Anda di halaman 1dari 35

TUGAS MATA KULIAH

ILMU BEDAH KHUSUS

JUDUL :
BEDAH SISTEM DIGESTI
“Teknik Operasi Enterotomy dan Enterectomy”

Oleh : Kelas A Kelompok 2


Widihantoro Gunawan Putra 1409005013
Abdul Nafis 1409005015
Ni Made Ria Andini 1409005019
Thalia Carolina 1409005021
Gabriella Henni Alfades Loa 1409005023

LABORATORIUM BEDAH VETERINER


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017
RINGKASAN

Enterotomy adalah suatu tindakan penyayatan pada usus baik usus halus
maupun usus besar yang mengalami gangguan (penyumbatan) atau karena adanya
benda asing, sedangkan Enterectomy adalah tindakan operatif memotong usus yang
rusak akibat intususepsi, volvulus, strangulasi, tumor atau tersumbat oleh benda
asing. Enterotomy dilakukan untuk mengeluarkan benda asing (corpus alineum)
bila keadaan usus masih baik, tetapi enterctomi dilakukan bila ada gangreng pada
usus akibat tumor, volvulus, dan stangulasi. Tenik operasi enterotomy, corpora
aliena dijepit dengan menggunakan Doyen intestinal clamps yang tidak merusak
usus dan dibuat incise longitudinal dan kemudian corpora aliena dikeluarkan.
Daerah Incise kemudian dijahit menggunakan catgut chromic 3/0 dengan pola
jahitan Connell, cushing atau lambert, sedangkan teknik operasi enterectomy,
cabang – cabang arteri mesenterica yang menuju daerah yang gangrenous diikat
dua kali dengan catgut chromic 3/0. Pembuluh darah disepanjang tepi mesenterium
juga diikat dengan catgut chromic 3/0 atau 4/0. Bagian yang akan direseksi dijepit
dengan carmalt forceps (traumatic) sedangkan diluarnya dijepit dengan Pearlman
intestinal bulldog clamps (non traumatic) atau dijepit dengan jari tangan. Bagian
usus dipotong di antara 2 clamps tersebut. Perwatan pascaoperasi, pada hewab yang
hypothermic dilakukan penghangatan. Hewan harus berpuasa selama 24 jam
setelah operasi. Cairan diberikan secara parenteral. Setelah 24 jam boleh diberikan
pakan halus sedikit demi sedikit. Setelah 3 hari boleh diberikan pakan padat dalam
jumlah yang kecil (sedikit) dan air diberikan adlibitum. Jahitan dibuka setelah 10 –
14 hari.

Kata Kunci : Enterotomy, Enterectomy

ii
SUMMARY

Enterotomy is an act of sneaking on the intestines of both the small intestine


and the large intestine which is impaired (blocked) or due to the presence of a
foreign object, whereas Enterectomy is the operative action of intestinal cutting
damaged by intussusception, volvulus, strangulation, tumor or blockage by foreign
objects. Enterotomy is performed to remove a foreign body (corpus alineum) if the
intestine is still good, but enterctomi done when there is gangreng in the intestine
due to tumors, volvulus, and stangulasi. The surgery of enterotomy, corpora aliena
is clamped using Doyen intestinal clamps that do not damage the intestine and are
made longitudinal incise and then corpora aliena is removed. The Incise area is then
stitched using chromic 3/0 catgut with Connell's cushing or lambert suture pattern,
while the enterectomy surgery technique, the mesenterica artery branches leading
into the gangrenous area are tied twice with chromic 3/0 catgut. Blood vessels along
the edge of mesentery are also tied with chromic cat 3/0 or 4/0. The part to be
resected is clamped with carmalt forceps (traumatic) while the outside is clamped
with Pearlman's intestinal bulldog clamps (non traumatic) or clamped with a finger.
The intestine section is cut between the 2 clamps. Postoperative treatments, on
hypothetical hewabs are carried out in warmth. Animals must fast for 24 hours after
surgery. Fluids are administered parenterally. After 24 hours may be given fine feed
little by little. After 3 days may be fed a small amount of solid feed (a little) and
water is given adlibitum. Stitches open after 10 - 14 days.

Keywords: Enterotomy, Enterectomy

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas karunia dan rahmat-Nya, sehingga paper
yang berjudul “Teknik Oprasi Enterotomy dan Enterectomy” dapat terselesaikan
tepat pada waktunya.
Adapun paper ini merupakan tugas kelompok yang diberikan oleh dosen
mata kuliah Ilmu Bedah Khusus Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Udayana kepada mahasiswa/mahasiswi dan disamping itu juga sebagai wadah
untuk meningkatkan kreatifitas mahasiswa/mahasiswi dan juga untuk menambah
wawasan mahasiswa/mahasiswi mengenai Teknik pembedahan. Tidak lupa penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan
membimbing penulis dalam pembuatan karya tulis ini.
Penulis sadar bahwa paper ini belum bisa mencakup keseluruhan dari
materi yang dibahas dan yang dipertanyakan atau dibutuhkan oleh pihak terkait
sehingga belum mencapai kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mohon maaf baik
dalam penyajian materi ataupun dalam penulisan dan hal-hal yang menyangkut di
dalamya. Penulis juga menerima kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan
paper ini.

Denpasar, 23 Oktober 2017

Penulis

iv
DAFTAR ISI

SAMPUL ................................................................................................................. i
RINGKASAN ........................................................................................................ ii
SUMMARY .......................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
BAB II TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
2.1 Tujuan Penulisan ......................................................................................... 3
2.2 Manfaat Penulisan ....................................................................................... 3
BAB III TINJAUN PUSTAKA
3.1 Pengertian .................................................................................................... 4
3.1.1 Pengertian Enterotomy ..................................................................... 4
3.1.2 Pengertian Enterectomy.................................................................... 4
3.2 Indikasi ........................................................................................................ 6
3.1.1 Indikasi Enterotomy ......................................................................... 6
3.1.2 Indikasi Enterectomy ........................................................................ 6
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Teknik Operasi ............................................................................................ 7
3.1.1 Persiapan Operasi Enterotomy dan Enterectomy ............................. 7
3.1.2 Teknik Operasi Enterotomy.............................................................. 8
3.1.1 Teknik Operasi Enterotomy dan Enterectomy ............................... 10
3.1.2 Pasca Operasi Enterotomy dan Enterectomy.................................. 11
BAB V PENDAHULUAN
5.1 Simpulan ................................................................................................... 13
5.2 Saran .......................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.Usus yang terlipat ................................................................................... 5


Gambar 2.Sumbatan pada usus ............................................................................... 5
Gambar 3. Temuan benda asing .............................................................................. 9
Gambar 4. Incisi dinding usus................................................................................. 9
Gambar 5. Pola jahitan .......................................................................................... 10
Gambar 6.Menyambung dinding usus .................................................................. 11

vi
DAFTAR LAMPIRAN

1. Surgical Correction of Intestinal Obstruction in a German Shepherd Dog


2. Perbandingan Kadar Elektrolit Serum Pascaenterektomi Ekstensif 75 % pada
Anjing yang Diterapi dengan Laktoferin
3. Surgical Case Report: Intestinal Surgery

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Usus halus mempunyai dua fungsi yang sangat penting bagi tubuh kita,
yaitu pencernaan serta absorsi bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dari
dalam mulut dan lambung oleh kerja enzim ptialin, asam klorida, dan pepsin
terhadap bahan makanan yang masuk. Proses ini dilanjutkan oleh enzimenzim
pankreas di dalam duodenum dengan menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan
protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Absorbsi adalah pemindahan hasil-
hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak, dan protein (gula sederhana, asam-asam
lemak dan asam-asam amino) melalui dinding usus kesirkulasi darah dan limfe,
yang kemudian digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu, air, elektrolit dan vitamin
juga diabsorbsi.
Intestinum merupakan bagian dari alat pencernaan yang menempati rongga
abdomen yang dimulai dari pylorus dan berakhir di rectum, penggantung intestinum
adalah mesenterium. secara umum intestinum dibagi menjadi dua bagaian, yaitu
intestinum tenue dan intestinum crasum, intestinum tenue panjangnya rata-rata 4
meter pada anjing yang yang terdiri dari duodenum, jejunum dan ileum. Sedangkan
intestinum crasum terdiri dari caecum, colon dan rectum yang panjangnya kira-kira
60 cm. Secara histologis intestinum terdiri dari beberapa lapisan mucosa, sub
mucosa dan serosa. Pada usus halus terjadi penyerapan yang terjadi karena adanya
kontraksi dari otot polos pada dinding usus dan dari mucosa muscularis. Ingesta di
dorong dan dicampur dengan cairan pencernaan oleh gerakan reflek usus halus yang
akan membuat sirkulasi darah limfe. Gerakan peristaltik yang dipermudah dengan
gerakan ritmik dari usus halus akan mendorong ingesta ke arah anus, ketika feces
terdorong ke arah rectum timbul reflek untuk defekasi. Fungsi utama usus halus
yaitu untuk penyerapan sari-sari makanan yang diperelukan oleh tubuh dan
membantu proses pencernaan. Fungsi usus besar adalah sebagai organ penyerap air,
penampung dan pengeluaran bahan-bahan feces.
Usus merupakan organ yang penting bagi tubuh makhluk hidup. Apabila
usus mengalami gangguan atau masalah haruslah ditangani. Tindakan bedah biasa

1
dilakukan untuk menangani kasus – kasus pada usus halus yang terjadi pada hewan
kesayangan diantaranya dilakukan pembedahan enteretomy dan enterectomy.
Enterotomy adalah suatu tindakan penyayatan pada dinding usus sehingga terlihat
lumennya. Enterectomy adalah pembedahan dengan melakukan eksisi atau
pemotongan usus. Kerusakan pada usus halus dengan derajat yang meluas misalnya
akibat volvulus, strangulasi, neoplasia, intususepsi maka harus dilakukan
enterektomi secara ekstensif (pemotongan sebagian usus yang relatif panjang). Hal
ini dimungkinkan untuk menghindari adanya komplikasi dan perkembangan
penyakit yang lebih progresif. Enterektomi yang ekstensif akan mengakibatkan
hilangnya sebagian besar lapisan endotel di mukosa usus yang berfungsi untuk
aktifitas digesti, absorbsi, dan sekresi. Enterektomi yang ekstensif juga dapat
menyebabkan gangguan absorbsi nutrien, elektrolit dan vitamin sehingga terjadi
sindrom malabsorbsi yang dikenal dengan Short Bowel Syndrome.
Dari pemaparan diatas pengetahuan mengenai enteretomy dan enterectpmy
penting untuk diketahui mengingat organ saluran pencernaan yang penting
khususnya usus. Maka dari itu penulis menulis paper ini dengan judul Teknik
Operasi Enterotomy dan Enterectomy.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa pengertian dari enterotomy dan enterectpmy?
1.2.2 Bagaimana indikasi dari enterotomy dan enterectomy?
1.2.3 Bagimana Teknik operasi enterotomy dan enterectomy?

2
BAB II
TUJUAN DAN MANFAAT TULISAN

2.1 Tujuan Penulisan


2.1.1 Mengetahui pengertian dari enterotomy dan enterectomy.
2.1.2 Mengetahui indikasi dari enterotomy dan enterectomy
2.1.3 Mengetahui teknik operasi enterotomy dan enterectomy.

2.2 Manfaat Penulisan


Berdasarkan tujuan diatas, adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan
paper ini adalah sebagai berikut :
2.2.1 Manfaat teoritis
Penulis mengharapkan pembaca mampu memahami dan mengerti
mengenai teknik operasi enterotomy dan enterectomy.
2.2.2 Manfaat empiris
Penulis berharap pembaca mampu nantinya menularkan kepada
masyarakat mengenai segala informasi tentang teknik operasi enterotomy
dan enterectomy.

3
BAB III
TINJAUN PUSTAKA

3.1 Pengertian
3.1.1 Pengertian Enterotomy
Enterotomy adalah suatu tindakan penyayatan pada usus baik usus halus
maupun usus besar yang mengalami gangguan (penyumbatan) atau karena
adanya benda asing (tulang yang keras, kaca, kawat, besi, seng dan rambut)
atau kemungkinan adanya gangren pada usus. Terdapatnya benda asing
(corpus alineum) di dalam usus dapat mengakibatkan usus robek (jika benda
tersebut terlalu besar), mengganggu proses penyerapan pada usus dan
Intussusception. Terdapatnya corpus alineum di dalam usus menjadi salah
satu indikasi dilakukannya enterotomy.
3.1.2 Pengertian Enterectomy
Enterectomy menurut kamus saku perawat adalah operasi pemotongan
pada bagian usus. Enterectomy adalah tindakan operatif memotong usus yang
rusak akibat intususepsi, volvulus, strangulasi, tumor atau tersumbat oleh
banda asing. Pelaksanaan enterotomy sendiri merupakan suatu keputusan
yang berat karena memiliki resiko kematian yang sama atau melakukan
operasi dengan metode yang tidak benar. Namun enterotomy yang ekstensif
akan mengakibatkan hilangnya sebagian besar lapisan endotel di mukosa usus
yang berfungsi untuk aktifitas digesti, absorsi, dan sekresi. Enterectomy yang
ekstensif juga dapat menyebabkan gangguan absorsi nutrient, elektrolit, dan
vitamin sehingga terjadi sindrom malansorsi yang dikenal dengan Short
Bowel Syndrome (Boedi dkk. 2010). Intussusception adalah masuknya salah
satu bagian ke bagian yang lain atau invaginatio dari salah satu bagian usus
kedalam lumen dan bergabung dengan bagian tersebut. Biasanya bagian
proksimal masuk ke distal, jarang terjadi sebaliknya. Bagian usus yang masuk
(menginvaginasi) disebut intussusceptum dan bagian yang menerima
intussusceptum (diinvaginasi) disebut intussuscipiens.
Intussusception merupakan salah satu penyebab spesifik dari obstruksi
usus. Obstruksi usus disebabkan oleh adanya objek dalam lumen. Penyebab

4
yang spesifik yang lain antara lain : benda asing, volvulus. torsio usus,
terkurungnya usus besar karena hernia (termasuk semua tipe hernia
abdominal, hernia diafragmatika), adhesi (post trauma atau post operasi),
abses, granuloma atau hematoma, malformasi congenital (stenosis atau
atresia) dan neoplasia usus.

Gambar 1. Usus yang terlipat


(sumber : Maaruf, Adrin. 2016)

Gambar 2. Sumbatan pada usus


(sumber : Maaruf, Adrin. 2016)

5
3.2 Indikasi
3.2.1 Indikasi Enterotomy
Terdapatnya benda asing (corpus alineum) di dalam usus dapat
mengakibatkan usus robek (jika benda tersebut terlalu besar), mengganggu
proses penyerapan pada usus dan Intussusception. Terdapatnya corpus
alineum di dalam usus menjadi salah satu indikasi dilakukannya enterotomy.
3.2.2 Indikasi Enterectomy
Enterectomy dilakukan bila ada gangren pada usus karna neoplasma,
corpora aliena, strangulasi (karena adesi, kompressi, intussuseption, volvulus/
tosio).

6
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Teknik Operasi


4.1.1 Persiapan Operasi Enterotomy dan Enterectomy
a. Pasien
Sebelum operasi dilaksanakan, pasien dipuasakan selama 12 jam
dengan tujuan untuk menghindari dampak pemberian anastesi dan untuk
membersihkan saluran pencernaan. Hewan dimandikan dan dicukur
bulunya disekitar daerah yang akan dioperasi.
b. Alat dan Bahan
Peralatan bedah disterilkan dan disediakan obat-obat yang
diperlukan. Alat yang digunakan adalah: meja bedah, spuit 2.5 cc, scalpel,
arteri klem, needle holder, gunting tumpul dan runcing, pinset anatomis
dan serurgis, alis forcep, drapping, pemegang tampon, tampon, kain kasa,
sarung tangan dan stetoskop. Bahan yang digunakan adalah alkohol 70%,
iodium tincture 3%, NaCL fisiologis, antibiotik (penicillin oil, procain
penicillin G, Penstrep 1%) vitamin B kompleks, obat premedikasi
(Atropin sulfat), obat anastesi (ketamin dan Xylazin), benang catgut
kromik dan benang nilon.
c. Premedikasi dan Anestesi
Premedikasi yang digunakan pada operasi ini adalah Atropine Sulfat
dengan dosis 0,02 – 0,04 mg/kg berat badan secara intra muskulus. Hal
ini dilakukan untuk mencegah terjadinya muntah, hipersalivasi dan
sebagai sedatif. Setelah sepuluh menit dilanjutkan dengan pemberian
anastesi umum, diberikan Ketamin 10 – 40 mg/kg berat badan, Xylazin 1
– 3 mg/kg berat badan yang dikombinasikan dalam satu spuit secra intra
muskulus. Kombinasi obat anastesi dilakukan untuk mendapatkan
anastesi yang sempurna, dimana kedua obat ini mempunyai efek kerja
yang antagonis atau berlawanan, sehingga efek buruk yang ditimbulkan
berkurang. Ketamin mempunyai sifat analgesik, analgesik dan kataleptik
dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistem

7
somatik, tetapi lemah untuk sistem viseral. Tidak menyebabkan relaksasi
otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya meninggi. Ketamin mimilik
kekurangan yaitu sangat lemah sifat analgesik pada visceral karena itu
tidak dapat diberikan secara tunggal untuk prosedur operasi (Fossum,
2002). Sedangkan xylazin mempunyai efek sedasi, analgesi,anastesi dan
pelemas otot pada dosis tertentu. Xylazin mempunyai efek terhadap
sistem sirkulasi, penafasan dan penurunan suhu tubuh. Selain itu dapat
menyebabkan bradiaritmia, serta diikuti oleh hipotensi yang berlangsung
lama (Artmeier, 1972).
Setelah hewan benar-benar teranastesi baru dilakukan penyayatan
pada daerah abdomen dengan posisi dorso recumbency dari mulai kulit
sampai menembus lapisan peritonium. Pada saat penyayatan lapisan
peritonium hendaknya dibantu dengan jari tangan untuk menghindari
tersayat atau tergunting organ visceral. Selama berlangsung stadium
anastesi, cardiolog memonitor frekuensi denyut jantung dan pernafasan
setiap 5 menit sekali.

4.1.2 Teknik Operasi Enterotomy


Setelah pasien teranastesi, pasien diletakkan di atas meja operasi pada
posisi dorsal recumbency dan keempat kaki diikat pada sisi kiri dan kanan
meja operasi, kemudian daerah yang akan diincisi didesinfeksi dengan
alkohol 70% dan Iodium tincture 3%, pasang dook steril pada daerah
abdomen. Incisi kulit melalui linea median, dari umbilicus ke caudal
sepanjang kurang lebih 5-6 cm, kulit dan jaringan subcutan diincisi dengan
menggunakan scalpel, preparasi tumpul dilakukan untuk mendapatkan linea
alba, kemudian bagian kiri dan kanan linea alba dijepit dengan allis forceps,
kemudian dengan ujung gunting atau scalpel dibuat irisan kecil pada linea
alba. Irisan diperpanjang dengan menggunakan gunting lurus (sebagai
pemandu, jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri di letakkan di bawah linea
alba agar organ dalam tidak tergunting).
Kemudian intestinum dikeluarkan, bagian kiri dan kanan dari intestinum
yang akan disayat diikat dengan kain kasa kemudian kain kasa tersebut

8
diklem. atau dijepit dengan menggunakan Doyen intestinal clamps yang tidak
merusak usus Dibuat sayatan pada permukaan intestinum dan benda asing
dikeluarkan, usahakan agar usus tetap dalam keadaan basah dengan cara
membilas dengan penstrep 1%. Daerah Incise kemudian dijahit menggunakan
catgut chromic 3/0 dengan pola jahitan Connell, cushing atau lambert pada
lapis kedua.

Gambar 3. Temuan benda asing


(sumber : Ismail, Irwan. dkk)

Gambar 4. A,B dan C Insisi dinding Usus; D. Menutup dinding usus


dengan pola jahitan connel, cushing atau lambert
(sumber : Maaruf, Adrin. 2016)

9
Gambar 5. Pola jahitan yang dapat digunakan D). Connel, E). Cushing, F).
Lembert
(sumber : Maaruf, Adrin. 2016)

Untuk memastikan ada tidaknya kebocoran dilakukan uji kebocoran


usus. memastikan tidak adanya kebocoran atau kebuntuan pada daerah
jahitan dengan cara :
a Memasukan cairan berupa larutan penstrep ke dalam lumen usus
pada daerah jahitan, dimana sebelumnya dilakukan pembendungan di sisi
kanan dan kiri usus.
b Memasukkan atau menekan ujung jari tangan ke daerah jahitan.
Setelah dipastikan tidak bocor, intestinum dimasukkan kembali ke
rongga abdomen, kemudian peritoneum dijahit dengan menggunakan benang
nilon simple interrupted, musculus dan fascia dijahit dengan benang cat gut
pola simple continous dan kulit dijahit dengan nilon pola simple interrupted
(Anonymous, 2004).

4.1.3 Teknik Operasi Enterectomy


Pada enterectomy, cabang – cabang arteri mesenterica yang menuju
daerah yang gangrenous diikat dua kali dengan catgut chromic 3/0.
Pembuluh darah disepanjang tepi mesenterium juga diikat dengan catgut
chromic 3/0 atau 4/0. Bagian yang akan direseksi dijepit dengan carmalt
forceps (traumatic) sedangkan diluarnya dijepit dengan Pearlman intestinal
bulldog clamps (non traumatic) atau dijepit dengan jari tangan. Bagian usus
dipotong di antara 2 clamps tersebut. Lemak mesenterium yang berada di

10
dekat incise dihilangkan. Kedua bagian usus dianastomosis dengan catgut
chromic 3/0 dengan pola jahitan simple interrupted. Pada bagian dimana
mukosa yang menonjol keluar bisa ditambah dengan jahitan Lambert.
Mesenterium ditutup dengan cat gut chromic no. 4/0 dengan pola jahitan
simple interrupted. Daerah anastomosis diirigasi dan laparotomy pack
diambil, usus direposisi ke rongga abdominal. Bila ada kontaminasi diirigasi
dengan 250 ml larutan yang mengandung kanamycin 100 mg/kg. Kemudian
cairan disedot kembali. Kemudian dinding abdomen ditutup dengan jahitan
simple interrupted menggunakan benang catgut chromic 2/0. Jaringan
subkutan dijahit continous menggunakan catgut chromic 2/0. Kulit dijahit
simple interrupted menggunakan benang non absorbable.

Gambar 6. A. Dinding usus dijepit dan dilakukan pemotongan untuk


membuang usus; B dan C menyambung dinding usus yang telah terpotong
(sumber : Maaruf, Adrin. 2016)

4.1.4 Pasca Operasi Enterotomy dan Enterectomy


Setelah operasi selesai, daerah incise dibersihkan dan diolesi dengan
iodium tincture 3%, ke dalam daerah bekas operasi disemprotkan penisilin oil.
Pasien dimasukkan ke dalam kandang yang bersih, kering dan terang. Selama
masa perawatan diberikan makanan yang mudah dicerna, luka operasi dijaga

11
kebersihannya, jahitan dibuka setelah luka operasi kering dan pada bekas
operasi dioles Iodium tincture 3%.
Menjaga keseimbangan cairan intravena dan suplemen elektrolit sejak
hewan mulai minum air. Memberikan makanan dan minuman selama 12-24
jam setelah diet regular. Berikan antibiotik 2-4 jam postoperasi untuk
menghindari terjadinya peritonitis. Pada kasus ini terapi berlanjut, sebagai
dasar untuk pemiliha antibiotik bakterial yang diberikan setelah operasi.
Monitor gejala klinis diantaranya depresi, demam yang tinggi, kesakitan
abdominal, muntah dan ileus dimana hal ini mengindikasikan seperti
terjadinya peritonitis. Jika diperlukan, diagnostik yang tepat seperti
abdominocentosis dan tindakan therapeutic.

12
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Enterotomy adalah suatu tindakan penyayatan pada usus baik usus halus
maupun usus besar yang mengalami gangguan (penyumbatan) atau karena adanya
benda asing (tulang yang keras, kaca, kawat, besi, seng dan rambut) atau
kemungkinan adanya gangren pada usus (Yusuf, 1995). Terdapatnya benda asing
(corpus alineum) di dalam usus dapat mengakibatkan usus robek (jika benda
tersebut terlalu besar), mengganggu proses penyerapan pada usus dan
Intussusception. Terdapatnya corpus alineum di dalam usus menjadi salah satu
indikasi dilakukannya enterotomy. Enterectomy adalah tindakan operatif
memotong usus yang rusak akibat intususepsi, volvulus, strangulasi, tumor atau
tersumbat oleh benda asing. Pelaksanaan enterektomi sendiri merupakan suatu
keputusan yang berat bagi seorang dokter karena memiliki resiko kematian yang
sama antara tidak dilaksanakan operasi atau melakukan operasi dengan metoda
yang tidak benar.
Perawatan post operasi, daerah incise dibersihkan dan diolesi dengan iodium
tincture 3%, ke dalam daerah bekas operasi disemprotkan penisilin oil. Pasien
dimasukkan ke dalam kandang yang bersih, kering dan terang. Selama masa
perawatan diberikan makanan yang mudah dicerna, luka operasi dijaga
kebersihannya, jahitan dibuka setelah luka operasi kering dan pada bekas operasi
dioles Iodium tincture 3%. Selain itu, perlu diperhatikan untuk menjaga
keseimbangan cairan intravena dan suplemen elektrolit sejak hewan mulai minum
air. Memberikan makanan dan minuman selama 12-24 jam setelah diet.

5.2 Saran
Praktek langsung sangat perlu kiranya dilakukan karena dalam hal ini jika
hanya sekedar membaca agak sulit untuk dibayangkan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Boedi; Sudarminto; Hertaningsih. 2010. Perbandingan Kadar Elektrolit Serum


Pascaenterectimy Ekstensi 75% PADA Anding yang Diterapi dengan
Laktoferin

Irwan Ismail, Wahyu Andry Lesmana, Reski Olivia Duri, Suci Amalia Arlansyah,
Aulia Al Hasanati, Wahyuni. Enteretomy Dan Enterectomy. Paktikum Ilmu
Bedah Khusus Veteriner Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas
Kedokteran, Universitas Hasanuddin.

Maaruf, Adrin. 2016. Teknik Operasi Pharyngotomy pada Hewan (Bedah Sistem
Digesti). https://mydokterhewan.blogspot.com. Diakses pada tanggal 5
Oktober 2017

Raghunath1, Vidya Sagar, Sailaja, Ravi Kumar. 2016. Surgical Correction Of


Intestinal Obstruction In A German Shepherd Dog. Sch J Agric Vet Sci
2016; 3(3):187-189

Sudisma, I.G.N., Putra Pemayun, I.G.A.G., Jaya Wardhita, A.A.G., dan Gorda, I.W.
2006. Ilmu Bedah Veteriner dan Teknik Operasi. Denpasar: Pelawa Sari

Scott Anderson. 2002. Surgical Case Report: Intestinal Surgery.


Www.Dvmpulse.Com – Southern California Veterinary Medical
Association’s Official Magazine

14
Raghunath M et al.; Sch J Agric Vet Sci., Apr-May 2016; 3(3):187-189

Scholars Journal of Agriculture and Veterinary Sciences e-ISSN 2348–1854


Sch J Agric Vet Sci 2016; 3(3):187-189 p-ISSN 2348–8883
©Scholars Academic and Scientific Publishers (SAS Publishers)
(An International Publisher for Academic and Scientific Resources)

Surgical Correction of Intestinal Obstruction in a German Shepherd Dog


M. Raghunath1, P. Vidya Sagar2, B. Sailaja2, P. Ravi Kumar2
1
Associate Professor & Head, Dpt. Of TVCC, Teaching Veterinary Clinical Complex, N.T.R. College of Veterinary
Science, SVVU, Gannavaram, Krishna (Dt.), Andhra Pradesh-521301
2
Assistant Professor, Dept. of Surgery & Radiology, Teaching Veterinary Clinical Complex, N.T.R. College of
Veterinary Science, SVVU, Gannavaram, Krishna (Dt.), Andhra Pradesh-521301

*Corresponding Authors
Name: P. Ravi Kumar
Email: doctorpentyala@gmail.com

Abstract: A 15 month old German shepherd dog was presented with a history of chronic vomitions, anorexia,
dehydration and loss of condition. Physical examination revealed a hard palpable object in mid abdominal region and
lateral abdominal radiograph revealed a radiolucent foreign body with moderate distension of intestinal loops.
Emergency exploratory enterotomy was performed and maize corn was retrieved. The animal recovered uneventfully and
started taking normal food without any post-operative complications.
Keywords: Maize corn, Intestinal foreign body, Enterotomy, Management

INTRODUCTION clinical complex with a history of chronic vomitions


Gastro intestinal obstruction can result from with in 15 min after feeding since 2 days. Physical
neoplasia, foreign bodies, polyps, gastric dilatation, examination revealed moderate dehydration, sunken
volvulus, gastric hypertrophy, intussusceptions and eyes and pale mucus membranes.
incarcirations [1]. Surgical interventions related to the
treatment of small intestinal obstruction represents Abdominal palpation revealed a hard intra-
approximately 0.5-1 percent of all surgical procedures abdominal mass and lateral radiograph of caudal
in dogs [2]. abdomen revealed gas filled moderately distended
intestinal loops and a radio lucent foreign body, in the
The present paper describes the surgical caudal abdominal region (Fig. 1). Haematological
management of intestinal obstruction due to a radio examination showed anaemia and mild neutrophilia.
lucent foreign body, maize corn in a German shepherd
dog. Based on the clinical and radiographic
examination the case was diagnosed as intestinal
CASE HISTORY AND CLINICAL obstruction due to a radiolucent foreign body and
OBSERVATIONS prepared for the emergency exploratory laporotomy.
A 6 month old male German shepherd dog
weighing 15kg was presented to the teaching veterinary

Fig-1: Photo radiograph showing obstruction of radiolucent foreign body and gas filled loop of intestine at caudal
abdominal region

Available Online: http://saspjournals.com/sjavs 187


Raghunath M et al.; Sch J Agric Vet Sci., Apr-May 2016; 3(3):187-189

Fig-2: Photograph showing obstruction of foreign body at caudal jejunum

Fig-3: Photograph showing removal of maize corn from the caudal jejunum

TREATMENT AND DISCUSSION apposition suture pattern. The loops of intestine were
After routine aseptic surgical preparation, the thoroughly lavaged with normal saline and checked for
dog was premedictated with atropine sulphate @ 0.04 patency before repositioned into the abdomen.
mg/kg body weight subcutaneously and general Laparotomy incision was closed in routine manner with
anaesthesia was induced with diazepam @0.5 mg/kg no 1 vicryl in simple interrupted pattern. The animal
body weight and thiopentone sodium hydrochloride @ was recovered uneventfully from anaesthesia.
10mg/kg body weight intravenously and maintained by
inhalant anaesthesia using isoflurane. Ringers lactate Post operatively the dog was administered
was administered pre operatively and throughout the cefotoxim @ 20 mg/kg bwt twice daily for 7 days,
operation period until it recovered from anaesthesia. atropine sulphate @0.04 mg/kg bwt subcutaneously
once a day for 3 days; meloxicam@ 0.2 mg/kg bwt and
Exploratory laparotomy through ventral ranitidine@ 0.5mg/kg b wt intramuscularly once a day
midline incision was performed. Exteriorization of for 3 days. Antiseptic dressing was performed daily and
intestine revealed obstruction at caudal portion of sutures were removed on 12th post operative day.
jejunum (Fig. 2).The abdomen was packed with sterile
drape to prevent spillage of intestinal contents into the An oral liquid diet was started 24 h after
peritoneal cavity. A full thickness stab incision was surgery and solid diet was started after 3 days.
made distal to the foreign body and maize corn was Intravenous fluid therapy using 250ml of normal saline
removed (Fig. 3).The enterotomy incision was closed and 250ml of ringers lactate solution twice daily was
with no 3-0 vicryl in double layer simple continuous given for 3 days to counter act dehydration and acid

Available Online: http://saspjournals.com/sjavs 188


Raghunath M et al.; Sch J Agric Vet Sci., Apr-May 2016; 3(3):187-189

base imbalances. The dog was recovered and started


normal solid and liquid food intake after 3 days.
Obstructive condition of alimentary tract was one of the
most common ailments noticed in dogs. The higher
incidence of GIT obstruction reported in young male
dogs might be because of their voracious,
indiscriminative feeding habits and playful nature [3].
In the present case, maize corn was by passed through
the pylorus and obstructed in the distal jejunum.
Obstruction due to foreign bodies most often occurs in
small intestine due to its smaller luminal diameter [4].

Most common foreign bodies retrieved in


canine gastrointestinal obstruction include stones,
plastics, fabrics, coins, rubber objects, food wrappings,
bottle caps, fish hooks, sewing needles, marbles, corn
cabs, hair balls, fruit seeds, tampons and bones [4].
Symptomology of intestinal obstruction is usually
nonspecific which include vomitions which do not
respond to antiemetic, anorexia, dehydration and loss of
condition as observed in the present case [5]. Along
with the clinical signs abdominal palpation helps in
making a presumptive diagnosis in git obstruction [6].
The common post-operative complications after
enterotomy include intestinal suture dehiscence leading
to peritonitis and ileus. In the present case, none of
these complications were observed and recovered
uneventfully.

REFERENCES
1. Atray M, Raghunath M, Singh T, Saini NS;
Ultrasonographic diagnosis and surgical
management of double intestinal intussusception in
3 dogs. The Canadian Veterinary Journal, 2012;
53(8):860.
2. Crha M, Lorenzova J, Urbanova L, fitchel T, Necas
A; Effect of preoperative motality in dogs with
small bowel obstruction. Acta veterinaria Brno,
2008; 77:257-261.
3. Kumar DD, ameerjan K, David WA; gasrro
intestinal tract obstruction in dogs. I J VER SUR,
2000; 21: 43-44.
4. Papazogolou LG, Patsikas MN, Rallis T; Intestinal
foreign bodies in dogs and cats. Comp on con edu
for the pract vet., 2003; 25: 830-43.
5. Capak D, Brrick A, harapin I, mticiv D, Radisic B;
Treatment of the foreign body induced occlusive
ileus in dogs. Veterinary archive, 2001; 71: 345-59.
6. Peppler C, amort M, Thiel C, Kramer M; Linear
foreign body as a cause of ileus in cats- incidence,
diagnosis nad treatment. Small animal vet pract.,
2008; 38:437-42.

Available Online: http://saspjournals.com/sjavs 189


www.dvmpulse.com – Southern California Veterinary Medical Association’s Official Magazine

DIMEN SIONS by SCOTT ANDERSON, DVM, Diplomate of the American College of Veterinary
Surgeons, Diplomate of the American College of Veterinary Emergency and
Critical Care, Diplomate of the American Board of Veterinary Practitioners
IN PHIL GILL, DVM, Diplomate of the American College of Veterinary Surgeons
SURGERY LARRY LIPPINCOTT, DVM, Diplomate of the American College of
Veterinary Surgeons
MARY SOMERVILLE, DVM, Staff Surgeon
SHARON SHIELDS, DVM, Staff Surgeon
RAVIV J. BALFOUR, DVM, Diplomate
of the American College of Veterinary Surgeons
ERIN WILSON, DVM, Staff Surgeon
rger y
Dimensions in Su
year!
is now in its 17th

Surgical Case Report:


Intestinal Surgery
EMPHASIS: case of neoplasia, to determine if GI tract from the stomach to the
Enterotomy and intestinal resection/anas- metastatic involvement is present in colon.
tomosis are routinely performed in most other organs.
ENTEROTOMY:
veterinary practices. Gastrointestinal for- 5. Abdominocentesis: if effusion is
eign bodies, intestinal neoplasia, intussus- 1. To minimize spillage of intestinal
present.
ceptions, and penetrating trauma are all contents, have the surgical assistant
6. Diagnostic peritoneal lavage. digitally occlude the intestine
frequent indications for intestinal surgery.
7. Fiberoptic endoscopy; if the proximal and distal to the incision.
In this paper we will review current tech-
suspected lesion is accessible by this AXIOM: Bobby pins of varying sizes can be
niques for surgery of the intestine.
means. used as a very convenient, atraumatic intes-
PREOPERATIVE DIAGNOSTICS: tinal forceps. These are moremaneuverable
PREOPERATIVE CARE:
1. Complete physical examination. and less difficult to work around than a
1. Indwelling cephalic catheter. Doyen atraumatic intestinal forceps.
2. Minimum data base: CBC, serum
2. Intravenous anesthetic induction 2. Stab incision on the antimesenteric
chemistry profile and urinalysis.
protocol. border of the intestine.
3. Radiography:
3. Endotracheal intubation and inflate 3. Extend the incision with scissors,
a. Two-view radiographs of the cuff. over a sufficient length to extract
abdomen.
4. Isoflurane inhalant anesthesia to the foreign body without
b. Contrast radiography: occasion- effect traumatizing the incision edges
ally a barium upper GI study (See Figure 1).
5. Lead II ECG and pulse oximetry
may be performed (to demon-
monitoring during prep and AXIOM: It is better to make a longer inci-
strate obstruction or partial
surgery. sion, permitting easy extraction of the for-
obstruction), or a barium enema
6. Clip and prepare the abdomen for eign body, rather than trying to squeeze the
may be performed.
aseptic surgery. foreign body out through a too small entero-
AXIOM: If a perforating intestinal lesion tomy.
is suspected, the use of barium is con- 7. Cefazolin 20 mg/kg IV
immediately preoperatively. 4. Full thickness appositional sutures
traindicated. A water-soluble contrast
of 3-0 or 4-0 mono-filament
agent should be used in such cases. AXIOM: Second generation Cephalo- absorbable suture material are
c. Two-view thoracic radiographs: sporins may be advisable for procedures of placed 3mm apart to close the
if malignant neoplasia is suspect- the ileum or colon. enterotomy.
ed, to check for pulmonary
SURGICAL TECHNIQUE: 5. Alternatively, for a short
metastases.
1. Midline laparotomy. enterotomy, a simple continuous
4. Abdominal ultrasonography: to pattern may be used.
evaluate the primary lesion; in the 2. Perform an abdominal exploratory
evaluating all organs and the entire continued on page 14

www.dvmpulse.com – Southern California Veterinary Medical Association’s Official Magazine January 2002 1
© 2001 Southern California Veterinary Medical Association
www.dvmpulse.com – Southern California Veterinary Medical Association’s Official Magazine

DIMENSIONS IN SURGERY
continued from page 13

short rib bone bone forceps removing


the short rib bone

B
C

D
A B
A B
E
Heineke-Mikulicz closure

Figure One: This schematic drawing depicts: A) A large short rib bone lodged in the jejunum. B) The longitudinal enterotomy allows gentle
removal of the foreign body. Note that the incision is longer than the object to be removed. Do not force a large object through a small incision.
C) The longitudinal enterotomy is closed longitudinally. In a larger patient, this closure does not compromise the cross sectional diameter of the
bowel lumen. This closure in a small patient will diminish the bowel lumen, and the Heineke-Mikulicz closure should be used. D) and E) outline
the Heineke-Mikulicz closure pattern. D) The longitudinal enterotomy is seen after the foreign body has been removed. Note A and B and see how
they change as the longitudinal incision is closed transversely. E) This transverse closure, though bizarre looking, effectively increases the bowel
lumen at the point of closure. See how A and B have changed.

AXIOM: For small patients, a Heineke-Mikulicz closure pattern 5. Clamp the edges of the segment to be removed, to
may be used, closing the longitudinal incision transversely to mini- minimize spillage when the intestine is incised
mize the risk of attenuating the lumen at that site (see Figure 1). (see Figure 2).
6. The integrity of the closure may now be tested by 6. Incise the mesentery (See Figure 2).
occluding the bowel proximal and distal to the closure 7. Transect the intestine to complete the resection.
site, and injecting a small amount of sterile saline solution
into the intestinal lumen. 8. Suction the exposed intestinal lumen at each end, to
minimize spillage as the procedure is completed.
7. If the viability of the involved region of intestine is
questionable, an omental patch or a serosal patch may be 9. There are three methods to perform the anastomosis:
placed. a. Sutured anastomosis:
8. Liberally flush the area with warm isotonic saline solution. 1. place an interrupted full thickness suture at the
AXIOM: For the remainder of the surgery, use fresh gloves and mesenteric and antimesenteric borders, maintaining
instruments, to avoid contaminating the tissues with bacteria from these as a stay suture (see Figure 3).
the intestinal lumen. 2. Place interrupted sutures at 3 mm intervals to
9. Routine abdominal, subcutaneous and skin closure. complete the closure (See Figure 3). Alternatively, a
continuous closure is preferred by some surgeons.
RESECTION AND ANASTOMOSIS: AXIOM: Do not pull the continuous suture too tight: this could cre-
1. Determine the length of intestine to be removed. ate a purse-string effect, decreasing the intestinal diameter at the
2. Identify the mesenteric vessels that will be preserved. anastomotic site.

3. Ligate the mesenteric vessels leading to the intestinal AXIOM: If the ends to be anastomosed are unequal in size, and a
segment to be removed. sutured anastomosis is to be performed, the narrower intestinal end
should be cut obliquely (see Figure 3) to allow circumferential appo-
4. Using Bobby pins as described above, occlude the
sition.
intestine proximal and distal to the surgical site (or, have
the surgical assistant manually occlude the bowel). continued on page 15

www.dvmpulse.com – Southern California Veterinary Medical Association’s Official Magazine January 2002 2
© 2001 Southern California Veterinary Medical Association
www.dvmpulse.com – Southern California Veterinary Medical Association’s Official Magazine

carmalts
DIMENSIONS IN SURGERY assistant surgeon’s fingers
continued from page 14
bowel pathology

bowel and mesenteric


b. Surgical stapling tools:
resection plane
1. perform a side-to-side
anastomosis of the antimesenteric
borders using a GIA (gastro-
intestinal anastomosis) device (See mesenteric arteries
Figure 4). A doubly ligated
2. Use a TA (thoraco-abdominal)
stapler to close the open ends of
the intestine (see Figure 4). This
creates a side-to-side anastomosis
that is functionally identical to an
end-to-end anastomosis. B
AXIOM: Place stay sutures at the points indi-
cated to help manipulate the intestinal ends as Figure Two: This schematic
the stapler is being applied. drawing depicts: A) Isolation of
the pathology. Assistant
c. Skin stapler anastomosis (See Figure
surgeon’s fingers strip back the
5): this was recently reported in the luminal contents. Forceps
Veterinary Surgery journal: a skin clamp off the pathology. The
stapler, with staple size 5.7mm x 3.8 regional blood supply to the
mm, is used to place staples instead pathology is identified proximally and
of interrupted sutures. is ligated distally. The mesentery is
divided. B) The resection removes the
6. The integrity of the closure may now be pathologic bowel segment leaving
tested by occluding the bowel proximal viable tissue to be anastomosed.
and distal to the closure site, and
injecting a small amount of sterile saline
solution into the intestinal lumen. mesenteric stay sutures
antimesenteric stay sutures interrupted anastomosis
7. If the viability of the involved region of intestine
is questionable, an omental patch or a serosal
patch may be placed.
8. Liberally flush the area with warm isotonic saline
solution.
AXIOM: For the remainder of the surgery, use fresh gloves
and instruments, to avoid contaminating the tissues with
bacteria from the intestinal lumen. continuous
mesenteric
9. Routine abdominal, subcutaneous and skin
closure. A closure B
POSTOPERATIVE CARE:
1. Pain management as needed using injectable, C1). larger diameter anastomosing to smaller diameter
oral or transdermal analgesics.
continued on page 16
C A B

Figure Three: This series of schematic drawings depicts C2). smaller bowel is resected obliquely increasing the
various end to end intestinal anastomotic techniques: A) cross sectional diamter of the anastomotic site
This drawing depicts the two approximated bowel lumens.
mesenteric and antimesenteric stay sutures are placed to A B
facilitate anastomosis. B) The intestine has been
anastomosed and the mesenteric incision is being closed. C) C3). the dissimilar lumens are
This series demonstrates how to end to end anastomose anastomosed successfully
lumens of differing cross-sectional diameter. C1) A has a
larger diameter than does B. C2) B is obliquely resected to A B
afford a larger bowel lumen. C3) A and B are anastomosed
successsfully.

www.dvmpulse.com – Southern California Veterinary Medical Association’s Official Magazine January 2002 3
© 2001 Southern California Veterinary Medical Association
www.dvmpulse.com – Southern California Veterinary Medical Association’s Official Magazine

DIMENSIONS IN SURGERY
continued from page 15

Arms of GIA auto- The GIA has been


2. Broad spectrum antimicrobial
suture machine removed. Notice treatment as per surgeon’s
stay
A1 suture A2 inside the bowel A3 the cut and sutured judgement.
segments window between
the bowel
3. The patient may be fed 12 to
segments 24 hours after surgery.
4. Suture removal 14 days
postoperatively.

Figure Four: This series of schematic


drawings depicts: A) (in the drawings A1-
The TA 55 machine A5) The GIA (General Intestinal Anas-
Completed
A5 has been applied
tomosis) and the TA (Terminal Anastomosis)
across the ends
closure of the machines are depicting anastomosing 2
of the bowel
anastomosis segments
A4 bowel lumens. B) This end to end anas-
using the The arrow shows tomosis has been done using a skin stapling
TA 55 the path of food machine.
machine and liquid that
now can pass
the anastomosis

AUTHOR’S NOTE
B If you have any questions concern-
ing this paper, additional refer-
ences, surgical supplies or sources
of products mentioned or used in
this protocol, please FAX us at 1-
310-479-8976. We will answer
your questions promptly.

Coming Attractions
A Free Continuing Education Service Available:
Chylothorax is defined as the
• To obtain a free bound book containing recent “DIMENSIONS IN presence of chylous effusion in the
SURGERY” articles, merely mail your business card to us, and on the back write: thoracic cavity. It occurs when
“YEARLY SUMMARIES.” chyle escapes from the thoracic
duct within the thoracic cavity. If
• Mail Your Card To:
trauma is the cause, the duct will
Larry Lippincott, Scott Anderson, and Phil Gill often heal quickly and the
1736 South Sepulveda Blvd., Suite A chylothorax will resolve. More
Los Angeles, California 90025. common etiologies include
obstruction of the flow through the
• We will send you a binder containing the “DIMENSIONS IN SURGERY” arti-
duct, due to neoplasm or other
cles from the past two years, indexed and ready for quick office reference.
mass lesions, inflammatory disease
• Please be patient with the mailing of your articles. or increased venous due to
pericardial or cardiac disease.
• All first time “YEARLY SUMMARIES” requests received after January 2001 will
Chylothorax may also be seen with
receive the last two years’ articles in one bound book.
a diaphragmatic hernia or a lung
• 24 of the most requested articles from the first three years of publication are still lobe torsion. The majority of the
available and are contained in the Practical Guide For Small Animal Surgery cases are idiopathic.
book which can obtained from the SCVMA office. Next month, we shall present
our updated protocol for surgical
• The SCVMA now publishes Dimensions In Surgery articles and drawings on
relief of chylothorax
the Internet. Please visit us at: www.DVMPulse.com
See you then!

www.dvmpulse.com – Southern California Veterinary Medical Association’s Official Magazine January 2002 4
© 2001 Southern California Veterinary Medical Association
Jurnal Veteriner Juni 2010 Vol. 11 No. 2 : 74-80
ISSN : 1411 - 8327

Perbandingan Kadar Elektrolit Serum


Pascaenterektomi Ekstensif 75 % pada Anjing yang
Diterapi dengan Laktoferin
COMPARISON VALUE OF SERUM ELECTROLYTES
AFTER 75% EXTENSIVE ENTERECTOMY ON DOG WITH LACTOFERRIN TREATMENT

Boedi Setiawan1, Sudarminto2, Hartiningsih2


1
Departemen Klinik Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga
Kampus C. Jl. Mulyorejo Surabaya, 60115. Telp. 031-5927832
Email boedi_st @unair.ac.id
2
Bagian Bedah dan Radiologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRACT

A severe and extensive intestine damages can occur in dogs suffering from volvulus , strangulation,
intersuception and neoplasia. Extensive enterectomy is the most common medical treatment for dogs
suffering from such disorder. A study was therefore conducted to compare the serum electrolyte level of
extensively enterectomyzed dogs after being treated with different level (0%, 0.05% and 0.5 mg/body
weight) of lactoferin. As many as 9 dogs at 3-4 moth-old and with the body weights ranging from 4-5 kg
were used. After being enterectomized to the extent of 75% out of the total length of the intestine, the dogs
were divided randomly into 3 groups (I, II and III) each of which consisted of 3 dogs. The three groups were
treated for 30 days respectively with 0.0 mg/body weight, 0.05mg/kg body weigth and 0.5mg/kg body
weight of lactoferin. The electrolyte levels (Na, K and Cl ion) of dogs were determined at days 1, 15 and 30
of during the treatment. The data collected from this study were analysed by Analysys of Variance (Anova)
proceded by Duncan Multiple Range test (DMRT). The result showed that at days 15 and 30 of the
treatment, the electrolyte levels of the dogs with lactoferin (0.05 and 0.5 mg/body weight) were significantly
higher than in dogs without lactoferin (0mg/bodyweight). The level of Na ion of dogs with 0,5, 0,05, dan 0
mg/kg bw lactoferin were 143, 143,4, dan 141,7 mEq/L respectively at day 15 and 147, 150, dan 137,7
mEq/L respectively at day 30. The levels of K ion for those dogs were 5,17, 4,97, dan 3,83 mEq/L
respectively at day 15 and 30: 5,1, 5,13, 3,73 mEq/L respectively at day 30. Meanwhile, their Cl levels
were 113,7, 114,3, 104 mEq/L respectively at day 15 and 115,3, 117,3, dan 91,3 mEq/L respectively at
day 30. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa memperian lactoferin memperbaiki kadar elektrolit
serum anjing yang dienterektomi secara ekstensif. It was evidence that lactoferin treatment can improved
the electrolyte profiles of extensively enterotomized dogs.

PENDAHULUAN digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu, air,


elektrolit dan vitamin juga diabsorbsi (Sherwood,
Usus halus mempunyai dua fungsi yang 2001).
sangat penting bagi tubuh kita, yaitu : Kerusakan pada usus halus dengan derajat
pencernaan serta absorsi bahan nutrisi dan air. yang meluas misalnya akibat volvulus,
Proses pencernaan dimulai dari dalam mulut strangulasi, neoplasia, intususepsi maka harus
dan lambung oleh kerja enzim ptialin, asam dilakukan enterektomi secara ekstensif
klorida, dan pepsin terhadap bahan makanan (pemotongan sebagian usus yang relatif
yang masuk. Proses ini dilanjutkan oleh enzim- panjang). Hal ini dimungkinkan untuk
enzim pankreas di dalam duodenum dengan menghindari adanya komplikasi dan perkem-
menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein bangan penyakit yang lebih progresif.
menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Enterektomi yang ekstensif akan mengaki-
Absorbsi adalah pemindahan hasil-hasil batkan hilangnya sebagian besar lapisan endotel
akhir pencernaan karbohidrat, lemak, dan di mukosa usus yang berfungsi untuk aktifitas
protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan digesti, absorbsi, dan sekresi. Enterektomi yang
asam-asam amino) melalui dinding usus ke ekstensif juga dapat menyebabkan gangguan
sirkulasi darah dan limfe, yang kemudian absorbsi nutrien, elektrolit dan vitamin sehingga

74
Setiawan etal Jurnal Veteriner

terjadi sindrom malabsorbsi yang dikenal sebagian besar merupakan peptida yang besar
dengan Short Bowel Syndrome (Shrock, 1983). atau glikoprotein. Efek mitogenik dan
Gejala klinis yang dialami oleh penderita kemotaktik growth factor diperantarai oleh
short bowel syndrome pascaoperasi enterektomi reseptor spesifik yang terletak pada permukaan
ekstensif adalah diare dan malabsorbsi yang sel. Growth factor yang berikatan dengan
akan menyebabkan hipovolemik (abnormalitas reseptor spesifiknya mengaktivasi tyrosine
volume sirkulasi pembuluh darah), dehidrasi, kinase dan mengirimkan signal intraselular
metabolik asidosis dan malnutrisi yang ditandai kepada inti DNA untuk menjalankan
dengan kehilangan berat badan, hipoalbu- transkripsi gen guna memproduksi protein
minemia, defisiensi potasium, kalsium, zinc, target (Schlessinger, 1988). Sejauh ini
magnesium, copper, asam lemak, vitamin larut mekanisme yang tepat mengenai proses
lemak, asam folat dan B 12 (Stollman dan transkripsi gen secara lengkapnya masih belum
Neustater, 1999). diketahui (Merchant et al., 1994).
Pascaenterektomi ekstensif, akan diikuti Untuk mengetahui proses adaptasi usus
dengan proses penyesuaian dari sisa usus yang halus ini maka digunakan parameter kadar
telah dioperasi agar tetap dapat mencapai fungsi elektrolit dalam serum darah. Tujuan penelitian
yang normal untuk proses digesti dan absorbsi. ini adalah membandingkan kadar elektrolit di
Penyesuaian inilah yang disebut sebagai adaptasi dalam serum darah pada anjing yang
usus halus terhadap enterektomi ekstensif. dienterektomi 75% dan diterapi dengan
Keadaan adaptasi usus halus ini ditandai laktoferin. Elektrolit yang diukur kadarnya
dengan adanya hiperplasia mukosa dan dalam serum darah adalah Na, Cl dan K karena
peningkatan absorbsi dengan penambahan 92% osmolalitas serum dalam keadaan normal
tinggi vili, lebar vili, kedalaman kripta maupun ditentukan oleh ion-ion Na, Cl dan K.
pertambahan diameter dan panjang usus Konsentrasi Na dalam serum menjadi ukuran
(Williamson, 1983). cermat untuk mengetahui cadangan Na dalam
Wilmore (1999), melaporkan bahwa banyak seluruh tubuh (Widman, 1983).
pasien yang mengidap short bowel syndrome
mengalami adaptasi usus yang kurang
sempurna, misalnya pertumbuhan vili dan METODE PENELITIAN
kripta yang kurang atau tidak adanya
penambahan panjang. Hal ini mungkin Hewan Coba
disebabkan oleh kurangnya growth factor untuk Penelitian ini menggunakan 9 ekor anjing
proses adaptasi tersebut. Akibatnya pasien lokal (bastar) betina, umur antara 3-4 bulan,
membutuhkan terapi nutrisi parenteral dalam dengan berat badan 4-5 kg. Hewan tersebut
jangka waktu yang lama untuk mempertahan- diperoleh dari sekitar desa Bolawen, Sleman,
kan status kesehatan pasien, yang tentunya Jogjakarta. Semua hewan percobaan
akan membutuhkan lebih banyak biaya. ditempatkan dalam kandang individu yang
Berdasarkan latar belakang inilah maka perlu mempunyai kondisi dan lingkungan yang sama.
dicarikan untuk mencari bahan yang Pada hari pertama dipelihara, semua anjing
mempunyai kemampuan sebagai like growth percobaan diberi obat cacing mebendazole dengan
factor, yang mudah diperoleh dan murah. dosis 25 mg/kg berat badan, sekali pemberian
Salah satu bahan yang diduga mempunyai melalui mulut. Satu minggu setelah pemberian
kemampuan sebagai like growth factor murah obat cacing semua hewan percobaan divaksinasi
dan mudah didapat adalah laktoferin (Lonnerdal parvovirus (Parvodog, PT. Romindo Prima-
dan Iyer, 1995). Diduga cara kerja laktoferin vetcom)
mirip dengan growth factor yang ada dalam Selama penelitian, anjing diberi makan dua
saluran pencernaan misalnya epidermal growth kali sehari yaitu pagi dan sore serta diberi air
factor (EGF). Menurut Hagiwara et al., 1995 minum secara ad libitum. Setelah 2 minggu
laktoferin lebih efektif daripada EGF dalam masa adaptasi dan semua anjing percobaan
menginduksi peningkatan jumlah sel yang dinyatakan sehat (tidak diare, tidak muntah,
dikultur selama 6 hari dalam medium yang nafsu makan normal, pemeriksaan feses negatif,
mengandung 0,2% fetal calf serum (FCS). temperatur, pulsus, dan respirasi, normal)
Growth factor adalah substansi esensial dilakukan operasi secara bertahap yaitu setiap
untuk pertumbuhan dan pembelahan sel, hari tiga ekor anjing.

75
Jurnal Veteriner Juni 2010 Vol. 11 No. 2 : 74-80

Rancangan Penelitian Anastomosis usus dilakukan dengan aposisi


Rancangan penelitian yang digunakan ujung ke ujung (end to end) dengan pola jahitan
adalah rancangan acak lengkap dengan tiga sederhana terputus menggunakan benang
kelompok perlakuan, tiga kali ulangan pada catgut kromik 3-0 (One Med, Indonesia) dengan
setiap kelompok perlakuan dan tiga kali waktu jarum lengkung diameter bulat. Penempatan
pengamatan. Setiap kelompok perlakuan diberi setiap simpul jahitan berjarak kira-kira 3 mm.
laktoferin dengan dosis yang berbeda. Bagian mesenterika yang terpotong dipertautkan
kembali dengan benang catgut kromik 3-0 pola
Enterektomi 75% dan Pemberian Laktoferin jahitan sederhana terputus.
Prosedur enterektomi sebesar 75% Selama prosedur operasi berlangsung,
dilakukan menurut Galijono (1989). Prosedur secara periodik usus dibasahi dengan larutan
operasi dapat diuraikan sebagai berikut : NaCl fisiologi steril guna mencegah kekeringan
sebelum operasi dilakukan anjing dipuasakan usus. Untuk pengujian terhadap kemungkinan
selama 12-18 jam, ditimbang berat badannya, kebocoran pada tempat anastomosis, di bagian
kemudian diinjeksi atropin sulfat (Ethica, kranial dan kaudal (3cm dari tempat anastomo-
Indonesia) dosis 0,04mg/kg berat badan secara sis) dibendung dengan jari selanjutnya 10 ml
subkutan, xylazine (Laboratorios Calier S.A. larutan NaCl fisiologi steril diinjeksikan
Barcelona, Spanyol) dosis 0,2 mg/kg berat badan kedalamnya. Apabila terdapat kebocoran maka
secara intramuskuler, 5 menit kemudian terlihat rembesan cairan pada tempat
dilakukan anestesi umum dengan ketamine anastomosis.
hidrokloride (PT. Millenium Pharmacon Setelah diyakini tidak ada kebuntuan dan
Jakarta, Indonesia) dosis 20 mg/kg berat badan kebocoran, usus halus kemudian dikembalikan
secara intramuskuler. kedalam rongga abdomen. Dinding abdomen
Hewan diletakkan pada posisi ventrodorsal, dijahit dengan catgut kromik 2-0 pola jahitan
dinding abdomen yang sudah dicukur sederhana terputus. Jaringan subkutan dijahit
sebelumnya dibersihkan dan diberi antiseptik dengan catgut kromik 2-0 pola jahitan sederhana
serta dipasang kain penutup operasi. Insisi menerus. Kulit dijahit dengan benang silk 2-0
dilakukan pada garis tengah (linea alba) bagian (One Med, Indonesia) dengan pola jahitan
kaudal dengan panjang 10cm yang diperkirakan sederhana terputus. Irisan kulit yang telah
cukup untuk mengeluarkan usus halus. dijahit diolesi dengan antiseptik iodium tinktur
Panjang usus halus mulai dari daerah ostium 3%. Selama prosedur operasi berlangsung,
ileokolika ke arah kranial sampai di daerah anjing diinfus dengan larutan ringer’s dekstrosa
pilorus diukur dengan benang. Dengan benang 5% (Otsuka, Indonesia) sebanyak 40 ml/kg berat
tersebut kemudian ditentukan batas-batas usus badan.
yang akan dipotong. Pemotongan usus sebesar Untuk perawatan pascaoperasi, anjing
disuntik vicillin (Meiji, Indonesia) dosis 10 mg/
75% dari keseluruhan usus halus dilakukan
kg berat badan secara intramuskuler dua kali
pada bagian mid jejunoileal menyisakan 12,5%
sehari selama lima hari. Dua puluh empat jam
jejenum proksimal dan duodenum, serta 12,5%
sesudah operasi, anjing hanya diberi air minum.
ileum bagian distal.
Hari kedua dan ketiga diberi pakan halus yaitu
Pembuluh darah yang mensuplai usus yang
pakan yang diblender. Hari-hari berikutnya
akan dipotong diligasi rangkap pada perbatasan
diberi pakan normal lagi seperti sebelum operasi
antara mesenterium dengan usus. Selanjutnya
dilakukan. Bekas luka operasi pada kulit setiap
dengan dua jari isi usus disisihkan ke arah usus
hari diolesi dengan salep bioplacenton sampai
yang tidak dipotong. Pada batas-batas usus yang
benang jahitan diambil pada hari ke 9 sesudah
akan dipotong masing-masing dijepit dengan operasi.
dua hemostatik forcep yang ujung-ujungnya Mulai hari ke-1 setelah enterektomi, anjing
dilapisi dengan karet, membentuk sudut kira- percobaan secara acak dibagi menjadi tiga
kira 300 terhadap sisi antimesenterika bagian kelompok perlakuan, yang masing-masing
yang akan dipotong. Setelah dilakukan terdiri 3 ekor anjing. Kelompok I (kelompok
pemotongan di antara ligasi rangkap pada kontrol) dilakukan enterektomi 75%. Kelompok
pembuluh darah, dilanjutkan pemotongan usus II dan III dilakukan enterektomi 75% dan diberi
di antara dua hemostatik forcep yang laktoferin dengan dosis 0,05 dan 0,5 mg/kg berat
ditempatkan pada bagian proksimal maupun badan /hari per oral selama 30 hari. Pada hari
distal usus halus. ke- 30 sesudah perlakuan, semua hewan coba

76
Setiawan etal Jurnal Veteriner

dieuthanasis dengan menggunakan ketamin diperhatikan dalam masalah-masalah yang


dosis 50 mg/kg berat badan yang kemudian menyangkut metabolisme seluruh cairan tubuh
dilanjutkan dengan larutan garam pekat secara (Widman,1983).
intracardial (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Berdasarkan hasil penelitian, kadar
Pengambilan sampel darah dilakukan sehari natrium serum anjing yang termasuk dalam
sebelum enterektomi dan hari ke-15 dan ke-30 kelompok I, pada hari ke-15 dan ke-30 pasca
sesudah enterektomi, pada pagi hari, 1 jam operasi mengalami penurunan. Penurunan
setelah makan untuk pemeriksaan kadar ion kadar natrium ini disebabkan oleh kondisi
Na, ion K, dan ion Cl. hewan yang masih menunjukkan konsistensi
tinja encer yang mungkin disebabkan oleh diare,
Analisis Data sehingga natrium tidak sempat terabsorbsi dan
Data yang diproleh dari hasil pemeriksaan dibuang bersama tinja. Hal ini sesuai dengan
kadar ion Na, ion K, dan ion Cl dianalisis dengan pendapat Robbins et al., (1989) bahwa pada
sidik ragam/anova (uji F) , apabila didapatkan sindrom malabsorbsi dengan gejala diare profus
perbedaan yang nyata (p < 0,05) maka hewan akan banyak kehilangan cairan,
dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range natrium, dan kalium yang mungkin bisa
Test (DMRT) (Kusriningrum, 2004) mengancam kelangsungan hidupnya.
Pada kelompok II dan III didapatkan hasil
kadar natrium serum di hari ke-15 dan ke-30
HASIL DAN PEMBAHASAN pascaoperasi mengalami kenaikan meskipun
sempat menurun di hari ke-15 dan berada dalam
Kadar Ion Natrium ambang batas normal. Hal ini disebabkan
Hasil pemeriksaan rata-rata kadar ion karena pada hari ke-15 sampai hari ke-30
natrium serum anjing percobaan dapat dilihat konsistensi tinja sudah normal, sudah tidak ada
pada Tabel 1. lagi diare sehingga absorbsi natrium bisa
Natrium merupakan salah satu mineral dilakukan usus halus. Konsistensi tinja yang
yang penting karena sangat banyak peranannya normal menandakan bahwa adaptasi usus halus
dalam berbagai aktifitas metabolik. Unsur ini sudah terjadi. Dalam keadaan normal, semua
merupakan komponen utama kation cairan hasil pencernaan karbohidrat, protein, dan
ekstra sel. Kadar natrium normal dalam serum lemak serta sebagian besar elektrolit, vitamin,
adalah 142-152 mEq/L (Duncan et al., 1994). dan air diabsorbsi oleh usus halus, kecuali
Karena natrium terutama ada dalam cairan kalsium dan besi absorbsinya disesuaikan
ekstra sel, maka konsentrasi natrium dalam dengan kebutuhan tubuh. Dengan demikian,
serum menjadi ukuran cermat untuk semakin banyak makanan yang dikonsumsi,
mengetahui cadangan natrium dalam seluruh semakin banyak yang akan dicerna dan
tubuh. Sembilan puluh dua persen dari diabsorbsi (Sherwood, 2001).
osmolalitas serum dalam keadaan normal
ditentukan oleh ion-ion natrium, klorida dan Kadar Ion Kalium
bikarbonat. Natrium sangat erat kaitannya Hasil pemeriksaan rata-rata kadar ion
dengan regulasi volume cairan tubuh dan kalium serum anjing percobaan dapat dilihat
karena itu kadar natrium harus selalu pada Tabel 2.

Tabel 1. Rata-rata kadar ion Natrium (Na) serum anjing (mEq/L) pra dan pasca enterektomi 75 %

Kadar Na serum (mEq/L)


Kelompok Enterektomi 75 %
0 15 hari 30 hari

laktoferin dosis 0 mg/kg BB 144 ± 0,81a 141,7± 3,85a 137,7± 3,29a


laktoferin dosis 0,05mg/kg BB 145 ± 2,94a 143,3 ± 2,35b 150 ± 2,83b
laktoferin dosis 0,5mg/kg BB 141,5 ± 2,16a 143 ± 2,16b 147 ± 1,41b

Superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

77
Jurnal Veteriner Juni 2010 Vol. 11 No. 2 : 74-80

Berdasarkan Tabel 2. dapat dilihat bahwa tanpa pemberian laktoferin, kadar kalium
kadar kalium serum anjing yang diberi serum turun di bawah normal pada hari ke-15
laktoferin dosis 0,05mg (kelompok II) dan 0,5mg dan hari ke-30, sedangkan pada kelompok II dan
(kelompok III) pada 30 hari setelah perlakuan III yang mendapat laktoferin, kadar kalium
meningkat sebesar 4% dan 4,7% sedangkan mengalami peningkatan dan tetap berada dalam
anjing yang tidak diberi laktoferin (kelompok I) batas normal. Hal ini kemungkinan disebabkan
kadar kalium serum turun 20%. Hasil analisis bertambahnya lebar vili usus yang menyebabkan
statistika dengan uji ANOVA yang dilanjutkan kapasitas absorbsi menjadi lebih besar sehingga
uji DMRT mengenai rata-rata kadar kalium fungsi absorbsi usus halus akan menjadi lebih
serum antara ketiga kelompok perlakuan baik. Setelah dilakukan enterektomi ekstensif,
sebelum, 15 hari, dan 30 hari sesudah perlakuan akan timbul proses penyesuaian atau
menunjukkan hasil perbedaan yang nyata kompensasi dari sisa usus yang telah dioperasi
(p<0,05) antara kelompok I dengan kelompok II agar tetap dapat mencapai fungsi normal untuk
dan III, sementara kelompok II tidak berbeda proses digesti dan absorbsi. Kompensasi inilah
nyata (p>0,05) dengan kelompok III . Hal ini yang disebut sebagai adaptasi usus terhadap
menunjukkan bahwa pemberian laktoferin tindakan enterektomi ekstensif. Keadaan
dengan dosis kecil (0.05mg) maupun dosis besar kompensasi atau adaptasi ini ditandai dengan
(0,5mg) berpengaruh nyata meningkatkan adanya hiperplasia mukosa dan peningkatan
kadar kalium serum anjing yang dienterektomi permukaan absorbsi dengan penambahan lebar
75%. vili (Williamson, 1983).
Kalium merupakan kation terpenting pada
cairan ekstrasel, tetapi juga penting untuk Kadar Ion Klorida
cairan intrasel. Kadar kalium normal dalam Hasil pemeriksaan rata-rata kadar ion
serum adalah 3,9-5,1 mEq/L (Duncan et al., klorida serum anjing percobaan dapat dilihat
1984). Menurut Kirk and Bistner (1981), pada pada Tabel 3. Pada tabel tersebut dapat dilihat
kasus sindrom malabsorbsi dapat terjadi bahwa kadar klorida serum anjing yang diberi
hipokalemia karena penurunan intake kalium. laktoferin dosis 0,05mg (kelompok II) dan 0,5mg
Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang (kelompok III) pada 30 hari setelah perlakuan
menunjukkan bahwa pada kelompok I yaitu meningkat sebesar 4% dan 4,7% sedangkan

Tabel 2.Rata-rata kadar ion kalium (K) serum anjing(mEq/L) pra dan pasca enterektomi 75 %

Kadar K serum (mEq/L)


Kelompok Enterektomi 75%
0 15 hari 30 hari

laktoferin dosis 0 mg/kg BB 4,67 ± 0,3a 3,87± 0,38a 3,73 ± 0,2a


laktoferin dosis 0,05mg/kg BB 4,93 ± 0,34a 4,97 ± 0,16b 5,13 ± 0,16b
laktoferin dosis 0,5mg/kg BB 4,87 ± 0,26a 5,17 ± 0,25b 5,1 ± 0,14b

Superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Tabel 3. Rata-rata kadar ion klorida (Cl) serum anjing(mEq/L) sebelum dan pasca enterektomi
75 %

Kadar Cl serum (mEq/L)


Kelompok Enterektomi 75%
0 15 hari 30 hari

aktoferin dosis 0 mg/kg BB 112 ± 1,64a 104 ± 4,32a 91,3 ± 4,9a


laktoferin dosis 0,05mg/kg BB 112 ± 0, 82a 114,3 ± 0,47b 117,3 ± 0,47b
laktoferin dosis 0,5mg/kg BB 110,7 ± 0,94a 113,7 ± 1, 89b 115,3 ± 2,05b

Superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

78
Setiawan etal Jurnal Veteriner

anjing yang tidak diberi laktoferin (kelompok I) UCAPAN TERIMA KASIH


kadar klorida serum turun 22%. Hasil analisis
statistika dengan uji ANOVA yang dilanjutkan Terima kasih kepada BPPS Dikti yang telah
uji DMRT mengenai rata-rata kadar klorida memberikan dana penelitian sehingga penelitian
serum antara ketiga kelompok perlakuan ini diselesaikan dengan baik. Terima kasih juga
menunjukkan hasil perbedaan yang sangat kepada Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
nyata ( p<0,01) antara kelompok I dengan Universitas Gadjah Mada yang telah
kelompok II dan III, sementara kelompok II tidak memberikan fasilitas untuk kepentingan
berbeda nyata dengan kelompok III. Hal ini penelitian. Kepada semua pihak yang telah ikut
menunjukkan bahwa pemberian laktoferin membantu, penulis sampaikan banyak terima
berpengaruh secara signifikan terhadap kasih.
peningkatan kadar klorida serum anjing yang
dienterektomi sebesar 75%.
Ion klorida diabsorbsi usus halus pada DAFTAR PUSTAKA
bagian duodenum dan jejunum. Pada usus halus
bagian atas, absorbsi klorida berlangsung cepat Duncan JR, Prasse KW, Mahaffey EA. 1994.
dan terutama melalui difusi pasif (Guyton dan Veterinary Laboratory Medicine : Clinical
Hall,1996). Kadar klorida serum normal pada Patology. 3rd ed. Ames. Iowa. Iowa State
anjing adalah 110-124 mEq/L (Duncan et al., University Press.
1984). Pada umumnya baik pemasukan maupun Galijono D. 1989. Pengaruh Reseksi Usus Halus
pengeluaran klorida dalam tubuh tak dapat Terhadap Kadar Elektrolit dan Lipid Total
dipisahkan dengan natrium. Kelainan Serum serta Gambaran Histologik Usus
metabolisme natrium biasanya diikuti dengan pada Anjing. Tesis. Jogjakarta. Universitas
kelainan metabolisme klorida. Seperti yang telah
Gadjah Mada.
dijelaskan sebelumnya bahwa pada kelompok I
Guyton AC, Hall JE. 1996. Textbook of Medical
mengalami penurunan kadar natrium dalam
Physiology. 19th ed., Philadelphia. WB
serum, begitu juga halnya dengan kadar klorida
Saunders Company.
serum kelompok I mengalami penurunan pada
hari ke-15 dan ke-30 pasca operasi. Pada Hagiwara T, Shinoda I, Fukuwatari Y,
kelompok II dan III tidak mengalami penurunan. Shimamura S. 1995. Effect of Lactoferrin
Hal ini diduga akibat peran laktoferin dalam and Its Peptides on Proliferation of Rat
membantu pulihnya fungsi usus halus, sehingga Intestinal Epithelial Cell Line, IEC-18, in
absorbsi elektrolit tersebut dapat dilakukan. The Presence of Epidermal Growth Factor.
J Biosci Biotechnol Biochem. 59 (10)
Kirk RW, Bistner ST. 1981. Handbook of
SIMPULAN Veterinary Procedure and Emergency
Treatment, 4 th ed. Philadelphia. WB
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat Saunders Company ,
disimpulkan bahwa pemberian laktoferin Kusriningrum RS. 2004. Perancangan
terhadap anjing yang dienterektomi sebesar 75% Percobaan. Surabaya. Fakultas Kedokteran
mengalami peningkatan kadar elektrolit serum Hewan. Universitas Airlangga.
dibandingkan dengan anjing yang dienterektomi Lonnerdal B, Iyer S. 1995. Lactoferrin :
75% tanpa pemberian laktoferin. Molecular Structure and Biological
Function. Anim Rev Nutr, 15 : 093-110.
Merchant JL, Dickinson CJ, Yamada T. 1994.
SARAN Molecular Biology of The Gut : Model of
Gastrointestinal Hormones, in ; John LR.
Perlu dilakukan pemeriksaan histopatologi editor, Physiology of the Gastrointastinal
untuk mengetahui gambaran/perbedaan antara
Tract, 3rd ed. New York : Raven Press, 295-
vili – vili usus yang diterapi dengan laktoferin
350.
dan yang tidak diterapi laktoferin.

79
Jurnal Veteriner Juni 2010 Vol. 11 No. 2 : 74-80

Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. 1989. Stollman NH, Neustater BR. 1999. Clinical
Pathologic Basis of Disease, 4thed., W.B. Practice of Gastroenterology, Volume one,
Saunders Company. Harcourt Brace Philadelphia. PA: Current Medicine 507-
Jovanovich Inc., 860-876. 516.
Schlessinger J. 1988. The Epidermal Growth Widman FK. 1983. Clinical Interpretation of
Factor Receptor as a Multifunctional Laboratory Test, 9thed. Philadelphia. F.A.
Allosteric Protein, J Biochemistry 27 : 3119- Davis Company.
3123. Wiliamson RCN. 1983. Adaptive Intestinal
Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia : Dari Sel Hyperplasia in : Function and Dysfunction
ke Sistem, Alih Bahasa : Brahm, V.P., of the Small Intestine. Liverpool, UK.
Liverpool University Press, 55-76.
editor, Beatrica TS. 2nd ed., Jakarta. EGC.
Wilmore DW. 1999. Growth Factors and
Shrock TR. 1983. Hand book of Surgery, Jones
Nutrients in the SBS, JPEN, J Parenter.
Medical Publications : 258-259
Enteral Nutr 23 : s117-s120.

80

Anda mungkin juga menyukai