Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN LABORATORIUM DIAGNOSTIK

DETEKSI PENYAKIT ORCHITIS YANG DISEBABKAN OLEH


STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA KUCING
4 Februari 2019

Oleh :
RIDHA NURFALAH ABWAH
C 020 18 022

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
I. Pendahuluan

Kucing adalah hewan peliharaan manusia yang sudah berlangsung


selama ribuan tahun lalu. Bahkan kucing maupun anjing seringkali dianggap
sebagai anggota keluarga. Beberapa tahun terakhir ini, animo kepemilikan
hewan peliharaan semakin meningkat di negara-negara maju. Indonesia pun
mengikuti perubahan gaya hidup ini dengan terlihatnya kepemilikan hewan
peliharaan seperti anjing dan kucing yang semakin meningkat (Pedersen,
2014).
Orchitis adalah peradangan atau inflamasi akut pada testis yang biasanya
terjadi sebagai reaksi sekunder dari infeksi di bagian tubuh lainnya. Peradangan
ini bisa terjadi pada salah satu atau kedua testis sekaligus. Orchitis bisa dipicu
oleh virus maupun bakteri. Bakteri yang dapat menyebabkan orchitis antara lain:
Pseudomonas aeroginosa, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus (Laboffa,
2008).
Indonesia merupakan negara yang terletak di daerah khatulistiwa, yang
memiliki suhu kamar berkisar 25-30°C, berpotensi menjadi tempat yang subur
untuk pertumbuhan bakteri dan jamur. Sebagian besar mikroorganisme ini bersifat
patogen pada manusia, yang menyebabkan manusia sebagai inang mengalami
infeksi dari mulai keadaan akut sampai kronis. Salah satunya merupakan penyakit
yang di sebabkan oleh infeksi bakteri Staphylococcus aureus (Tina et al., 2009).
Jenis bakteri ini diketahui merupakan bakteri fakultatif anaerob yang
menjadi faktor predisposisi dalam berbagai penyakit S. aureus dapat
menimbulkan penyakit melalui kemampuan berkembang biak dan menyebar luas
dalam jaringan melalui pembentukan berbagai zat ekstraseluler berupa enzim dan
toksin seperti katalase, koagulase, eksotoksin dan enterotoksin. Bakteri ini sering
ditemukan secara alami di kulit dan nasofarinx pada tubuh manusia. Jika S.aureus
menyebar dan menjadi bakterimia, dapat terjadi endokarditis, osteomilitis akut,
hematogen, meningitis, atau infeksi paru-paru (Quinn, 2002).
Fatalnya efek yang ditimbulkan oleh orchitis khususnya bagi kucing, serta
kurangnya pengetahuan terhadap penyakit tersebut bisa menjadi hal yang
merugikan. Berdasarkan hal tersebut, pengetahuan lebih mengenai penyakit
orchitis yang ditimbulkan oleh Staphylococcus aureus menjadi hal yang penting
untuk diketahui.

II. Tinjauan Pustaka


a. Etiologi
Orchitis adalah reaksi peradangan pada testis, biasanya diakibatkan oleh
virus ataupun bakteri. Peradangan ini bisa terjadi pada salah satu atau kedua testis
sekaligus. Bakteri yang paling sering menjadi penyebab orchitis
adalah Escherichia coli, Staphylococcus, dan Streptococcus. Bakteri penyebab
epididimitis juga bisa menjadi penyebab munculnya orchitis. Komplikasi yang
dapat terjadi pada orchitis adalah atrofi dan gangguan fertilitas (Pedersen, 2014).
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif, berbentuk kokus
dengan diameter 0.5-1.5 µm dan termasuk famili Micrococcaceae.
Staphylococcus aureus hidup secara aerobik ataupun anaerobik fakultatif. Sifat
lainnya adalah non motil dan tidak membentuk spora (Parker, 2000).
Staphilococcus aureus tahan garam dan tumbuh baik pada medium yang
mengandung 7.5% NaCl, serta dapat memfermentasi manitol.
Bakteri ini susunannya bergerombol dan tidak teratur seperti
anggur.Koloni bakteri ini terlihat berwarna kuning keemasaan.Bakteri ini mudah
tumbuh pada berbagai pembenihan pada media cair dan mempunyai metabolisme
aktif, mampu memfermentasikan karbohidrat dan menghasilkan bermacam-
macam pigmen dari putih sampai kuning tua (Radji, 2011).

Gambar 1. Staphylococcus aureus Secara Mikroskopis (Radji, 2011).


b. Gejala Klinis
Penyakit orchitis menimbulkan gejala klinis yaitu sakit dan bengkak pada
bagian skrotum atau testis. Gejala pembengkakan akan berlangsung dalam kurun
waktu beberapa minggu setelah masa penyembuhan, mual, demam, sakit ketika
buang air kecil, adanya darah atau pus, testis terasa nyeri. Bakteri orchitis juga
sering menyebabkan epididimitis, yaitu peradangan pada struktur kantung
pembuahan (epididymis) pada bagian belakang testis (Robert, 2014).
Peradangan yang menyakitkan ini bisa membuat kucing menjadi kesulitan
dalam membuang air kecil dan air besar. Masalah epididimitis testis kucing ini
dapat terjadi karena testikel dan prostat atau karena adanya masalah kronis.
Pembengkakan ini lebih sering terjadi pada kucing jantan tua atau berumur,
karena hormon kucing mulai bergeser dan testosteron perlahan menjadi menurun
(drop) (Pedersen, 2014).

c. Epidemiologi
Berdasarkan penelitian, bahwa 73,3% dari strain bakteri yang diisolasi dari
pus kucing yang luka adalah Staphylococcus aureus, sehingga dapat disimpulkan
bahwa serangan bakteri ini yang paling umum menyebabkan orhitis pada kucing.
Di Kota Makassar sendiri prevalensi dari orchitis adalah 30-40% (Robert, 2014).

d. Patologi Anatomi
Patofisiologi paling umum disebabkan infeksi bakteri, virus, maupun
trauma. Dalam kasus orchitis infeksius, kucing akan menyebabkan sejumlah sel
darah putih menjadi semakin tinggi. Jika akar penyebabnya ialah prostatitis atau
sistitis, urinalisis, nanah, atau kelebihan protein maka pengujian antibodi harus
dilakukan untuk menentukan apakah organisme tersebut menular dari akar
masalahnya atau tidak (Laboffa, 2008).

e. Diagnosa
Dalam melakukan diagnosa infeksi orchitis dilakukan dengan melihat
gejala klinis, riwayat kasus dan didasarkan pada isolasi dan identifikasi bakteri.
Cara mendiagnosa hal yang mendasari orchitis kucing biasanya dokter hewan
akan melakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh terhadap kucing yang
mengikuti latar belakang gejala dan kejadian yang dapat memicu kondisi
epididimitis kucing. (Quinn, 2002).
Jika pada kucing terdapat luka terbuka maka luka tersebut harus diperiksa
untuk memastikan apakah luka tersebut terdapat infeksi bakteri atau tidak. Selain
itu kultur bakteri juga bisa diambil pada pus nya. Berdasarkan hal tersebut, maka
akan dilakukan pengujian dengan melakukan kultur pada sampel pus
menggunakan media diferensial dan media selektif untuk menegakkan diagnosa.
Kemudian dilakukan penanaman pada media Nutrient Agar (NA) untuk melihat
apakah bakteri tumbuh atau tidak. Kemudian dilakukan pewarnaan Gram.
Kemudian media yang digunakan sebagai media selektif adalah Mannitol Salt
Agar (MSA) (Dabbagh, 2017).
III. Materi dan Metode
a. Materi
 Alat
Alat yang digunakan antara lain : labu erlenmeyer, tabung reaksi, cawan petri, ose,
rak tabung reaksi, incubator, mikroskop, bunsen, gelas ukur, sendok tanduk, objec
glass, timbangan, pipet tetes.

 Bahan
Bahan yang digunakan antara lain : Sampel pus pasien, aquabides, spritus,
larutan NaCl 0,9 %, Media NA (Nutrien Agar), Media MSA (Mannitol Salt
Agar), kertas label, alumunium foil, masker dan handscoen, crystal violet, air
fuschin, lugol, alkohol 96%, aquades.

b. Metode
 Sterilisasi Alat
Seluruh alat dan bahan yang akan digunakan disterilisasi didalam autoclave
selama 20 menit pada suhu sebesar 121°C yang sebelumnya dicuci bersih,
kemudian dikeringkan dan dibungkus lalu disimpan pada sterilisator.

 Pembuatan media NA (Nutrien Agar)


Pembuatan media NA (Nutrien Agar) dengan menimbang sebanyak 2,8 gr
serbuk NA. Kemudian bahan tersebut dilarutkan dengan 100 ml aquabides
lalu dihomogenkan dengan menggunakan waterbath. Setelah larutan media
hangat, media disterilisasi menggunakan autoclave pada suhu 121˚ C selama
± 15 menit. Kemudian media didinginkan hingga hangat.

 Kultur Bakteri Media NA (Nutrien Agar)


Pembuatan bakteri dilakukan dengan cara mengambil koloni dari sampel pus
dari pasien kemudian dilakukan pengenceran bertingkat, diambil 1 ml sampel
kemudian masukkan ke tabung reaksi yang berisi aquabides 9 ml, dari tabung
pertama yaitu pengenceran 10-1 dihomogenkan dipindahkan 1 ml ke 10-2
lakukan sampai pengenceran terakhir yaitu 10-5, tuang ke dalam cawan petri
kemudian ditambahkan media NA yang masih cair lakukan secara duplo,
kocok homogen dan tunggu sampai memadat, selanjutnya diinkubasi pada
suhu 37ºC selama 24 jam.

 Uji Pewarnaan Gram


Object glass dibersihkan menggunakan alkohol kemudian difiksasi di atas
bunsen, kemudian ujung ose dipanaskan, koloni pada media diambil
menggunakan ujung ose kemudian diletakkan pada object glass yang telah
ditetesi aquades. Object glass difiksasi menggunakan api bunsen. Teteskan
larutan zat warna crystal violet sebanyak 1 atau 2 tetes kemudian tunggu
selama 3-5 menit. Cuci dengan air mengalir dan keringkan preparat dengan
dianginkan. Tetesi dengan lugol selama 1 menit, cuci dengan air mengalir.
Kemudian teteskan alkohol dan diamkan selama 1 menit dan teteskan larutan
zat warna safranin. Lalu cuci dengan air mengalir dan keringkan. Kemudian
amati preparat dibawah mikroskop dengan pembesaran 100x. Apabila bakteri
berwarna ungu, maka bakteri tersebut Gram positif.
 Pembuatan media MSA (Mannitol Salt Agar)
Pembuatan media MSA (Mannitol Salt Agar) dengan cara menambahkan
serbuk MSA (Mannitol Salt Agar) kedalam labu erlenmeyer, kemudian
menambahkan 100 ml akuades lalu tutup Erlenmeyer dengan aluminium foil
dan masukkan kedalam autoclave dengan suhu 121º C selama ±45 menit.
Kemudian media didinginkan dan tuang kedalam cawan petri dan biarkan
hingga memadat dan bewarna merah.

 Kultur Bakteri Media MSA (Mannitol Salt Agar)


Pembuatan bakteri dilakukan dengan cara mengambil koloni dari sampel
pasien yang telah dikultur pada media NA (Nutrien agar) kemudian
diinokulasikan kedalam media MSA steril. Selanjutnya diinkubasi pada suhu
37ºC selama 24 jam. Pada media MSA (Mannitol Salt Agar) apabila terdapat
koloni berwarna kuning menunjukkan hasil positif Staphylococcus aureus.
IV. Hasil

A. Anamnesis

Jenis Hewan Kucing (Perdia)


Umur 2 Tahun
Jenis Kelamin Jantan

Pemilik Nadila
Alamat BTP
Kecamatan/Kabupaten Makassar

Jenis Sampel Pus

B. Gejala klinis
Gejala klinis yang tampak pada penderita adalah tampak lemas, nafsu makan
menurun, oliguria, dan adanya pus di daerah skrotum.

Gambar 2. Kondisi pada


kucing yang mengalami
orchitis
C. Perubahan Patologi Anatomi

Gambar 3. Tampak bentukan


pasta mirip perkejuan di
bagian skrotum

D. Pemeriksaan Lab
Pada hasil pemeriksaan Lab :
Pada kultur pertama dimedia NA, dengan metode tuang ditemukan
pertumbuhan bakteri. Setelah itu dilakukan kultur kembali pada koloni
bakteri yang paling mendekati karakteristik Staphylococcus aureus pada
media :
a. NA : Tampak bentukan koloni bakteri

Gambar 4. Koloni bakteri


pada NA
b. Hasil Pewarnaan Gram : tampak bakteri berbentuk coccus, gram Positif
dibawah mikroskop perbesaran 100x.

Gambar 5. Penampakan
bakteri hasil pewarnaan
gram
c. MSA : Tampak koloni berwarna kuning

Gambar 6. Koloni Bakteri


pada MSA
V. Pembahasan
A. Gejala Klinis
Gejala klinis yang tampak pada penderita adalah tampak lemas, nafsu
makan menurun, oliguria, dan adanya pus di daerah skrotum. Berdasarkan gejala
klinis tersebut, beberapa diantaranya sesuai dengan gejala dari orchitis yang
disebabkan oleh Staphylococcus aureus dimana disebutkan bahwa orchitis
memiliki gejala adanya infeksi pada daerah skrotum, letargi, dan tidak nafsu
makan (Pudjiatmoko, 2014).

B. Hasil Laboratorium
Dengan melihat gejala klinis kucing didiagnosa suspect Staphylococcus
aureus . Gejala klinis tersebut sering dikelirukan dengan bakteri lainnya seperti
Pseudomonas aeroginosa dan Streptococcus. Penegakan diagnosa maka
dilakukan pengujian laboratorium diagnostik. Laboratorium diagnostik dimulai
dengan menumbuhkan bakteri pada media dasar yaitu media Nutrient Agar dan
media selektif yaitu Mannitol Salt Agar. Setelah inkubasi maka dilakukan
pewarnaan gram untuk melihat koloni bakteri kemudian dilanjutkan dengan
menumbuhkan pada media selektif.
Pada media NA bakteri Staphylococcus aureus tumbuh pada media umum
tersebut. Pada pewarnaan gram yang dilakukan, diperoleh hasil pengamatan yaitu
bakteri berbentuk coccus (bulat), bergerombol seperti buah anggur dan berwarna
ungu, hal tersebut sesuai yang diungkapkan oleh Dewi (2013) Staphylococcus sp.
merupakan bakteri gram positif dan berbentuk kokus yang menghasilkan warna
ungu pada pewarnaan gram, tersusun dalam kelompok-kelompok tidak teratur
(menyerupai buah anggur), dapat pula tersusun empat-empat membentuk rantai.
Warna ungu pada pewarnaan gram disebabkan karena bakteri mempertahankan
warna pertama, yaitu gentian violet. Perbedaan sifat gram dipengaruhi oleh
kandungan pada dinding sel, yaitu bakteri gram positif kandungan peptidoglikan
lebih tebal jika dibanding dengan gram negatif (Dewi, 2013).
Bakteri juga tumbuh pada uji media Mannitol Salt Agar (MSA), yang
merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan memfermentasi
mannitol pada Staphylococcus aureus. Hasil positif ditunjukkan Staphylococcus
aureus pada media mannitol salt agar (MSA) dengan adanya pertumbuhan koloni
berwarna putih kekuningan karena kemampuan memfermentasi mannitol, yaitu
fenol acid yang dihasilkan, menyebabkan perubahan phenol red pada agar yang
berubah dari merah menjadi berwarna kuning (Austin, 2006). Media MSA yang
mengandung konsentrasi garam NaCl yang tinggi (7,5-10%). MSA menjadi media
selektif untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus. Hal ini dikarenakan
Staphylococcus aureus mampu bertahan dan tumbuh dalam media dengan
konsentrasi garam yang cukup tinggi.
VI. Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari gejala klinis dan hasil pengujian laboratorium diagnostik
yaitu adanya pus, hasil dari isolasi dan identifikasi dari bakteri maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat infeksi Staphylococcus aureus pada sampel kucing
tersebut, dengan karakteristik bakteri yang diamati yaitu bulat, menonjol, bewarna
ungu dan bergerombol. Penyakit karena bakteri Staphylococcus aureus dalam
pengendalian dan pencegahannya sangat penting untuk memperhatikan
manajemen pemeliharaan pada hewan kesayangan seperti kucing untuk mencegah
timbulnya luka yang mencegah terjadinya infeksi bakteri Staphylococcus aureus.

B. Saran
Berdasarkan Pembahasan diatas, maka dapat disarankan bahwa diharapkan
adanya pengujian lebih lanjut seperti uji biokimia dalam mengidentifikasi
penyebab dari penyakit tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Austin, T.X. 2010. Manitol salt agar. Austin Community College District.http: //
www. austincc.edu/microbugz/html/mannitol_salt_agar.html. [22-03-
10].
Capita R., C. Alonso-Calleja, M. C. Garcı´a-Ferna´ndez, and B. Moreno.2002
.Characterization of Staphylococcus aureus Isolated from Poultry
Meat in Spain. Department of Food Hygiene and Food Technology,
Veterinary Faculty University of Leo´n.
Dabbagh. 2017. Practical Bacteriology Laboratory Manual. King Saud
University
Dewi., A.K. 2013. Isolasi, Identifikasi dan Uji Sensitivitas Staphylococcus aureus
terhadap Amoxicillin dari Sampel Susu Kambing Peranakan Ettawa
(PE) Penderita Mastitis Di Wilayah Girimulyo, Kulonprogo,
Yogyakarta.Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Leboffe M J. Pierce B E. 2008. Microbiology: Laboratory theory and application,
brief edition. Colorado: Morton Publishing Company.
Parker, and Tony C. B. 2000. Staphylococcus aureus. Di dalam Lund, B. M.,
Baird Parker, T. C, dan G.W.Gould (eds.). 2000. The
Microbiological Safety and Quality of Food. Volume II. Aspen
Publisher Inc., Maryland.
Pedersen, NC. 2014. Pathogenesis of Orchitis Infection. Journal of Feline
Medicine and Surgery. 10(6): 529-541
Quinn PJ, Markey BK, Carter ME, Donnelly WJ, Leonard FC. 2002. Veterinary
Microbiology and Microbial Disease. USA: Blackwell Science.
Radji, dan Maksum. 2011. Buku Ajar Mikrobiologi: Panduan Mahasiswa Farmasi
& Kedokteran. EGC. Jakarta.
Robert, A. 2014. Chronic Fibrinous and Necrotic Orchitis In A Cat. The
Canadian Veterinary Jurnal.
Dokumentasi Kegiatan

Anda mungkin juga menyukai