Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN

KOASISTENSI DIAGNOSA LABORATORIK VETERINER


COLISEPTICEMIA PADA AYAM BROILER
(Nomor Protokol : 195/KO-PPDH/08/X/2018)

Oleh:
BAGUS NANDA GOVINDA MURIA SIDDHI
NIM. 1809611061
GELOMBANG 13 KELOMPOK C

LABORATORIUM
KOASISTENSI DIAGNOSTIK ILMU LABORATORIK
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018

1
COLIBASILLOSIS PADA AYAM BROILER
Bagus Nanda Govinda Muria Siddhi
Mahasiswa Program Profesi Dokter Hewan
Laboratorium Diagnostik Ilmu Laboratorik
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana
Jln. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Telp/Fax (0361)
Email: bagusnandagovinda@gmail.com

ABSTRAK

Colisepticemia adalah penyakit infeksius pada unggas yang disebabkan oleh


bakteri Escherichia coli patogen sebagai agen primer ataupun sekunder. Tujuan dari
laporan kasus ini yaitu untuk mengetahui diagnosis suatu penyakit dengan prosedur
pendekatan epidemiologis, gejala klinis, pemeriksaan patologi anatomi, serta
pendekatan laboratoris. Pendekatan laboratoris dalam hal ini adalah histopatologi,
mikrobiologi, dan parasitologi. Pada kasus ini materi yang digunakan yaitu ayam yang
diduga terinfeksi bakteri Escherichia coli berumur 16 hari. Ayam dinekropsi dengan
nomor protokol 195/KO-PPDH/08/X/2018. Sampel yang diambil yaitu otak,paru-
paru, hati, jantung, ginjal, dan feses yang akan dibagi-bagi untuk digunakan pada
pemeriksaan histopatologi, mikrobiologi dan parasitologi. Perubahan patologi
anatomi yang teramati berupa perdarahan pada otak, lobus paru- paru, lobus ginjal.
dan terdapat eksudat fibrin pada perifer organ jantung dan perifer organ hati. Kultur
sampel organ jantung, hati dan paru paru pada media uji umum, perwarnaan gram,
media selekif diferensial, uji primer, uji sekunder dan uji gula-gula diidentifikasi
merupakan bakteri Escherichia coli. Pada pemeriksaan parasit dan protozoa, pada
feses dengan metode natif, sedimentasi, dan Apung tidak ditemukan telur cacing.

Kata Kunci : Ayam, Bakteri, Colisepticemia, Histopatologi, Patologi

2
PENDAHULUAN

Negara Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang. Seiring


dengan perkembangan jumlah penduduk yang selalu meningkat dari tahun ke tahun
terus diimbangi dengan kesadaran akan arti penting peningkatan gizi dalam
kehidupan. Hal ini berimplikasi pada pola konsumsi makanan yang juga akan terus
meningkat. Dewasa ini perkembangan ternak unggas berkembang sangat pesat
dibandingkan dengan ternak tang lainnya dan salah satunya adalah ayam pedaging.
Besarnya peluang pasar ayam pedaging ini merupakan kesempatan yang sangat
potensial untuk mengambangkan peternakan ayam pedaging. Secara ekonomi,
pengembangan pengusahaan ternak ayam pedaging di indonesia memiliki prosepek
bisnis menguntungkan, karena permintaan selalu bertambah (Cahyono,B.2002)
Ayam broiler merupakan ayam pedaging yang memiliki nilai ekonomis
dengan waktu pemeliharaan antara 5 sampai 6 minggu. Produksi yang optimal
diperlukan faktor-faktor produksi yang mendukung dan mempengaruhi produksi
ayam broiler untuk mengatasi permasalahan permintaan daging ayam yang terus
meningkat serta penurunan presentase pertumbuhan produksi (Prastyo dan I
Nengah, 2017). Pemeliharaan ayam broiler harus dilakukan secara intensif karena
ayam broiler lebih peka terhadap infkesi suatu penykit seperti bakteri, virus, dan
parasit, sehingga manajemen pemeliharaannya sangat perlu diperhatikan. Beberapa
penyakit ayam yang sering muncul di Indonesia antara lain kolinasilosis, Coryza,
Newcastle Disesase (ND), gumboro, dan Avian Influenza. Penyakit infeksius yang
sering dihadapi peternak yang disebabkan oleh bakteri misalnya, Salmonella sp,
Coliform, Colibasillosis, maupun bakteri lain dari famili Enterobacteriaceae
(Kabir,2010)
Kolibasilosis adalah penyakit infeksius pada unggas yang disebabkan oleh
bakteri Escherichia coli patogen sebagai agen primer ataupun sekunder. Infeksi E.
coli atau koliseptikemia ini dapat terjadi pada ayam pedaging dan petelur dari
semua kelompok umur, serta unggas lainnya seperti kalkun dan itik (Charlton et al.,
2000). Tanda klinis kolibasilosis tidak spesifik dan dipengaruhi oleh umur ayam,
lama infeksi, organ yang terserang dan adanya penyakit lain bersamanya. Pada
ayam pedaging umur 4−8 minggu dan ayam petelur umur ±20 minggu dapat terjadi
septikemia akut dan menimbulkan kematian, yang didahului dengan hilangnya
nafsu makan, malas bergerak/inaktif dan mengantuk (Lee dan Lawrence, 1998).

3
Studi ini bertujuan untuk menentukan agen penyebab pada hewan kasus
dengan nomor protokol 195/KO-PPDH/08/X/2018 sehingga diagnosis definitif
dapat ditegakkan.

MATERI DAN METODE

Materi
Spesimen yang digunakan dalam pemeriksaan histopatologi diambil dari
organ yang mengalami perubahan secara makroskopis maupun organ yang diduga
mengalami perubahan berdasarkan gejala klinis.

Tabel 1 Spesimen Pemeriksaan Laboratorium

Laboratorium Spesimen
Patologi Hati, Jantung, Paru paru, Ginjal, Otak
Parasitologi Feses
Mikrobiologi Hati, Jantung, Paru paru

Metode
Metode yang digunakan dalam tahap pengumpulan data adalah melalui
survei langsung ke lapangan dengan melakukan pemeriksaan klinis hewan,
melakukan pengamatan terhadap lingkungan sekitar, melukakan wawancara
terhadap pemilik hewan, dan masyarakat sekitar. Nekropsi dilakukan di
laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
Untuk meneguhkan diagnosa, dilakukan pada laboratorium Mikrobiologi dan
Parasitologi.

Pemeriksaan Laboratorium Patologi

Ayam berumur 16 hari yang diduga mengalami colisepticemia, kemudian


dieuthanasi. Setelah ayam mati, selanjutnya dilakukan nekropsi, lalu beberapa
sampel organ diambil meliputi :Paru-Paru, Hati, Jantung, Usus, Ginjal, dan Otak
dipotong kecil dengan ukuran 1x1x1 cm, kemudian direndam dalam larutan Neutral
Buffer Formalin (NBF) 10%. Sampel kemudian diiris tipis untuk disimpan dalam

4
tissue cassette dan dilakukan fiksasi dalam 5 larutan NBF 10%. Setelah fiksasi,
dilakukan dehidrasi bertingkat dengan cara merendam potongan organ secara
berturut-turut kedalam alkohol 70%, 80%, 90%, 96% dan alkohol absolut (98%)
selama beberapa jam. Kemudian dilakukan clearing atau penjernihan dengan
merendam potongan organ dalam Xylol atau Toulena atau Benzena, lalu infiltrasi
dengan paraffin cair (blocking) menggunakan alat embedding set kemudian
didinginkan hingga paraffin mengeras. Blok yang sudah dingin dilakukan
disectioning atau pemotongan dengan alat microtome± 4-5 mikron. Setelah
pemotongan selanjutnya diletakkan mengambang pada waterbath (waterbathing)
beberapa detik dengan temperature hangat (37-39oC). Potongan hasil waterbath
diletakkan pada gelas objek kemudian di inkubasikan. Preparat kemudian di
rehidrasi bertingkat menggunakan Xylol I, II dan III (masing-masing selama 5
menit), Etanol I dan II selama 5 menit dan Aquades selama 1 menit. Tahap
selanjuntnya adalah tahap pewarnaan (staining) dengan metode Haemotoxylin-
Eosin selama 15 menit dan mounting media. Preparat histopatologi diamati di
bawah mikroskop dan dicatat perubahan mikroskopik yang ditemukan.

Pemeriksaan Laboratorium Parasitologi


1. Pemeriksaan Feses
Bertujuan untuk mendiagnosa ada tidaknya infestasi cacing pada
pencernaan anjing kasus. Terdapat dua metode yaitu metode Kualitatif dan metode
Kuantitatif.

Metode Kualitatif

 Natif/lansung, dilakukan dengan cara mengambil feses sebesar pentolan


korek api dan diletakkan diatas objek gelas dan ditetesi dengan aquades
hingga homogen. Selanjutnya serat kasar dibuang dan objek gelas ditutup
dengan cover gelas kemudian diamati di bawah mikroskop.
 Sedimentasi, Pemeriksaan dengan metode sedimentasi dilakukan dengan
cara mengambil feses sebesar biji kemiri (± 3 g) dicampur dengan air
sebanyak 30 ml dan diaduk hingga homogen. Campuran disaring dan
ditampung dengan tabung sentrifuge sampai skala ¾ volume tabung (10 ml).
selanjutnya disentrifugasi selama 3 menit dengan kecepatan 1500 rpm.
Selanjutnya cairan supernatan dibuang dan sedimennya diaduk dan diambil

5
sedikit lalu letakkan pada objek gelas. Tutup object glass dengan cover glass
dan lakukan pengamatan dibawah mikroskop.
 Apung, Pemeriksaan dilakukan dengan mengambil feses sebesar biji kemiri
(± 3 g), dimasukan ke dalam gelas beker, ditambahkan dengan aquades 30
ml dan diaduk hingga homogen. Kemudian larutan disaring, dimasukkan ke
dalam tabung sentrifuge sampai ¾ volume tabung, sentrifugasi dilakukan
dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit. Setelah itu supernatannya
dibuang dan ditambahkan NaCl jenuh sampai volumenya ¾ tabung dan
kembali dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit. Kemudian tabung
diletakkan pada rak tabung secara tegak lurus, tambahkan larutan NaCl
jenuh dengan cara diteteskan menggunakan pipet sampai permukaan
menjadi cembung dan dibiarkan selama 3 menit. Tempelkan cover glass di
atas permukaan cairan yang cembung, lalu tempelkan pada objek gelas dan
periksa di bawah mikroskop.

Metode Kuantitatif

Menggunakan metode Mc Master. Mula-mula tinja ditimbang


seberat 2 gram, dimasukkan ke dalam gelas ukur. Tambahkan akuades
sampai volumenya 30 cc, aduk sampai homogen. Tambahkan lagi larutan
pengapung sebanyak 30 cc (atau sampai volumenya menjadi 60 cc),
kemudian disaring. Filtratnya ditampung dengan gelas beker yang lain.
Aduk dengan alat pengaduk magnetik, dengan menggunakan pipet pasteur
cairan disedot. Kemudian dimasukkan ke dalam kamar hitung Mc Master
(kanan dan kiri) sampai memenuhi kamar hitung secara hati-hati dan tidak
boleh ada gelembung udara. Periksa dengan mikroskop menggunakan
objektif 10x. Telur yang dihitung adalah rata-rata telur yang ditemukan di
dalam area kamar hitung kanan dan kiri.

Volume larutan Jumlah rata − rata telur yang ditemukan


TTGP

= Berat feses x Volume kamar hitung pemeriksaan

6
Pemeriksaan Laboratorium Mikrobiologi

Sampel yang digunakan adalah Hati, jantung dan paru paru yang disimpan
dalam freezer untuk kemudian dilakukan pengujian lebih lanjut.

1. Isolasi Bakteri pada Enrichment Media: Nutrient Agar (NA)


Media diperkaya Nutrient Agar (NA) merupakan media yang sering dipakai
untuk isolasi dan pertumbuhan berbagai macam mikroorganisme. Isolasi bakteri
dilakukan dengan cara mencelupka ossa steril pada sampel swab rektum dalam
media transport, kemudian isolasi pada media NA dengan menggunakan metode
streak line lalu diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 37oC selama 24 jam.
Amati pertumbuhan koloni pada media secara makroskopis untuk melihat bentuk,
warna, elevasi, tepi, dan diameter koloni.

2. Isolasi Bakteri pada Media Selektif Diferensial: Eosin Methylene Blue


Agar (EMB)
Koloni Bakteri yang tumbuh pada media Nutrient Agar diambil
menggunakan ossa steril dingin kemudian diusapkan dengan teknik streak line. Media
biakan yang sudah di pupuk diinkubasikan dalam pada suhu 370 C selama 24 jam.
Media ini digunakan untuk mendeteksi dan membedakan mikroorganisme dari
kelompok bakteri coliform. Mikroba yang memfermentasi laktosa menghasilkan
koloni dengan inti berwarna gelap dengan kilap logam. Sedangkan mikroba lain yang
dapat tumbuh koloninya tidak berwarna.
3. Identifikasi Bakteri
a. Pewarnaan Gram
Koloni pada media biakan diambil dengan ossa steril dan dioleskan pada objek
glass ditetesi aquades kemudian diratakan pada permukaan objek glass dan
difiksasi. Setelah difiksasi, olesan tersebut ditetesi larutan Crystal Violet dan
didiamkan selama 2 menit. Kemudian dicuci dengan air mengalir. Tahap
selanjutnya ditetesi dengan Iodine dan didiamkan selama 2 menit. Lalu dicuci
dengan air mengalir. Setelah itu ditetesi dengan alkohol 95% selama 30 detik
dan dicuci dengan air mengalir. Tahap yang terakhir adalah pewamaan dengan
Safranine dengan cara diteteskan dan didiamkan selama 30 detik, kemudian
dicuci dengan air mengalir. Setelah kering, teteskan minyak emersi secukupnya
lalu diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x. Bakteri Gram

7
positif akan berwama ungu kebiruan karena menyerap zat warna Crystal Violet
sedangkan bakteri Gram negatif akan berwarna merah karena menyerap zat
warna Safranin.
b. Uji Oksidase
Dilakukan dengan cara mengusapkan koloni kuman pada kertas oksidase,
kemudian amati perubahan warna yang terjadi bila hasil positif ditandai dengan
perubahan warna kertas oksidase berwama ungu.
c. Uji Katalase
Dilakukan dengan cara mengambil koloni yang dicurigai pada media selektif
dengan needle steril dan dioleskan pada objek glass kemudian ditetesi H2O2
3%. Kemudian homogenkan. Amati ada tidaknya gelembung gas yang
dihasilkan bakteri yang bereaksi dengan H2O2 3%.

d. Uji Biokimia
 Uji Triple Sugar Iron Agar (TSIA), untuk mengetahui ada tidaknya
kemampuan bakteri untuk memfermentasi karbohidrat, produksi H2S dan
gas. Penanaman kuman pada media TSIA dilakukan dengan cara koloni
kuman diambil dari media Nutrient Agar menggunakan needle steril
kemudian ditusukkan pada bagian tegak dari media lalu digoreskan pada
bagian miring media, selanjutnya media tersebut diinkubasikan selama 24
jam pada suhu 370 C. Fermentasi karbohidrat ditandai adanya perubahan
warna pada media TSIA dari merah menjadi kuning. Produksi H2S ditandai
dengan perubahan warna media menjadi hitam. Adanya gas dapat diamati
dengan adanva gelembung gas dan keretakan pada media atau media menjadi
terangkat keatas
 Penanaman pada Media Sulfid Indol Motility (SIM), untuk mengetahui
sifat kuman dalam memproduksi H2S, Indol dan untuk mengetahui
pergerakan kuman (motilitas). Penanaman kuman pada media SIM dilakukan
dengan cara mengambil koloni kuman dan media TSIA menggunakan needle
steril kemudian ditusukkan pada bagian tegak dari medium, selanjutnya
media tersebut dinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37oC. Produksi H2S
ditandai dengan media berwama hitam, produksi indol dapat dilihat setelah
ditetesi dengan reagen Erlich/Kovac’s sebanyak 3-5 tetes kedalam media.

8
Bila indol positif akan terbentuk cicin merah pada permukaan media
sedangkan apabila motil, maka akan lerlibat kuman tumbuh tidak hanya
disekitar tempat tusukan.
 Penanaman pada Media Methyl Red (MR), untuk mengetahui sifat kuman
dalam memproduksi asam tunggal atau campuran dan asetil metil karbinol.
Uji dilakukan dengan cara mengambil koloni dengan ossa steril kemudian
dicelupkan pada media. Media diinkubasikan dengan suhu 37o C selama 24
jam. Setelah inkubasi, tabung ditetesi dengan reagen MR. Hasil positif
ditandai dengan adanya warna merah pada media.
 Penanaman pada Media Simmon Cimat Agar (SCA), untuk mengetahui
sifat kuman dalam menggunakan sitrat sebagai sumber karbon atau tidak.
Koloni kuman diambil menggunakan ossa steril kemudian diusapkan pada
permukaan medium mulai dari panghal sampai ke ujung yang sama pada
media SCA. Kemudian diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37o C. Hasil
positif ditandai dengan perubahan warna media dari hijau menjadi biru.
 Uji Gula-gula, meliputi uji glukosa dan laktosa menggunakan media
berbentuk cair dengan tabung durham di dalamnya. Uji ini dilakukan untuk
mengetahui adanya fermentasi gula. Dilakukan dengan cara mengambil
koloni pada media biakan dengan ossa steril kemudian dicelupkan pada
masing-masing media. Media diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24 jam.
Hasil positif apabila media berubah warna sedangkan adanya produksi gas
dapat diamati apabila tabung durham berisi gelembung gas atau terangkat ke
atas.

9
HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL
Ayam broiler yang mengalami suatu penyakit telah di nekropsi dengan
nomor protokol 195/KO-PPDH/08/X/2018. Sampel dikirim ke laboratorium untuk
mengetahui agen penyebab penyakit guna meneguhkan diagnosa penyakit.
Pemeriksaan dilakukan di laboratorium patologi, mikrobiologi dan parasitologi
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Hasil pemeriksaan disajikan
secara rinci pada tabel berikut :

Signalement

Nama Pemilik : I Wayan Sudarma


Hewan : Ayam
Ras hewan : Broiler
Umur : 16 hari
Jenis Kelamin : Jantan
Berat Badan : 500 g
Warna : Putih

Anamnesa

Kasus dengan nomor protokol 195/KO-PPDH/08/X/2018 berasal dari


peternakan ayam milik bapak di Banjar Perang, Desa Penarungan, Kecamatan
Abiansemal, Kabupaten Badung. Peternakan ayam ini menggunakan sistem
pemeliharaan secara intensif di dalam kandang. Kandang yang digunakan adalah
kandang permanen dengan menggunakan lantai semen serta menggunakan atap
asbes. Jenis pakan yang diberikan berupa pakan starter (gemilang comfeed),
sedangkan untuk air minum berasal dari air PAM. Menurut keterangan dari pemilik,
jumlah ternak ayam yang dipelihara adalah sebanyak 6060 ekor. Dari 6060 ekor
jumlah ayam, terdapat 108 ekor ayam yang sakit dan telah diisolasi dalam kurun
waktu 5 hari. Dari 108 ekor yang sakit, 36 mengalami kematian. Ayam yang sakit

10
tersebut sebelumnya sudah pernah mendapatkan penanganan medis seperti
vaksinasi dan vitamin.

Tanda Klinis
Ayam kasus terlihat lemas, Tidak mau makan sehingga menyebabkan
Anoreksia. Selain itu bulu pada ayam kasus terlihat kusam, dan mengalami diare
Epidemiologi
a. Hospes,Hospes pada kasus ini adalah Ayam Broiler berumur 16 hari,
berjenis kelamin jantan dan merupakan hewan ternak. Populasi sebanyak
6060 ekor, diantaranya menderita sakit sebanyak 108 ekor dan 36 ekor
mengalami kematian dalam kurun waktu 5 hari.
b. Agen, Berdasarkan wawancara pemilik, Ayam kasus sudah pernah di
vaksinasi dan vitamin, maka kemungkinan infeksi oleh virus dapat
diminimalisir
c. Lingkungan,Peternakan berlokasi di Banjar Perang, Desa Penarungan,
Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung Manajemen pemeliharaan
Ayam bapak I Wayan Sudarma merupakan sistem pemeliharaan secara
tradisional. Kandang yang digunakan adalah kandang permanen dengan
menggunakan lantai semen serta menggunakan atap asbes. Jenis pakan yang
diberikan berupa pakan starter (gemilang comfeed), sedangkan untuk air
minum berasal dari air PAM.
Tabel 2. Data Epidemiologi Penyakit

Jumlah populasi Jumlah ayam sakit Jumlah ayam mati


6060 ekor 108 ekor 36 ekor

Morbiditas di peternakan tersebut = Jumlah ayam sakit ÷ populasi x 100%


= 108 ÷ 6060 x 100% = 1.78 %
Mortalitas di peternakan tersebut = Jumlah ayam mati ÷ populasi x 100%
= 36 ÷ 6060 x 100% = 0.59 %
CFR (Case Fatality Rate) di peternakan tersebut = Jumlah ayam mati ÷
Jumlah ayam yang sakit x 100%
= 36 ÷ 108 x 100% = 33%

11
Hasil Uji Laboratorium Patologi
Hasil pemeriksaan patologi anatomi

Gambar 2. Rongga thorax dan


abdomen (A). Terdapat Lapisan
Gambar 1. Bulu ayam terlihat Fibrin pada rongga abdomen
kusam dan thorax

Gambar 3. Otak (A) Perdarahan Gambar 4. Paru Paru (A)


pada otak Terdapat edema dan pendarahan

A B

Gambar 6. Hati (A) Terdapat


lapisan fibrin berwarna
Gambar 5. Jantung (A)
kekuningan. (B) adanya
Terdapat pengkejuan
Radang

12
A

Gambar 7. Ginjal (A) Adanya


Pendarahan

Hasil Pemeriksaan Histopatologi

Gambar 8. Otak, Oedema perivaskuler. (A)Ditemukan gliosis pada otak, (B)


Ditemukan oedema perivaskuler pada otak.
A
B

Gambar 9. Paru paru ; Pneumonie Hemoragica; (A)Terlihat pendarahan serta


(B) eksudat dan edema

13
C
B

A
100x

40x

Gambar 10. Jantung ; Myocarditis Nekrotican et Fibrinosa;(A) Terdapat


jaringan fibrin, (B).Edema dan (C) Nekrosis

B
A

A 400X
100x

Gambar 11. Hati ; Hepatitis Supurativa ;(A)Terdapat jaringan fibrin , (B) sel
peradangan yang berupa heterofil

Gambar 12. Ginjal ;Nefritis Hemoragica ; (A) Ditemukan infiltrasi sel darah pada
ginjal

14
Hasil Uji Laboratorium Parasitologi
Hasil Pemeriksaan :

No. Pemeriksaan Gambar Diagnosa Identifikasi


1. Natif (langsung) Negatif Negatif Negatif
2. Sedimentasi Negatif Negatif Negatif
3. Apung Negatif Negatif Negatif

Hasil Uji Laboratorium Mikrobiologi

Hasil kultivasi media Nutrient Agar


(NA):

Pada masing-masing sampel : Paru - paru,


Jantung dan Hati : tumbuh koloni
berbentuk bulat, dengan diameter koloni ±
1-3 µm. Penampakan koloni pada
permukaan agar halus,berwarna putih.

Hasil Kultivasi media selektif diferensial


EMBA :
Hati

Pada sampel Jantung dan Hati tumbuh koloni


berwarna hijau methalik berbentuk bulat,
Paru
Jantung permukaan cembung, tepi rata dan berdiameter
1-3 µm. Tetapi pada Paru hanya tumbuh koloni
berwarna kehitaman

15
Identifikasi Bakteri

Uji Pewarnaan Gram


Hasil pewarnaan gram pada masingmasing
sampel yaitu Jantung, Hati dan Paru paru
menunjukan koloni yang sama yaitu
menunjukkan bakteri berbentuk
basil/batang dengan Gram negatif

Uji Oksidase

Oksidase (-) yang ditunjukkan dengan


tidak terjadi perubahan warna menjadi
ungu pada kertas uji oksidase, yang berarti
bakteri ini merupakan bakteri enterik.

Uji Katalase
Katalase (+) yang ditunjukkan dengan
adanya gelembung udara setelah koloni
diusapkan pada kaca objek yang sudah
ditetesi reagen H2O2 3 %, yang berarti
bakteri memproduksi enzim katalase yang
mendukung bakteri aerobik.Uji Biokimia

16
Uji Biokimia
Uji Methyl Red
Uji Simon
(MR)
Citrat Agar
(SCA) : Methyl Biakan bakteri
Red pada media MR :
Tidak ada
ada perubahan
perubahan
warna menjadi
warna atau
sitrat negative merah, setelah
(-), yang ditetesi reagen
mengindikasi MR, yang berarti
bahwa bakteri hasil positif (+).
tidak Bakteri memiliki
menggunakan kemampuan untuk
sitrat sebagai memanfaatkan
sumber glukosa dengan
karbon. memproduksi
asam yg stabil

Uji Glukosa : Uji Laktosa :


Terjadi Terjadi
perubahan warna perubahan
dari biru menjadi warna dari biru
kuning dan menjadi kuning
dalam tabung dan dalam
durham tabung durham
terbentuk gas, terbentuk gas,
Glukosa (+) Laktosa (+)

17
Hasil Uji TSIA (Triple Sugar Iron Agar):

(a) Bidang miring (slant) berubah warna menjadi


kuning (asam), yang menunjukkan bakteri
memfermentasi karbohidrat.
(b) Bidang tegak (butt) berubah warna menjadi
kuning (asam).
(c) Media terdapat gelembung udara artinya
a
bakteri memproduksi gas (+).
b

Hasil Uji SIM (Sulfide Indole Motility):


1
1. Terjadi perubahan warna menjadi merah
setelah ditetesi reagen covac’s, yang
2 berarti indol positif (+).
2. Terdapat kekaburan pada daerah tusukan
needle, yang menandakan bakteri motil/
bergerak (+).

18
Pembahasan
Berdasarkan analisis signalement, anamnesa, dan gejala klinis, untuk
mendapatkan diagnosa definitif maka dilakukan pemeriksaan laboratorium yang
sesuai. Ada beberapa sampel yang diambil yaitu Otak,paru-paru,Jantung,Hati,
ginjal, dan feses. Pemeriksaan sampel dibeberapa laboratorium, diantaranya
laboratorium patologi, laboratorium parasitologi, dan laboratorium mikrobiologi.

Berdasarkan pemeriksaan klinis,diperoleh keterangan bahwa ayam berumur


16 hari, dengan berat kurang lebih 500 gram,dan didapati bahwa ayam kasus
mengalami tanda klinis yaitu anoreksia, diare dan berbulu kusam. Jika dibandingkan
dengan temuan-temuan lainnya, gejala klinis ayam kasus memiliki beberapa
kesamaan dengan Colisepticemia. Menurut Akoso (1993) Ayam yang terserang
kolibasilosis, umumnya memperlihatkan tanda-tanda klinis: kurus, bulu kusam,
nafsu makan menurun dan murung. Pertumbuhannya terganggu, diare, bulu kotor
atau lengket di sekitar pantatnya.

Koloseptikemia merupakan penyakit infeksius pada unggas yang


disebabkan oleh bakteri Escherichia coli patogen sebagai agen. Infeksi E.coli atau
koliseptikemia dapat terjadi pada ayam pedaging dan petelur dari semua kelompok
umur, serta unggas lain seperti kalkun dan itik (Jamin et al., 2015). Beberapa bakteri
E.coli patogen meliputi Enterotoxigenic E.coli (ETEC), Enterohemorrhagic E.coli
(EHEC), Verotoxigenic E.coli (VTEC), Urophatogenic E.coli (UPEC),
koliseptikemia disebabkan oleh Avian pathogenic E.coli (APEC). Bakteri tersebut
mampu menyebar melalui peredaran darah sehingga dapat menyebabkan kerusakan
pada bagian organ. Penularan E.coli yang menyebabkan koliseptikemia dapat
terjadi secara vertikal dan horizontal. Penularan secara vertikal terjadi melalui
saluran reproduksi induk ayam, yaitu melalui ovarium atau oviduk yang terinfeksi.
Telur yang menetas akan menghasilkan DOC yang tercemar bakteri E.coli.
Sedangkan penularan secara horizontal terjadi secara kontak langsung dengan ayam
sakit atau secara tidak langsung melalui kontak dengan bahan/peralatan kandang
yang tercemar. Penularan biasanya terjadi secara oral melalui ransum/air minum
yang terkontaminasi bakteri melalui saluran pernapasan bersama debu di udara
(Kabir et al., 2010). Menurut Rukmana (2003), yang melaporkan gejala yang terjadi
pada infeksi Colibacillosis adalah adanya kotoran encer berwarna kuning.

19
Jika dilihat dari data epidemologi jumlah ayam yang sakit sebanyak 108
ekor dan yang mati sebanyak 36 ekor dari total populasi ayam pada kandang itu
sebanyak 6060 ekor. Ayam yang menunjukkan gejala yang sama jarang bergerak
dan lebih sering bergerombol. Pakan yang diberikan adalah pakan starter,
sedangkan air yang digunakan adalah air PAM. Vaksinasi sudah dilakukan.
Berdasarkan data yang diperoleh dapat dihitung tingkat morbiditas (perbandingan
antara jumlah hewan sakit akibat suatu penyakit tertentu dengan populasi
terancam), tingkat mortalitasnya (perbandingan antara jumlah hewan yang mati
akibat suatu penyakit tertentu dengan populasi terancam), serta case fatality rate
(perbandingan antara jumlah hewan yang mati akibat suatu penyakit dengan jumlah
hewan yang sakit) pada peternakan tersebut (Dharma dan Putra, 1997). Tingkat
morbiditas dari kejadian kasus pada peternakan ayam milik Bapak Wayan Sudarma
yaitu sebesar 1,78 %, tingkat mortalitas, 0,59 % dan case fatality rate 33 %. Menurut
Owusu-Asiedu et al (2003), tingkat morbiditas, mortalitas, dan tingkat fatalitas
kasus bukan hanya disebabkan oleh agen penyebab suatu penyakit, tetapi juga
dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan hewan tersebut. Data tersebut
menunjukkan bahwa tingkat morbiditas dan mortalitas yang masih rendah. Hal ini
dapat disebabkan ayam broiler pada peternakan ini telah memperoleh vaksinasi
sebelumnya sehingga memiliki kekebalan terhadap virus serta pemeliharaan ayam
yang dikandangkan juga menyebabkan kemungkinan terinfeksi parasit (helminth)
rendah, sehingga agen penyebab yang dicurigai adalah bakteri. Namun angka case
fatality rate yang tinggi, dapat disimpulkan bahwa tingkat virulensi bakteri yang
menginfeksi ayam broiler dikategorikan tinggi sehingga menyebabkan kematian
yang cepat. Nekropsi pada hewan kasus dilakukan untuk mengetahui perubahan
yang terjadi pada organ secara patologi anatomi dan secara histopatologi, sekaligus
untuk mengambil spesimen untuk pemeriksaan lebih lanjut (pemeriksaan
laboratorium).

Dharma dan Putra (1997) menyatakan bahwa, gambaran patologi alat-alat


tubuh atau sistemik berperan untuk menginterpretasikan semua lesi yang dilihat
pada waktu melakukan bedah bangkai, sekaligus untuk mengarahkan diagnosis
menuju diagnosis definitif. Setelah nekropsi dilakukan pada ayam kasus dengan
nomor protokol 195/KO-PPDH/08/X/2018, perubahan patologi yang teramati
berupa adanya lapisan fibrin berwarna putih keabu-abuan yang menyelimuti

20
sebagian besar rongga abdomen dan thorax, atau disebut juga pengkejuan (Gambar
2); dan yang paling banyak mengalami pengkejuan dalam kasus ini adalah Jantung
(Gambar 5); dan Hati (Gambar 6). Selain itu didapati adanya perdarahan pada otak,
lobus paru-paru, dan ginjal. Pada kejadian enterik Colibacillosis, kelainan yang
tampak hanya berupa gastroenteritis saja. Pada unggas kelainan yang dapat
ditemukan antara lain perikarditis berfibrin, peritonitis, kantong hawa yang
menebal dan ditutupi cairan fibrin, salphingitis, opthalmia, dan pada anak ayam
ditemukan omphalitis, enteritis serta synovitis (Pudjiatmoko, 2014).

Adanya perubahan patologi anatomi pada organ tersebut semakin


menegakkan kasus Colisepticemia . Menurut Vegad (2007), ayam broiler terinfeksi
E.coli pada umur kurang lebih 30 hari akan menunjukkan perubahan berupa lapisan
fibrin yang tebal menutupi hati dan jantung yang apabila terlalu tebal akan berubah
warna menjadi kekuningan dan terdisposisi menjadi perkejuan. Tarmudji (2003),
juga menyatakan bahwa lapisan fibrin yang menutupi sebagian besar atau seluruh
permukaan hati dengan warna putih keabu-abuan atau kadang-kadang kekuning-
kuningan. Gambaran PA yang demikian dapat ditetapkan diagnosanya sebagai
"Kolibasilosis". Fibrinogen merupakan parameter pada kejadian keradangan.
Adanya proses keradangan akan memicu peningkatan fibrinogen. Peningkatan
jumlah fibrinogen tersebut dapat diakibatkan karena tubuh memerlukan fibrinogen
baru untuk melindungi endotel pembuluh darah. (Feldman, et. al, 2000). Pada saat
terjadi keradangan, akibat adanya infeksi bakteri Esherichia coli, permeabilitas
pembuluh darah meningkat dan produksi albumin dan globulin juga meningkat. Hal
ini dikarenakan peningkatan globulin untuk pembentukan imunumitas sebagai
sistem pertahanan tubuh humoral. (Sodikoff, 1995).

Pengamatan histopatologi yang dilakukan menunjukkan gliosis dan oedema


perivaskuler pada otak. Pada paru-paru mengalami pendarahan edema. Pada
jantung mengalami nekrosis pada miokardium,edema dan teramati adanya fibrin
pada jantung. Pada hati terdapat jaringan fibrin, dan sel-sel heterofil tampak ke
permukaan.Pada ginjal mengalami pendarahan. Menurut Gyles et al (2004), pada
perubahan histopatologi ditemukan edema sebagai perubahan awal, dan infeksi
pertama di tandai dengan airsacculitis dengan cairan serosa hingga eksudat
berfibrin, infiltrasi sel heterofil, dan dominan dari makrofag. Umumnya perubahan
itu juga diikuti dengan infeksi umum yang biasanya akan menghasilkan pericarditis

21
atau perihepatitis. Menurut Saif et al, (2008) pada epikardium akan ditemukan
akumulasi sel sel limfoid dan sel-sel plasma. Hati akan mengalami fibrosis dan
kongesti. Pada trakea dan paru-paru akan ditemui sel-sel limfoid, kongesti,
membran serosa, edema, epitel hiperplasia, dan dipermukaan sel alveoli akan
ditemukan heterofil, Pada ginjal akan ditemukan infiltrasi sel heterofil, infiltrasi sel
darah dan nekrosis.. Infiltrasi sel radang yang mendominasi adalah sel
polimorfonuklear heterofil yang menandakan infeksi akut dan munculnya radang
diakibatkan oleh agen bakteri. (Berata, et al, 2015)

Berdasarkan epidemiologi, gejala klinis, perubahan patologi anatomi dan


perubahan histopatologi menunjukkan bahwa agen penyebab terjadinya penyakit
pada ayam kasus dengan nomor protokol 195/KO-PPDH/08/X/2018 cenderung
mengarah pada Coliseptikemia akibat infeksi bakteri Escherichia coli. Untuk
mengetahui agen penyebab tunggal penyakit ini, maka dilakukan isolasi bakteri dari
organ ayam kasus di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana. Apabila dapat diisolasi agen penyebab tunggal Escherichia
coli, maka dapat dikatakan infeksi murni koli (Tarmudji, 2003).

Pemeriksaan awal dilakukan dengan mengkultus spesimen dari jantung, hati


dan usus pada media umum yaitu Nutrien Agar (NA). Hasil kultur bakteri pada
media Nutrien Agar (NA) adalah tumbuh koloni berbentuk bulat, dengan diameter
koloni ± 1-3 µm, permukaan halus dan berwarna putih. Kemudian dilakukan
perwarnaan gram untuk mengidentifikasi dan mengkonfirmasi bahwa bakteri yang
tumbuh pada media Nutrien Agar (NA). Dari hasil identifikasi koloni, secara
mikroskopik terlihat bentukan bakteri batang dengan warna merah. Hal ini
menunjukkan bakteri yang teramati pada koloni tersebut adalah bakteri gram
negatif. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif dan berbentuk 25
batang bewarna merah hal ini disebabkan karena bakteri Gram negatif memiliki
komposisi dinding peptidoglikan mengandung lipopolisakarida yang lebih banyak
dibandingkan bakteri Gram positif sehingga bakteri tersebut tidak mempertahankan
zat warna dari crystal violet, namun saat diberikan warna dengan safranin bakteri
tersebut akan mempertahankan warna safranin menjadi warna merah (Baehaqi et
al., 2015) Escherichia coli kemudian diisolasi dan diidentifikasi dengan
pemeriksaan mikrobiologi menggunakan sampel yang ditanam pada media EMB
(Eosin-Methylen Blue) yang merupakan media selektif untuk isolasi dan diferensial

22
bakteri enterik, karena kandungan eosin akan menghambat pertumbuhan bakteri
Gram positif, sedangkan Methylen Blue sebagai indikator fermentasi laktosa dan
sukrosa yang ditunjukkan oleh adanya perubahan warna (Giovanardi et al., 2005).
Hasil dari isolasi pada media EMB akan tampak koloni berbentuk bulat, sirkuler
dan halus berwarna hijau metalic sheen. Selanjutnya dilakukan primer test yaitu uji
katalase dan uji oksidase. Hasil uji katalase adalah positif, ditunjukkan dengan
terbentuknya gelembung gas setelah koloni bakteri diusapkan pada objek glass
yang telah ditetesi larutan H2O2 3%. Hasil tersebut menunjukkan sifat bakteri
dalam menghasilkan enzim katalase yang digunakan mikroorganisme untuk
menguraikan hidrogen peroksida menjadi H2O (air) dan O2 (Oksigen). Sementara
uji oksidase menunjukkan hasil negatif ditandai dengan tidak terjadinya perubahan
warna pada kertas oksidase, sehingga menyatakan bakteri ini adalah bakteri enterik.

Kemudian dilanjutkan dengan menanam bakteri media Triple Sugar Iron


Agar (TSIA), dimana teramati adanya perubahan warna media merah menjadi
kuning pada bagian miring (slant) dan tegak (butt), media terangkat yang
mengindikasikan kuman membentuk gas dan tidak diproduksi H2S. Menurut
Lebofee (2011), hasil dari uji TSIA pada bakteri Escherichia coli menghasilkan
warna kuning dan menghasilkan gas, dengan menghasilkan gelembung/retakan
pada media. Hal ini dikarenakan Escherichia coli pada media Triple Sugar Iron
Agar (TSIA) dapat memfermentasi glucosa, lactosa dan sucrosa.

Koloni bakteri yang tumbuh dari uji Triple Sugar Iron Agar TSIA),
berikutnya dilakukan pada media Sulfide Indol Motility (SIM). Hasil yang
didapatkan yaitu tidak terbentuk H2S (sulfid negatif) yang ditandai dengan tidak
adanya warna hitam pada daerah sekitar tusukan, adanya pergerakan bakteri
ditandai dengan adanya kekaburan pada daerah tusukan, serta adanya cincin merah
setelah ditetesi reagen Kovac’s. Uji indol positif menunjukkan bakteri yang diuji
menghasilkan enzim tryptophanase yang akan memecah asam amino tryptophan
dengan hasil akhir indol, asam piruvat dan NH3 (amoniak). Reaksi indol biasanya
terdeteksi setelah ditetesi reagan Kovac’s. Warna merah sebagai akibat dari indol
yang terbentuk bereaksi dengan aldehyde dalam reagen. Lapisan alkohol merah
terbentuk seperti cincin dibagian atass media yang menandakan indol positif.
Sedangkan pada media Simon Citrat Agar (SCA), hasilnya negatif ditandai dengan
tidak terjadi perubahan warna (media tetap berwarna hijau). Hal ini menunjukan

23
bakteri tidak mampu memanfaatkan sitrat sebagai sumber untuk kebutuhan
hidupnya, namun mampu memanfaatkan asam amino tritofan sebagai sumber
energinya (Mikrobiologi, 2008).. Selanjutnya uji MR (Methyl red), didapatkan hasil
positif menunjukkan terjadinya perubahan warna menjadi merah setelah
ditambahkan reagen methyl red. Uji Methyl Red merupakan uji untuk mengetahui
ada tidaknya produk asam campuran dari fermentasi glukosa melalui jalur
fermentasi asam campuran berupa asam laktat, asam asetat, asam format dan asam
suksinat (Cappucino et al., 2011). Menurut Waluyo (2004), jika terjadi perubahan
menjadi warna merah/merah muda menandakan bahwa bakteri ini menghasilkan
asam-asam campuran sebagai hasil fermentasinya yakni berupa metilen glikogen.
Terbentuknya asam campuran akan menurunkan pH sampai 5,0 atau kurang. Hasil
pengujian dengan gula-gula didapatkan bahwa bakteri mampu memfermentasi
glukosa, sukrosa dan laktosa yang ditandai dengan perubahan warna pada media
gula-gula yang semula berwarna merah menjadi berwarna kuning. Quinn et al.,
(2002), menyatakan bahwa E. coli mampu memfermentasikan berbagai media
gula-gula seperti glukosa, fruktosa, sukrosa, manitol, trehalosa dan sorbitol.

Pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan ada tidaknya endoparasit yang


memungkinkan terjadinya defisinensi nutrisi dilakukan pemeriksaan feses pada
ayam kasus. Rangkaian pemeriksaan feses di laboratorium parasitologi dilakukan
dengan cara kualitatif diantaranya metode natif, metode sedimentasi, dan metode
apung, sedangkan kuantitatif dengan cara metode MacMaster. Didapatkan hasil
negatif dengan tidak ditemukan telur cacing setelah melakukan keempat metode
tersebut pada ayam kasus.

Pengobatan Colibacillosis dengan pemberian antibiotik dapat dilakukan


(Tabbu, 2000). Namun untuk penerapannya harus dilakukan uji sensitivitas
terhadap bakteri terlebih dahulu. Beberapa contoh antibiotik dan antibakteri yang
digunakan untuk pengobatan Colibacillosis adalah kelompok aminoglikosida
(neomisin, gentamisin), kelompok aminosiklitol (spektinomisin), kelompok
polipeptida (kolistin, polimiksin), kelompok tetrasiklin (oksitetrasiklin,
klortetrasiklin, doksisiklin), kelompok sulfonamide dan trimetroprim, kelompok
kuinolon (asam oksolinat, flumekuin, enrofloksasin, ofloksasin, norfloksasin)
(Pudjiatmoko, 2014). Pengendalian Colibacillosis hendaknya ditujukan pada
perbaikan manajemen yang meliputi sanitasi/desinfeksi yang ketat, program

24
pencegahan penyakit dan vaksinasi yang sesuai. Selain itu, seleksi ayam yang
berkualitas baik harus dilakukan secara ketat sejak awal pemeliharaan, mencegah
pencemaran bakteri pada air minum dan pakan

SIMPULAN

Berdasarkan anamnesa, gejala klinis, epidemiologi, patologi anatomi,


pemeriksaan histopatologi dan hasil pemeriksaan mikrobiologi disimpulkan ayam
kasus dengan nomor protokol 195/KO-PPDH/08/X/2018 merupakan
Colisepticemia. Hasil pemeriksaan parasitologi tidak ditemukan adanya telur
cacing.

DAFTAR PUSTAKA

Akoso, B.T. 1993. Manual Kesehatan Unggas. Edisi Pertama. Kanisius.


Yogyakarta
Baehaqi,Y.K., P.A.S. Putriningsih Dan I.W.Suardana. 2015. Isolasi Dan
Identifikasi Escherichia Coli O157:H7 Dada Sapi Bali Di Abiansemal.
Badung, Bali. Jurnal Indonesia Medicus Veterinus. 43):267-278.
Berata, Ik, Winaya, Ibo, Adi, Aaam, Adyana, Ibw. 2015. Patologi Veteriner Umum.
Swasta Nulus. Denpasar.
Cahyono, B. 2002. Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging
(Broiler). Ogyakarta : Penerbit Yayasan Pustaka Nusantara Hal. 4-6.
Cappuccino, J.G., Dan Sherman, N. 2011. Microbiology A Laboratory Manual 9th
Edition. Pearson Benjamin Cummings, San Fransisco. Halaman: 10-11.
Charlton, B.R., A.J. Bermudez, D.A. Halvorson, J.S. Jeffrey, L.J. Newton, J.E.
Sander And P.S. Wakernell. 2000. Avian Diseases Manual. Fifth Edition.
American Association Of Avian Pathologist. Poultry Pathology Laboratory
University Of Pennsylvania. New Bolton Center. Usa.
Dharma, D.M.N., Putra, A. A. G. 1997. Penyidikan Penyakit Hewan. Cv Bali Media
Adhikarsa. Denpasa
Feldman, B.F., J.G. Zinkl And N.C. Jain, 2000. Schalm's Veterinary Hematology.
5th Edn., Wiley-Blackwell, Usa
Giovanardi, D., Campagnari, E., Sperati Ruffoni, L., Pesente, P., Ortali, G.,
Furlattini, V., 2005. Avian Pathogenic Escherichia Coli Transmission From
Broiler Breeders To Their Progeny In An Integrated Poultry Production
Chain. Avian Pathol. 34:313-318
Gyles, C.L., Prescott, J.E., Songer, J.G., Dan Thoen, C.O. 2004. Pathogenesis Of
Bacterial Infections In Animals. Blackwell Publishing. Usa
Jamin, F., Abrar, M., Dewi, M., Yanrivina, S.V.S., Fakhrurrazi, Manaf, Z.H., Dan
Syafruddin. 2015. Infeksi Bakteri Escherichia Coli Pada Anak Ayam

25
Kampung (Gallus Domesticus) Di Pasar Lambaro Aceh Besar. Junal
Medika Veterinaria. Vol 9(1): 54-56.
Kabir, Sml. 2010. Avian Colibacillosis And Salmonellosis: A Closer Look At
Epidemiology, Pathogenesis, Diagnosis, Control And Public Health
Concerns. Int. J.Environ. Res. Public Health 2010, 7, 89-114;
Doi:10.3390/Ijerph7010089.
Leboffe Mj Dan Be Pierce. 2011. A Photographic Atlas For The Microbiology
Laboratory 4th Edition. Morton Publishing Company: Amerika Serikat.
Lee, M.D. And H.A. Lawrence. 1998. Colibacillosis. In A Laboratory Manual For
The Isolation An Identification Of Avian Pathogen. American Association
Of Avian Pathologist. Fourth Ed. Pennsylvania: Pp: 14−16.
Prastyo, Didik Dan I Nengah Kartika. 2017. Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Produksi Ayam Broiler Di Kecamatan Marga, Kabupaten
Tabanan. Denpasar : Piramida. Vol. Xiii No. 2 : 77 – 86.
Pudjiatmoko. 2014. Manual Penyakit Unggas. Subdit Pengamatan Penyakit Hewan
Direktorat Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan Dan
Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Jakarta
Quinn, J., Markey, K., Carter, E., Donnelly, J., Leonard, C. 2002. Veterinary
Microbiology And Microbial Diseases. Black Well Scientific Publications,
Oxford, London
Rukmana R. 2003. Intensifikasi Dan Kiat Pengembangan Ayam Buras.Yogyakarta
(Id): Kanisius Owusu-Asiedu Et Al (2003)
Saif, Ym, Fadly Am, Glisson Jr, Mcdougald Lr, Nolan Lk, Swayne De. 2008.
Disease Of Poultry 12th Edition. Blackwell-Publisihing. Oxford.
Sodikoff, C. [1995] Laboratory Profiles Of Small Animal Diseases: A Guide To
Laboratory Diagnosis
Tarmudji. 2003. Kolibasilosis Pada Ayam: Etiologi, Patologi dan Pengendaliannya.
Bogor : Wartazoa Vol. 13
Vegad, J.L. 2007. A Colour Atlas Of Poultry Diseases An Aid To Farmers And
Poultry Professionals. International Book Distributing Co.
Waluyo, Lud. 2004. Mikrobiologi Umum. Unm Press: Malang

26

Anda mungkin juga menyukai