan hanya sampai pada tunika dartos, sehingga testis masih terbungkus oleh
tunika vaginalis communis. Pengikatan dan penyayatan pada funiculus spermaticus.
Kucing yang akan dikebiri harus dalam keadaan sehat. Sebagian besar kucing
dikebiri ketika berumur 5 8 bulan. Para ahli perilaku hewan menyarankan mengkebiri
kucing sebelum memasuki masa puber, karena dapat mencegah munculnya sifat /
perilaku kucing yang tidak diinginkan.
2.2 Keuntungan dan Kerugian Orchiectomy
Keuntungan kastrasi, antara lain :
1) Mencegah kelahiran anak kucing yang tidak diinginkan
Salah satu keuntungan mengkebiri kucing adalah mencegah kelahiran anak kucing
yang tidak diinginkan. Selain menjaga populasi kucing tetap terkendalikan, tindakan
ini juga memungkinkan pemilik kucing bisa merawat kucing-kucingnya dengan
maksimal.
2) Kurang agresif terhadap kucing lain.
Testosteron adalah hormon kelamin jantan. Hormon ini mempengaruhi banyak polapola perilaku pada kucing jantan. Salah satu perilaku yang banyak dipengaruhi
hormon testosteron adalah perilaku agresi. Setelah kebiri, perilaku ini cenderung
berkurang banyak. Spraying/Urine marking Spraying/urine marking adalah salah satu
perilaku alami kucing jantan yang tidak di kebiri. Sebagian besar perilaku ini hilang
setelah kucing di kebiri.
3) Tidak suka berkeliaran
Kucing betina yang sedang birahi mengeluarkan feromon yang dapat menyebar
melalui udara. Feromon ini dapat mencapai daerah yang cukup jauh. Kucing jantan
dapat mengetahui dimana letak kucing betina yang sedang birahi melalui feromon ini,
lalu kemudian mencari dan mendatangi sang betina meskipun jaraknya cukup jauh.

4)

5)

6)

7)

Kucing jantan yang telah dikebiri cenderung tidak bereaksi terhadap feromon ini dan
lebih suka diam di dalam rumah.
Lebih jarang terluka
Keuntungan medis lain dari kebiri adalah jarangnya kucing terluka akibat berkelahi
dengan kucing lain. Semakin jarang terluka semakin kecil juga kemungkinan terkena
penyakit yang dapat menular melalui luka/kontak.
Peningkatan genetik
Beberapa kucing dikebiri karena mempunyai/membawa cacat genetik. Diharapkan
kucing-kucing cacat tersebut tidak dapat lagi berkembang biak, sehingga jumlah
kucing-kucing cacat dapat dikurangi.
Mengurangi resiko tumor & gangguan prostat
Tumor dan gangguan prostat lebih sering terjadi pada anjing, pada kucing jarang
sekali terjadi. Sebagian besar gangguan pada prostat berhubungan dengan hormon
testosteron yang dihasilkan oleh testis. Tindakan kebiri menyebabkan hewan tidak
lagi menghasilkan hormon tersebut, sehingga resiko tumor dan gangguan pada prostat
dapat dikurangi.
Cenderung lebih manja
Sebagian besar perilaku agresif pada kucing jantan dipengaruhi hormon testosteron.
Kucing yang dikebiri cenderung tidak agresif dan lebih manja.

Kelemahan dari kucing yang dikastrasi antara lain:


1) Kegemukan atau obesitas. Rata-rata seekor kucing jantan yang dikastrasi
membutuhkan asupan kalori sebanyak 25% untuk menjaga berat badannya dank
arena kucing yang dikastrasi memiliki rata2 proses metabolisme makanan yang
rendah maka asupan nutrisi tersebut akan disimpan menjadi lemak, sehingga
menimbulkan kegemukan.
2) Kehilangan untuk memperoleh keturunan yang potensial /berharga terutama untuk
para breeder.
3) Penurunan kadar testosterone mengakibatkan kehilangan sifat maskulinasi dan
penurunan fungsi otot-otot badan. Penurunan kadar testosteron juga mengakibatkan
penundaan penutupan pertumbuhan tulang panjang, sehingga kucing yang dikastrasi
pertumbuhan tulang-tulang ekstremitasnya lebih panjang dibandingkan yang tidak
dikastrasi.
2.3 Persiapan Pre Operasi
Sebelum melakukan tindakan operasi, terlebih dahulu dilakukan persiapan
operasi. Adapun persiapan yang dilakukan adalah persiapan alat, bahan, obat, persiapan
ruangan operasi, persiapan hewan kasus dan operator.
a. Persiapan Alat, Bahan, dan Obat
Sterilisasi alat dengan menggunakan autoclave selama 15 menit, kecuali
gunting dan jarum disterilkan dengan dengan menggunakan alkohol 70%. Tujuan
dilakukan sterilisasi alat adalah untuk menghindari kontaminasi dari alat pada luka
operasi yang dapat menghambat kesembuhan luka (Sudisma et al., 2006). Alat-alat
operasi dipersiapkan dalam keadaan steril yang diletakkan secara urut dan rapi diatas
tatakan steril di dekat meja operasi.
Pada hewan kecil, premedikasi yang digunakan yaitu Atropin sulfat 0,025%
dengan dosis 0,04mg/kg BB secara subkutan. Untuk anestesi dapat dilakukan secara
lokal (field block), regional dan anestesi umum. Umumnya anastesi digunakan

campuran Xylazin 2 % dosis 2 mg/kg BB dengan Ketamin HCL 10% dosis 15 mg/kg
BB yang diberikan secara intramuskuler. Selain juga dipersiapkan antibiotik untuk
mencgah terjadinya infeksi sekunder.
b. Persiapan ruang operasi
Ruang operasi dibersihkan menggunakan desinfektan. Sedangkan meja operasi
didesinfeksi dengan menggunakan alkohol 70%. Penerangan ruang operasi sangat
penting untuk menunjang operasi, oleh karena itu sebelum diadakanya operasi
persiapan lampu operasi harus mendapatkan penerangan yang cukup agar
daerah/situs operasi dapat terlihat jelas.
c. Persiapan operator
Operator dan pembantu operator sebelum dan selama pelaksanaan operasi
harus selalu dalam kondisi steril. Sebelum operasi dilaksanakan, operator dan
pembantu operator mempersiapkan diri dengan mencuci tangan mulai dari ujung
tangan sampai batas siku, menggunakan air sabun, kemuadian dibilas dengan air
bersih yang mengalir, setelah itu tangan direndam dalam larutan antiseptik dengan
menggunakan larutan PK 4% atau alkohol 70%. Selama operasi, operator dan
pembantu operator harus menggunakan masker, topi operasi, dan sarung tangan yang
bersih serta pakaian khusus untuk operasi untuk mengurangi kontaminasi. Apabila
operator dan pembantu operator sudah dalam keadaan steril maka tidak boleh
bersentuhan atau memegang benda-benda yang tidak steril.
d. Persiapan hewan
Sebelum operasi dilakukan, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan kondisi
tubuh hewan secara umum. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah hewan
memenuhi syarat operasi atau tidak. Bila hewan dinyatakan memenuhi syarat, maka
operasi dapat dilaksanakan.
Pada hewan dengan kasus tertentu, seperti testicular neoplasia harus dievaluasi
terhadap metastase dan myelotoksisitas, terutama bila terjadi anemia dan feminisasi.
Myelotoksisitas umumnya dapat teratasi dalam 2-3 minggu setelah tumor diambil
tetapi dapat bersifat fatal apabila tidak mendapatkan terapi yang tepat.
Sebelum operasi hewan harus dipuasakan makan selama 12 jam dan puasa
minum selama 6 jam sebelum operasi dilakukan dengan tujuan agar kondisi usus
dalam keadaan kosong sehingga tidak muntah. Sehari sebelum operasi hewan
dimandikan bila rambutnya kotor, dikeringkan dengan handuk kering atau alat
pengering. Sebelum melaksanakan operasi, juga perlu ditimbang berat badan anjing
tersebut untuk menentukan dosis anastesi yang akan digunakan. Setelah itu dilakukan
pencukuran rambut, bagian tempat yang akan diincisi yaitu daerah skrotum sekitar
testis dan ekor ruas tertentu dibasahi dengan air sabun untuk memudahkan
pencukuran. Rambut tersebut dicukur searah dengan arah rebah rambut
menggunakan silet yang tajam lalu dibersihkan dengan air kemudian diolesi iodium
tincture atau povidone iodine (Komang, 2011).
2.4 Operasi
a. Katrasi Tertutup
1) Dilakukan anestesi lokal (infiltrasi) pada tempat yang akan diinsisi. Pada hewan
dewasa dapat dengan anestesi epidural atau general. Hewan diletakkan pada
posisi rebah dorsal. Dilakukan draping dengan single drape. Buat insisi
sepanjang kira-kira 3 cm yang cukup lebar untuk mengeluarkan testis

(tergantung ukuran hewan) melalui kulit pada raphae median (garis tengah)
skrotum sedikit di belakang bulbus penis.

Gambar 1. Insisi pada skrotum


2) Dengan menggunakan jari salah satu testis didorong ke luar insisi, dan irisan
dengan hati-hati diperdalam sampai tunica dartos dan fascia sehingga testis
menonjol melalui tempat insisi, dibantu dengan preparasi tumpul menggunakan
gagang scalpel.

Gambar 2. Mengeluarkan testis


3) Dengan menggunakan tangan kiri testis ditarik keluar dari insisi, potong
ligamentum skrotum dan fascia dengan cara menusuk fascia dengan ujung
skalpel dilanjutkan ke caudal.

Gambar 3. Memotong ligamentum skrotum dan fascia


4) Sisa-sisa ligamentum dan fascia didorong masuk ke dalam insisi
menggunakan gagang skalpel, dengan demikian yang masih tertinggal
adalah spermatic cord yang masih berada didalam tunica vaginalis yang
sekarang bebas terekspose.

Gambar 4. Mendorong masuk ligamentum dan fascia,


memperlihatkan spermatic cord
5) Tempatkan arteri klem pada spermatic cord bagian bawah, dan kemudian
dipotong sepanjang tepi arteri klem dengan menggunakan scalpel.

Gambar 5. Pemotongan spermatic cord


6) Buat ikatan fiksasi pada proksimal (dibawah) arteri klem. Ligasi dilakukan
dengan cara memasukkan benang ke bagian tengah potongan kemudian
disimpulkan di salah satu sisi potongan, kemudian diligasikan ke seluruh
potongan dan disimpulkan di tempat yang berseberangan menggunakan cat
gut chromic 2-0.

Gambar 6. Ligasi spermatic


7) Dilakukan pemeriksaan terhadap adanya perdarahan dan stabilitas ikatan,
baru kemudian arteri klem dilepas dan potongan dibiarkan masuk ke
lubang insisi.

Gambar 7. Melepas arteri


8) Dorong testis lainnya ke insisi kulit dan dilakukan prosedur yang sama
untuk membuang testis seperti di atas.

Gambar 8. Lakukan prosedur yang sama seperti


sebelumya pada testis yang satu lagi
9) Tutup insisi kulit menggunakan jahitan sederhana terputus menggunakan
benang non absorbable. Didesinfektan dengan Iodium Tincture 3% luka
operasi tersebut. Disuntikkan Penicillin kedalam luka operasi, dan oleskan
salep antibiotik. Diinjeksikan Vitamin B Compleks secara Intra muscular.
Jahitan kulit dibuka setelah 7 hari.

Gambar 9. Suturing
b. Kastrasi Terbuka
1) Hewan diletakkan pada posisi dorsal recumbency. Diperiksa keberadaan kedua
testis di dalam skrotum. Disiapkan secara aseptik pada daerah kaudal abdominal
dan medial paha. Hilangkan faktor-faktor yang dapat menyebabkan iritasi seperti
bulu, kotoran, dan kuman. Dilakukan anestesi lokal (infiltrasi) pada tempat yang
akan diinsisi. Hewan diletakkan pada posisi rebah dorsal. Dilakukan draping
dengan single drape dan pada daerah yang akan dioperasi (skrotum dan
preskrotum) dibiarkan terbuka.

Gambar 10. Anjing diposisikan baring


dorsal
2) Dengan jari tangan, dinding skrotum ditekan secara halus dan hati-hati di atas
salah satu testis lalu didorong ke arah bagian cranial skrotum.
3) Setelah dilakukan insisi pada kulit skrotum, dan fascia spermatika lalu
dilanjutkan menginsisi tunica vaginalis tepat di atas testis pada daerah raphae
median.

Gambar 11. Insisi pada kulit skrotum


4) Insisi diperlebar sampai testis yang ditekan bagian belakangnya menyembul
keluar lubang insisi, kemudian dipegang dan lebih ditarik keluar.

Gambar 12. Mengeluarkan testis


5) Mesorchium tipis yang menggantungkan testis dan epididymis mulai dari
spermatic cord di bagian cranial dan ekor epididymis di bagian caudal, diinsisi
dan spermatic cord dipotong dan diligasi menggunakan metode three forceps tie.

Gambar 13. Memotong spermatic cord dan melakukan

ligasi dengan metode three forceps tie


6) Testis yang masih menempel di tunica vaginalis parietalis dengan ligamen pada
ekor epididimis kemudian dipotong. Kadang-kadang perdarahan kecil pada
ligamen yang dipotong perlu diligasi.

Gambar 14. Memotong ligamen


7) Testis lainnya dibuang dengan cara yang sama melalui insisi kulit yang sama.
Bila diinginkan jaringan subkutan dijahit dengan benang catgut 3-0 dengan
jahitan secara interrupted atau continuous. Kulit ditutup dengan jahitan
interrupted sederhana menggunakan benang non absorbable (Fossum, 2005).

Terdapat metode lain tempat insisi skrotum untuk mengeluarkan testis yaitu
melalui insisi kulit yang dibuat diatas skrotum bagian ventral dan melalui tunica
vaginalis parietalis untuk mengekspose testis. Yang penting disini adalah drainage
bebas dari insisi pada tunica vaginalis dan kulit skrotum. Testis lainnya diambil
dengan cara yang sama melalui insisi terpisah. Jadi pada metode ini testis
dikeluarkan melalui dua insisi masing-masing di atas testis.
2.6 Pasca Operasi
Penanganan pasca operasi yang umum adalah hewan ditempatkan dalam kandang
yang bersih dan kering. Luka operasi diolesi betadine dan dikontrol kebersihannya,
diperiksa secara kontinyu selama 4-6 hari. Selama seminggu hewan diberikan antibiotik
dan makanan yang mempunyai nilai gizi yang cukup. Jahitan luka dapat dibuka setelah
bekas operasi kering dan benar-benar telah tertutup (Komang, 2011).

BAB III
METODOLOGI
1

Alat dan Bahan


1
Alat
Scalple dan blade
Pinset anatomis dan chirrurgis
Gunting tajam-tumpul, tajam-tajam dan tumpul-tumpul
Allis tissue forceps
Towel clamp
Needle
Needle holder
Towel/Drapes
Spy hook
Tali untuk restrain
Alas operasi dan Koran
Bak instrumen
Gurita
2

Bahan
Kucing betina dengan berat minimal 2 kg dan usia minimal 1 tahun
Tampon steril bulat & kotak
Benang catgut silk
Air sabun

Alkohol 70%
Betadine
Ketamin
Xylazine
Atropin sulfat
Amoxicillin
Betamox
Tolfenamic acid
Sanpicillin
NaCl Fisiologis
Alat pencukur rambut
Kasa steril

Cara Kerja
Kucing
-

Has

diberi premedikasi dengan menginjeksikan Atropin sulfat secara subcutan


ditunggu 15 menit
dianestesi dengan menginjeksikan ketamine + xylazine 1:1
direbahkan dan direstrain kucing dengan cara semua extremitas diikat dengan
tali pengikat ke kaki meja
setelah hewan hilang kesadaran, dicukur rambut bagian daerah skrotum sekitar
testis
diberi antiseptik berupa iodine dibagian tengah area yang akan diincisi dan di
ratakan dengan arah memutar keluar
dipasang drapes/towl dan dijepit dengan 2 towel clamp
diincisi dengan scalple blade pada bagian tengah kedua testis
dibersihkan darah yang keluar dengan menggunakan tampon
dengan jari tangan, dinding skrotum ditekan secara halus dan hati-hati di atas
salah satu testis lalu didorong ke arah bagian cranial skrotum.
Setelah dilakukan insisi pada kulit skrotum, dan fascia spermatika lalu
dilanjutkan menginsisi tunica vaginalis tepat di atas testis pada daerah raphae
median.
Insisi diperlebar sampai testis yang ditekan bagian belakangnya menyembul
keluar lubang insisi, kemudian dipegang dan lebih ditarik keluar.
mesorchium tipis yang menggantungkan testis dan epididymis mulai dari
spermatic cord di bagian cranial dan ekor epididymis di bagian caudal, diinsisi
dan spermatic cord dipotong dan diligasi
dipotong testis yang masih menempel di tunica vaginalis parietalis dengan
ligamen pada ekor epididimis kemudian
dibuang testis lainnya dengan cara yang sama melalui insisi kulit yang sama
setelah selesai meligasi, diberikan sanpicillin secara topikal
Kulit ditutup dengan jahitan interrupted sederhana menggunakan benang non
absorbable.
dimasukkan kucing ke dalam kandang yang dipasang lampu dan ditunggu
sampai sadar
setelah kucing sadar, diberi betamox dan Tolfenamic acid diulang 2 hari 1 kali
diberi bioplacenton 1 kali 1 hari

BAB IV
HASIL
1

Signalement
Nama
Jenis hewan
Kelamin
Ras/breed
Warna bulu/kulit
Umur
Berat badan
Tanda khusus

: Putih
: Kucing
: Jantan
: Domestik
: Putih
: 4 tahun
: 3,7 kg
: ekor panjang

Pemeriksaan Hewan Praoperasi


Temp
: 38,3 oC
Respirasi
: 32/menit
Berat badan
: 3,7 kg
CRT
: < 2 detik
Body condition
: Normal
System review
a Integumentary
b Otic
Normal
Normal
e Nervus
f Cardiovaskuler
Normal
Normal
i Lymphatic
j Reproduction
Normal
Normal
Form Operasi Laparotomy
Nama
: Putih
Jenis hewan
: Kucing

c
g
k

Optalmic
Normal
Respiration
Normal
Urinaria
Normal

d
h

Musculoskeletal
Normal
Digesty
Normal

Kelamin
Ras/breed
Temp
Respirasi
CRT
Pulsus

: Jantan
: Domestik
: 38,3 oC
: 32/menit
: < 2 detik
: 100/menit

KONTROL ANASTESI
Obat
Amoxicilli
n
Atropin
sulfat
Ketamin
Xylazine
Sanpicilin
Betamox
Tolfenamic
acid

Golongan Obat

DOSIS
(mg/Kg
BB)

Volume
KOSENTRASI
Obat
(mg/ml)
(ml)

Rute

ANTIBIOTIK

20

125/5

2,96

PO

PREMEDIKASI 0,04

0,148

SC

13.02

ANASTHESI
ANASTHESI
ANTIBIOTIK
ANTIBIOTIK

10
2

100
20

0,37
0,37

15

150

0,37

IM
IM
T
IM

13.21
13.21
14.56
16.57

ANALGESIK

40

0,3

SC

16.57

Perhitungan Dosis
1

Atropin
D : 0,04 mg/kg BB
K : 0,25 mg/mL
0,04 x 3 , 7
=0,148 mL
1

Ketamine
D : 10 mg/kg BB
K : 100 mg/mL
10 x 3 ,7
=0,37 mL
100

Xylazine
D : 2 mg/kg BB
K : 20 mg/mL
2 x3,7
=0,37 mL
20

Amoxicillin
D : 20 mg/kg BB

Waktu

K : 125/5 mg/mL = 25/1 mg


20 x 3 ,7
125/ 5 =2,96 mL
5

Betamox
D : 15 mg/kg BB
K : 150 mg/mL
15 x 3,7
=0,37 mL
150

Tolfenamic acid
D : 4 mg/kg BB
K : 40 mg/mL
4 x3,7
=0,37 mL
40

4 Form Monitoring Pasca Operasi


Tanggal
Pemeriksaan
29
Suhu : 34,3 oC
Septembe Pulsus : 72/menit
r 2015
CRT : < 2 detik
30
Septembe
r 2015

Suhu : 38,3 oC
Pulsus : 116 /menit
CRT : < 2 detik

1 Oktober
2015

Suhu : 38,5 oC
Pulsus : 100 /menit
CRT : < 2 detik

Appetice
Defekasi
Urinasi
SL
Appetice
Defekasi
Urinasi
SL

:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++

Appetice
Defekasi
Urinasi
SL

:-++++
:-++++
:-++++
:-++++

Terapi
T/ injeksi tolfen SC
dan Betamox IM
jam 16.57
T/pemberian
antibiotik
amoxicillin PO jam
06.30&18.30
Pembersihan luka
dengan NaCl dan
pemberian
Bioplasenton 1x
T/pemberian
antibiotik
amoxicillin PO jam
06.30&18.30
Pembersihan luka
dengan NaCl dan
pemberian
Bioplasenton 1x
injeksi tolfen SC

2 Oktober
2015

Suhu : 38 oC
Pulsus : 100/menit
CRT : < 2 detik

Appetice
Defekasi
Urinasi
SL

:-++++
:-++++
:-++++
:-++++

3 Oktober
2015

Suhu : 38,6 oC
Pulsus : 88/menit
CRT : < 2 detik

Appetice
Defekasi
Urinasi
SL

:-++++
:-++++
:-++++
:-++++

4 Oktober
2015

Suhu : 38,1 oC
Pulsus : 80/menit
CRT : < 2 detik

Appetice
Defekasi
Urinasi
SL

:-++++
:-++++
:-++++
:-++++

5 Oktober
2015

Suhu : 38,7 oC
Pulsus : 84/menit
CRT : < 2 detik

6 Oktober
2015

Suhu : 38,3 oC
Pulsus : 92 /menit
CRT : < 2 detik

7 Oktober
2015

Suhu : 38 oC
Pulsus : 108/menit
CRT : < 2 detik

Appetice
Defekasi
Urinasi
SL
Appetice
Defekasi
Urinasi
SL
Appetice
Defekasi
Urinasi
SL

:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++

jam 16.57
T/pemberian
antibiotik
amoxicillin PO jam
06.30&18.30
Pembersihan luka
dengan NaCl dan
pemberian
Bioplasenton 1x
T/pemberian
antibiotik
amoxicillin PO jam
06.30&18.30
Pembersihan luka
dengan NaCl dan
pemberian
Bioplasenton 1x
injeksi tolfen SC
jam 16.57
T/pemberian
antibiotik
amoxicillin PO jam
06.30&18.30
Pembersihan luka
dengan NaCl dan
pemberian
Bioplasenton 1x
T/ Pembersihan
luka dengan NaCl
dan pemberian
Bioplasenton 1x
T/ Pelepasan jahitan
Pemberian
Nebacetin powder

BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Analisa Prosedur
Prosedur yang dilakukan pada operasi orchiectomy atau kastrasi ini adalah yang
pertama kucing diberi premedikasi dengan menginjeksikan Atropin sulfat dengan dosis
0,148 ml secara subkutan dan ditunggu 15 menit. Premedikasi yaitu suatu substansi
yang terdiri dari sedativa atau tranquliser sebagai penenang dan substansi anti
kholinergik yang berguna untuk menekan produksi air liur agar hewan tidak
mengalami gangguan bernafas selama pembiusan. Selanjutnya, kucing dianestesi
dengan menginjeksikan ketamine dan xylazine dengan dosis masing-masing 0,37 ml
secara intramuskuler. Anastesi umum yaitu anestesi yang ditimbulkan oleh anestetika
yang mendepres hingga menyebabkan paralisa sementara pada susunan saraf pusat dan
akan menghasilkan hilangnya kesadaran dan refleks otot disamping hilangnya
perasaan sakit seluruh tubuh. Setelah hewan hilang kesadaran, dicukur rambut bagian
daerah skrotum sekitar testis, tujuannya untuk memudahkan saat incisi dan menghindari
kontaminasi dari rambut kucing. Lalu kucing direbahkan dan direstrain dengan cara
semua extremitas diikat dengan tali pengikat ke kaki-kaki meja agar kucing tidak
bergerak atau berontak pada saat dilakukan kastrasi. Kemudian bagian yang sudah
dicukur rambutnya diberi antiseptik berupa iodine dibagian tengah area yang akan
diincisi dan di ratakan dengan menggunakan tampon, tujuannya agar area sekitar incisi
steril dan menghindari kontaminasi. Setelah itu dipasang drapes/towl dan di tempatkan
lubang drapes pada bagian yang akan diincisi lalu dijepit drapes dengan 2 towel clamp
agar drapes tidak bergeser pada saat dilakukan operasi. Bagian yang terlihat pada
lubang drapes (bagian scrotum) diincisi dengan scalple blade tujuannya untuk
mengeluarkan testis dari scrotum. Dibersihkan dan agak ditekan darah yang keluar

dengan menggunakan tampon agar darah tidak menutupi jaringan dan untuk
menghentikan perdarahan. dengan jari tangan, dinding skrotum ditekan secara halus dan
hati-hati di atas salah satu testis lalu didorong ke arah bagian cranial skrotum. Setelah
dilakukan insisi pada kulit skrotum, dan fascia spermatika lalu dilanjutkan menginsisi
tunica vaginalis tepat di atas testis pada daerah raphae median. Insisi diperlebar sampai
testis yang ditekan bagian belakangnya menyembul keluar lubang insisi, kemudian
dipegang dan lebih ditarik keluar untuk mempermudah pemotongan testis. Mesorchium
tipis yang menggantungkan testis dan epididymis mulai dari spermatic cord di bagian
cranial dan ekor epididymis di bagian caudal, diinsisi dan spermatic cord dipotong dan
diligasi dengan kuat kemudian dipotong testis yang masih menempel di tunica vaginalis
parietalis dengan ligamen pada ekor epididimis lalu dibuang testis lainnya dengan cara
yang sama melalui insisi kulit yang sama. Setelah selesai meligasi, diberikan sanpicillin
secara topical, tujuannya untuk mencegah infeksi bakteri pada saat operasi. Kulit
ditutup dengan jahitan interrupted sederhana menggunakan benang non absorbable
yaitu silk. Selanjutnya kucing dimasukkan ke dalam kandang yang dipasang lampu dan
ditunggu sampai sadar untuk mengembalikan suhu normal kucing. Setelah kucing sadar,
diberi Betamox sebagai antibiotik dan Tolfenamic acid debagai analgesik diulang 2 hari
1 kali serta diberi bioplacenton 1 kali 1 hari sampai luka kering.
5.2 Analisa Hasil
5.2.1

Farmakologi
Atropin sulfat
Atropin digunakan sebagai premedikasi anestesi dengan tujuan utama
adalah menekan produksi air liur dan sekresi jalan nafas jugs mencegah reflek
yang menimbulkan gangguan jantung atau mencagah timbulnya bradikardi.
Walaupun begitu pemeberian atropin berpengaruh pada susunan saraf pusat
merangsang medolaoblongata, pada mats menyebabkan midriasis, saluran
nafas mengurai sekret hidung, mulut, faring dan bronkus, pada jantung
merangsang n.vagus sehingga bardikardi tidak nyata, saluran cerna adanya
penghambatan peristaltic usus dan lambung, otot polos akan terlihat adanya
dilatasi piala ginjal, ureter dan kandung kencing,sehingga kemungkinan
retensi urine , pada uterus tidak nyata, pada kelenjar eksokrin yang paling
nyata adalah pada kelenjar liur (Santosa,2010).
Ketamin
Merupakan obat yang unik digolongkan dalam anestesi disosiasi karena
keadaan status anestesinya/tidurnya tidak lazim, dimana hewan masih
melotot, otot-otot tampak kaku, masih mengeluarkan suara, seperti kesurupan
karena ketidaksadarannya sebagai akibat interupsi pada cerebrum, sistem
retikulars dan sistem limbik dan sebatas setinggi sistem thalamoneurocortical.
Reflek pharyng dan laryng hanya sedikit tertekan, ada rangsangan pada
cardiovaskuler dengan hipertensi dan tachicardii dan meningkatnya tekanan
cairan cerebrospninal, nafas terdepres dan terjadi hipotermis. Penggunaan
secara tunggal tidak dianjurkan untuk kerperluan operasi membuka rongga

perut dan rongga dada. Dalam prakteknya ketamin lebih bagus digunakan
pada kucing dan primata lainnya namun kurang balk digunakan pada
anjing , karena efek analgesinya tidak menentu. Ketamin ini juga tidak
dianjurkan untuk operasi daerah kepala dan mata. Pemberian ketamin lebih
praktis karena dapat disuntikkan lntravena, intramuskuler maupun subkutan.
Dalam praktek kebanyakan diberikan dengan cara suntikan intramuskuler.
Penggunaan diklinik ketamin diberikan dengan dicampur dengan xillazin
(rompun) dengan dosis pada anjing 5,5 mg/kg bb ketamin dengan 1-2 mg/kgbb
xillazin dicampur dalam satu siring/spuit dan anestesi yang dihasilkan cukup
memuaskan (Santosa,2010).
Xylazine
Xilazine atau rompun adalah obat non-narkotik yang potensi sebagai
sedative, analgesia dan relaksan otot. Sebagai sedasia dan analgesia karena
depresi CNS dan relaksasinya karena hambatan transmisi impul intraneural di
CNS.Obat ini dikenalkan pertama kali 1970 digunakan pada anjing, kucing,
kuda, rumenansia dan satwa liar. Efek pemberian intramuskuler 10-15 menit
kemudian sedang kalau intravena 3-5 menit kemudian dan durasi tidur
berlangsung 1-2 jam, sedang efek analgisianya 15-30 menit. Pemberian xilazine
menyebabkan penurunan respirasi, dan denyut jantung. Xylazine biasa
digunakan pada kucing sebagai agen sedatif untuk keperluan pembedahan minor
dan untuk menguasai hewan atau handling. Dalam anestesi hewan, xylazine
sering digunakan dalam kombinasi dengan ketamin (Katzung,2009).
Tolfenamic acid
Tolfenamic Acid (TA) adalah salah satu dari kelas non-steroid antiinflammatory drugs (NSAIDs). Tolfenamic Acid digunakan untuk
menghilangkan rasa sakit pada serangan migrain.
Amoxicillin
Amoxicillin adalah antibiotika yang termasuk ke dalam golongan
penisilin. Obat ini tidak membunuh bakteri secara langsung tetapi dengan cara
mencegah bakteri membentuk semacam lapisan yang melekat disekujur
tubuhnya. Lapisan ini bagi bakteri berfungsi sangat vital yaitu untuk melindungi
bakteri dari perubahan lingkungan dan menjaga agar tubuh bakteri tidak tercerai
berai. Bakteri tidak akan mampu bertahan hidup tanpa adanya lapisan ini.
Amoxicillin sangat efektif untuk beberapa bakteri seperti H. influenzae, N.
gonorrhoea, E. coli, Pneumococci, Streptococci, dan beberapa strain dari
Staphylococci.
Betamox
Betamox berfungsi sebagai antibiotik untuk mencegah infeksi pada luka.
5.2.2

Stadium Anastesi
Anestesi menurut arti kata adalah hilangnya kesadaran rasa sakit, namun
obat anestasi umum tidak hanya menghilangkan rasa sakit akan tetapi juga

1)

2)

3)

4)

menghilangkan kesadaran. Pada operasi-operasi daerah tertentu seperti perut,


maka selain hilangnya rasa sakit dan kesadaran, dibutuhkan juga relaksasi otot
yang optimal agar operasi dapat berjalan dengan lancar (Ibrahim, 2000).
Anestesi umum diperlukan untuk pembedahan karena dapat
menyebabkan penderita mengalami analgesia, amnesia, dan tidak sadarkan diri
sedangkan otot-otot mengalami relaksasi dan penekanan reflek yang tidak
dikehendaki.
Agar anestasi umum dapat berjalan dengan sebaik mungkin,
pertimbangan utamanya adalah memilih anestetika ideal. Pemilihan ini
didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu keadaan penderita, sifat
anestetika, jenis operasi yang dilakukan, dan peralatan serta obat yang tersedia.
Sifat anestetika yang ideal antara lain mudah didapat, murah, tidak menimbulkan
efek samping terhadap organ vital seperti saluran pernapasan atau jantung, tidak
mudah terbakar, stabil, cepat dieliminasi, menghasilkan relaksasi otot yang
cukup baik, kesadaran cepat kembali, tanpa efek yang tidak diingini. Obat
anestesi umum yang ideal menurut Norsworhy (1993) mempunyai sifat-sifat
antara lain : pada dosis yang aman mempunyai daya analgesik relaksasi otot
yang cukup, cara pemberian mudah, mulai kerja obat yang cepat dan tidak
mempunyai efek samping yang merugikan. Selain itu obat tersebut harus tidak
toksik, mudah dinetralkan, mempunyai batas keamanan yang luas, tidak
dipengaruhi oleh variasi umur dan kondisi hewan.
Stadium anestesi dibagi dalam 4 yaitu;
Stadium I (stadium induksi atau eksitasi volunter), stadium ini dimulai dari
pemberian agen anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran. Pada
stadium ini hewan masih sadar dan memberontak. Rasa takut dapat
meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus, dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi
dan defekasi.
Stadium II (stadium eksitasi involunter), stadium ini dimulai dari hilangnya
kesadaran sampai permulaan stadium pembedahan. Pada stadium ini adanya
eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak. Pernafasan tidak teratur,
inkontinentia urin, muntah, midriasis, hipertensi, dan takikardia.
Stadium III (pembedahan/operasi), stadium ini terbagi dalam 3 bagian yaitu;
a. Plane I, ditandai dengan pernafasan yang teratur dan terhentinya anggota
gerak. Tipe pernafasan thoraco-abdominal, refleks pedal masih ada, bola
mata bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva dan kornea terdepres.
b. Plane II, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola mata
ventro medial semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut.
c. Plane III, ditandai dengan respirasi regular, abdominal, bola mata
kembali ke tengah dan otot perut relaksasi.
Stadium IV (paralisa medulla oblongata atau overdosis), ditandai dengan
paralisa otot dada, pulsus cepat dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan
gambaran seperti mata ikan karena terhentinya sekresi lakrimal (Archibald,
1966).
Setelah hewan berada dalam kondisi anastesi harus dilakukan monitoring
anastesi terhadap:

1) Tingkat kedalaman anastesi, sesuai tingkat depresi terhadap sistem syaraf


pusat yang dapat dilihat melalui tekanan darah, respirasi, reflek pupil,
pergerakan bola mata dan kesadaran,
2) temperatur tubuh, dimana umumnya tubuh tidak mampu mempertahankan
temperatur tubuhnya,
3) kardiovaskular melalui monitoring pulsus dan detak jantung dan
4) respirasi, melalui pemeriksaan tipe respirasi dan komplikasi sistem respirasi
(Sardjana, 2004).
Pada kelompok 4 melewati 3 stadium yaitu stadium I, II, dan III.
5.2.3

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesembuhan Luka


Penyembuhan luka adalah faktor penting pasca operasi yang selalu
dihadapi dan merupakan fenomena kompleks yang melibatkan berbagai proses
meliputi inflamasi akut menyusul terjadinya kerusakan jaringan, regenarasi sel
parenkim, migrasi dan proliferasi sel parenkim, sintesis protein extra cellular
matrix (ECM), remodeling jaringan ikat dan komponen parenkim, kolagenasi
dan akuisisi kekuatan luka (Suriadi, 2007).
Dokter bedah membuat luka pada tiap pembedahan. Pasca bedah luka ini
mengakibatkan rasa nyeri karena adanya kerusakan jaringan. Nyeri akut sering
menimbulkan keadaan yang tidak menguntungkan bagi penderita seperti
kegelisahan, perubahan hemodinamik, gangguan pernafasan, retensi urin, ileus
dan lain-lain. Keadaan tersebut dapat menghambat penyembuhan luka,
mobilisasi yang terganggu dan waktu perawatan bertambah.
Terdapat sejumlah faktor sistemik dan lokal yang berpengaruh terhadap
penyembuhan luka. Faktor lokal yang berpengaruh terhadap penyembuhan luka
antara lain infeksi, faktor mekanik, benda asing, macam, lokasi dan ukuran
besarnya luka. Faktor sistemik yang mempengaruhi penyembuhan luka antara
lain nutrisi, status metabolik, status sirkulasi darah dan hormon glukokortikoid.
Banyak ditemukan permasalahan dalam penyembuhan luka, seperti waktu
penyembuhan yang lama, terutama bila terjadi penyembuhan secara sekunder.
Nyeri menjadi stressor yang memicu timbulnya gejala klinis patofisiologis,
memicu modulasi respon imun, sehingga menyebabkan penurunan system imun
yang berakibat pemanjangan waktu penyembuhan luka. Rasa nyeri merupakan
salah satu pencetus peningkatan hormone glukokortikoid. Infiltrasi anestetik
local, dalam hal ini levobupivakain dapat mengurangi intensitas nyeri, sehingga
menurunkan sekresi hormone glukokortikoid dan menghilangkan salah satu
faktor penghambat penyembuhan luka (Tawi, 2008).

BAB VI
PENUTUP
1

Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa kastrasi merupakan suatu tindakan
operasi untuk menghilangkan testis dari rongga scrotum. Kastrasi dilakukan pada
beberapa hal dimana diharapkan hasil operasi ini dapat memperbaiki sifat buruk dan
untuk merubah temperamen yang tidak menyenangkan pada anjing dan kucing. Metode
kastrasi dibagi menjadi dua macam yaitu metode terbuka dan metode tertutup.
Keuntungan kastrasi, antara lain mencegah kelahiran anak kucing yang tidak
diinginkan, kurang agresif terhadap kucing lain, tidak suka berkeliaran, lebih jarang
terluka, peningkatan genetic, mengurangi resiko tumor & gangguan prostat, cenderung
lebih manja. Kelemahan dari kucing yang dikastrasi antara lain kegemukan atau
obesitas, kehilangan untuk memperoleh keturunan yang potensial /berharga terutama
untuk para breeder, dan penurunan kadar testosterone mengakibatkan kehilangan sifat
maskulinasi dan penurunan fungsi otot-otot badan.

Saran
Sebaiknya operasi dilakukan dengan sesteril mungkin agar tidak terjadi
kontaminasi dan perawatan post operasi juga harus diperhatikan agar tidak terjadi
infeksi pada luka bekas operasi.

DAFTAR PUSTAKA

Frandson, R. D. 1993. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta : UGM press


Boddie., G.F. 1962. Diagnostic Methods in Veterinary Medicine. Philadelphia: J.B. Lippincott
Company.
Cuningham, JG. 2006. Textbook of Veterinary Physiology. 3 rd edition. W. B saunders
Company : USA.
Fossum, TW. 2005. Small Animal Surgery. 2nd edition. China: Mosby.
Hickman, J., Houlton, J., Edwards, B. 1995. An Atlas of Veterinary Surgery Third Edition.
London: Blackwell Science Ltd.
Himawan Sutisna. 2005. Kumpulan Kuliah Patologi. FKUI Brunner, Sudart. Textbook of
Medical Surgical Nursing Fifth edition IB. Lippincott Company.
Katzung, BG. 2009. Farmakologi Dasar dan Klinik. Salemba Medika : Jakarta.
Santosa, Agus Budi. 2010. Anastesiologi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Sardjana, Komang Wiarsa, 2004. Anestesi Veteriner . UGM; Yogjakarta.Sardjana, Wiarsa
Komang I & DiahKusumawati,2011. Bedah Veteriner. Surabaya: Airlangga University Press.
Soeparman dkk. 2008. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. FKUI.
Suriadi. 2007. Manajemen luka. STIKEP Muhammadiyah. Pontianak.
Tawi, Mirzal. 2008. Proses Penyembuhan Luka. Diakses pada tanggal 25 Mei 2013 melalui
http://syehaceh.wordpress.com/proses-penyembuhan-luka.

Anda mungkin juga menyukai