Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


KEBUN BINATANG “BALI ZOO”

Laporan ini disusun sebagai tugas lanjutan atas terselesaikannya

Praktek Kerja Lapangan (PKL) sebagai syarat wajib dalam menempuh

Program Profesi Dokter Hewan (PPDH)

Nama :
Wahyu Semadi Putra 1209006098
I Made Wira Diana Putra 1209006085
Putu Andre Wicaksana 1209006097

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017

i
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL)
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN
KEBUN BINATANG “BALI ZOO”

Laporan ini disusun sebagai tugas lanjutan atas terselesaikannya

Praktek Kerja Lapangan (PKL) sebagai syarat wajib dalam menempuh

Program Profesi Dokter Hewan (PPDH).

Nama :
Wahyu Semadi Putra 1209006098
I Made Wira Diana Putra 1209006085
Putu Andre Wicaksana 1209006097

Menyetujui :

a.n. Kepala Bidang Kesehatan Hewan Kebun Binatang ”Bali Zoo”

drh. I Made Sugiarta

KATA PENGANTAR

ii
Segala puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmatnya kepada penulis sehingga laporan Praktek Kerja Lapangan Program Pendidikan
Profesi Dokter Hewan (PKL PPDH) di Kebun Binatang Bali Zoo dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. drh. Adi Suratma, M.P., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana.
2. drh. I Putu Suastika, M.Kes., selaku dosen pembimbing Praktek Kerja Lapangan
Program Pendidikan Dokter Hewan (PKL PPDH) Universitas Udayana.
3. drh. I Made Sugiartha, selaku kepala bidang kesehatan hewan kebun binatang
Bali Zoo.
4. Tim Medis Kebun Binatang Bali Zoo
5. Seluruh staf, karyawan dan para keeper Kebun Binatang Bali zoo
6. Seluruh pihak yang telah membantu selama pelaksanaan kegiatan PKL PPDH dan
dalam proses pembuatan laporan kegiatan.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan penulisan sangat
diharapkan. Penulis juga meminta maaf apabila ada salah kata yang ditemukan dalam
laporan ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang
membutuhkan.

Denpasar, 6 Maret 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................... ii
KATA PENGANTAR............................................................................................... iii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Tujuan.............................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peraturan Menteri Kehutanan RI…………………………………. 4
2.2 Kebun Binatang............................................................................... 5
2.3 Klasifikasi Satwa di Kebun Binatang............................................. 7
2.4 Sejarah Kebun Binatang Bali Zoo................................................... 11
2.5 Satwa Bali Zoo................................................................................ 12
BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1 Waktu dan Tempat........................................................................... 16
3.2 Peserta Kegiatan.............................................................................. 16
3.3 Metode Kegiatan............................................................................. 16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil................................................................................................ 17
4.2 Pembahasan..................................................................................... 22
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan..................................................................................... 25
5.2 Saran................................................................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 26
LAMPIRAN ......................................................................................................... 27

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Satwa merupakan sebagian sumber daya alam yang tidak ternilai harganya,
sehingga kelestariannya perlu dijaga agar tidak punah baik karena faktor alam, maupun
perbuatan manusia seperti perburuan, dan kepemilikan satwa yang tidak sah. Menurut
Pasal 1 ayat 5 UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya, Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat,
dan atau di air, dan atau di udara. Sedangkan yang dimaksud dengan Satwa liar dalam
pasal 1 ayat 7 UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di
udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang
dipelihara oleh manusia, selain itu juga satwa liar dapat diartikan semua binatang yang
hidup di darat dan di air yang masih mempunyai sifat liar, baik yang hidup bebas maupun
yang dipelihara oleh manusia. Satwa migran satwa yang berpindah tempat secara teratur
dalam waktu dan ruang tertentu, Satwa yang boleh diburu adalah satwa yang menurut
undang-undang atau peraturan telah ditetapkan untuk dapat diburu. Sedangkan Satwa
langka adalah binatang yang tinggal sedikit jumlahnya dan perlu dilindungi (seprti jalak
putih, cenderawasih). Satwa liar berpengaruh terhadap tanah dan vegetasi dan memegang
peran kunci dalam penyebaran, pertumbuhan tanaman, penyerbukan dan pematangan
biji, penyuburan tanah, penguraian organisme mati menjadi zat organik yang lebih
berguna bagi kehidupan tumbuhan, penyerbukan dan pengubah tumbuh-tumbuhan dan
tanah.
Keanekaragaman hayati di Indonesia sangat tinggi baik flora dan faunanya,
keanekaragaman hayati tersebut harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat.
Indonesia adalah negara yang termasuk memiliki tingkat keanekaragaman yang tinggi,
diperkirakan sebanyak 300.000 jenis satwa liar atau sekitar 17% satwa di dunia terdapat
di Indonesia, walaupun luas Indonesia hanya 1,3% dari luas daratan dunia. Taksiran
jumlah utama spesies sebagai berikut : hewan menyusui sekitar 300 spesies, burung
7.500 spesies, reptil 2.000 spesies, sebanyak 45% ikan di dunia hidup di Indonesia.
Terdapat tumbuhan biji 25.000 spesies, tumbuhan paku-pakuan 1.250 spesies, lumut

1
7.500 spesies, ganggang 7.800, jamur 72.000 spesies, serta bakteri dan ganggang hijau
biru 300 spesies. Dari data yang telah disebutkan, itu membuktikan bahwa tingkat
biodiversitas di Indonesia sangatlah tinggi.
Seiring meningkatnya laju pertumbuhan industri tertutama dari sektor
pertambangan dan perkebunan, khususnya kelapa sawit, maka semakin tinggi pula
tingkat pembukaan lahan dari hutan yang merupakan habitat alami satwa liar di
Indonesia. Selain itu, perburuan dan penangkapan satwa liar yang ilegal dengan tujuan
sebagai bahan makanan, hewan peliharaan ataupun obat tradisional, dan lain sebagainya
turut memicu kepunahan satwa liar di alam Indonesia. Hal ini turut didukung dari betapa
rendahnya kepedulian dan pengetahuan masyarakat serta pemerintah tentang betapa
pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem alam. Apabila hal tersebut tidak segera
ditangani, maka satwa liar di Indonesia akan mengalami kepunahan.
Untuk menanggulangi masalah tersebut maka salah satu cara yang dilakukan
adalah program konservasi baik secara insitu maupun eksitu. Konservasi insitu dilakukan
di habitat satwa liar seperti Taman Nasional sedangkan konservasi eksitu dilakukan di
luar habitat satwa liar seperti Kebun Binatang. Program konservasi tersebut merupakan
kerjasama antara pihak swasta, masyarakat dan pemerintah untuk menjaga satwa liar dari
kepunahan. Kebun binatang selain sebagai tempat konservasi juga memiliki tujuan
sebagai tempat rekreasi, pendidikan, riset, dan membuka lahan pekerjaan.
Salah satu konservasi eksitu yang berada di Indonesia adalah Kebun Binatang
Bali Zoo yang berada di Kabupaten Gianyar, Bali. Untuk menjaga agar satwa liar
tersebut tetap sejahtera, diperlukan peranan dokter hewan dalam menangani manajemen
kesehatan satwa. Dengan pendekatan medis yang diberikan maka diharapkan satwa
tersebut mendapatkan kualitas hidup yang baik sesuai dengan konsep lima kebebasan
satwa. Kesejahteraan hewan adalah usaha manusia untuk memelihara hewan meliputi
kelestarian hidupnya disertai dengan perlindungan yang wajar. Pada prinsipnya
kesejahteraan hewan (animal welfare) adalah tanggung jawab manusia selaku pewaris
atau pengurus hewan untuk memastikan hewan memenuhi 5 azas kesejahteraan hewan
yang meliputi :
1. Bebas dari rasa lapar dan haus
2. Bebas dari rasa tidak nyaman
3. Bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit
4. Bebas untuk melakukan perilaku alaminya
5. Bebas dari rasa takut dan tertekan

2
Melalui Program Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) berupa Praktek
Kerja Lapangan (PKL), diharapkan dapat memberikan pengalaman bagi calon dokter
hewan agar dapat mengetahui berbagai macam satwa yang dilindungi, mengenali
perbedaan jenis satwa serta yang paling penting adalah memahami manajemen kesehatan
satwa liar, khususnya di konservasi eksitu.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan PKL PPDH ini adalah sebagai berikut :


1. Untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman profesi serta penerapannya
dalam praktik di lapangan.
2. Untuk lebih memahami mengenai manajemen satwa liar di kebun binatang dan
animal behaviour pada pelestarian satwa eksitu.
3. Memberi gambaran mengenai profesi yang akan digeluti oleh seorang lulusan
dokter hewan, terutama dalam manajemen kesehatan satwa liar.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA


Nomor : P.31/Menhut-II/2012 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI
Beberapa pengertian Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Konservasi adalah langkah-langkah pengelolaan tumbuhan dan/atau satwa liar yang
diambil secara bijaksana dalam rangka memenuhi kebutuhan generasi saat ini dan
generasi masa mendatang.
2. Konservasi ex-situ adalah konservasi tumbuhan dan/atau satwa yang dilakukan di luar
habitat alaminya.
3. Lembaga konservasi adalah lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan
dan/atau satwa liar di luar habitatnya (ex-situ), baik berupa lembaga pemerintah
maupun lembaga non-pemerintah.
4. Lembaga konservasi untuk kepentingan umum adalah lembaga yang bergerak di
bidang konservasi tumbuhan dan/atau satwa liar di luar habitatnya (ex-situ), baik
berupa lembaga pemerintah maupun lembaga non-pemerintah yang dalam peruntukan
dan pengelolaannya mempunyai fungsi utama dan fungsi lain untuk kepentingan
umum.
5. Lembaga konservasi untuk kepentingan khusus adalah lembaga yang bergerak di
bidang konservasi tumbuhan dan/atau satwa liar di luar habitatnya (ex-situ), baik
berupa lembaga pemerintah maupun lembaga non-pemerintah yang dalam peruntukan
dan pengelolaannya difokuskan pada fungsi penyelamatan atau rehabilitasi satwa.
6. Izin lembaga konservasi adalah izin yang diberikan oleh Menteri Kehutanan kepada
pemohon yang telah memenuhi syarat-syarat sesuai ketentuan perundang-undangan
untuk membentuk lembaga konservasi
7. Kebun binatang adalah tempat pemeliharaan satwa sekurang-kurangnya 3 (tiga) kelas
taksa pada areal dengan luasan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) hektar dan
pengunjung tidak menggunakan kendaraan bermotor (motor atau mobil).
8. Taman satwa adalah tempat pemeliharaan satwa sekurang-kurangnya 2 (dua) kelas
taksa pada areal dengan luasan sekurang-kurangnya 2 (dua) hektar.
9. Taman satwa khusus adalah tempat pemeliharaan jenis satwa tertentu atau kelas taksa
satwa tertentu pada areal sekurang-kurangnya 2 (dua) hektar.

4
10. Taman safari adalah tempat pemeliharaan satwa sekurang-kurangnya 3 (tiga) kelas
taksa pada areal terbuka dengan luasan sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) hektar,
yang bisa dikunjungi dengan menggunakan kendaraan roda empat (mobil) pribadi
dan/atau kendaraan roda empat (mobil) yang disediakan pengelola yang aman dari
jangkauan satwa.
11. Kebun botani adalah lokasi pemeliharaan berbagai jenis tumbuhan tertentu, untuk
dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan, penelitian dan pengembangan bioteknologi,
rekreasi dan budidaya.
12. Pusat rehabilitasi satwa adalah tempat untuk melakukan proses rehabilitasi, adaptasi
satwa dan pelepasliaran ke habitat alaminya.
13. Pusat penyelamatan satwa adalah tempat untuk melakukan kegiatan pemeliharaan
satwa hasil sitaan atau temuan atau penyerahan dari masyarakat yang pengelolaannya
bersifat sementara sebelum adanya penetapan penyaluran satwa (animal disposal)
lebih lanjut oleh Pemerintah.
14. Pusat latihan satwa khusus adalah tempat melatih satwa khusus spesies gajah agar
menjadi terampil sehingga dapat dimanfaatkan antara lain untuk kegiatan peragaan di
dalam areal pusat latihan gajah, patroli pengamanan kawasan hutan, sumber satwa
bagi lembaga konservasi lainnya dan/atau membantu kegiatan kemanusiaan dan
pendidikan.
15. Museum zoologi adalah tempat koleksi berbagai spesimen satwa dalam keadaan mati,
untuk kepentingan pendidikan dan penelitian.

Fungsi dan Prinsip Lembaga Konservasi


Lembaga Konservasi mempunyai fungsi utama pengembangbiakan terkontrol
dan/atau penyelamatan tumbuhan dan satwa dengan tetap mempertahankan kemurnian
jenisnya. Selain lembaga konservasi juga mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan,
peragaan, penitipan sementara, sumber indukan dan cadangan genetik untuk mendukung
populasi in-situ, sarana rekreasi yang sehat serta penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan.

2.2 Kebun Binatang


Kebun binatang disebut pula dengan taman margasatwa. Perhimpunan Kebun
Binatang se-Indonesia (PKBSI) mendefinisikan kebun binatang sebagai berikut, “Suatu
tempat atau wadah yang berbentuk taman dan atau ruang terbuka hijau dan atau jalur

5
hijau yang merupakan tempat untuk mengumpulkan, memelihara kesejahteraan dan
memperagakan satwa liar untuk umum dan yang diatur penyelenggaraannya sebagai
lembaga konservasi ex-situ. Satwa liar yang dikumpulkan dalam wadah taman satwa
adalah satwa liar yang dilindungi dan tidak dilindungi oleh Peraturan Perundang-
undangan, dan akan dipertahankan kemurnian jenisnya dengan cara dipelihara,
ditangkarkan diluar habitat aslinya.”
Adapun berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.53/Menhut-II/2006
mengenai lembaga konservasi, kebun binatang adalah suatu tempat atau wadah yang
memiliki fungsi utama sebagai lembaga konservasi yang melakukan upaya perawatan
dan pengembangbiakan berbagai jenis satwa berdasarkan etika dan kaidah kesejahteraan
satwa dalam membentuk dan mengembangkan habitat baru, sebagai sarana perlindungan
dan pelestarian jenis melalui kegiatan penyelamatan, rehabilitasi, dan reintroduksi alam.
Kebun binatang pun dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan, penelitian, pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, serta sebagai sarana rekreasi yang sehat.
Pembangunan kebun binatang bertujuan sebagai usaha untuk mensejahterakan
satwa-satwa, terutama satwa yang jumlahnya semakin sedikit atau langka akibat
kerusakan hutan, atau akibat dari perburuan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab, sehingga jumlahnya semakin sedikit dan butuh bantuan tangan-
tangan manusia supaya spesies mereka tidak punah. Oleh karena itu peranan masyarakat
sebagai pelaku dan pengguna sumber daya alam adalah penting, supaya kita dapat ikut
serta menjadi bagian dalam perlindungan dan kesejahteraan satwa-satwa tersebut. Supaya
masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam pengelolaan satwa-satwa ini, kebun binatang
kemudian dibuka untuk umum dan dilengkapi dengan informasi-informasi mengenai
habitat dan permasalahan satwa langka di Indonesia. Tujuannya untuk mengenalkan
jenis-jenis hewan langka yang sudah tidak bisa ditemui lagi di habitat aslinya, serta
menggugah kesadaran dan kepedulian masyarakat yang mengunjungi kebun binatang
terhadap pentingnya upaya perlindungan dan pelestarian satwa-satwa langka tersebut.
Kebun binatang berdiri mulai akhir abad 18 dan awal abad 19 di Vienna (1752),
Paris (1793) dan London (1826). Dan kemudian diikuti oleh Negara-negara lain di Eropa,
Amerika utara dan lainnya. Pada awalnya pembangunan Kebun Binatang didirikan
dengan alasan ketertarikan pada ilmu pengetahuan mengenai kehidupan binatang di alam
bebas, dan kebanyakan kebun binatang tersebut tidak dibuka untuk umum. Tetapi
masyarakat memiliki ketertarikan terhadap binatang, sehingga selanjutnya kebun
binatang dibuka secara umum (Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia, 1995)

6
2.3 Klasifikasi Satwa di Kebun Binatang
Kebun binatang dapat diibaratkan sebagai suatu sistem pameran. Beberapa hal
penentunya adalah kesamaan fungsi dan setaranya elemen pameran dengan kegiatan
pameran. Fungsi tempat-tempat pamer permanen sama dengan kebun binatang yaitu
preservasi, konservasi obyek, edukasi kepada pengunjung.
1. Klasifikasi satwa berdasarkan kelas
a. Mamalia
Binatang mamalia adalah kelas hewan vertebrata yang dicirikan oleh
adanya kelenjar mamae. Itulah sebabnya hewan mamalia disebut juga hewan
menyusui, karena fungsi kelenjar susu tersebut berguna untuk menyusui
anaknya. Adanya rambut dan berdarah panas. Otak pada hewan mamalia
memliki neocortex dan berfungsi untuk mengatur peredaran darah, termasuk
jantung yang beruang empat. Gigi mamalia umumnya terdapat 4 tipe, yaitu :
gigi seri, gigi taring, gigi premolar, dan gigi molar. Secara ilmiah mamalia
digolongkan ke dalam sepuluh ordo yang berbeda, yakni : ordo Artiodactyla
(sapi, domba, kerbau, babi, kambing, jerapah, dll), ordo Proboscidea (gajah),
ordo Carnivora (singa, harimau, anjing, kucing, beruang, musang, dll), ordo
Rodentia (tikus, hamster, marmot, dll), ordo Lagomorpha ( kelinci, dll), ordo
Cetacea (paus, lumba-lumba), ordo Sirenia (dugong, sapi laut, dll), ordo
Monotremata (platypus, echidna), ordo Perissodactyla (zebra, badak, kuda,
tapir, dll), dan ordo Primata (gorilla, simpanse, orangutan, dll).
b. Aves
Tubuh aves terdiri dari kepala, leher, badan, dan ekor. Mulut berparuh
yang tersusun dari zat tanduk, tidak memiliki gigi dan lidah yang tidak
dijulurkan. Bentuk paruh yang beragam sesuai dengan jenis makananya.
Memiliki mata yang berkembang baik dengan kelopak mata, membrane
niktitans, dan kelenjar air mata. Umumnya mata aves terdapat dibagian sisi
kepala. Mata burung hantu terletak berdampingan. Telinga yang tidak
berdaun telinga dimana bagian tengahnya terdapat osikula auditori. Aves
memiliki sepasang lubang hidung. Aves memiliki sepasang kaki yang
digunakan untuk berjalan, bertengger, berenang, mencakar-cakar rumah,
memegang makanan, atau untuk mengangkap dan mencengkeram mangsa.
Jumlah jari kaki 2,3, dan 4. Kulit kaki bagian bawah dan jari-jarinya tersusun
dari zat tanduk yang keras. Aves memiliki sayap untuk terbang. Kecepatan

7
terbang sekitar 30-75 km/jam. Aves bernafas dengan paru-paru yang
berhubungan dengan pundi-pundi udara sebagai alat pernafasan tambahan.
Pundi-pundi udara berupa kantong selaput yang ringan, yaitu sepasang di
leher, sebuah diantara tulang selangka yang bercabang-cabang membentuk
kantong udara pada lengan atas, sepasang di dada depan, sepasang di dada
belakang, dan sepasang di perut. Cadangan udara di dalam pundi-pundi udara
berguna untuk pernafasan saat terbang. Pundi-pundi udara akan terisi udara
kembali pada saat burung melayang tanpa mengepakkan sayapnya. Aves
memiliki alat suara siring yang terdapat pada percabangan trakea. Sistem
pencernaan aves lengkap, meliputi mulut, esophagus (kerongkongan),
tembolok, lambung kelenjar, empedal berdinding tebal, (lambung otot), usus
halus, usus besar, dan kloaka. Pada mulut terdapat kelenjar ludah. Di antara
usus halus dan usus besar, terdapat usus buntu (spekum). Aves memiliki
pancreas, hati dan empedu. Aves bersifat homoioterm karena
mempertahankan suhu tubuhnya dengan bulu-bulu (bulu sebagai isolator
panas), suhu tubuhnya berkisar 40,5 - 42C. Memiliki alat peredaran darah
ganda, artinya dalam satu kali peredaran darah ke seluruh tubuh, darah
melewati jantung dua kali. Alat ekskresi berupa ginjal metanefros dan tidak
memiliki kantong kemih. Sistem saraf berupa otak, dengan serebrum dan
lobus optikus yang berkembang baik. Aves memiliki 12 pasang saraf cranial.
Aves bersifat ovipar dan fertilisasi terjadi secara internal. Telur berkerabang
keras. Aves betina memiliki satu ovarium (di sebelah kiri tubuh) dan
beberapa spesies mengerami telurnya.
c. Reptil
Kata reptilia berasal dari kata rectum yang berarti melata. Reptilia
merupakan kelompok hewan darat pertama yang sepanjang hidupnya
bernafas dengan paru – paru. Ciri umum kelas ini yang membedakan dengan
kelas yang lain adalah seluruh tubuhnya tertutup oleh kulit kering atau sisik.
Kulit ini menutupi seluruh permukaan tubuhnya dan pada beberapa anggota
ordo atau sub-ordo tertentu dapat mengelupas atau melakukan pergantian
kulit baik secara total yaitu pada anggota sub-ordo Ophidia dan pengelupasan
sebagian pada anggota sub-ordo Lacertilia. Sedangkan pada ordo Chelonia
dan Crocodilia sisiknya hampir tidak pernah mengalami pergantian atau
pengelupasan. Kulit pada reptile memiliki sedikit sekali kelenjar kulit. Reptil

8
termasuk dalam vertebrata yang pada umumnya tetrapoda, akan tetapi pada
beberapa diantaranya tungkainya mengalami reduksi atau hilang sama sekali
seperti pada serpentes dan sebagian lacertilian. Reptil yang tidak mengalami
reduksi tungkai umumnya memiliki 5 jari atau pentadactvius dan setiap
jarinya bercakar. Jantung pada reptil memiliki 4 lobi, 2 atrium dan 2
ventrikel. Pada beberapa reptil, sekat antara ventrikel kanan dan ventrikel kiri
tidak sempurna sehingga darah kotor dan darah bersih masih bercampur.
Reptil merupakan hewan berdarah dingin yaitu suhu tubuhnya bergantung
pada suhu lingkungan atau poikiloterm. Untuk mengatur suhu tubuhnya,
reptil melakukan mekanisme basking yaitu berjemur di bawah sinar matahari.
Saluran ekskresi kelas reptil berakhir pada kloaka. Ada dua tipe kloaka yang
spesifik untuk ordo reptilia. Kloaka dengan celah melintang terdapat pada
ordo Squamata yaitu sub-ordo Lacertilia dan sub-ordo Ophidia. Kloaka
dengan celah membujur yaitu terdapat pada ordo Chelonia dan ordo
Crocodilia. Kelas reptil dibagi menjadi 4 ordo, yaitu Rhvncocephalia
(contohnya : Tuatara), Testudinata / Chelonia ( contohnya : Penyu, kura-kura,
dan bulus), Squamata (contohnya : Sarpentes, Lacertilia, dan Amphisbaena)
dan Crocodilia (contohnya : buaya, alligator, senyulong, dan caiman).
d. Amphibi
Istilah amphibi berasal dari bahasa Yunani yaitu amphi yang berarti
kedua, dan bios berarti hidup. Amphibi hidup di darat dan air tawar. Amphibi
memiliki dua pasang kaki yang digunakan untuk berjalan, melompat, dan
berenang. Contohnya pada katak, kaki katak pada bagian belakang lebih
panjang daripada kaki depannya. Rangka kaki katak bagian depan terdiri dari
humerus, radioulna, karpal, metacarpal, dan falang. Sedangkan rangka kaki
belakang terdiri dari femur, tibio-fibula, tarsal, metatarsal, dan falang. Pada
kaki depan mempunyai empat jari, sedangkan pada kaki belakang
mempunyai lima jari dimana diantara jari-jari tersebut terdapat selaput
renang. Bagian-bagian tubuh amphibi adalah kepala dan badan seperti katak,
atau kepala, badan, ekor seperti yang terdapat pada salamander. Kulit yang
lunak, berkelenjar dan juga selalu basah. Kulit amphibi tidak bersisik kecuali
salamander. Di antara kulit dan jaringan otot dimana dibawahnya terdapat
berupa rongga yang berisi cairan limfa. Pada bangkong yang berwarna cerah,
kulitnya menghasilkan cairan beracun bagi hewan lainnya. Pernafasan

9
amphibi berupa insang, kulit dan juga paru-paru. Seperti katak dewasa yang
bernafas dengan menggunakan paru-paru yang berupa kantong-kantong
dengan dinding yang memiliki sejumlah ruangan. Amphibi adalah hewan
berdarah dingin (poikiloterm). Pada jantung amphibi yang terdiri atas tiga
ruangan, yaitu satu ventrikel dan dua atrium. Merupakan peredaran darah
tertutup ganda, artinya darah akan dua kali melewati jantung pada satu kali
peredaran. Sistem pencernaan lengkap yaitu mulai dari mulut, faring,
esophagus (kerongkongan), lambung, usus, dan rectum yang langsung
bersatu dengan kloaka. Contohnya katak, memiliki mulut yang sangat lebar
dan juga gigi-gigi yang kecil di sepanjang rahang atas. Di langit-langit mulut
terdapat gigi vormer. Lidah yang bercabang dua pada bagian ujungnya dan
pada permukaannya mengandung zat perekat yang digunakan untuk
menangkap serangga. Amphibi juga memiliki hati, kantong empedu, dan
pankreas.sistem ekskresi berupa ginjal tipe mesonefroid dan saluran kemih
yang membawa secret ke kloaka. Amphibi juga memiliki kantong kemih
yang ada disebelah sisi ventral kloaka. Sistem indra pada amphibi terdiri atas
mata, lubang hidung, dan juga telinga. Pada mata dilindungi oleh membrane
niktitans, kelopak mata atas dan kelopak mata bawah. Amphibi memiliki dua
lubang hidung yang berhubungan dengan rongga mulut melalui koane.
Sedangkan pada telinga, terdiri atas dua bagian yaitu telinga tengah dan
telinga dalam. Pada telinga tengah berhubungan dengan faring melalui
tabung Eustachius.
e. Pisces
Tubuh pisces terdiri dari kepala, badan, sirip, dan ekor. Sebagian besar
tubuhnya ditutupi oleh sisik yang berlendir, agar memudahkannya dalam
berpindah tempat di air. Sisik juga berfungsi sebagai rangka luar
(eksoskeleton). Pisces hidup di air (tawar atau laut), yang mana pengaturan
pertukaran air dan garam di dalam tubuh ikan di atur oleh insang. Pisces
bernafas dengan insang. Pada beberapa spesies, insang memiliki penutupnya
yang disebut dengan opekulum. Memiliki satu pasang sirip dada dan satu
pasang sirip badan yang berfungsi untuk mengatur arah pergerakannya.
Memiliki organ tambahan berupa gelembung renag yang berfungsi untuk
membantu pernafasan dan sebagai hidrostatis. Pisces bersifat poikiloterm
(berdarah dingin). Jadi suhu tubuhnya dipengaruhi oleh lingkungan. Memiliki

10
sistem pencernaan yang lengkap seperti mulut, kerongkonan, lambung, usus,
dan anus. Memiliki alat indra berupa satu pasang mata, satu pasang telinga,
gurat sisi, dan indra pembau. Sistem peredaran darahnya tertutup tunggal,
sehingga 1 kali peredaran darah hanya sekali melalui bantuan jantung.
Memiliki sistem koordinasi yang terdiri atas otak dan sumsung tulang
belakang (sistem saraf otak). Jantung pisces terdiri atas dua ruangan, yaitu
atrium dan ventrikel. Memiliki alat ekskresi berupa ginjal. Alat kelamin
hemafrodit (terpisah). Fertilisasi terjadi di dalam atau di luar tubuh. Pisces
bersifat vivipar, ovovivipar, atau ovipar. Pisces ada yang bertulang rawan,
ada juga yang bertulang sejati. Tidak semua ikan termasuk dalam golongan
pisces (paus dan lumba – lumba), akan tetapi semua pisces merupakan ikan.
Pisces memiliki vertebra (tulang belakang) yang membentuk rangka
tubuhnya, dan juga sebagai tempat lewatnya saraf – saraf yang mempersarafi
organ di dalam tubuhnya.
2. Klasifikasi satwa berdasarkan habitat hidup
a. Arboreal - pepohonan
b. Terrestrial – daratan
c. Marine - air laut
d. Fresh water - air darat
3. Klasifikasi satwa berdasarkan pengelompokkan makanan :
a. Carnivora : pemakan daging /hewan lain.
b. Insectivora: pemakan serangga.
c. Herbivora : pemakan tumbuhan.
d. Ornnivora : pemakan segala.

2.4 Sejarah Kebun Binatang Bali Zoo


Berawal dari kecintaan terhadap satwa langka yang hampir punah dan dilindungi
serta tanaman langka yang khususnya di daerah Bali banyak digunakan untuk sarana
upacara keagamaan maka timbulah ide Bapak Ir. Anak Agung Gde Putra untuk
melestarikan tanaman serta satwa langka tersebut dengan membangun Kebun Binatang
Bali Zoo dengan memanfaatkan potensi lahan kosong (tegalan) warisan orang tua dan
usaha penghijauan di lahan yang diterima dari 22 tahun yang lalu. Dengan mencurahkan
pikiran dan tenaga serta uang yang tidak sedikit, tanpa mengenal lelah beliau mulai
mengerjakan pembanguan fisik Bali Zoo mulai tahun 1996. Membutuhkan waktu ± 6

11
tahun untuk menyelesaikan pembangunan keseluruhan Bali Zoo, yang pada akhirnya
dibuka pada September 2002 dan diresmikan oleh Bapak Menteri Kehutanan RI
didampingi oleh Bapak Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Bapak Gubernur Bali dan
Bapak Bupati Gianyar.
Bali Zoo Park adalah kebun binatang terletak di Jalan Raya Singapadu Kabupaten
Gianyar Bali. Kurang lebih 6 km dari Denpasar, sekitar 45 menit dengan mobil dari
Bandara. Luasnya sekitar 12 hektar, kebun binatang ini dihuni oleh kurang lebih 100
jenis species binatang langka, yaitu jenis mamalia, reptil dan burung. Untuk binatang
jenis mamalia di sini ditampilkan bervariasi mulai dari jenis primata, rusa, onta, kanguru
serta macan Sumatra.
Burung tropis terkenal seperti kasuari, merak, kakatua, serta jenis burung langka
yang di lindungi yaitu jalak Bali juga ada di kebun binatang Bali Zoo Park. Untuk jenis
binatang melata seperti reptil, diantaranya adalah iguana, ular hijau dan phyton.
Semua satwa liar di kebun binatang Bali Zoo seperti harimau, macan, buaya, dan
ular berada di tempat yang dipagari, sehingga pengunjung akan merasa aman dan
nyaman berada di lokasi, menyaksikan binatang-binatang buas hanya berbatas kaca
ataupun pagar kawat, akan menjadikan pengalaman wisata yang luar biasa terutama bagi
anak-anak.
Kebun binatang Bali Zoo Park buka dari 09.00 – 18.00, dengan luas 12 hektar,
akan merasa nyaman seperti berada di kawasan hutan sesungguhnya, tempat ini dipenuhi
aneka marga satwa, di kawasan hutan ada juga tanaman, dimana bisa digunakan untuk
bahan obat-obatan tradisional begitu juga untuk bumbu dapur. Lokasi objek wisata di
Bali ini sangat cocok untuk keluarga, terutama anak-anak agar lebih dekat dan paham
akan kelestarian lingkungan.

2.5 Satwa Bali Zoo


Kebun Binatang Bali Zoo memiliki berbagai macam satwa yang dilindungi, yang
dikelompokkan menjadi Devisi mamalia, primata, aves, reptil, gajah. Untuk daftar nama
satwa dapat dilihat pada Tabel 2.1

12
Tabel 2.1 Jenis Satwa di Kebun Binatang Bali Zoo Park

No Jenis Satwa Nama Satwa


1 Mamalia Singa (Panthera leo)
Harimau Bengal (Panthera tigris tigris)
Rusa Timor (Cervus timorensis)
Rusa Sitatunga (Tragelaphus spekeii)
Rusa Tutul (Axis axis)
Rusa Bawean (Axis kuhlii)
Wallaby Tanah, Wallaby Semak (Thylogale
brunii)
Binturong (Arctictis binturong)
Beruang Madu (Helarctos malayanus)
Meerkat (Suricata suricatta)
Kijang (Muntiacus muntjak)
Kambing (Capra sp)
Kelinci (Oryctolagus cunicul)
Marmut (Marmot sp)
Onta (Camelus dromeclarius)
Babi Hutan (Sus scrofa)
Babi Rusa (Babyrousa celebensis)
Tupai Sumatra (Anathana elliot)
Sugar Glider (Petaurus breviceps)
Landak (Hystrix brachyuran)
Berang-berang (Common otter)
Kusber (Ailureps)
2 Primata Orang Utan (Pongo pygmaeus)
Owa Jawa (Hylobates moloch)
Siamang (Symphalangus syndactilus)
Siamang Kerdil (Hylobates klosii)
Lutung Jawa (Trachypithecus auratus)
Kera Jepang (Macaca fruscata)
Kukang (Loris nycticebus)
Tarsius (Tarsius tarsier)
Ungko (Hylobates agilis)
Gibbon (Hylobates muelleri)
3 Aves Rangkok Badak (Rhinoceros hornbill)
Julang Emas (Aceros undulatus)
Kakak Tua Alba (Cacatua alba)
Kakak Tua Besar Jambul Kuning (Cacatua
galarita eleonora)
Kakak Tua Kecil Jambul Kuning (Cacatua
Sulphurea)
Kakak Tua Raja (Probosciger aterrimus)
Jalak Bali (Leucopsar rothschildi)
Nuri Bayan (Eclectus roratus)
Kangkareng (Anthracoceros albirostris)

13
Dara Mahkota (Goura victoria)
Merak Hijau (Pavo muticus)
Merak Putih (Pavo cristatus)
Cendrawasih (Paradisidae sp)
Kasuari (Casuarius casuarius)
Ibis (Threskiornis melanocephalus)
Bebek Mandarin (Aix galericulata)
Kalkun (Meleagris gallopavo)
Ayam Kate (Gallus gallus)
Delimukan (Chalcophaps indica)
Ayam Mutiara (Guinea fowl)
Angsa (Genera coccoroba)

Elang Laut (Haliaeetus leucogaster)


Burung Hantu (Strigiformes)
4 Reptil Ular Pyton Condro (Morelia Iridis)
Ular Sanca Bodo (Python bivittatus)
Buaya Muara (Crocodylus porosus)
Buaya Sinyulong (Tomistoma schlegelli)
Iguana Merah (Phrynocephalus
hongyuanensis)
Bearded Dragon (Pogona vitticeps)
Kura – Kura Emys (Monouria Emys)
Kura – Kura Batagus (Batagur baska)
Kura – Kura Batok (Coura amoboinensis)
Kura – Kura Brazil (Trachemys scripta
eleganus)
Kura – Kura Aligator (Macrochelys temmickii)
Trenggiling (Manis Javanica)
5 Gajah Gajah Sumatra (Elephas maximus sumatranus)

14
BAB III

PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1 Waktu dan Tempat


Kegiatan PKL PPDH ini dilaksanakan tanggal 6 Februari sampai dengan 5 Maret
2017, bertempat di Kebun Binatang Bali Zoo.

3.2 Peserta Kegiatan


Peserta PKL ini adalah mahasiswi PPDH Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Udayana, yakni :

Wahyu Semadi Putra 1209006098


I Made Wira Diana Putra 1209006085
Putu Andre Wicaksana 1209006097

3.3. Metode Kegiatan


Kegiatan dilakukan berdasarkan dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh
Koordinator Kebun Binatang Bali Zoo.

15
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Kegiatan yang dilakukan selama PKL di Kebun Binatang Bali Zoo yaitu :

No Divisi Tempat Kegiatan


1 Keswan Nursery, Anak Babi Hutan (Sus scrofa)
Holding Gejala : Diare
dan Penanganan :
Atraksi - Trimetophrime-Sulfametoxazole
- Imboost 1 ml per hari
- Cairan Glukosa, Susu dan Bubur Sun

Perawatan Berang - berang (Common otter)


Gejala : luka pada dahi
Penanganan :
- Pemberian antibiotik secara topical
pada luka
- Penyemprotan luka dengan betadin
(iodine)
Perawatan Kukang (Sunda slow loris)
Gejala : luka pada punggung karena gatal
Penanganan :
- Noromectin 0,2 ml
- Dimedryl 0,1 ml
Perawatan Harimau
Gejala : luka pada dahi
- Penanganan : pemberian betadin
(iodine) semprot pada luka
Perawatan Orang utan (Pongo pygmaeus)
Gejala : demam dan flu
Penanganan :
- Paratusin 2, 5 ml
- pemberian obat Imboost force sirup 2,5
ml yang dicampurkan pada air madu 1
kali sehari
- Vitcom 1 tab
Perawatan Wallaby (Thylogale brunii)
Gejala : kurus, nafsun makan turun, gusi
bengkak
Penanganan :

16
- Novatrim
- Biodin 2,5 ml
- Betamox LA 1,2 ml
- Dexametazon 0,7 ml
Perawatan bebek Mandarin (Aix galericulata)
Gejala : Kejang, tidak ada nafsu makan
Penanganan :
- Neurobion 1/4 tab per hari
Perawatan Marmut (Marmot sp)
Gejala : luka isi belatung, tidak nafsu makan
Penanganan :
- Dibersihkan dengan butox
Perawatan Kalkun (Meleagris gallopavo)

Gejala : Kaki sebelah kanan bengkak


Penanganan :
- Meloxicam 1 tab per hari
Perawatan Kusber (Ailureps)

Gejala : Bulu rontok, nafsu makan berkurang


Penanganan :
- Noromectin 0,2 ml
2 Keswan All Area Hewan :Wallaby (Thylogale brunii)
(Pengobatan dan Zoo Gejala : luka pada pangkal dan ujung ekor,
monitoring satwa kurus
yang sakit) Penanganan :
- Caniferm 1 tab
- Noromectin 0,5 ml
- Biodin 2,5 ml
- Semprot dengan Betadine + butox
Hewan : Gajah (Elephas maximus sumatrensis)
Gejala : Bloat
Penanganan :
- Vit. B-Komplek 15 tab
- Promag 15 tab
- Minyak telon dengan cara di oleskan
pada daerah abdomen
Hewan : Gajah (Elephas maximus sumatrensis)
Gejala : Radang, dan abses
Penanganan :
- Pemberian kaltrofen 10 tabs pada
pisang setiap hari

17
Hewan : Rusa sitatunga
Gejala : bulu kusam
Penanganan :
- Minyak ikan setiap hari pada pisang
- Vit. B-Kompleks 1 tab
Hewan : Rusa timor
Gejala : bulu kusam
Penanganan :
- Minyak ikan setiap hari pada pisang
- Vit. B-Kompleks 1 tab
- Licokalk 1 tab yang baru melahirkan
Hewan : Berang-berang (Common otter)
Gejala : Luka pada ekor dan kaki belakang,
penurunan nafsu makan
Penaganan :
- Meloxicam 0,5 tab
Hewan : Unta
Gejala : bulu rontok, luka-luka, dan gatal-gatal
Penanganan : Fish oil 20 butir, betadin (iodine)
+ butox disemprotkan di bagian tubuh yang
luka-luka
Hewan : Kasuari
Gejala : luka pada kaki kanan bagian belakang
dan bengkak pada kedua kaki
Penanganan : meloxicam 2 baytril 1 diberikan
sekali sehari di dalam pisang
Perawatan kura-kura telinga merah
Gejala : ada selaput putih disekitar kepala dan
anggota tubuh lainnya (jamur)
Penanganan : disikat terlebih dahulu bagian
yang ada jamurnya, dikeringkan lalu dioleskan
iodine, tunggu beberapa menit lalu di berikan
obat anti jamur candistin, setelah selesai
dilepaskan kembali ke exchibit, dan treatment
diulang setiap bulan sampai sembuh

18
Perawatan ular chondro
Gejala ;banyak pada sisik terdapat titik-titik
hitam (ektoparasit)
Penanganan : injeksi noromectin 0,3 ml
direndam dalam air yang mengandung butox
(1ml) usahakan kepala ular jangan sampai
masuk kedalam air, lalu ektoparasit yang ada
pada sisik ular dicabut secara manual, setelah
bersih, dibilas dengan air bersih 3 kali setelah
itu dkeringkan dan dilepaskan kembali ke
exchibit
3 Nutrisi Kitchen Membantu penyiapan pakan satwa
All Area Pemberian vitamin primata (Fitkom)
Zoo - Lutung (Trachypithecus auratus),
Siamang (Symphalangus syndactylus),
Siamang Kerdil (Hylobates klosii),
Ungko (Hylobates agilis), Owa Jawa
(Hylobates moloch), Gibbon
(Hylobates muelleri) (1 tablet/ekor
setiap hari)
- Orang Utan Kalimantan Anak (2
tablet/ekor setiap hari)
- Orang Utan Kalimantan Dewasa (4
tablet/ekor setiap hari)
Pemberian nasi + mineral dan 20 tablet
vitamin b complex untuk gajah
4.Lain-lain Nursery Perawatan hewan-hewan sakit
Perawatan Tarsius
Pembuatan tulup
Pengambilan darah orang utan
Pemeriksaan urine pada orang utan
Perawatan anak babi hutan
Pemeriksaan Fases satwa :
a. Kusber : +
b. Walabi deer park : +
c. Orang utan (Gopal) : -
d. Orang utan (Septi) : -
e. Orang utan (Septo) : -
f. Orang utan (Dara) : -
All Area Monitoring bebek mandarin

19
Monitoring berang-berang yang mengalami
luka
Monitoring anakan babi hutan
Monitoring gajah yang mengalami bloat
Monitorong wallaby di Deer Park yang kurus
Monitoring rusa munjact yang melahirkan
Monitoring bebek ibis
Monitoring binturong yang jatuh dari pohon
Monitoring rusa timor yang melahirkan
Holding Pemberian vitkom pada primate
Pemberian madu 2 x sehari pada anak orang
utan
5.Pemberian materi Holding Briefing
Materi :
- Konservasi satwa liar
- Lembaga konservasi
- Medik konservasi
- Keselamatan kerja di kebun binatang
- Handling dan restrain
- Five freedom dan five domain
- Nutrisi untuk satwa liar
- Pemeriksaan satwa liar dengan sentuhan
dan tanpa sentuhan
- Penyakit zoonosis yang ada di satwa liar
- Dosis obat untuk satwa liar
- Anestetesi dengan tulup dan senjata
anestesi
- Pengambilan sampel
- Primatologi umum
- Ornithologi
- Herpethologi
- Mamologi

4.2 Pembahasan

20
Kegiatan yang dilakukan selama PKL di Bali Zoo secara umum terdiri dari empat
kegiatan, yaitu: perawatan, pencegahan, pengobatan dan pengamatan. Kontrol kesehatan
hewan satwa merupakan kegiatan yang dilakukan oleh dokter hewan dan paramedis yang
dilaksanakan setiap harinya. Pengamatan pada kegiatan dan kesehatan satwa sehari-hari
dimonitor oleh perawat satwa (keeper). Apabila ada perubahan atau adanya satwa yang
terlihat sakit, maka keeper akan segera melapor agar segera mendapat penanganan oleh
dokter hewan dan paramedis. Kegiatan pencegahan merupakan tindakan rutin yang
dilakukan oleh para tim medis seperti pemberian vitamin, vaksin, obat cacing dan lain-
lain.
Dokter hewan beserta paramedis telah menyiapkan obat-obatan yang akan
digunakan setiap harinya untuk mengontrol kesehatan satwa. Prioritas utama daripada
kontrol kesehatan satwa adalah kandang satwa sakit yang telah dilaporkan oleh keeper.
Setelah itu, tim medis akan melakukan penanganan yang sesuai dengan gejala dan
penyakit yang terlihat pada satwa tersebut.
Kegiatan yang dilakukan di nursery atau ruang rawat adalah merawat satwa-
satwa yang membutuhkan penanganan dan pengamatan secara langsung setiap harinya,
sehingga kondisi satwa tersebut dapat terus dipantau.
Kegiatan preventif yang rutin dilakukan adalah pemberian multivitamin.
Pemberian multivitamin tidak hanya diberikan pada satwa yang sakit akan tetapi juga
diberikan kepada satwa-satwa yang sehat sebagai suplemen dan untuk menjaga daya
tahan tubuh. Pemberian multivitamin yang rutin tersebut utamanya diberikan pada
primata, dengan dosis yang diberikan sesuai dengan ukuran primata tersebut. Selain itu,
kegiatan preventif lain yang dilakukan adalah pemberian obat cacing. Pemberian obat
cacing diberikan tiga bulan sekali untuk mencegah helminthiasis atau cacingan pada
satwa. Cacingan memiliki tingkat penyebaran penyakit yang cepat dan sangat mudah
menjangkit satwa melalui pakan dan lingkungan. Gejala cacingan antara lain adalah
diare, anoreksia, dehidrasi, anemia dan lethargi. Pada gejala yang parah, maka kematian
dapat terjadi. Oleh karena itulah, pemberian obat cacing sangat penting untuk dilakukan.
Di lapangan pada kasus hewan yang positif cacingan pemberian obat cacing dilakukan 2
kali dengan selang 10 hari setelah pemberian obat cacing pertama.
Pengobatan diberikan pada satwa yang menunjukkan adanya gejala penyakit.
Aplikasi pemberian obat pada satwa liar di kebun binatang Bali Zoo secara peroral,
umumnya dilakukan dengan cara mencampur obat dengan pakan yang disukai oleh
satwa, contohnya pisang dan madu. Sedangkan pemberian obat secara intramuskular

21
pada satwa liar yang agresif, biasanya dilakukan menggunakan alat bantu tulup, hal ini
bertujuan untuk menjaga keselamatan antara satwa liar tersebut dan tim penangan.
Apabila satwa dapat di-handle oleh keeper maka penyuntikan oleh dokter hewan
dilakukan secara langsung tanpa menggunakan tulup. Jenis kasus yang ditemukan di Bali
Zoo antara lain adalah luka akibat berkelahi atau karena lingkungan, diare, ektoparasit
(kutu), jamuran, abses, myasis, cacingan dan pincang.
Abses dan radang pada gajah adalah kasus yang sering terjadi pada gajah di
kebun binatang, tidak terkecuali di Bali Zoo. Abses adalah kumpulan nanah yang
terkumpul di dalam suatu jaringan pada tubuh. Penimbunan nanah tersebut terjadi
dikarenakan oleh reaksi sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi bakteri yang juga dapat
menimbulkan reaksi peradangan. Bakteri tersebut dapat masuk ke dalam tubuh gajah
melalui luka. Sel yang mati akibat dari perlawanan sel darah putih terhadap bakteri inilah
yang akan menyebabkan nanah. Gejala abses yang terlihat dari luar adalah
pembengkakan, kemerahan, rasa sakit dan hangat pada daerah abses.
Penanganan abses pada gajah di Bali Zoo adalah dengan menunggu hingga abses
tersebut matang dan pecah, untuk kemudian dilakukan flushing atau pembersihan dengan
NaCl, dan dilanjutkan dengan pemberian antibiotik Amoxicillin secara topikal untuk
mencegah infeksi bakteri lain serta pemberian peru balsem untuk mempercepat
penutupan luka. Selain itu, diberikan juga obat anti-inflamasi non-steroid Ketoprofen 10
tablet/gajah secara oral yang dimasukkan ke dalam pisang. Ketoprofen bekerja dengan
cara menghambat sintesa prostaglandin, yang merupakan suatu zat yang dapat memicu
reaksi inflamasi. Selain itu, pengobatan kutu pada ular, diberikan terapi mandi dengan
cairan butox, butox merupakan obat yang dibuat dari toksin yang dihasilkan oleh bakteri
clostridium botulinum. Pemberian serbuk amoxicillin bertujuan untuk mengobati infeksi
sekunder dan menghindari lalat untuk tidak menghinggapi daerah luka (Wardhana A H.
2006)
Kasus pada wallaby dengan gejala nafsu makan menurun, kurus, sebelum
diberikan terapi satwa di pindahkan dari kandang exhibit ke kandang kontrol yang ada di
holding, diberikan terapi berupa obat novatrim untuk membunuh endoparasit cacing dan
biodin 2,5 ml untuk membantu menjaga daya tahan tubuh, kemudian dilakukan
pengamatan terhadap satwa untuk mengetahui perkembangan kesehatan. Berdasarkan
hasil pengamatan tidak menunjukkan tanda-tanda perubahan kesehatan sehingga
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Hasil pemeriksaan menunjukkan satwa mengalami
radang gusi (ginggivitis). Terapi selanjutnya diberikan Betamox LA tujuan untuk

22
membunuh bakteri yang diduga menjadi penyebab ginggivitis dan dexametazon sebagai
anti inflamasi. Bakteri tersebut dapat masuk ke dalam tubuh hewan melalui pakan
ataupun dari lingkungan yang kurang bersih. Dan untuk wallaby yang berada di petting
zoo yang juga menglami diare diberikan obat metronidazol ½ tablet yang dimasukkan
kedalam pisang.
Pemeriksaan feses digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya telur cacing
maupun larva infektif. Pemeriksaan ini juga digunakan untuk mendiagnosa tingkat
infeksi cacing parasit. Pemeriksaan feses yang dilakukan dengan metode natif
(langsung). Pemeriksaan dilakukan pada kusber yang bulunya rontok, wallby dengan
gejala kurus dan nafsu makan berkurang, dan orang utan yang digunakan untuk atraksi
yaitu Septo, Septi, Gopal, dan Dara (Prastowo J et al., 2015). Pada orang utan (Septo,
Septi, Gopal, dan Dara) tidak ditemukan telur dan larva cacing hal ini disebabkan karena
rutin dilakukan pemberian obat cacing dan kondisi kandang sangat diperhatikan
kebersihannya. Sementara itu, pada satwa kusber ditemukan larva cacing dan pada satwa
wallby yang berada di deer park ditemukan telur cacing ancylostoma. Pengobatannya
menggunakan albendazole atau carniverm (Akhira D et al., 2013). Untuk pemerikasaan
ektoparasit pada ular chondro ditemukan ektoparasit jenis kutu (memiliki 3 pasang kaki).
Kegiatan pengamatan yang dilakukan meliputi mengamati satwa yang
dipindahkan ke exhibit baru, mengamati satwa yang baru memiliki anak, mengamati
breeding satwa, pengamatan satwa pasca kesembuhan, serta pengamatan kesembuhan
satwa yang telah diberikan pengobatan. Pengamatan pada satwa dipindahkan ke exhibit
baru sangatlah penting karena satwa yang dipindahkan ke exhibit baru memungkinkan
terjadinya stres pada satwa yang dapat mengakibatkan kematian. Pengamatan satwa yang
baru memiliki anak meliputi induk beserta bayinya. Bayi satwa yang baru lahir memiliki
resiko kematian apabila tidak diamati perkembangannya. Oleh karena itu, pengamatan
terhadap bayi satwa khususnya satwa dilindungi menjadi penting. Pengamatan pada
breeding satwa digunakan untuk melihat apakah satwa tidak berkelahi pada saat
dikumpulkan menjadi satu exhibit. Pengamatan satwa pasca kesembuhan dilakukan
untuk melihat kondisi satwa pasca kesembuhan dan dilepaskan kembali ke exhibit. Satwa
yang baru dilepaskan ke exhibit memungkinkan mengalami stress ataupun berkelahi
dengan temannya sehingga pengamatan ini sangat penting. Pengamatan kesembuhan
pada satwa sakit dilakukan untuk melihat perkembangan kesehatan satwa tersebut setelah
diberikan obat, apakah kondisinya semakin membaik atau tidak.

23
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil kegiatan PKL selama 4 minggu di Bali Zoo, maka dapat
disimpulkan bahwa untuk mendiagnosa hewan yang sakit adalah dengan observasi.
Sedangkan kegiatan kontrol kesehatan hewan dan kegiatan pencegahan yang
dilaksanakan melalui koordinasi oleh tim medis dan keeper Bali Zoo merupakan langkah
tepat dalam mengobati maupun mencegah terjadinya penyakit yang dapat mengancam
kelangsungan hidup satwa yang berada di Bali Zoo, sehingga tidak mengakibatkan
dampak yang buruk.

5.2 Saran
Saran yang dapat saya berikan sesuai dengan pengetahuan dan pengamatan saya,
adalah sebagai berikut :
1. Fasilitas penunjang penegakan diagnosa pada satwa di nursery, bila
memungkinkan sangat dianjurkan untuk dibenahi.
2. Perlu ditingkatkan biosecurity untuk menghindari penularan penyakit.

24
DAFTAR PUSTAKA

Akhira D, Fahrimal Y, Hasan M. 2013. Identifikasi Parasit Nematoda Saluran Pencernaan


Anjing Pemburu (Canis femiliaris) Di Kecamatan Lareh Sago Halaban
Provinsi Sumatera Barat. JMV. vol 7 (1). hal : 42 – 45

Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia. 1995. Pedoman Umum Kebun Binatang.


Jakarta. hal : 2

Prastowo J, Ariyadi B. 2015. Pengaruh Infeksi Cacing Ascaridia Galli Terhadap


Gambaran Darah dan Elektrolit Ayam Kampung (Gallus domesticus). JMV.
vol 9 (1). hal : 12 – 17

Wardhana A H. 2006. Chrysomya Bezziana Penyebab Myasis pada Hewan dan Manusia :
Permasalahan dan Penangulangannya. BPV Bogor. Vol 16 (3). Hal : 146 -
159

25

Anda mungkin juga menyukai