JUDUL :
BEDAH SISTEM DIGESTI
“Teknik Operasi Enterotomy dan Enterectomy”
Enterotomy adalah suatu tindakan penyayatan pada usus baik usus halus
maupun usus besar yang mengalami gangguan (penyumbatan) atau karena adanya
benda asing, sedangkan Enterectomy adalah tindakan operatif memotong usus yang
rusak akibat intususepsi, volvulus, strangulasi, tumor atau tersumbat oleh benda
asing. Enterotomy dilakukan untuk mengeluarkan benda asing (corpus alineum)
bila keadaan usus masih baik, tetapi enterctomi dilakukan bila ada gangreng pada
usus akibat tumor, volvulus, dan stangulasi. Tenik operasi enterotomy, corpora
aliena dijepit dengan menggunakan Doyen intestinal clamps yang tidak merusak
usus dan dibuat incise longitudinal dan kemudian corpora aliena dikeluarkan.
Daerah Incise kemudian dijahit menggunakan catgut chromic 3/0 dengan pola
jahitan Connell, cushing atau lambert, sedangkan teknik operasi enterectomy,
cabang – cabang arteri mesenterica yang menuju daerah yang gangrenous diikat
dua kali dengan catgut chromic 3/0. Pembuluh darah disepanjang tepi mesenterium
juga diikat dengan catgut chromic 3/0 atau 4/0. Bagian yang akan direseksi dijepit
dengan carmalt forceps (traumatic) sedangkan diluarnya dijepit dengan Pearlman
intestinal bulldog clamps (non traumatic) atau dijepit dengan jari tangan. Bagian
usus dipotong di antara 2 clamps tersebut. Perwatan pascaoperasi, pada hewab yang
hypothermic dilakukan penghangatan. Hewan harus berpuasa selama 24 jam
setelah operasi. Cairan diberikan secara parenteral. Setelah 24 jam boleh diberikan
pakan halus sedikit demi sedikit. Setelah 3 hari boleh diberikan pakan padat dalam
jumlah yang kecil (sedikit) dan air diberikan adlibitum. Jahitan dibuka setelah 10 –
14 hari.
ii
SUMMARY
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas karunia dan rahmat-Nya, sehingga paper
yang berjudul “Teknik Oprasi Enterotomy dan Enterectomy” dapat terselesaikan
tepat pada waktunya.
Adapun paper ini merupakan tugas kelompok yang diberikan oleh dosen
mata kuliah Ilmu Bedah Khusus Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Udayana kepada mahasiswa/mahasiswi dan disamping itu juga sebagai wadah
untuk meningkatkan kreatifitas mahasiswa/mahasiswi dan juga untuk menambah
wawasan mahasiswa/mahasiswi mengenai Teknik pembedahan. Tidak lupa penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan
membimbing penulis dalam pembuatan karya tulis ini.
Penulis sadar bahwa paper ini belum bisa mencakup keseluruhan dari
materi yang dibahas dan yang dipertanyakan atau dibutuhkan oleh pihak terkait
sehingga belum mencapai kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mohon maaf baik
dalam penyajian materi ataupun dalam penulisan dan hal-hal yang menyangkut di
dalamya. Penulis juga menerima kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan
paper ini.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
SAMPUL ................................................................................................................. i
RINGKASAN ........................................................................................................ ii
SUMMARY .......................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
BAB II TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
2.1 Tujuan Penulisan ......................................................................................... 3
2.2 Manfaat Penulisan ....................................................................................... 3
BAB III TINJAUN PUSTAKA
3.1 Pengertian .................................................................................................... 4
3.1.1 Pengertian Enterotomy ..................................................................... 4
3.1.2 Pengertian Enterectomy.................................................................... 4
3.2 Indikasi ........................................................................................................ 6
3.1.1 Indikasi Enterotomy ......................................................................... 6
3.1.2 Indikasi Enterectomy ........................................................................ 6
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Teknik Operasi ............................................................................................ 7
3.1.1 Persiapan Operasi Enterotomy dan Enterectomy ............................. 7
3.1.2 Teknik Operasi Enterotomy.............................................................. 8
3.1.1 Teknik Operasi Enterotomy dan Enterectomy ............................... 10
3.1.2 Pasca Operasi Enterotomy dan Enterectomy.................................. 11
BAB V PENDAHULUAN
5.1 Simpulan ................................................................................................... 13
5.2 Saran .......................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
dilakukan untuk menangani kasus – kasus pada usus halus yang terjadi pada hewan
kesayangan diantaranya dilakukan pembedahan enteretomy dan enterectomy.
Enterotomy adalah suatu tindakan penyayatan pada dinding usus sehingga terlihat
lumennya. Enterectomy adalah pembedahan dengan melakukan eksisi atau
pemotongan usus. Kerusakan pada usus halus dengan derajat yang meluas misalnya
akibat volvulus, strangulasi, neoplasia, intususepsi maka harus dilakukan
enterektomi secara ekstensif (pemotongan sebagian usus yang relatif panjang). Hal
ini dimungkinkan untuk menghindari adanya komplikasi dan perkembangan
penyakit yang lebih progresif. Enterektomi yang ekstensif akan mengakibatkan
hilangnya sebagian besar lapisan endotel di mukosa usus yang berfungsi untuk
aktifitas digesti, absorbsi, dan sekresi. Enterektomi yang ekstensif juga dapat
menyebabkan gangguan absorbsi nutrien, elektrolit dan vitamin sehingga terjadi
sindrom malabsorbsi yang dikenal dengan Short Bowel Syndrome.
Dari pemaparan diatas pengetahuan mengenai enteretomy dan enterectpmy
penting untuk diketahui mengingat organ saluran pencernaan yang penting
khususnya usus. Maka dari itu penulis menulis paper ini dengan judul Teknik
Operasi Enterotomy dan Enterectomy.
2
BAB II
TUJUAN DAN MANFAAT TULISAN
3
BAB III
TINJAUN PUSTAKA
3.1 Pengertian
3.1.1 Pengertian Enterotomy
Enterotomy adalah suatu tindakan penyayatan pada usus baik usus halus
maupun usus besar yang mengalami gangguan (penyumbatan) atau karena
adanya benda asing (tulang yang keras, kaca, kawat, besi, seng dan rambut)
atau kemungkinan adanya gangren pada usus. Terdapatnya benda asing
(corpus alineum) di dalam usus dapat mengakibatkan usus robek (jika benda
tersebut terlalu besar), mengganggu proses penyerapan pada usus dan
Intussusception. Terdapatnya corpus alineum di dalam usus menjadi salah
satu indikasi dilakukannya enterotomy.
3.1.2 Pengertian Enterectomy
Enterectomy menurut kamus saku perawat adalah operasi pemotongan
pada bagian usus. Enterectomy adalah tindakan operatif memotong usus yang
rusak akibat intususepsi, volvulus, strangulasi, tumor atau tersumbat oleh
banda asing. Pelaksanaan enterotomy sendiri merupakan suatu keputusan
yang berat karena memiliki resiko kematian yang sama atau melakukan
operasi dengan metode yang tidak benar. Namun enterotomy yang ekstensif
akan mengakibatkan hilangnya sebagian besar lapisan endotel di mukosa usus
yang berfungsi untuk aktifitas digesti, absorsi, dan sekresi. Enterectomy yang
ekstensif juga dapat menyebabkan gangguan absorsi nutrient, elektrolit, dan
vitamin sehingga terjadi sindrom malansorsi yang dikenal dengan Short
Bowel Syndrome (Boedi dkk. 2010). Intussusception adalah masuknya salah
satu bagian ke bagian yang lain atau invaginatio dari salah satu bagian usus
kedalam lumen dan bergabung dengan bagian tersebut. Biasanya bagian
proksimal masuk ke distal, jarang terjadi sebaliknya. Bagian usus yang masuk
(menginvaginasi) disebut intussusceptum dan bagian yang menerima
intussusceptum (diinvaginasi) disebut intussuscipiens.
Intussusception merupakan salah satu penyebab spesifik dari obstruksi
usus. Obstruksi usus disebabkan oleh adanya objek dalam lumen. Penyebab
4
yang spesifik yang lain antara lain : benda asing, volvulus. torsio usus,
terkurungnya usus besar karena hernia (termasuk semua tipe hernia
abdominal, hernia diafragmatika), adhesi (post trauma atau post operasi),
abses, granuloma atau hematoma, malformasi congenital (stenosis atau
atresia) dan neoplasia usus.
5
3.2 Indikasi
3.2.1 Indikasi Enterotomy
Terdapatnya benda asing (corpus alineum) di dalam usus dapat
mengakibatkan usus robek (jika benda tersebut terlalu besar), mengganggu
proses penyerapan pada usus dan Intussusception. Terdapatnya corpus
alineum di dalam usus menjadi salah satu indikasi dilakukannya enterotomy.
3.2.2 Indikasi Enterectomy
Enterectomy dilakukan bila ada gangren pada usus karna neoplasma,
corpora aliena, strangulasi (karena adesi, kompressi, intussuseption, volvulus/
tosio).
6
BAB IV
PEMBAHASAN
7
somatik, tetapi lemah untuk sistem viseral. Tidak menyebabkan relaksasi
otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya meninggi. Ketamin mimilik
kekurangan yaitu sangat lemah sifat analgesik pada visceral karena itu
tidak dapat diberikan secara tunggal untuk prosedur operasi (Fossum,
2002). Sedangkan xylazin mempunyai efek sedasi, analgesi,anastesi dan
pelemas otot pada dosis tertentu. Xylazin mempunyai efek terhadap
sistem sirkulasi, penafasan dan penurunan suhu tubuh. Selain itu dapat
menyebabkan bradiaritmia, serta diikuti oleh hipotensi yang berlangsung
lama (Artmeier, 1972).
Setelah hewan benar-benar teranastesi baru dilakukan penyayatan
pada daerah abdomen dengan posisi dorso recumbency dari mulai kulit
sampai menembus lapisan peritonium. Pada saat penyayatan lapisan
peritonium hendaknya dibantu dengan jari tangan untuk menghindari
tersayat atau tergunting organ visceral. Selama berlangsung stadium
anastesi, cardiolog memonitor frekuensi denyut jantung dan pernafasan
setiap 5 menit sekali.
8
diklem. atau dijepit dengan menggunakan Doyen intestinal clamps yang tidak
merusak usus Dibuat sayatan pada permukaan intestinum dan benda asing
dikeluarkan, usahakan agar usus tetap dalam keadaan basah dengan cara
membilas dengan penstrep 1%. Daerah Incise kemudian dijahit menggunakan
catgut chromic 3/0 dengan pola jahitan Connell, cushing atau lambert pada
lapis kedua.
9
Gambar 5. Pola jahitan yang dapat digunakan D). Connel, E). Cushing, F).
Lembert
(sumber : Maaruf, Adrin. 2016)
10
dekat incise dihilangkan. Kedua bagian usus dianastomosis dengan catgut
chromic 3/0 dengan pola jahitan simple interrupted. Pada bagian dimana
mukosa yang menonjol keluar bisa ditambah dengan jahitan Lambert.
Mesenterium ditutup dengan cat gut chromic no. 4/0 dengan pola jahitan
simple interrupted. Daerah anastomosis diirigasi dan laparotomy pack
diambil, usus direposisi ke rongga abdominal. Bila ada kontaminasi diirigasi
dengan 250 ml larutan yang mengandung kanamycin 100 mg/kg. Kemudian
cairan disedot kembali. Kemudian dinding abdomen ditutup dengan jahitan
simple interrupted menggunakan benang catgut chromic 2/0. Jaringan
subkutan dijahit continous menggunakan catgut chromic 2/0. Kulit dijahit
simple interrupted menggunakan benang non absorbable.
11
kebersihannya, jahitan dibuka setelah luka operasi kering dan pada bekas
operasi dioles Iodium tincture 3%.
Menjaga keseimbangan cairan intravena dan suplemen elektrolit sejak
hewan mulai minum air. Memberikan makanan dan minuman selama 12-24
jam setelah diet regular. Berikan antibiotik 2-4 jam postoperasi untuk
menghindari terjadinya peritonitis. Pada kasus ini terapi berlanjut, sebagai
dasar untuk pemiliha antibiotik bakterial yang diberikan setelah operasi.
Monitor gejala klinis diantaranya depresi, demam yang tinggi, kesakitan
abdominal, muntah dan ileus dimana hal ini mengindikasikan seperti
terjadinya peritonitis. Jika diperlukan, diagnostik yang tepat seperti
abdominocentosis dan tindakan therapeutic.
12
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Enterotomy adalah suatu tindakan penyayatan pada usus baik usus halus
maupun usus besar yang mengalami gangguan (penyumbatan) atau karena adanya
benda asing (tulang yang keras, kaca, kawat, besi, seng dan rambut) atau
kemungkinan adanya gangren pada usus (Yusuf, 1995). Terdapatnya benda asing
(corpus alineum) di dalam usus dapat mengakibatkan usus robek (jika benda
tersebut terlalu besar), mengganggu proses penyerapan pada usus dan
Intussusception. Terdapatnya corpus alineum di dalam usus menjadi salah satu
indikasi dilakukannya enterotomy. Enterectomy adalah tindakan operatif
memotong usus yang rusak akibat intususepsi, volvulus, strangulasi, tumor atau
tersumbat oleh benda asing. Pelaksanaan enterektomi sendiri merupakan suatu
keputusan yang berat bagi seorang dokter karena memiliki resiko kematian yang
sama antara tidak dilaksanakan operasi atau melakukan operasi dengan metoda
yang tidak benar.
Perawatan post operasi, daerah incise dibersihkan dan diolesi dengan iodium
tincture 3%, ke dalam daerah bekas operasi disemprotkan penisilin oil. Pasien
dimasukkan ke dalam kandang yang bersih, kering dan terang. Selama masa
perawatan diberikan makanan yang mudah dicerna, luka operasi dijaga
kebersihannya, jahitan dibuka setelah luka operasi kering dan pada bekas operasi
dioles Iodium tincture 3%. Selain itu, perlu diperhatikan untuk menjaga
keseimbangan cairan intravena dan suplemen elektrolit sejak hewan mulai minum
air. Memberikan makanan dan minuman selama 12-24 jam setelah diet.
5.2 Saran
Praktek langsung sangat perlu kiranya dilakukan karena dalam hal ini jika
hanya sekedar membaca agak sulit untuk dibayangkan.
13
DAFTAR PUSTAKA
Irwan Ismail, Wahyu Andry Lesmana, Reski Olivia Duri, Suci Amalia Arlansyah,
Aulia Al Hasanati, Wahyuni. Enteretomy Dan Enterectomy. Paktikum Ilmu
Bedah Khusus Veteriner Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas
Kedokteran, Universitas Hasanuddin.
Maaruf, Adrin. 2016. Teknik Operasi Pharyngotomy pada Hewan (Bedah Sistem
Digesti). https://mydokterhewan.blogspot.com. Diakses pada tanggal 5
Oktober 2017
Sudisma, I.G.N., Putra Pemayun, I.G.A.G., Jaya Wardhita, A.A.G., dan Gorda, I.W.
2006. Ilmu Bedah Veteriner dan Teknik Operasi. Denpasar: Pelawa Sari
14
Raghunath M et al.; Sch J Agric Vet Sci., Apr-May 2016; 3(3):187-189
*Corresponding Authors
Name: P. Ravi Kumar
Email: doctorpentyala@gmail.com
Abstract: A 15 month old German shepherd dog was presented with a history of chronic vomitions, anorexia,
dehydration and loss of condition. Physical examination revealed a hard palpable object in mid abdominal region and
lateral abdominal radiograph revealed a radiolucent foreign body with moderate distension of intestinal loops.
Emergency exploratory enterotomy was performed and maize corn was retrieved. The animal recovered uneventfully and
started taking normal food without any post-operative complications.
Keywords: Maize corn, Intestinal foreign body, Enterotomy, Management
Fig-1: Photo radiograph showing obstruction of radiolucent foreign body and gas filled loop of intestine at caudal
abdominal region
Fig-3: Photograph showing removal of maize corn from the caudal jejunum
TREATMENT AND DISCUSSION apposition suture pattern. The loops of intestine were
After routine aseptic surgical preparation, the thoroughly lavaged with normal saline and checked for
dog was premedictated with atropine sulphate @ 0.04 patency before repositioned into the abdomen.
mg/kg body weight subcutaneously and general Laparotomy incision was closed in routine manner with
anaesthesia was induced with diazepam @0.5 mg/kg no 1 vicryl in simple interrupted pattern. The animal
body weight and thiopentone sodium hydrochloride @ was recovered uneventfully from anaesthesia.
10mg/kg body weight intravenously and maintained by
inhalant anaesthesia using isoflurane. Ringers lactate Post operatively the dog was administered
was administered pre operatively and throughout the cefotoxim @ 20 mg/kg bwt twice daily for 7 days,
operation period until it recovered from anaesthesia. atropine sulphate @0.04 mg/kg bwt subcutaneously
once a day for 3 days; meloxicam@ 0.2 mg/kg bwt and
Exploratory laparotomy through ventral ranitidine@ 0.5mg/kg b wt intramuscularly once a day
midline incision was performed. Exteriorization of for 3 days. Antiseptic dressing was performed daily and
intestine revealed obstruction at caudal portion of sutures were removed on 12th post operative day.
jejunum (Fig. 2).The abdomen was packed with sterile
drape to prevent spillage of intestinal contents into the An oral liquid diet was started 24 h after
peritoneal cavity. A full thickness stab incision was surgery and solid diet was started after 3 days.
made distal to the foreign body and maize corn was Intravenous fluid therapy using 250ml of normal saline
removed (Fig. 3).The enterotomy incision was closed and 250ml of ringers lactate solution twice daily was
with no 3-0 vicryl in double layer simple continuous given for 3 days to counter act dehydration and acid
REFERENCES
1. Atray M, Raghunath M, Singh T, Saini NS;
Ultrasonographic diagnosis and surgical
management of double intestinal intussusception in
3 dogs. The Canadian Veterinary Journal, 2012;
53(8):860.
2. Crha M, Lorenzova J, Urbanova L, fitchel T, Necas
A; Effect of preoperative motality in dogs with
small bowel obstruction. Acta veterinaria Brno,
2008; 77:257-261.
3. Kumar DD, ameerjan K, David WA; gasrro
intestinal tract obstruction in dogs. I J VER SUR,
2000; 21: 43-44.
4. Papazogolou LG, Patsikas MN, Rallis T; Intestinal
foreign bodies in dogs and cats. Comp on con edu
for the pract vet., 2003; 25: 830-43.
5. Capak D, Brrick A, harapin I, mticiv D, Radisic B;
Treatment of the foreign body induced occlusive
ileus in dogs. Veterinary archive, 2001; 71: 345-59.
6. Peppler C, amort M, Thiel C, Kramer M; Linear
foreign body as a cause of ileus in cats- incidence,
diagnosis nad treatment. Small animal vet pract.,
2008; 38:437-42.
DIMEN SIONS by SCOTT ANDERSON, DVM, Diplomate of the American College of Veterinary
Surgeons, Diplomate of the American College of Veterinary Emergency and
Critical Care, Diplomate of the American Board of Veterinary Practitioners
IN PHIL GILL, DVM, Diplomate of the American College of Veterinary Surgeons
SURGERY LARRY LIPPINCOTT, DVM, Diplomate of the American College of
Veterinary Surgeons
MARY SOMERVILLE, DVM, Staff Surgeon
SHARON SHIELDS, DVM, Staff Surgeon
RAVIV J. BALFOUR, DVM, Diplomate
of the American College of Veterinary Surgeons
ERIN WILSON, DVM, Staff Surgeon
rger y
Dimensions in Su
year!
is now in its 17th
www.dvmpulse.com – Southern California Veterinary Medical Association’s Official Magazine January 2002 1
© 2001 Southern California Veterinary Medical Association
www.dvmpulse.com – Southern California Veterinary Medical Association’s Official Magazine
DIMENSIONS IN SURGERY
continued from page 13
B
C
D
A B
A B
E
Heineke-Mikulicz closure
Figure One: This schematic drawing depicts: A) A large short rib bone lodged in the jejunum. B) The longitudinal enterotomy allows gentle
removal of the foreign body. Note that the incision is longer than the object to be removed. Do not force a large object through a small incision.
C) The longitudinal enterotomy is closed longitudinally. In a larger patient, this closure does not compromise the cross sectional diameter of the
bowel lumen. This closure in a small patient will diminish the bowel lumen, and the Heineke-Mikulicz closure should be used. D) and E) outline
the Heineke-Mikulicz closure pattern. D) The longitudinal enterotomy is seen after the foreign body has been removed. Note A and B and see how
they change as the longitudinal incision is closed transversely. E) This transverse closure, though bizarre looking, effectively increases the bowel
lumen at the point of closure. See how A and B have changed.
AXIOM: For small patients, a Heineke-Mikulicz closure pattern 5. Clamp the edges of the segment to be removed, to
may be used, closing the longitudinal incision transversely to mini- minimize spillage when the intestine is incised
mize the risk of attenuating the lumen at that site (see Figure 1). (see Figure 2).
6. The integrity of the closure may now be tested by 6. Incise the mesentery (See Figure 2).
occluding the bowel proximal and distal to the closure 7. Transect the intestine to complete the resection.
site, and injecting a small amount of sterile saline solution
into the intestinal lumen. 8. Suction the exposed intestinal lumen at each end, to
minimize spillage as the procedure is completed.
7. If the viability of the involved region of intestine is
questionable, an omental patch or a serosal patch may be 9. There are three methods to perform the anastomosis:
placed. a. Sutured anastomosis:
8. Liberally flush the area with warm isotonic saline solution. 1. place an interrupted full thickness suture at the
AXIOM: For the remainder of the surgery, use fresh gloves and mesenteric and antimesenteric borders, maintaining
instruments, to avoid contaminating the tissues with bacteria from these as a stay suture (see Figure 3).
the intestinal lumen. 2. Place interrupted sutures at 3 mm intervals to
9. Routine abdominal, subcutaneous and skin closure. complete the closure (See Figure 3). Alternatively, a
continuous closure is preferred by some surgeons.
RESECTION AND ANASTOMOSIS: AXIOM: Do not pull the continuous suture too tight: this could cre-
1. Determine the length of intestine to be removed. ate a purse-string effect, decreasing the intestinal diameter at the
2. Identify the mesenteric vessels that will be preserved. anastomotic site.
3. Ligate the mesenteric vessels leading to the intestinal AXIOM: If the ends to be anastomosed are unequal in size, and a
segment to be removed. sutured anastomosis is to be performed, the narrower intestinal end
should be cut obliquely (see Figure 3) to allow circumferential appo-
4. Using Bobby pins as described above, occlude the
sition.
intestine proximal and distal to the surgical site (or, have
the surgical assistant manually occlude the bowel). continued on page 15
www.dvmpulse.com – Southern California Veterinary Medical Association’s Official Magazine January 2002 2
© 2001 Southern California Veterinary Medical Association
www.dvmpulse.com – Southern California Veterinary Medical Association’s Official Magazine
carmalts
DIMENSIONS IN SURGERY assistant surgeon’s fingers
continued from page 14
bowel pathology
Figure Three: This series of schematic drawings depicts C2). smaller bowel is resected obliquely increasing the
various end to end intestinal anastomotic techniques: A) cross sectional diamter of the anastomotic site
This drawing depicts the two approximated bowel lumens.
mesenteric and antimesenteric stay sutures are placed to A B
facilitate anastomosis. B) The intestine has been
anastomosed and the mesenteric incision is being closed. C) C3). the dissimilar lumens are
This series demonstrates how to end to end anastomose anastomosed successfully
lumens of differing cross-sectional diameter. C1) A has a
larger diameter than does B. C2) B is obliquely resected to A B
afford a larger bowel lumen. C3) A and B are anastomosed
successsfully.
www.dvmpulse.com – Southern California Veterinary Medical Association’s Official Magazine January 2002 3
© 2001 Southern California Veterinary Medical Association
www.dvmpulse.com – Southern California Veterinary Medical Association’s Official Magazine
DIMENSIONS IN SURGERY
continued from page 15
AUTHOR’S NOTE
B If you have any questions concern-
ing this paper, additional refer-
ences, surgical supplies or sources
of products mentioned or used in
this protocol, please FAX us at 1-
310-479-8976. We will answer
your questions promptly.
Coming Attractions
A Free Continuing Education Service Available:
Chylothorax is defined as the
• To obtain a free bound book containing recent “DIMENSIONS IN presence of chylous effusion in the
SURGERY” articles, merely mail your business card to us, and on the back write: thoracic cavity. It occurs when
“YEARLY SUMMARIES.” chyle escapes from the thoracic
duct within the thoracic cavity. If
• Mail Your Card To:
trauma is the cause, the duct will
Larry Lippincott, Scott Anderson, and Phil Gill often heal quickly and the
1736 South Sepulveda Blvd., Suite A chylothorax will resolve. More
Los Angeles, California 90025. common etiologies include
obstruction of the flow through the
• We will send you a binder containing the “DIMENSIONS IN SURGERY” arti-
duct, due to neoplasm or other
cles from the past two years, indexed and ready for quick office reference.
mass lesions, inflammatory disease
• Please be patient with the mailing of your articles. or increased venous due to
pericardial or cardiac disease.
• All first time “YEARLY SUMMARIES” requests received after January 2001 will
Chylothorax may also be seen with
receive the last two years’ articles in one bound book.
a diaphragmatic hernia or a lung
• 24 of the most requested articles from the first three years of publication are still lobe torsion. The majority of the
available and are contained in the Practical Guide For Small Animal Surgery cases are idiopathic.
book which can obtained from the SCVMA office. Next month, we shall present
our updated protocol for surgical
• The SCVMA now publishes Dimensions In Surgery articles and drawings on
relief of chylothorax
the Internet. Please visit us at: www.DVMPulse.com
See you then!
www.dvmpulse.com – Southern California Veterinary Medical Association’s Official Magazine January 2002 4
© 2001 Southern California Veterinary Medical Association
Jurnal Veteriner Juni 2010 Vol. 11 No. 2 : 74-80
ISSN : 1411 - 8327
ABSTRACT
A severe and extensive intestine damages can occur in dogs suffering from volvulus , strangulation,
intersuception and neoplasia. Extensive enterectomy is the most common medical treatment for dogs
suffering from such disorder. A study was therefore conducted to compare the serum electrolyte level of
extensively enterectomyzed dogs after being treated with different level (0%, 0.05% and 0.5 mg/body
weight) of lactoferin. As many as 9 dogs at 3-4 moth-old and with the body weights ranging from 4-5 kg
were used. After being enterectomized to the extent of 75% out of the total length of the intestine, the dogs
were divided randomly into 3 groups (I, II and III) each of which consisted of 3 dogs. The three groups were
treated for 30 days respectively with 0.0 mg/body weight, 0.05mg/kg body weigth and 0.5mg/kg body
weight of lactoferin. The electrolyte levels (Na, K and Cl ion) of dogs were determined at days 1, 15 and 30
of during the treatment. The data collected from this study were analysed by Analysys of Variance (Anova)
proceded by Duncan Multiple Range test (DMRT). The result showed that at days 15 and 30 of the
treatment, the electrolyte levels of the dogs with lactoferin (0.05 and 0.5 mg/body weight) were significantly
higher than in dogs without lactoferin (0mg/bodyweight). The level of Na ion of dogs with 0,5, 0,05, dan 0
mg/kg bw lactoferin were 143, 143,4, dan 141,7 mEq/L respectively at day 15 and 147, 150, dan 137,7
mEq/L respectively at day 30. The levels of K ion for those dogs were 5,17, 4,97, dan 3,83 mEq/L
respectively at day 15 and 30: 5,1, 5,13, 3,73 mEq/L respectively at day 30. Meanwhile, their Cl levels
were 113,7, 114,3, 104 mEq/L respectively at day 15 and 115,3, 117,3, dan 91,3 mEq/L respectively at
day 30. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa memperian lactoferin memperbaiki kadar elektrolit
serum anjing yang dienterektomi secara ekstensif. It was evidence that lactoferin treatment can improved
the electrolyte profiles of extensively enterotomized dogs.
74
Setiawan etal Jurnal Veteriner
terjadi sindrom malabsorbsi yang dikenal sebagian besar merupakan peptida yang besar
dengan Short Bowel Syndrome (Shrock, 1983). atau glikoprotein. Efek mitogenik dan
Gejala klinis yang dialami oleh penderita kemotaktik growth factor diperantarai oleh
short bowel syndrome pascaoperasi enterektomi reseptor spesifik yang terletak pada permukaan
ekstensif adalah diare dan malabsorbsi yang sel. Growth factor yang berikatan dengan
akan menyebabkan hipovolemik (abnormalitas reseptor spesifiknya mengaktivasi tyrosine
volume sirkulasi pembuluh darah), dehidrasi, kinase dan mengirimkan signal intraselular
metabolik asidosis dan malnutrisi yang ditandai kepada inti DNA untuk menjalankan
dengan kehilangan berat badan, hipoalbu- transkripsi gen guna memproduksi protein
minemia, defisiensi potasium, kalsium, zinc, target (Schlessinger, 1988). Sejauh ini
magnesium, copper, asam lemak, vitamin larut mekanisme yang tepat mengenai proses
lemak, asam folat dan B 12 (Stollman dan transkripsi gen secara lengkapnya masih belum
Neustater, 1999). diketahui (Merchant et al., 1994).
Pascaenterektomi ekstensif, akan diikuti Untuk mengetahui proses adaptasi usus
dengan proses penyesuaian dari sisa usus yang halus ini maka digunakan parameter kadar
telah dioperasi agar tetap dapat mencapai fungsi elektrolit dalam serum darah. Tujuan penelitian
yang normal untuk proses digesti dan absorbsi. ini adalah membandingkan kadar elektrolit di
Penyesuaian inilah yang disebut sebagai adaptasi dalam serum darah pada anjing yang
usus halus terhadap enterektomi ekstensif. dienterektomi 75% dan diterapi dengan
Keadaan adaptasi usus halus ini ditandai laktoferin. Elektrolit yang diukur kadarnya
dengan adanya hiperplasia mukosa dan dalam serum darah adalah Na, Cl dan K karena
peningkatan absorbsi dengan penambahan 92% osmolalitas serum dalam keadaan normal
tinggi vili, lebar vili, kedalaman kripta maupun ditentukan oleh ion-ion Na, Cl dan K.
pertambahan diameter dan panjang usus Konsentrasi Na dalam serum menjadi ukuran
(Williamson, 1983). cermat untuk mengetahui cadangan Na dalam
Wilmore (1999), melaporkan bahwa banyak seluruh tubuh (Widman, 1983).
pasien yang mengidap short bowel syndrome
mengalami adaptasi usus yang kurang
sempurna, misalnya pertumbuhan vili dan METODE PENELITIAN
kripta yang kurang atau tidak adanya
penambahan panjang. Hal ini mungkin Hewan Coba
disebabkan oleh kurangnya growth factor untuk Penelitian ini menggunakan 9 ekor anjing
proses adaptasi tersebut. Akibatnya pasien lokal (bastar) betina, umur antara 3-4 bulan,
membutuhkan terapi nutrisi parenteral dalam dengan berat badan 4-5 kg. Hewan tersebut
jangka waktu yang lama untuk mempertahan- diperoleh dari sekitar desa Bolawen, Sleman,
kan status kesehatan pasien, yang tentunya Jogjakarta. Semua hewan percobaan
akan membutuhkan lebih banyak biaya. ditempatkan dalam kandang individu yang
Berdasarkan latar belakang inilah maka perlu mempunyai kondisi dan lingkungan yang sama.
dicarikan untuk mencari bahan yang Pada hari pertama dipelihara, semua anjing
mempunyai kemampuan sebagai like growth percobaan diberi obat cacing mebendazole dengan
factor, yang mudah diperoleh dan murah. dosis 25 mg/kg berat badan, sekali pemberian
Salah satu bahan yang diduga mempunyai melalui mulut. Satu minggu setelah pemberian
kemampuan sebagai like growth factor murah obat cacing semua hewan percobaan divaksinasi
dan mudah didapat adalah laktoferin (Lonnerdal parvovirus (Parvodog, PT. Romindo Prima-
dan Iyer, 1995). Diduga cara kerja laktoferin vetcom)
mirip dengan growth factor yang ada dalam Selama penelitian, anjing diberi makan dua
saluran pencernaan misalnya epidermal growth kali sehari yaitu pagi dan sore serta diberi air
factor (EGF). Menurut Hagiwara et al., 1995 minum secara ad libitum. Setelah 2 minggu
laktoferin lebih efektif daripada EGF dalam masa adaptasi dan semua anjing percobaan
menginduksi peningkatan jumlah sel yang dinyatakan sehat (tidak diare, tidak muntah,
dikultur selama 6 hari dalam medium yang nafsu makan normal, pemeriksaan feses negatif,
mengandung 0,2% fetal calf serum (FCS). temperatur, pulsus, dan respirasi, normal)
Growth factor adalah substansi esensial dilakukan operasi secara bertahap yaitu setiap
untuk pertumbuhan dan pembelahan sel, hari tiga ekor anjing.
75
Jurnal Veteriner Juni 2010 Vol. 11 No. 2 : 74-80
76
Setiawan etal Jurnal Veteriner
Tabel 1. Rata-rata kadar ion Natrium (Na) serum anjing (mEq/L) pra dan pasca enterektomi 75 %
Superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
77
Jurnal Veteriner Juni 2010 Vol. 11 No. 2 : 74-80
Berdasarkan Tabel 2. dapat dilihat bahwa tanpa pemberian laktoferin, kadar kalium
kadar kalium serum anjing yang diberi serum turun di bawah normal pada hari ke-15
laktoferin dosis 0,05mg (kelompok II) dan 0,5mg dan hari ke-30, sedangkan pada kelompok II dan
(kelompok III) pada 30 hari setelah perlakuan III yang mendapat laktoferin, kadar kalium
meningkat sebesar 4% dan 4,7% sedangkan mengalami peningkatan dan tetap berada dalam
anjing yang tidak diberi laktoferin (kelompok I) batas normal. Hal ini kemungkinan disebabkan
kadar kalium serum turun 20%. Hasil analisis bertambahnya lebar vili usus yang menyebabkan
statistika dengan uji ANOVA yang dilanjutkan kapasitas absorbsi menjadi lebih besar sehingga
uji DMRT mengenai rata-rata kadar kalium fungsi absorbsi usus halus akan menjadi lebih
serum antara ketiga kelompok perlakuan baik. Setelah dilakukan enterektomi ekstensif,
sebelum, 15 hari, dan 30 hari sesudah perlakuan akan timbul proses penyesuaian atau
menunjukkan hasil perbedaan yang nyata kompensasi dari sisa usus yang telah dioperasi
(p<0,05) antara kelompok I dengan kelompok II agar tetap dapat mencapai fungsi normal untuk
dan III, sementara kelompok II tidak berbeda proses digesti dan absorbsi. Kompensasi inilah
nyata (p>0,05) dengan kelompok III . Hal ini yang disebut sebagai adaptasi usus terhadap
menunjukkan bahwa pemberian laktoferin tindakan enterektomi ekstensif. Keadaan
dengan dosis kecil (0.05mg) maupun dosis besar kompensasi atau adaptasi ini ditandai dengan
(0,5mg) berpengaruh nyata meningkatkan adanya hiperplasia mukosa dan peningkatan
kadar kalium serum anjing yang dienterektomi permukaan absorbsi dengan penambahan lebar
75%. vili (Williamson, 1983).
Kalium merupakan kation terpenting pada
cairan ekstrasel, tetapi juga penting untuk Kadar Ion Klorida
cairan intrasel. Kadar kalium normal dalam Hasil pemeriksaan rata-rata kadar ion
serum adalah 3,9-5,1 mEq/L (Duncan et al., klorida serum anjing percobaan dapat dilihat
1984). Menurut Kirk and Bistner (1981), pada pada Tabel 3. Pada tabel tersebut dapat dilihat
kasus sindrom malabsorbsi dapat terjadi bahwa kadar klorida serum anjing yang diberi
hipokalemia karena penurunan intake kalium. laktoferin dosis 0,05mg (kelompok II) dan 0,5mg
Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang (kelompok III) pada 30 hari setelah perlakuan
menunjukkan bahwa pada kelompok I yaitu meningkat sebesar 4% dan 4,7% sedangkan
Tabel 2.Rata-rata kadar ion kalium (K) serum anjing(mEq/L) pra dan pasca enterektomi 75 %
Superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Tabel 3. Rata-rata kadar ion klorida (Cl) serum anjing(mEq/L) sebelum dan pasca enterektomi
75 %
Superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
78
Setiawan etal Jurnal Veteriner
79
Jurnal Veteriner Juni 2010 Vol. 11 No. 2 : 74-80
Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. 1989. Stollman NH, Neustater BR. 1999. Clinical
Pathologic Basis of Disease, 4thed., W.B. Practice of Gastroenterology, Volume one,
Saunders Company. Harcourt Brace Philadelphia. PA: Current Medicine 507-
Jovanovich Inc., 860-876. 516.
Schlessinger J. 1988. The Epidermal Growth Widman FK. 1983. Clinical Interpretation of
Factor Receptor as a Multifunctional Laboratory Test, 9thed. Philadelphia. F.A.
Allosteric Protein, J Biochemistry 27 : 3119- Davis Company.
3123. Wiliamson RCN. 1983. Adaptive Intestinal
Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia : Dari Sel Hyperplasia in : Function and Dysfunction
ke Sistem, Alih Bahasa : Brahm, V.P., of the Small Intestine. Liverpool, UK.
Liverpool University Press, 55-76.
editor, Beatrica TS. 2nd ed., Jakarta. EGC.
Wilmore DW. 1999. Growth Factors and
Shrock TR. 1983. Hand book of Surgery, Jones
Nutrients in the SBS, JPEN, J Parenter.
Medical Publications : 258-259
Enteral Nutr 23 : s117-s120.
80