Anda di halaman 1dari 38

POPOSAL KOASTISENSI ILMU BEDAH

SCALING PADA ANJING

Disusun oleh :
Kelompok A. 2018.9
Aditya Harinto P. 18/436219/KH/09849
Ajeng Tyas Utami 18/436221/KH/09851
Annisa Rachma D. 18/436234/KH/09864
Armin A. 18/436241/KH/09871
Chrysilla Monica 18/436256/KH/09886
Dewi Arum Sekar 18/436265/KH/09895
Eky Pradita 18/436274/KH/09904
I Putu Adi Mas 18/436295/KH/09925
Magistera L. 18/436316/KH/09946
Marissa Dana Islamy 18/436317/KH/09947
Puteri Nur Natasha 18/436346/KH/09976
Putu Dyah Paramtiha 18/436348/KH/09978
Rafida Chairunnisa 18/436353/KH/19983
Rahmadila Rahardiani 18/436354/KH/09984
Yonathan Alvin M. A. S. 18/436393/KH/10023
M. Hazim Bin Mohd Nor A. 18/436515/KH/10030

Dosen Pembimbing :
drh. Setyo Budhi, M.P.

BAGIAN BEDAH DAN RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019

1
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN ........................................................................................................ 4
Latar Belakang ........................................................................................................... 4
Tujuan ........................................................................................................................ 6
Manfaat ...................................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 7
Anatomi dan Fisiologi Gigi Anjing ........................................................................... 7
Jenis Gangguan pada Gigi Anjing ........................................................................... 10
Scaling ..................................................................................................................... 23
Alat Scaling.............................................................................................................. 27
Premedikasi dan Anastesi ........................................................................................ 30
MATERI DAN METODE .......................................................................................... 35
Materi ....................................................................................................................... 35
Metode ..................................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 37

2
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skematik potongan longitudinal gigi anterior. a. apex; af, foramen apical;
sc, supplementary canal; b, tulang; c, cementum; pm, periodontal ligamen;
pc, pulp canal; pch, pulp chamber; ph, pulp horn; g, gingiva; gc, celah
gingiva; gm, gingiva margin; d, dentin; e, enamel; cr, mahkota; b, gigi
posterior (nelson dan ash, 2010). ................................................................... 8
Gambar 2. Diagram gigi anjing (Evans and Lahunta, 2013). ..................................... 10
Gambar 3. Ilustrasi fase pembentukan plak: A) Adhesi bakteri kokus dan basil Gram
postif; B) Proliferasi seluler dan produksi eksopolisakarida; C) Adhesi bakteri
Gram negatif; D) Maturasi plak dan peningkatan keragaman jenis bakteri
(Pieri dkk., 2012). ........................................................................................ 13
Gambar 4. Gigi anjing dengan tingkat tartar sedang (a), gigi anjing dengan tingkat tartar
parah (b) (Anonim, 2012). ........................................................................... 16
Gambar 5. Periodontitis pada premolar maxilla ketiga dan keempat (Jeanne, 2013). 18
Gambar 6. Magnetostrictive ultra-sonic scaler (Hale, 2004). ..................................... 28
Gambar 7. Piezo Electric Ultrasonic Scaler ART-P3 II (Anonim, 2013). .................. 28
Gambar 8. Sonic Scaler Hand Piece (Hale, 2004). ..................................................... 29
Gambar 9. Roll Oscillating Disposable Prophy Angles (Hales, 2004). ...................... 29
Gambar 10. Air Driven Dental Work Station (Hale, 2004). ...................................... 30

3
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anjing adalah mamalia yang telah mengalami domestikasi dari serigala sejak

15.000 tahun yang lalu atau sudah sejak 100.000 tahun yang lalu berdasarkan bukti

genetik berupa penemuan fosil dan tes DNA. Penelitian genetika telah berhasil

mengidentifikasi 14 ras anjing kuno, diantaranya, Chow Chow, Sharpei, Akita, Shiba

dan Basenji merupakan ras anjing yang tertua. Teori yang mengatakan anjing berasal

dari Asia mungkin bisa dipercaya karena sebagian besar dari 14 ras anjing kuno berasal

dari Cina dan Jepang (Sembiring dkk., 2016). Memiliki hewan peliharaan bagi

sebagian manusia merupakan kepuasan tersendiri. Ada banyak jenis hewan yang bisa

dijadikan peliharaan, salah satunya adalah anjing. Anjing mendapat julukan sebagai

sahabat terbaik manusia karena memiliki kesetiaan dan pengabdian kepada majikannya

(Halim, 2012).

Hewan perlu makan dalam melangsungkan kehidupannya dan gigi merupakan

alat prehensi utama dalam mengambil makan. Gigi adalah bagian keras yang terdapat

di dalam mulut. Berdasarkan penggolongan makanannya, anjing tergolong hewan

karnivora yaitu hewan pemakan daging. Anjing memiliki empat jenis gigi, yaitu gigi

seri (incisivus), gigi taring (caninus), geraham depan (premolar) dan geraham belakang

(molar). Gigi incisivus berfungsi untuk memotong makanan, gigi caninus digunakan

untuk menyobek makanan, gigi premolar untuk menyobek dan membantu menggiling

4
makanan sedangkan gigi molar untuk mengunyah dan menggiling makanan (Sembiring

dkk., 2016).

Dalam melangsungkan kehidupannya anjing perlu makan. Proses perjalanan

makanan akan memasuki rongga mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus

besar, dan anus. Permasalahan gigi pada anjing yang sering ditemukan adalah

keberadaan karang gigi atau tartar. Karang gigi merupakan suatu masa yang mengalami

kalsifikasi yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi dan objek solid

lainnya di dalam mulut. Karang gigi berwarna kuning, cokelat, dan hitam (Sembiring

dkk., 2016). Menurut penelitian Kusumawati (2014), semakin tua umur anjing maka

gigi akan berwarna lebih gelap dan lebih tebal dibandingkan anjing yang berumur lebih

muda. Oleh sebab itu keadaan mulut yang buruk, misalnya gigi yang rusak akibat

terganggunya fungsi dan aktivitas rongga mulut akan mempengaruhi status gizi serta

akan mempunyai dampak pada kualitas hidup (Ratmini dkk., 2011).

Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya karang gigi pada anjing adalah

cara pemeliharaan gigi anjing dan jenis pakan yang diberikan jenis pakan basah. Pakan

basah memiliki konsistensi lembek sehingga mudah lengket pada permukaan gigi

akibatnya memicu terbentuknya plaque dan karang gigi. Karang gigi bersama saliva

menghasilkan iritasi mekanik dan gangguan pengunyahan sehingga hewan kesulitan

makan. Kondisi selanjutnya dapat menyebabkan penyakit periodontal, seperti

gingivitis dan karies. Pembentukan karang gigi pada anjing tanpa membedakan ras

mereka (Lavy, 2012). Keberadaan karang gigi dapat memengaruhi status kesehatan

5
anjing. Apabila karang gigi tidak diatasi maka akan menimbulkan bau tidak sedap dari

mulut (halitosis) sebagai akibat pembusukan bakteri di karang gigi sehingga anjing

menjadi gelisah. Aktivitas bakteri di antara gusi dan gigi tersebut menyebabkan

struktur perlekatan gusi dan gigi menjadi lemah (Zambori dkk., 2012). Penyakit

periodontal terjadi pada semua mamalia dan merupakan umum dan kondisi yang

berpotensi serius. Penyakit periodontal dapat memengaruhi kondisi gigi atau jaringan

mulut lainnya (Sembiring dkk., 2016).

Berbagai metode dilakukan untuk mengatasi masalah yang terjadi pada gigi,

salah satunya adalah scaling. Scaling merupakan proses menghilangkan karang gigi

atau plaque dari permukaan gigi. Scaling atau pembersihan karang gigi dilakukan oleh

dokter untuk menghilangkan atau membersihkan kalkulus dan plaque yang menumpuk

pada gigi. Dengan dilakukannya scaling ini akan mengurangi plaque pada gigi,

sehingga nantinya tidak akan menumpuk dan berujung menjadi radang pada gigi.

Tujuan

Tujuan dari scaling adalah untuk menghilangkan plaque dan kalkulus yang

terdapat pada permukaan gigi, memberikan permukaan gigi yang halus, dan

menghambat pembentukan plaque dan dekomposisi dari kalkulus.

Manfaat

Manfaat dari scaling adalah untuk mendapatkan gigi yang bersih dari plaque

dan kalkulus serta mencegah penyakit periodontal (periodontitis).

6
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi dan Fisiologi Gigi Anjing

Gigi terdiri dari mahkota dan akar. Mahkota adalah bagian dari gigi yang

terlihat. Bentuknya memiliki fungsi tertentu. Bentuk enamel yang menonjol dapat

membelokkan material yang dikunyah dari gusi, mencegah kerusakan. Akar gigi

tersembunyi diantara tulang dan jaringan lunak. Memberikan support mekanik untuk

tiap-tiap gigi. Akar gigi dapat tunggal, double atau triple (Smithson, 2015).

Jaringan dental terdiri dari enamel, dentin dan pulpa (Gambar 1). Enamel

merupakan lapisan mahkota gigi, sangat keras, jaringan yang tebal,seperti kaca, halus,

tipis. Dentin adalah bagian gigi yang keras tetapi berpori, karena tubulus memancarkan

keluar dari pulpa kea rah permukaan luar dentin. Ketebalan dentin semakin meningkat

sesuai dengan usia. Pulpa gigi terletak pada bagian tengah gigi, mencakup saraf,

pembuluh darah, limfatik, jaringan ikat dan lain-lain. Peka terhadap suhu dan rasa sakit

(Smithson, 2015).

Bagian periodontal mencakup gingiva, alveolar bone, ligamen periodontal serta

cementum. Gingiva atau gusi berfungsi menjaga gigi. Terdapat gingiva bebas, yaitu

gusi yang tidak menempel. Epitelium junction adalah penempelan gingiva pada gigi.

Sulkus merupakan jarak sempit di sekeliling gigi, antara gingiva bebas dan gigi.

Alveolar bone adalah tulang alveolus. Ligamen periodontal merupakan jaringan

fibrosa, sensitif terhadap rasa sakit dan tekanan. Cementum merupakan lapisan tipis

pada akar gigi (Smithson, 2015).

7
Gambar 1. Skematik potongan longitudinal gigi anterior. a. apex; af, foramen
apical; sc, supplementary canal; b, tulang; c, cementum; pm,
periodontal ligamen; pc, pulp canal; pch, pulp chamber; ph, pulp horn;
g, gingiva; gc, celah gingiva; gm, gingiva margin; d, dentin; e, enamel;
cr, mahkota; b, gigi posterior (nelson dan ash, 2010).

Gigi anjing terdiri atas empat jenis yaitu gigi seri (incisivus), gigi taring

(caninus), geraham depan (premolar), dan geraham belakang (molar). Fungsi dari ke-4

gigi tersebut antara lain incisivus digunakan untuk memotong makanan, caninus untuk

merobek makanan, premolar berguna dalam merobek dan membantu menggiling

makanan, serta gigi molar untuk mengunyah dan menggiling makanan sehingga

makanan yang masuk ke dalam esofagus berukuran kecil dan mudah untuk dicerna di

saluran pencernaan (Perrone, 2013; Sembiring et al., 2016).

Anak anjing (puppy) tidak memiliki gigi ketika lahir, namun seiring

bertambahnya umur anjing memiliki gigi deciduous dan permanen. Gigi deciduous

anjing berjumlah 28 buah dengan formula 2× (3/3I, 1/1C, 3/3P). Gigi incisivus mulai

tumbuh pada umur tiga sampai empat minggu, diikuti oleh gigi caninus pada minggu

8
ke-3, dan gigi premolar antara umur 4-12. Pada umumya gigi primer tanggal sekitar 1-

2 minggu sebelum gigi permanen muncul (Holmstrom, 2018).

Gigi permanen anjing pada setiap sisi mulut, atas dan bawah meliputi tiga

incisivus, satu caninus, dan 4 premolar. Pada satu sisi, rahang atas memiliki dua molar

dan rahang bawah memiliki 3 molar. Gigi incisivus permanen tumbuh pada usia 3-5

bulan, gigi caninus dan premolar pada usia 4-6 bulan, dan gigi molar pada usia 5-7

bulan. Gigi permanen anjing berjumlah 42 buah dengan formula 2× (3/3I, 1/1C, 4/4P,

2/3M) (Holmstrom, 2018).

Penomoran gigi anjing menggunakan sistem Triadan yaitu membagi mulut

menjadi empat kuadran, yaitu maxilla kanan dan kiri, serta mandibula kanan dan kiri.

Penomoran dengan sistem triadan menggunakan tiga angka. Angka pertama

menunjukkan kuadran, dan dua angka setelahnya merupakan nomor gigi (Holmstrom,

2018). Penomoran gigi anjing dapat dilihat pada Gambar 2.

9
Gambar 2. Diagram gigi anjing (Evans and Lahunta, 2013).

Jenis Gangguan pada Gigi Anjing

1. Plak/ Plaque

Etiologi

Plak adalah substansi berupa lapisan terstruktur yang melekat erat pada

jaringan padat intraoral (Niemiec, 2013). Plak berwarna kekuningan dan dapat

berada di seluruh lingkungan intraoral, fascia gigi pada struktur enamel, dan

sulkus gingiva (Pieri dkk., 2012). Plak merupakan masa biofilm yang tersusun

10
sebagian besar dari bakteri yang membentuk suatu matriks dari glikoprotein

saliva dan polisakarida ekstraseluler (Gorrel dkk., 2013).

Bakteri penyusun plak diantaranya adalah Streptococcus sp.,

Actinomyces sp., dan Lactobacillus sp.. Bakteri tersebut mengalami adhesi pada

film enamel dan mengalami multiplikasi dan agregasi. Reseptor permukaan sel

pada bakteri Gram positif kokus dan basil menyebabkan potensi adhesi bakteri

Gram negatif, sehingga seiring berjalannya waktu bakteri semakin berkembang

dan potensi patogenisitas semakin tinggi. Bakteri tersebut diantaranya

Veillonella, Bacterioides, Prevotella, Fusobacterium, (Pieri dkk., 2012) dan

Porphyromonas (Senhorinho dkk., 2017).

Patogenesis

Formasi plak diawali dengan pembentukan pellicle (lapisan tipis,

bening dan aseluler) pada permukaan gigi dan area lain di dalam mulut, disebut

attached pellicle, yaitu suatu lapisan film organik dari saliva yang pada awalnya

tanpa disertai mikroorganisme. Pellicle berkembang menjadi acquired pellicle

dan mulai terbentuk biofilm dengan adanya penempelan mikroorganisme

terutama bakteri aerob Gram positif, genus Streptococcus sp. yang

menghasilkan eksopolisakarida, suatu substansi yang berperan sebagai lem

yang memfasilitasi penempelan bakteri lain (Pieri dkk., 2012). Biofilm adalah

suatu lingkungan mikroba intraoral dimana nutrisi dan oksigen tersedia pada tiap

lapisan, sehingga mendukung pertumbuhan komposisi mikrobologik pada struktur

11
biofilm tersebut. Biofilm juga mempunyai suatu struktur kanal yang mendukung

transport nutrisi dan pembuangan sisa metabolit (Niemiec, 2013).

Lapisan pertama yang terbentuk biasanya tersusun dari sel tunggal dan

tersebar ireguler pada permukaan gigi. Pertumbuhan mikroba menyebabkan

lapisan menjadi semakin berkembang dari area distribusi awal ke permukaan

enamel dan mengalami penambahan volume. Plak-plak yang terpisah menjadi

saling bergabung membentuk satu plak tunggal. Seiring berjalannya waktu,

bakteri-bakteri strain lain dengan kemampuan adhesi yang lemah, ikut

menempel pada plak yang telah terbentuk dan menyebabkan jenis bakteri

semakin beragam (Pieri dkk., 2012).

Berdasarkan lokasinya, plak dapat dibedakan menjadi plak

supragingiva dan plak subgingiva. Plak supragingiva merupakan plak dengan

agregat mikroba pada permukaan gigi yang terekspos dan dapat berkembang

pada sulkus gingiva. Plak subgingiva merupakan plak dengan agregat bakteri

pada sulkus gingiva atau pada poket periodontal (Gorrel dkk., 2013).

12
Gambar 3. Ilustrasi fase pembentukan plak: A) Adhesi bakteri kokus dan
basil Gram postif; B) Proliferasi seluler dan produksi
eksopolisakarida; C) Adhesi bakteri Gram negatif; D) Maturasi
plak dan peningkatan keragaman jenis bakteri (Pieri dkk.,
2012).

Gejala Klinis

Plak dapat diperlihatkan dengan kondisi klinis hewan penderita yang

mengalami halitosis, ketidaknyamanan, sampai dengan rasa sakit dan dapat

menyebabkan infeksi kronis yang mengakibatkan gigi lepas secara abnormal.

Dampak lain pada tingkat sistemik dapat menyebabkan gangguan ginjal dan

jantung (Perrone, 2013).

2. Gingivitis

Gingivitis adalah inflamasi dari gingiva. Pada umumnya gingivitis

bersifat reversibel. Sebagian besar lapisan epitelium dari gingiva merupakan

13
parakeratinized stratified squamous epithelium akan tetapi pada bagian col dan

sulcus gingiva epiteliumnya terlapisi oleh non-keratinized stratified squamous

epithelium. Sehingga pada bagian ini gingiva sangat mudah iritasi dan

menyebabkan gingivitis (Lobprise and Dodd, 2019).

Etiologi

Gingivitis dapat disebabkan karena plaque yang menumpuk pada gigi

menyebabkan reaksi radang akibat bakteri yang terakumulasi pada plaque yang

masuk ke gingiva. Gingivitis juga dapat terinisiasi akibat luka akibat makanan

yang keras ataupun karena benda lain yang masuk ke mulut dan menggores

gingiva (Lobprise and Dodd, 2019).

Patogenesis

Gingivitis muncul setelah dua sampai empat hari setelah plaque

menumpuk di gigi. Bakteri yang terakumulasi pada plaque menginisiasi

terjadinya proses keradangan yang memicu transmigrasi dari cairan gingiva dan

neutrofil ke gingiva. Sehingga gingiva tampak bengkak akibat akumulasi cairan

dan tampak hiperemi akibat vaskularisasi ke area peradangan di gingiva

meningkat (Lobprise and Dodd, 2019).

Gejala klinis

Gejala klinis yang muncul antara lain adanya perubahan warna

kemerahan dan kebengkakan pada gingiva hingga adanya perdarahan yang

muncul pada gingiva (Lobprise and Dodd, 2019).

14
3. Kalkulus

Etiologi

Menurut Newman et al., (2012) kalkulus merupakan plak gigi yang

termineralisasi. Plak yang halus menjadi keras karena adanya presipitasi dari

garam mineral yang biasanya terjadi pada hari pertama hingga hari ke 14

pembentukan plak. Pembentukan biofilm plak bergantung pada berbagai

macam sistem enzim bakteri terutama Glucosyl Transferase (GTFs), GTFs

akan memetabolisme sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa, glukans tersebut

merupakan salah satu media ideal yang menyebabkan biofilm plak melanjut

menjadi kalkulus (Smith dan Smithson, 2014).

Patogenesis

Mulut anjing dan kucing lebih alkalis dibandingkan dengan manusia,

keadaan tersebut membuat garam kalsium lebih mudah terdeposit. Garam

kalsium karbonat dan kalsium fosfat yang terdapat pada air liur memproduksi

kristal di permukaan gigi dan memineralisasi plak halus sehingga dalam 2

hingga 3 hari terbentuklah kalkulus, kedalaman dan ketebalan kalkulus

membuat tumbuhnya bakteri anaerob semakin mudah karena kurangnya

persediaan oksigen (Perrone, 2013). Lapisan dari plak selalu menutupi

kalkulus, baik plak supragingiva dan sub-gingiva menjadi termineralisasi.

Menurut Gorrel (2013), kalkulus tidak terlalu menyebabkan iritasi pada

jaringan gingiva namun jika permukaan kalkulus kasar maka kalkulus dapat

15
menyebabkan kelukaan pada jaringan-jaringan di sekitar kalkulus. Newman et

al., (2012) dan Perrone (2013) menyebutkan bahwa kalkulus menyebabkan

inflamasi gingiva hingga hancurnya jaringan periodontal namun tidak secara

langsung karena kalkulus selalu tertutupi oleh plak dan keadaan tersebut dapat

menyebabkan plak menjadi melebar hingga subgingiva dan menjadi destruktif

karena adanya campuran bakteri serta produk-produk dari degradasi sel.

Gambar 4. Gigi anjing dengan tingkat tartar sedang (a), gigi anjing dengan
tingkat tartar parah (b) (Anonim, 2012).

Gejala Klinis

Kalkulus merupakan salah satu gejala klinis dari periodontitis. Menurut

Gorrel (2013) hewan yang di giginya terdapat kalkulus akan muncul halithosis

dan berubahnya warna gigi, jika sampai terjadi periodontitis gejala klinis lain

yang terjadi adalah gingivitis.

4. Periodontitis

Periodontitis adalah peradangan pada periodontium yang merupakan

struktur pendukung gigi. Struktur ini terbagi menjadi ginggiva, sementum,

16
periodontal ligamen dan tulang alveolar. Penyakit ini dimulai dengan adanya

penumpukan pelikel (0,1-0,88 mm) (misalnya, glikoprotein saliva) yang terjadi

dalam beberapa detik, dalam beberapa jam bakteri berkolonisasi pada pelikel

yang menyebabkan plak biofilm terbentuk. Selanjutnya polisakarida

ekstraseluler (misalnya produk yang dihasilkan bakteri) akan menyebabkan

plak yang berwarna putih gading menjadi kekuningan bahkan keabu-abuan.

Plak biofilm akan terbentuk dalam waktu 24 jam. Maturasi plak biofilm

ke tahap dimana ada organisme anaerob muncul terjadi dalam waktu 24 jam.

Bakteri akan menembus epitel pelindung, hal ini terjadi karena

ketidakmampuan hewan untuk mengeluarkan respon imun yang efektif. Bakteri

akan bergerak lebih dalam ke jaringan periodontal, selanjutnya bakteri akan

kehabisan oksigen dan menjadi lebih destruktif. Epitel pelindung akan rusak

dan gingiva terpisah atau menyusut menjauh dari tulang alveolar dan

menyebabkan kantong periodontal atau resesi gingiva. Saat bakteri bergerak ke

arah akar, ligamen periodontal dan tulang alveolar akan hancur. Semakin

banyak struktur yang rusak maka mobilitas gigi akan semakin terlihat (Gambar

5) (Jeanne, 2013; Lobprise dan Dodd, 2019).

17
Gambar 5. Periodontitis pada premolar maxilla ketiga dan keempat
(Jeanne, 2013).

Penyakit periodontal dapat terjadi tanpa adanya kalkulus. Hewan yang

gingivitisnya tidak diobati akan menyebabkan terjadinya periodontitis. Reaksi

inflamasi pada periodontitis akan mengakibatkan kerusakan ligamen dan tulang

alveolar. Jika periodontitis tidak diobati akan menyebabkan gigi lepas,

periodontitis dapat merusak lebih dari satu gigi. Periodontitis tidak dapat

disembuhkan, tujuan pengobatannya hanya untuk mencegah perkembangan lesi

baru di tempat lain dan untuk mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut di

lokasi yang sudah terinfeksi (Gorrel dkk., 2013).

Gejala Klinis

Gejala klinis dari penyakit ini adalah halitosis, plak yang menyerang

sebagian besar gigi. Ulser yang ditemukan pada selaput lendir mulut dan pipi

akan muncul didaerah dimana jaringan ini terpapar plak. Peradangan gingiva,

resesi gingiva, kantong periodontal, furkasi atau akar yang terlihat, adanya

cairan purulen dan kalkulus. Selain itu pasien akan merasa tidak nyaman saat

disentuh mulut atau pun saat mengunyah (Gorrel dkk., 2013; Jeanne, 2013).

18
5. Karies

Karies adalah suatu penyakit infeksi yang dihasilkan dari interaksi

bakteri. Karies gigi terjadi karena proses demeniralisasi dan interaksi bakteri

pada permukaan gigi. Bakteri bersifat asam sehingga dalam periode waktu

tertentu asam akan merusak gigi dan menyebabkan gigi menjadi berlubang.

Faktor terjadinya karies yaitu mikroorganisme plak, diet, dan waktu (Hiranya,

2011). Beberapa bakteri pembentuk plak yang dapat menyebabkan karies

adalah Streptococcus mutans, Streptococcus mitis, Streptococcus salivarus,

Lactobacillus mutans yang sering membuat kondisi asam pada mulut (Zambori,

2012).

Proses terjadinya karies pada gigi melibatkan beberapa faktor yang

saling berinteraksi dalam pembentukan karies gigi, yaitu:

a. Mikroorganisme plak

Mikroorganisme atau bakteri membentuk kumpulan massa padat

yang tidak termineralisasi berupa plak, melekat erat pada permukaan gigi,

tahan terhadap pelepasan dengan berkumur atau gerakan fisiologis jaringan

lunak. Plak akan terbentuk pada semua permukaan gigi dan tambalan,

perkembangannya paling baik pada daerah sulit untuk dibersihkan, seperti

daerah tepi gingival, pada permukaan proksimal, dan di dalam fisur. Bakteri

kariogenik tersebut akan memfermentasi sukrosa menjadi asam laktat yang

sangat kuat sehingga mampu menyebabkan demineralisasi (Hiranya, 2011).

19
b. Diet

Peran makanan dalam menyebabkan karies bersifat local, derajat

kariogenik makanan tergantung dari komponennya. Sisa-sisa makanan

dalam mulut (karbohidrat) merupakan substrat yang difermentasikan oleh

bakteri untuk mendapatkan energi. Sukrosa dan glukosa di metabolismekan

sedemikian rupa sehingga terbentuk polisakarida intrasel dan ekstrasel

sehingga bakteri melekat pada permukaan gigi. Selain itu sukrosa juga

menyediakan cadangan energi bagi metabolisme kariogenik. Sukrosa oleh

bakteri kariogenik dipecah menjadi glukosa dan fruktosa, lebih lanjut

glukosa ini dimetabolismekan menjadi asam laktat, asam format, asam sitrat

dan dekstran (Hiranya, 2011).

c. Waktu

Karies merupakan penyakit yang berkembangnya lambat dan

keaktifannya berjalan bertahap serta merupakan proses dinamis yang

ditandai oleh periode demineralisasi dan remineralisasi.

Mekanisme terjadinya karies terdiri dari 3 teori, yaitu protheolysis,

protelolitic-cheltion dan chemoparasitic atau disebut juga dengan teori

asidogenik. Teori asidogenik menjelaskan bahwa pembentukan karies gigi

disebabkan oleh asam yang dihasilkan oleh aksi mikroorganisme terhadap

karbohidrat. Reaksi ini ditandai dengan dekalsifikasi komponen inorganic

dilanjutkan oleh disintegrasi substansi organik yang berasal dari gigi (hale,

2009).

20
Makanan kariogenik adalah makanan yang mengandung fermentasi

karbohidrat sehingga menyebabkan penurunan pH plak menjadi 5,5 atau

kurang dan menstimulasi terjadinya proses karies. Karbohidrat yang dapat

difermentasikan adalah karbohidrat yang dapat dihidrolisis oleh enzim

amilasi pada saliva sebagai tahap awal dari penguraian karbohidrat dan

kemudian difermentasikan oleh bakteri. Karbohidrat merupakan bahan

yang paling berhubungan dengan karies gigi. Karbohidrat adalah bahan

yang sangat kariogenik. Gula yang terolah seperti glukosa dan terutama

sekali sukrosa sangat efektif menimbulkan karies karena akan

menyebabkan turunnya pH saliva secara drastis dan akan memudahkan

terjadinya demineralisasi. Seringnya mengkonsumsi gula sangat

berpengaruh dalam meningkatnya kejadian karies. Gula yang dikonsumsi

akan dimetabolisme sedemikian rupa sehingga terbentuk polisakarida yang

memungkinkan bakteri melekat pada permukaan gigi, selain itu juga akan

menyediakan cadangan energi bagi metabolisme karies selanjutnya serta

bagi perkembangbiakan bakteri kariogenik. Karbohidrat yang terdapat pada

makanan dapat dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu karbohidrat

sederhana dan karbohidrat kompleks.

a. Karbohidrat Kompleks

Merupakan karbohidrat yang terdiri atas dua ikatan

monosakarida yang disebut polisakaridia. Polisakarida yang penting

adalah pati, dekstrin, glikogen, dan polisakarida non pati. Pati

21
merupakan simpanan karbohidrat utama yang terdapat pada padi-

padian, umbi-umbian, dan biji-bijian.

b. Karbohidrat Sederhana

Merupakan karbohidrat yang hanya terdiri dari satu atau dua

ikatan molekul sakarida yaitu monosakarida dan disakarida, contoh

sukrosa (gula tebu), dan (gula susu). Sukrosa merupakan gula yang

paling kariogenik, namun demikian gula lainnya tetap bahaya. Hal ini

disebabkan karena sintesis polisakarida ekstra sel sukrosa lebih cepat

dibandingkan glukosa, fruktosa, dan laktosa. Selain itu sukrosa

mempunyai kemampuan yang lebih efisien terhadap pertumbuhan

mikroorganisme asidogenik dibanding karbohidrat lain. Peran makanan

dalam menyebabkan karies tergantung dari komponen kariogenik

makanan tersebut. Kariogenik makanan ditentukan oleh bentuk dan

konsistensi makanan. Bentuk dan konsistensi makanan merupakan

faktor potensial penurunan pH. Bentuk makanan menentukan lamanya

makanan berada di dalam mulut sehingga berdampak pada seberapa

lamanya penurunan pH atau aktivitas pembentukan asam. Makanan

yang cair lebih mudah dibersihkan di dalam mulut dibandingkan dengan

makanan padat dan bersifat lengket.

Konsistensi juga mempengaruhi lamanya pelekatan makanan

dalam mulut. Makanan yang dikunyah seperti permen karet walaupun

mengandung kadar gula yang tinggi tetapi dapat menstimulasi saliva

22
dan berpotensi rendah untuk terjadinya pelekatan makanan lebih lama

dibandingkan makanan dengan konsistensi padat atau lengket. Makanan

yang tinggi serat yang mengandung sedikit karbohidrat terfermentasi

seperti popcorn dan sayuran mentah yang bersifat kariostatik (tidak

menyebabkan karies) (Hale, 2009).

Scaling

Definisi

Scaling adalah proses yang dilakukan untuk membersihkan kalkulus atau

plaque yang terbentuk pada permukaan gigi. Frekuensi dental scaling bergantung pada

tingkat akumulasi plaque, derajat penyakit periodontal dan umur. Pada umumnya,

scaling direkomendasikan untuk dilakukan setiap 12-18 bulan pada anjing dengan

gingiva yang sehat. Anjing dengan gingivitis kronis atau penyakit periodontal

disarankan untuk melakukan scaling dengan frekuensi yang lebih sering yaitu setiap 6-

12 bulan (Holmstrom et al., 2013).

Teknik Scaling

Teknik scaling dibagi menjadi dua yaitu scaling supraginggival dan scaling

subginggival & root planing. Scaling supraginggival merupakan prosedur untuk

menghilangkan kalkulus atau plaque di atas batas ginggiva. Teknik ini dapat

menggunakan alat manual (hand instrument) atau kombinasi antara alat manual dan

powered scaler.

23
Langkah teknik scaling supraginggival sebagai berikut:

a. Bagian gigi yang terdapat plaque/kalkulus dibersihkan menggunakan rongeurs,

forcep ekstraksi atau forcep penghilang kalkulus

b. Bagian supraginggival yang masih terdapat plaque/kalkulus dibersihkan dengan

alat manual (scaler bentuk sabit atau kuret)

c. Plaque/kalkulus yang sulit dibersihkan dihilangkan menggunakan powered scaler

(scaler ultrasonik atau sonik)

Teknik scaling lain adalah scaling subginggival dan root planing. Scaling

subginggival digunakan untuk menghilangkan plaque, kalkulus, atau debris dari

permukaan gigi di bawah batas ginggiva. Scaling subginggiva tidak diperlukan apabila

tidak ditemukan kalkulus di bawah batas ginggiva. Root planing merupakan teknik

untuk menghilangkan lapisan superfisial cementum dari permukaan akar, sehingga

permukaan akar menjadi halus. Permukaan akar yang halus dapat memperkecil

kemungkinan akumulasi plaque.

Langkah debridement subginggival tertutup sebagai berikut:

1. Kuret (bukan bagian yang tajam) dimasukkan ke bagian bawah sulkus gingiva atau

kantung periodontal

2. Ujung tajam kuret digunakan dengan cara melekatkannya pada akar gigi dan epitel

sulkus, kuret kemudian dikeluarkan dari sulkus atau kantung periodontal.

3. Kuret digerakkan melingkar di sekitar gigi menggunakan strokes vertikal yang

tumpang tindih. Strokes miring atau horizontal dapat digunakan di daerah furkasi

gigi yang memiliki beberapa akar.

24
4. Langkah tersebut diulang pada semua bagian gigi.

5. Setelah semua tahapan selesai dilakukan pemeriksaan gigi mulai dari akar sampai

permukaan akar untuk memastikan gigi bersih dari plaque dan kalkulus

Langkah debridement subginggival terbuka sebagai berikut:

1. Epitel yang melekat dipotong menggunakan blade (Nomor 11 atau 15) melalui

sulcus ginggiva ke arah apikal sehingga memotong tulang crestal.

Incisi secara vertikal pada kedua ujing incisi primer.

2. Ginggiva yang melekat dipisahkan dari periosteum menggunakan periosteal

elevator dan flap tidak boleh menyentuh bagian mukoginggival.

3. Flap ditarik perlahan sehingga tampak permukaan akar dan tulang alveolar.

4. Permukaan akar yang terlihat discaling menggunakan alat manual atau kombinasi

antara alat manual dengan powered scaler. Apabila scaling sudah selesai lanjutkan

dengan polish/memperhalus permukaan gigi.

5. Tahapan terakhir adalah membersihkan bagian gigi menggunakan larutan saline

atau chlorhexidine yang sudah diencerkan kemudian flap dijahit ke posisi semula.

Flap buccal dijahit untuk menghubungkan ginggiva palatal atau lingual. Flap

dijahit menggunakan benang swaged on, pola jahitan sederhana tunggal dengan

benang dapat diserap.

(Gorrel et al., 2013)

Prosedur Scaling

Sebelum dilakukan scaling, dilakukan anamnesis dan pemeriksaan keadaan gigi

pasien secara ekstra dan intra-oral. Secara ekstra-oral akan dilakukan anamnesis dan

25
dilihat apakah ada pembengkakan kelenjar limfe di kepala dan leher sebagai tanda

adanya penyebaran infeksi. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan dengan intra-oral untuk

melihat keadaan dalam mulut pasien. Selain melihat keadaan gigi juga dilihat keadaan

jaringan lunak lainnya, seperti gingival, palatum, dan lidah. Setelah dilakukan

anamnesa dan pemeriksaan gigi maka pasien diberikan anestesi dan dipasangi

endotracheal tube yang digunakan untuk mencegah air dan debris asing masuk ke

trakea (Holmstrom et al., 2013).

Prosedur scaling menggunakan alat khusus yang disebut scaler (ultrasonic

scaler). Walaupun banyak alat manual lainnya namun scaler inilah yang menjadi alat

utama dalam menghancurkan karang gigi. Scaler ini cukup ditempelkan pada karang

gigi sehingga pasien tetap nyaman, mengurangi resiko cidera, dan memudahkan kerja

dokter. Dalam melakukan scaling digunakan kombinasi alat manual dan ultrasonic

scaler yang diawali dengan ultrasonic scaler untuk membuang kalkulus yang keras

dan melekat erat pada permukaan gigi. Manual scaler dipakai untuk membuang sisa-

sisa karang gigi pada permukaan gigi yang tidak bisa menggunakan ultrasonic scaler

(Holmstrom dkk., 2013).

Setelah proses scaling dilakukan, biasanya pasien akan merasakan ngilu. Hal

ini terjadi karena pembersihan karang gigi menyebabkan terbukanya dentin pada

perbatasan mahkota gigi dengan akar gigi. Rasa ngilu dapat hilang dengan sendirinya

bila penyembuhan gusi telah sempurna dan gusi akan kembali menutup perbatasan

yang terbuka tersebut (Holmstrom dkk., 2013).

26
Alat Scaling

Alat scalling yang mudah dan cepat untuk menghilangkan tartar yang tebal

adalah Sonic dan Ultrasonic scaler. Ujung tip yang bergetar akan menekan tartar

sehingga dapat terlepas dari gigi. Aliran air pada ujung tip berguna untuk

mendinginkan dan membantu untuk menghilangkan debris – debris kotoran. Alat

scalling yang digunakan jika dirawat dengan baik, akan menjaga gigi sehingga tidak

terjadi kerusakan dari gigi maupun jaringan lunak saat digunakan (Hale, 2004).

Magnetostrictive

Magnetostrictive menggunakan serangkaian strip logam yang ditumpuk satu

sama lain pada bidang berarus. Logam – logam tersebut bergetar di antara 18.000 dan

30.000 siklus setiap detik tergantung dari kualitas instrumen. Getaran tersebut akan

ditransmisikan pada ujung tip. Bagian yang digunakan yaitu belakang atau samping

distal 1/16 inci dari instrumen untuk melawan tartar dan menggunakan tekanan yang

ringan. Jika terlalu menekan akan meredam getaran yang akan menyebabkan

pengurangan efisiensi, peningkatan panas, sehingga kerusakan gigi dapat terjadi (Hale,

2004)

27
Gambar 6. Magnetostrictive ultra-sonic scaler (Hale, 2004).

Piezoelectrics

Piezoelectric scaler beroperasi dengan cara mengkonversi arus bolak – balik

menjadi 40.000 siklus per detik. Frekuensi dialirkan melalui kristal piezoelektrik dan

ujungnya bergetar dalam gerakan linier. Hand piece pada alat ini sangat tahan lama dan

tidak akan menimbulkan bagian internal merembes ke bagian luar termasuk panas.

Instrument ini paling efisien dan baik karena menimbulkan traumatik yang rendah.

Akan tetapi, hand piece dapat rusak jika terjatuh (Hale, 2004).

Gambar 7. Piezo Electric Ultrasonic Scaler ART-P3 II (Anonim, 2013).

28
Scaler sonic beroperasi pada frekuensi hingga 18.000 siklus per detik. Alat ini

bekerja dengan tekanan udara yang di-supply dari air driven dental station. Getaran

yang dihasilkan dari udara yang bergerak melalui logam pada hand piece. Alat ini tidak

menyebabkan hantaran panas pada permukaan hand piece. Alat ini dianggap paling

tidak efisien, dan beberapa jauh lebih baik dari yang lain (Hale, 2004).

Gambar 8. Sonic Scaler Hand Piece (Hale, 2004).

Oscillating

Oscillating yaitu tindakan setelah scalling untuk menghilangkan panas pada

permukaan gigi. Tindakan polish dilakukan menggunakan pasta yang berguna untuk

menghaluskan permukaan dan mengurangi abrasi pada permukaan enamel (Prices,

2016).

Gambar 9. Roll Oscillating Disposable Prophy Angles (Hales, 2004).

Air driven dental station

Air driven dental station merupakan salah satu bagian unit yang sangat berguna.

Pada dasarnya, jenis yang tersedia meliputi air driven low – speed hand piece, a high

speed hand piece, dan a three way air / water syringe. Modifikasi unit yang baru juga

29
telah berkembang seperti yang terdapat pada piezoelectric scaler atau outlet yang

digunakan dengan air – driven sonic scaler, dibangun dalam venture suction, fiber-optic

illumination system, extra electrical outlets, yang ada pada electro-surgical unit serta

terdapat pula jenis yang lainnya (Hale, 2004).

Gambar 10. Air Driven Dental Work Station (Hale, 2004).

Premedikasi dan Anastesi

Obat-obatan premedikasi anestesi biasa diberikan melalui injeksi

intramuskular atau subkutan 20-40 menit sebelum induksi anestesi umum.

Premedikasi untuk pasien penting dari sudut pandang logistik karena obat tersebut

dapat menenangkan pasien, mengurangi tingkat restrain fisik yang diperlukan, dan

memfasilitasi pemasangan kateter. Obat premedikasi sangat penting karena dapat

meningkatkan kualitas induksi anestesi atau pemulihan dan mengurangi kebutuhan

untuk anestesi induksi atau pemeliharaan. Obat premedikasi juga dapat digunakan

untuk memberikan analgesia preemptive. Selain itu juga dapat digunakan untuk

30
modifikasi tonus otonom, menstabilkan atau meningkatkan denyut jantung, atau

mengurangi sekresi saliva (Mann et al., 2011).

Atropin Sulfat digunakan sebagai premedikasi, mengatasi bradycardia dan

gangguan sinoatrial, dan antidota agen kolinergik maupun organophosphate.

Atropin sulfat merupakan golongan antimuskarinik atau parasimpatolitik.

Mekanisme kerjanya yaitu menghambat stimultan asetilkolin pada neuroefektor

postganglion parasimpatetik. Atropin sulfat dapat menghambat salivasi, sekresi

bronkial, menyebabkan dilatasi pupil, meningkatkan detak jantung, menurunkan

aktivitas gastrointestinal dan menurunkan motilitas traktus urinary, menyebabkan

midriasis pada mata, pada saluran nafas akan mengurai sekret hidung, mulut,

faring, dan bronkus, pada jantung akan merangsang nervus vagus sehingga

bradikardi tidak nyata, serta pada saluran cerna akan terjadi penghambatan

peristaltik usus dan lambung. Atropin sulfat dapat diabsorbsi baik melalui oral,

injeksi intramuskuler, inhalasi, maupun endotracheal. Didistribusikan ke seluruh

tubuh dan melewati otak, plasenta dan air susu kemudian dimetabolisme di hati dan

diekskresikan melalui urine. Atropin sulfat biasanya diberikan dengan morfin atau

sebelum ketamin, halothan, ether, droperidol, atau fentanyl. Kadang diberikan pada

kombinasi dengan transquilizer seperti acepromazin. Dosis atropin sulfat sebagai

premedikasi untuk anjing adalah 0,022-0,044 mg/kg BB baik secara intravena,

intramuskuler, maupun subkutan (Plumb, 2011).

31
1. Anastesi

Anastesi umum dapat didefinisikan sebagai stase dari ketidaksadaran yang

diproduksi melalui proses yang dikontrol, reversible, intoksikasi pada sistem saraf

pusat (CNS), dimana pasien tidak merasakan atau mengingat rangsangan (atau

lainnya). Pasien dikatakan telah memasuki stadium anestersi umum apabila telah

memenuhi tiga kriteria dalam trias anestesi yaitu tidak sadar, reflek otonom

tertekan, dan alagesi. Dalam anastesi umum sering digunakan kombinasi antara

ketamin dan xylazin. Kombinasi kedua agen ini terbaik untuk menghasilkan

analgesia. Banyak hewan yang teranastesi secara baik dengan menggunakan

kombinasi ini. Emesis sering terjadi pasca pemberian ketamin-xylazin, tetapi hal

ini dapat diatasi dengan pemberian atropin 15 menit sebelum pemberian ketamin-

xylazine. Efek anastesi akan timbul setelah 10-30 menit, dan kembalinya kesadaran

timbul setelah 1-2 jam (Dugdale, 2011).

Tujuan dari pemberian anestesi adalah mengurangi atau menghilangkan rasa

nyeri. Selain itu, tujuan anestesi juga untuk membuat hewan tidak terlalu banyak

bergerak bila dibutuhkan relaksasi muskulus (Sardjana dan Kusumawati, 2011).

Ketamin HCL merupakan anestesi yang kuat, bekerja cepat, dengan aksi

kerja yang singkat sehingga cocok digunakan untuk prosedur operasi yang singkat.

Ketamin (ketalar, vetalar, ketaset) adalah derivat sikloheksason yaitu dl-2-(o-

klorofenil)-2-(metilamino) sikloheksan HCl, yang digunakan untuk restrain dan

anestesi disasosiasi yaitu anestesi yang mempengaruhi asosiasi di kortek cerebri

Keadaan status anestesinya tidak lazim, yaitu hewan masih melotot, otot tampak

32
kaku, masih mengeluarkan suara karena ketidaksadarannya sebagai akibat interupsi

pada cerebrum dan sistem retikularis. Ketamin merangsang pencurahan simpatetik

pusat, yang menimbulkan rangsangan pada jantung, peningkatan tekanan darah,

dan peningkatan kadar kotekolamin plasma (Tennant, 2000; Plumb, 2011). Namun

ketamin mempunyai kerugian yaitu tidak adanya relaksasi otot, sehingga

kekejangan pada saat pemulihan tidak jarang depresi respirasi yang ringan dan

menimbulkan kematian Ketamin bersifat lipofilik dan cepat didistribusikan ke

seluruh organ dengan level tertinggi pada otak, hati, paru-paru, dan jaringan lemak.

Dimetabolisme pada hati dan dieliminasi melalui urine (Plumb, 2011).

Xylazin merupakan obat anestesi sedatif yang aman karena batas

keamanannya lebar. Xylazin adalah agonis α2-adrenoceptor dan digunakan sebagai

analgesik atau sedatif dengan efek muskulorelaksan. Bila terjadi kelebihan dosis

atau jika hendak mengakhiri sedasi yang ditimbulkan dapat diberikan yohimbin,

yang merupakan antidota spesifik bagi xylazin. Muntah selalu terlihat pada kucing

dan kadang-kadang pada anjing yang menerima xylazin. Xylazin menekan

mekanisme thermoregulator dan menyebabkan hipotermia atau hipertermia

bergantung pada perubahan temperatur udara. Xylazin diabsorpsi dengan cepat jika

diberikan secara intramuskuler (Tennant, 2000; Plumb, 2011). Xylazin merupakan

kombinasi yang baik untuk ketamin bila digunakan pada hewan kecil. Xylazin

mampu mengurangi efek hipertensif, takikardia, dan halusinasi, serta menghasilkan

relaksasi otot yang sangat baik. Efek xylazin timbul 10-15 menit setelah injeksi

intramuskuler dan hanya 3-5 menit setelah intravena. Keadaan tidur biasanya

33
berlangsung selama 1-2 jam dengan analgesi yang efektif selama 15-30 menit.

Dosis untuk anjing adalah Xylazin 2,2 mg/kg BB dan Ketamin 11 mg/kg BB

(Plumb, 2011).

34
MATERI DAN METODE

Materi

a. Alat

 Dental scaler

 Penghalus permukaan gigi

 Penyedot air

b. Bahan

 Atropine sulfat 0,025% dosis 0,04 mg/kg BB sebagai obat premedikasi

 Ketamin 10% dosis 15 mg/kg BB dan Xylazine 2% dosis 2 mg/kg BB

sebagai obat anastesi

Metode

a. Persiapan Hewan

Hewan dipuasakan 6 jam sebelum operasi. Hewan diletakkan diatas

meja operasi yang dialasi dengan underpad dan diberikan premedikasi dengan

atropin sulfat 0,024% secara subcutan. Setelah atropin sulfat bekerja yang

ditandai dengan mukosa mulut mulai mengering sekitar 15 menit setelah

pemberian premedikasi, hewan diberikan anastesi umum dengan ketamin HCl

dan xylazin secara intramuskuler. Setelah itu, hewan di pasangkan

endotracheal tube.

b. Persiapan Alat dan Bahan Operasi

35
Alat dan bahan untuk scaling dipersiapkan dan diletakkan diatas meja

alat sebelum scaling dimulai.

c. Teknik scaling

Scaling dilakukan dengan membuka mulut hewan dan melakukan

pemeriksaan pada gigi. Gigi yang mengalami kalkulus atau tar-tar kemudian

dipecah dengan extraction forcep . Kemudian menggunakan ultrasonic scaler

dilakukan pembersihan. Gigi yang tertutup plak dibersihkan menggunakan

scaler dan disemprot air dengan spuit agar gigi tidak terlalu panas. Jika ada gigi

yang goyah parah, dapat dilakukan pencabutan menggunakan extraction forcep

dan ginggivanya dilakukan penekanan menggunakan tampon untuk mengatasi

pendarahan.

d. Perawatan Pasca scaling

Perawatan hewan setelah scaling dilakukan dengan pemberian

povidone iodine pada semua bagian gigi. Kemudian dilakukan pemantauan

kondisi hewan hingga efek anastesi menghilang.

36
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. When Good Teeth Go Bad. http://seniors101.ca/island-voices/when-


good-teeth-go-bad/. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2019.
Anonim. 2013. Small Animal Veterinary Dental Equipment.www.ud-vet.nl diakses
tanggal 10 Oktober 2019.
Dugdale, A. 2011. Veterinary Anaesthesia: Principles to Practice. UK, John Wiley &
Sons.
Gorrel, C. Andersson, S. dan Verhaert, L. 2013. Veterinary Dentistry for the General
Practitioner. 2nd Ed. Philadelphia : Saunders-Elsevier.
Hale, F.A. 2009. Veterinary Dentistry Dental Caries in the Dogs.
CVJ/Vol.50/Desember 2009.
Halim A. 2012. Petmania City, 3rd Edition. Intermedia Creative Entertainment.
Jakarta.
Hiraya, M.P., Eliza, H., Neneng, N. 2011. Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras
dan Jaringan Pendukung Gigi. Jakarta. ECG: 2011. Hal:104
Holmstrom, S.E. 2013. Veterinary Dentistry A Team Approach 2nd Edition. Elsevier.
UK.
Holmstrom, S.E. 2018. Veterinary Dentistry : A Team Approach. USA: Elsevier.
Jeanne, R.P. 2013. Small Animal Dental Procedures for Veterinary Technicians and
Nurses. Florida: Wiley Blackwell.
Lobpsire, H.B dan Dodd, J. R. 2019. Wiggs’s Veterinary Dentistry. USA: John Wiley
& Sons.
Mann, F.A.; Constantinescu, G.M.; Yoon, H.Y. 2011. Fundamentals of Small Animal
Surgery. Iowa: Wiley-Blackwell.
Nelson, S. J. dan Ash, M. M. 2010. Wheeler’s Dental Anatomy, Physiology, and
Occlusion 9th Edition. Saunders Elsevier. Missouri.
Niemec, B.A. 2011. Small Animal Dental, Oral, and Maxillofacial Disease. CRC
Press. Florida.
Niemiec, B.A. 2010. Small Animal Dental, Oral & Maxillofacial Disease A Color
Handbook. Manson Publishing. USA.
Perrone, J. R. 2013. Small Animal Dental Procedures for Veterinary Technicians and
Nurses. Iowa : Wiley-Blackwell.
Pieri, F. A. Daibert, A. P. F. Bourguignon, E. Aparecida, Moreira, M. A. S. 2012.
Periodontal Disease in Dogs. Journal A Bird’s Eye View of Veterinary
Medicine. Hal. 119-140.
Plumb, D.C. 2011. Plumb’s Veterinary Drug Handbook 7th Edition. Minnesota:
Pharma Vet Inc.
Ratmini NK, Arifin. 2011. Hubungan Kesehatan Mulut dengan Kualitas Hidup Lansia.
Jurnal Ilmu Gizi, 2 (2):139-147.
Sardjana, I. dan Diah Kusumawati. Bedah Veteriner. Surabaya: Airlangga University
Press.

37
Senhorinho, G. N. A. Nakano, V. Liu, C. Song, Y. Finegold, S. M. Avila-Campos, M.
J. 2011. Detection of Porphyromonas gulae from Subgingival Biofilm of Dogs
with and without Periodontitis. Anaerobe in press.
Sembiring, S., Arjentinia, P.G.Y., dan Widiastuti, S.R. 2016. Kejadian Karang Gigi
Pada Anjing Yang Diberi Dog Food. Indonesia Medicus Veterinus. 5(1) ; 61-
67.
Smithson, J. A. 2015. Canine Dentistry Mini Series. Oral and Dental Examination and
Investigation. CPD Solutions.
Tennant, B., 2000, BSAVA Small Animal Formulary 4th Edition, British Small Animall
Veterinary Association, Gloucester.
Zambori C, Tirziuq E, Nichita I, Cumpanasoiu, C, Gros, RV, Seres, M., Mladin, B.,
dan Mot, D. 2012. Biofilm Implication in Oral Diseases of Dogs and Cats.
Anim. Biotechnol. 45(1): 208.

38

Anda mungkin juga menyukai