Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS MANDIRI

KOASISTENSI ILMU BEDAH DAN RADIOLOGI

ENTEROTOMI PADA ANJING

Oleh

Rafida Chairunnisa

18/436353/KH/09983

Dosen Pembimbing :

Dr. drh. Hartiningsih, M.P

DEPARTEMEN BEDAH DAN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2019
HASIL DAN PEMBAHASAN

Ambulatoir

Hewan yang akan digunakan untuk operasi adalah anjing Ocit, Domestik, betina

berumur 5 bulan, jenis shorthair berwarna hitam dengan berat badan 5 kg. Anjing

sudah diberi obat cacing, belum vaksin, nafsu makan dan minum baik, tidak muntah,

tidak diare, pakan yang diberikan adalah nasi yang dicampur dengan hati ayam.

Pemeriksaan fisik yang dilakukan sebelum operasi menunjukkan hasil antara lain

ekspresi muka tenang dengan kondisi tubuh sedang. Frekuensi nafas 44x per menit,

frekuens pulsus 120x per menit dan panas tubuh 39,1 oC. Rambut tidak rontok, kulit

tidak ada lesi dan turgor kulit baik. Pemeriksaan selaput lendir menunjukkan

konjungtiva berwarna merah muda dan ginggiva berwarna merah muda. Pemeriksaan

kelenjar - kelenjar limfe menunjukkan tidak adanya kebengkakan dan respon rasa

nyeri pada limfoglandula superfisial. Pemeriksaan pernafasan menunjukkan tipe nafas

thoracoabdominal, cermin hidung lembab dan auskultasi pulmo bronchial. Pada

pemeriksaan peredaran darah, didapati Capillary Refill Time (CRT) kurang dari 2

detik, sistole diastole dapat dibedakan dan suara jantung ritmis. Pemeriksaan

pencernaan menunjukkan mulut bersih dan bau pakan, anus bersih, peristaltik usus

tidak begitu cepat. Pada pemeriksaan kelamin dan perkencingan didapati hasil ginjal

tidak bengkak dan tidak ada respon nyeri, vesika urinaria terisi urin dan tidak distensi,

dapat urinasi dengan lancar. Pada pemeriksaan saraf, refleks palpabrae terlihat baik,

refleks pupil ada, dan refleks patela juga baik. Pada pemeriksaan anggota gerak,

terlihat hewan mampu berdiri menggunakan empat kaki, terlihat aktif berlari dan

tidak ada kepincangan.


Persiapan operasi

Persiapan hewan

Hasil pemeriksaan umum menunjukkan bahwa hewan di diagnosa sehat.

Sehingga dapat dilakukan operasi. Sehari sebelum operasi dilaksanakan, hewan

dimandikan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan dengan tujuan menghindari

kontaminasi selama operasi berlangsung. Rambut bagian kaudal midline dan di kedua

kaki depan daerah vena cephalica di cukur menggunakan clipper dan dibersihkan

dengan silet agar mengurangi kontaminasi pada saat operasi. Hewan kemudian

dipuasakan 6-12 jam sebelum operasi berlangsung. Hal ini bertujuan agar isi

intestinum dan lambung kosong sehingga meminimalisir muntah dan kontaminasi saat

operasi.

Sesaat sebelum operasi, hewan diinjeksi dengan premedikasi atropin sulfat

0,025% dengan dosis 0,04 mg/kgbb. Dengan berat badan anjing 5 kg, maka atropin

sulfat yang diberikan sebanyak 0,8 ml. Hewan kemudian diberikan anastesi berupa

Ketamin HCl 10% dengan dosis 15 mg/Kgbb dan Xylazine 2% dengan dosis 2

mg/Kgbb. Dengan berat badan 5 kg, Ketamin HCl yang diberikan sebanyak 0,75ml

dan xylazin sebanyak 0,5. Setelah hewan teranastesi, keempat kaki hewan diikat

dengan tali dan dipasangi duk. Bagian yang akan dianastesi kemudian di sterilkan

dengan povidone iodine dari arah irisan menuju perifer.

Teknik persiapan hewan sudah sesuai dengan literatur Erwin dkk (2018) dan

Fossum (2012).
Gambar 1. Persiapan hewan

Persiapan Alat

Alat yang dimasukkan kedalam autoclave diletakkan diatas meja alat. Gunting

dan skalpel dimasukkan kedalam bak berisi alkohol 70%, benang katun dipotong dan

dimasukkan kedalam bak berisi povidone iodine. Setelah tangan steril, alat disusun

diatas meja operasi bersamaan dengan duk, tampon dan jarum. Persiapan alat telah

sesuai dengan literatur Erwin dkk (2018).

Gambar 2. Persiapan Alat


Persiapan operator

Operator menggunakan kopiah dan masker, kemudian memsucihamakan tangan

dengan sabun, dibilas dengan air dan dikeringkan dengan handuk. Operator kemudian

menggunakan gaun operasi dan sarung tangan atau gloves steril. Teknik persiapan

operasi tidak berbeda dengan literatur Evans (2009).

Gambar 3. Persiapan operator

Teknik Operasi

Operasi dimulai dengan mengincisi kulit dan subkutan bagian caudal midline

menggunakan skalpel. Linea alba kemudian dirobek dengan skalpel dan bidang irisan

diperpanjang menggunakan gunting sampai usus terlihat. Linea alba kemudian di jepit

dengan allis forceps. Jejenum yang akan diincisi kemudian dikeluarkan dari abdomen

dan diletakkan diatas kasa steril yang dibasahi dengan NaCl 0,9% untuk menjaga

kelembapan organ. Arteri mesenterica yang mensuplai darah ke bagian usus yang

akan dipotong kemudian di ligasi menggunakan benang catgut chromic agar tidak
terjadi pendarahan. Isi usus yang akan di potong disingkirkan kemudian bagian

cranial dan caudal usus yang akan di potong di fiksir menggunakan jari agar

mempermudah pemotongan usus dan mencegah keluarnya isi didalam usus pda sat

dipotong. Usus di potong menggunakan gunting. Setelah terpotong, kedua ujung usus

disatukan dengan metode end to end . Usus kemudian dijahit menggunakan benang

safil dengan pola jahitan sederhana tunggal. Untuk memastikan tidak ada kebocoran

usus setelah operasi, dilakukan uji kebocoran dengan menyuntikkan NaCl 0,9% di

area dekat jahitan. Setelah dilakukan uji kebocoran dan memastikan tidak ada cairan

yang menembus keluar dari usus, usus di reposisikan kedalam abdomen dan

dilakukan penutupan abdomen. Linea alba di jahit menggunakan benang silk dengan

pola jahitan sederhana tunggal. Subkutan dijahit menggunakan benang catgut chromic

dengan pola jahitan sederhana menerus dan bagian kulit dijahit menggunakan benang

katun dengan pola jahitan cruciate. Area kulit yang dijahit kemudian diberikan

povidone iodine untuk meminimalisir kontaminasi. Prosedur operasi tidak berbeda

dengan literatur Raghunath dkk (2016).

Gambar 4. Pembukaan linea alba


Gambar 5. Ligasi arteri mesenterica Gambar 6. Proses pemotongan usus

Gambar 7. Bagian usus yang dipotong Gambar 8. Menjahit usus dengan


pola sederhana tunggal

Gambar 9. Menjahit linea alba dengan Gambar 10. Menjahit subkutan


pola sederhana tunggal dengan pola sederhana menerus
Gambar 11. Menjahit kutan dengan pola cruciate

Status Pasca Operasi

Setelah operasi selesai dilakukan, hewan dipindahkan kedalam inkubator untuk

kemudian di pantau perkembangannya hingga sadar. Operasi dimulai pada pukul

09.00 WIB dan berakhir pukul 11.30 WIB. Pemeriksaan suhu tubuh, pulsus dan nafas

dilakukan setiap 5 menit. Perkembangan kondisi hewan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Status perkembangan hewan pasca operasi

Nafas Pulsus
Pukul Suhu Tubuh
(x/menit) (x/menit)

11.40 32.9 oC 28 96

11.45 32.9 oC 24 96

11.50 33.1 oC 24 104

11.55 33 oC 32 104

12.00 33.3 oC 32 112

12.05 33.4 oC 24 104


12.10 33.7 oC 36 112

12.15 33.7 oC 28 116

12.20 34 oC 28 120

12.25 34.1 oC 28 120

12.30 34.2 oC 32 124

12.35 34.6 oC 28 132

12.40 34.8 oC 28 124

12.45 35 oC 24 128

12.50 35.2 oC 28 124

12.55 35.5 oC 28 128

13.00 35.7 oC 28 136

13.05 36 oC 36 140

13.10 36.5 oC 36 140

13.45 37.2 oC 40 128

Pada saat anjing mulai mendekati suhu normal (pukul 13.10) dilakukan

pemasangan infus dengan NaCl 0,9 % 470ml sebagai pengganti cairan yang hilang

selama operasi.

Perkembangan pasca operasi

Hewan diberikan perawatan antibiotik menggunakan ampicillin 10% dengan

dosis 10 mg/ KgBB selama 4 hari. Dengan berat badan anjing 5 kg, maka ampicillin

yang diberikan sebanyak 0,5 ml, dua kali sehari selama 4 hari. Pemberian imboost

untuk menjaga imunitas tubuh juga diberikan sebanyak 1ml dua kali sehari selama 5

hari. Diet pasca operasi diberikan NaCl 0,9% sebanyak 470 ml sesaat setelah operasi
selama 24 jam. Hari kedua dan ketiga diberikan terapi cairan dextrose sebanyak 440

ml selama 2 hari. Hewan dipuasakan makan dan minum selama 3 hari pasca operasi.

Hari ke empat dan kelima, hewan diberikan air kaldu hati. Hari ke enam hingga ke

sembilan diberikan pakan bubur halus dan hati. Hari ke sempuluh dan sebelas hewan

mulai diberikan pakan basah. Perkembangan hewan terus diamati hingga

menunjukkan feses yang pasta dan berbentuk padat, kemudian hewan mulai diberikan

pakan kering. Jahitan dilepaskan pada hari ke 8 pasca operasi. Prosedur perawatan

pasca operasi telah sesuai dengan literatur Raghunath dkk (2016).

Tabel 2. Perkembangan jahitan pasca operasi

Tanggal (Hari ke) Gambar Keterangan

2 Oktober 2019 Jahitan utuh, bekas luka

(Hari ke 1) basah, aktif bergerak.

5 Oktober 2019 Jahitan utuh, aktif

(Hari ke 4 ) bergerak, luka incisi mulai

menutup.
7 Oktober 2019 Jahitan utuh, luka mulai
(Hari ke 6)
kering, bekas incisi

menyatu.

9 Oktober 2019 Lepas jahitan, tidak terjadi


(Hari ke 8)
abses, penutupan luka

baik, tidak ada luka

terbuka.
DAFTAR PUSTAKA

Erwin, dkk. 2018. Penanganan obstruksi duodenum pada anjing : Laporan kasus.
Jurnal veteriner vol 4 no 1 : 137-142

Evans, SRT. 2009. Surgical pitfalls : Prevention and management. Philadelphia :


Saunders elsevier

Fossum, T. W., Hedlund C. S., Hulse D. A., Jhonson A. L., Seim H. B., Willard M.
D., and Carroll G. L. 2007.Small Animal Surgery 3rd edition. Philadelphia :
Elsevier Science company

Raghunath, dkk. 2016. Surgical correction of Intestinal Obstruction in a German


Shepherd Dog. Scholar journal of agriculture and veterinary science vol.3
no.3.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai