Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH ANESTESIA BAGIAN BEDAH DAN RADIOLOGI

Hari/Tanggal: Senin/18 November 2013

Oleh Kelompok3

Nama Alifiana Fitrianingrum Faradisyah Roza Rosvara Melinda Kusumadewi Ridwan Fauzy Hidayat Yunita Dewi ANainggolan

NIM B94134104 B94134120 B94134132 B941341 B94134158

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

Pendahuluan Pemberian anestesi dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri, baik disertai atau tanpa disertai hilangnya kesadaran. Anestesi terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu anestesi lokal dan anestesi umum. Pada anestesi lokal hilangnya rasa sakit tanpa disertai hilangnya kesadaran, sedangkan pada anestesi umum hilangnya rasa sakit disertai hilangnya kesadaran. Keadaan anestesi umum yang ideal harus mencakup analgesik, amnesia, hilangnya kesadaran, hambatan sensorik dan refleks otonom, serta relaksasi otot. Hal tersebut dapat dicapai dengan berbagai tingkat depresi sistem saraf pusat akibat kerja obat anestetik yang berbeda sehingga masing-masing obat anestetik dapat menimbulkan efek yang berbeda. Tindakan yang paling baik adalah mengombinasikan obatobatan dan mengambil kelebihan masing-masing sifat yang diharapkan, selain itu juga diusahakan untuk memperkecil efek yang merugikan (Sardjana dan Kusumawati 2004). Ruminansia memiliki kecenderungan untuk regurgitasi, timpani, dan pneumonia aspirasi saat teranestesi umum sehingga isi rumen harus dijaga (IVIS 2001). Sebelum dilakukan anestesi umum pada domba atau kambing dewasa, hewan tersebut harus dipuasakan terlebih dahulu selama 1224 jam, sedangkan minum tidak dibatasi. Domba atau kambing muda cukup dipuasakan 24 jam karena rumen/retikulum pada hewan muda belum berfungsi dengan baik sehingga risiko regurgitasi sangat kecil. Sebelum diinduksi, harus diberikan premedikasi sebelum dilakukan anestesi umum. Pemberian premedikasi dapat mengurangi obat yang dibutuhkan untuk induksi dan maintenance anestesi sehingga dapat mengurangi potensi overdosis obat dan mengurangi efeksamping obat (Fubini dan Ducharme 2004). Untuk pengaturan kondisi hewan sebelum pemberian obat anestetik, diperlukan pemberian obat-obat preanestetik atau biasa disebut premedikasi.Transquilizer adalah obat yang mengurangi kecemasan dan memberikan relaksasi (acepromazine, diazepam, midazolam). Sedatif adalah obat yang mengurangi kegembiraan, menghasilkan depresi sistem saraf pusat, dan memberikan rasa kantuk (xylazin, detomidin, medetomidin, romifidine). Analgesik mengacu pada tidak adanya rasa sakit dan nyeri (ketoprofen).

Persiapan dan Manajemen Anestesia Evaluasi preanestesi diantaranya adalah melakukan pemeriksaan fisik dan tes laboratorium. Tes laboratorium yang dilakukan tergantung pada status kesehatan hewan dan lamanya prosedur. Sebagian besar obat anestetik tidak disetujui penggunaannya pada hewan pangan, residu obat harus dipertimbangkan. Beberapa obat yang dapat digunakan sebagai obat preanestetik adalah sebagai berikut. 1. Acepromazine membantu menenangkan hewan tetapi tidak memiliki efek penenang yang kuat pada dosis yang direkomendasikan. Dosis yang dapat digunakan adalah 0.030.05 mg/kg secara IV atau 0.050.1 mg/kg secara IM (Fubini dan Ducharme 2004). Penggunaannya pada jantan akan menyebabkan relaksasi penis berkepanjangan yang dapat meningkatkan risiko cedera pada penis. Efek dari transqulizer berlangsung selama 24 jam. Acepromazine harus dihindari pada pasien dehidrasi karena kecendungan untuk menghasilkan hipotensi oleh pelebaran pembuluh darah kapiler. 2. Xylazine yang paling sering digunakan untuk obat sedatif preanestesi. Pemberian xylazine pada hewan dapat dilakukan dengan prosedur berbaring dan untuk sedasi selama berdiri pada saat pembedahan. Ruminansia sangat sensitif pada xylazine sehingga hanya dibutuhkan sekitar sepersepuluh dari dosis kuda untuk menghasilkan efek penenang yang sama pada sapi. Kambing dan domba lebih sensitif dibandingkan dengan sapi. Hanya xylazine dengan konsentrasi rendah (20mg/ml) yang dapat digunakan pada ruminansia agar tidak menimbulkan overdosis. Dosis yang dapat diberikan pada domba adalah 0.050.1 mg/kg secara IV atau 0.10.22 mg/kg secara IM. Efek klinis yang ditimbulkan adalah timpani, bradikardia, penurunan ventilasi, hiperglikemia, kontraksi uterus (Hanie 2006).

3. Detomidine/medetomidine yang indikasi klinis, efek, dan sensitivitasnya sama dengan xylazine. Obat ini lebih murah dibandingkan dengan xylazine. Durasi sedasi detomidine adalah 3060 menit, sedangkan medetomidine sekitar 60 menit (Lee 2006). Detomidine dapat diberikan dengan dosis 0.010.02 mg/kgsecara IV atau 0.020.05 mg/kg secara IM, sementara medetomidine diberikan dengan dosis 0.010.03 mg/kg secara IM. 4. Antikolinergik (atropine, glycopyrrolate). Ruminansia menghasilkan saliva yang berlebih dan terus dihasilkan saat teranestesi. Namun, obat antikolinergik tidak secara signifikan mengurangi produksi saliva. Efek samping penggunaan obat antikolinergik adalah peningkatan insiden timpani karena dapat menekan motilitas gastrointestinal (Hanie 2006). Atropine dapat digunakan dengan dosis 0.150.3 mg/kg secara IM. Antikolinergik tidak rutin diberikan sebagai preanestesi, tetapi dapat diberikan pada hewan yang mengalami bradikardia (Lee 2006). 5. Diazepam/midazolam dapat digunakan sebagai transquilizer. Obat ini merupakan muscle relaxant yang baik dan memiliki efek yang minimal terhadap penekanan kardiopulmonum (Lee 2006). Pada ruminansia kecil dapat digunakan sebagai premedikasi dengan dosis 0.20.5 mg/kg secara IV atau 0.51 mg/kg secara IM.

Induksi Anestesia Ada banyak kemungkinan induksi dan maintenance yang dapat diaplikasikan. Obat anestetik injeksi dapat digunakan untuk induksi dan maintenance, atau dapat digunakan untuk induksi diikuti oleh gas inhalan untuk maintenance (Hanie 2006). Ketamine dapat meningkatkan kekakuan otot dan produksi saliva sehingga penggunaannya harus dikombinasikan dengan sedatif lain, seperti xylazine, acepromazine, dan diazepam. Ketamine dapat menyebabkan takikardia, peningkatan cardiac output, dan peningkatan tekanan darah. Kombinasi 50:50 diazepam-ketamine yang dicampur dalam 1 syringe dan diberikan IV pada dosis 1 ml/1520 kg umumnya menghasilkan induksi yg cepat (12 menit) Guaifenesin dapat dikombinasikan dengan thiobarbiturates, xylazine, ketamin, dan lain-lain, untuk induksi atau terkadang untuk maintenance. Guaifenesin digunakan untuk efek relaksasi ototnya dan untukmengurangi kebutuhan dosis dari obat anestetik lainnya. Guanifenesin tidak bersifat sebagai obat anestetik ataupun analgesik, namun dapat digunakan untuk tujuan imobilisasi hewan. Penggunaan obat ini tidak boleh lebih dari konsentrasi 5% karena dapat menyebabkan hemolisis. Telazole (Tiletamin Zolazepam) digunakan untuk menginduksi anak sapi atau ruminansia kecil, dapat juga digunakan untuk menjaga perlakuan anestesi dalam waktu singkat. Telazole dengan dosis 1ml/20kg IV dapat menjadi alternatif untuk induksi anestesi umum. Penggunaan telazole dalam dosis tinggi meningkatkan penekanan kardio pulmonum dan memperpanjang masa pemulihan. Propofol digunakan untuk menginduksi anak sapi atau ruminansia kecil. Dosis tunggal dipakai pada perlakuan anestesi waktu singkat sekitar 10 menit yang menggunakan fasilitas intubasi dan perlakuan jangka pendek lainnya. Dosis untuk anestesi adalah 56 mg/kg secara IV. Obat ini dapat menimbulkan induksi cepat dan sangat cepat tereliminasi dari plasma. Pemberian anestesi jangka panjang dapat dilakukan dengan meneteskan propofol secara konstan melalui infus.

Maintenance Anestesia Tracheal intubation direkomendasikan untuk melindungi jalur pernapasan dan mencegah aspirasi saliva dan isi rumen bila terjadi regurgitasi. Pemasangan endotracheal tube dengan ukuran yang sesuai juga dapat dilakukan, yaitu yang berukuran 47 mm untuk bobot badan <30 kg dan 8 10 mm untuk bobot badan 3040 kg (IVIS 2001). Anestesi inhalasi merupakan teknik yang biasa

digunakan untuk maintenance pada domba dan kambing (Turner dan McIlwraith 1989). Maintenance anestesi umumnya dilakukan dengan gas inhalan, seperti halothane, isoflurane, dan sevoflurane. Kebutuhan gas inhalan untuk induksi adalah halothane 35%, isoflurane 24%, dan sevoflurane 46%, sedangkan untuk maintenance adalah halothane 12%, isoflurane 1.52.5%, dan sevoflurane 34% (Hanie 2006).

Pemantauan Anestesia Pemantauan anestesi harus dilakukan pada setiap tahap anestesi. Hipotensi, hipoventilasi, dan bradikardia adalah komplikasi yang umum ditemukan. Parameter yang dapat diamati ialah sebagai berikut. a. Kedalaman anestesi - Refleks okular: refleks kornea dan refleks palpebrae harus ada - Posisi bola mata: mata cenderung mengarah ventromedial pada bedah ringan dan kembali ke posisi tengah pada anestesi bedah dalam - Ukuran pupil: pupil akan mengalami dilatasi ketika gas yang terhirup oleh hewan tesebut berlebihan. Posisi bola mata dengan dilatasi pupil biasanya menunjukkan bahwa terjadi anestesia berlebihan, sebaiknya evaluasi segera diberikan dan tindakan dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang makin parah. - Kurangnya gerakan otot dalam menanggapi prosedur bedah b. Ventilasi - Pemantauan gas darah - Warna membrana mukosa - Frekuensi pernapasan dan volume tidal. Frekuensi respirasi pada ruminansia dewasa adalah 2040. c. Sirkulasi - Kekuatan pulsus: dapat dilihat dari arteri femoralis ataupun coccygea - Warna membrana mukosa - capillary refill time (CRT) - Frekuensi jantung 80150 kali/menit - Pemantauan tekanan darah secara langsung maupun tidak langsung d. Suhu tubuh Pemantauan suhu tubuhterutama penting pada hewan muda. Terapi Cairan IV Pemberian cairan melalui IV sangat disarankan untuk hewan yang menderita penyakit sistemik, prosedur yang dapat menyebabkan pendarahan hebat, atau untuk prosedur rutin yang memakan waktu lebih dari 1 jam. Pemasangan kateter IV sebelum pelaksanaan anestesi umum disarankan untuk mempermudah pada saat terjadi keadaan darurat dan untuk memasukkan cairan jika diperlukan. Ringer laktat sering kali digunakan dengan dosis 510 ml/kg/jam. Penambahan Oksigen Ketika pasien diberikan maintenance dengan anestesi suntik, diperlukan untuk memberikan oksigen tambahan. Ambu-bags dapat digunakan untuk memberikan bantuan pernapasan pada ruminansia kecil. Oksigen dapat dialirkan langsung dari mesin gas anestesi atau langsung dari tabung oksigen dengan menempatkan insufflation tubing langsung ke endotrachel tube. Pemberian oksigen sebanyak 20 ml/kg/menit selama induksi dan 12 ml/kg/menit selama maintenance dengan laju minimal 1 L/menit dapat dilakukan.

Pemulihan Ruminansia diperbolehkan untuk bernapas menggunakan oksigen 100% selama mungkin dari mesin anestesi sebelum oksigen dari mesin dihentikan. Setelah oksigen dihentikan, oksigen dari sumber tangki dapat diberikan dengan menempatkan insufflation tubing ke dalam endotrachel tube.Ruminansia dapat diposisikan sternal recumbency selama proses pemulihan jika memungkinkan.Posisi tersebut meningkatkan ventilasi dan eruktasi.Jika lateral recumbency diperlukan, right lateral recumbency memiliki lebih sedikit kecenderungan untuk menyebabkan regurgitasi karena beban terhadap rumen lebih sedikit. Regurgitasi dan aspirasi masih mungkin terjadi selama pemulihan. Endotrachel tube dibiarkan di tempat semula sampai refleks menelan teramati. Kepala harus ditempatkan sedikit menurun agar muntahan dapat mengalir dari mulut.Peralatan untuk pengobatan timpani harustersedia, di antaranya oral speculum, stomach tube, rumen trocar, dan skin prepping materials. Ruminansia umumnya tidak mencoba berdiri sebelum benar-benar pulih, namun masa pemulihan tetap harus diperhatikan dengan saksama, dan harus siap memberikan bantuan bila terjadi keadaan darurat (Hanie 2006).

Simpulan Anestesi pada domba dapat dilakukan dengan berbagai macam pilihan obat anestetik. Risiko regurgitasi dan pneumonia aspirasi harus ditanggulangi dengan puasa dan pemasangan endotracheal tube.

Daftar Pustaka Fubini SL, Ducharme NG. 2004. Farm Animal Surgery. St. Louis (US): Saunders. Hanie EA. 2006. Large Animal Clinical Procedurs for Veterinary Technicians. St. Louis (US): Elsevier. [IVIS] International Veterinary Information Service. 2001. Anasthetic management of cattle. Ithaca (US): IVIS. Lee L. 2006. Ruminant and swine anesthesia. Veterinary Surgery I, VMED 7412. Sardjana IKW, Kusumawati D. 2004. Anestesi Veteriner Jilid I. Yogyakarta (ID): Gama Pr. Turner AS, McIlwraith CW. 1989. Techniques in Large Animal Surgery. Ed. Ke-2. Philadelphia (US): Lippincott Williams and Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai