Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN

KOASISTENSI DIAGNOSTIK ILMU LABORATORIK


VETERINER

KASUS COLIBACILLOSIS PADA BABI


(Nomor Protokol 222/KO-PPDH/26/XI/2018)

OLEH
PINONTOAN KERSTY PUTRI NATHANIA, S.KH

NIM. 1809611072

GELOMBANG 13 KELOMPOK B

LABORATORIUM
KOASISTENSI DIAGNOSTIK ILMU LABORATORIK
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
Kasus Colibacillosis pada Babi
Pinontoan Kersty Putri Nathania
Mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Hewan Ilmu
Laboratorium Diagnostik Ilmu Laboratorik
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana
Jln. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Telp/Fax (0361)223791
E-mail : putri_kersty@yahoo.com

ABSTRAK
Colibacillosis merupakan salah satu penyakit yang sering menyerang babi
baru lahir dan babi yang telah disapih. Tujuan dari laporan kasus ini yaitu untuk
mengetahui diagnosis suatu penyakit dengan prosedur pendekatan epidemiologis,
anamnesa, gejala klinis, pemeriksaan patologi anatomi, dan pemeriksaan laboratoris.
Pemeriksaan laboratoris dalam hal ini adalah histopatologi, mikrobiologis, dan
parasitologi. Pada kasus ini materi yang digunakan yaitu babi Landrace yang diduga
terinfeksi Colibacillosis berumur + 3 bulan dengan berat badan + 10 kg. Babi
dinekropsi dengan nomor protokol 222/KO-PPDH/26/XI/2018. Sampel yang diambil
yaitu otak, jantung, paru-paru, hati, limpa, ginjal, usus dan feses. Perubahan patologi
anatomi yang diamati yaitu terdapat kongesti pada organ otak, paru-paru mengalami
perdarahan serta terlihat ada eksudat, adanya perdarahan pada ginjal, hati, jantung dan
usus serta kebengkakan pada organ limpa. Kultur sampel organ jantung (A), usus (B),
paru (C) pada media uji umum, selektif differensial, uji primer, uji sekunder, dan uji
gula-gula diidentifikasi merupakan bakteri Escerichia coli sedangkan pada sampel
paru (D) mengarah pada bakteri spesies Klebsiella sp.. Hasil pemeriksaan parasitologi
ditemukan adanya telur Ascaris suum pada pemeriksaan feses.

Kata kunci : Babi, Colibacillosis, Epidemiologi, Gejala Klinis, Anamnesa,


Histopatologi, Patologi Anatomi, Mikrobiologi dan Parasitologi.
PENDAHULUAN

Penyakit yang umum dijumpai pada peternakan babi di Bali antara lain:
mencret putih, kholera, ngorok, dan cacingan. Penyakit ini dapat menyerang
anak babi maupun babi dewasa. Penyakit yang sering terjadi pada babi yang
baru lahir sampai saat disapih ditandai dengan mencret warna putih.
Penyakit ini dikenal dengan Colibacillosis dan penyebabnya adalah E. coli
(Jorgensen et al., 2007).
Colibacillosis yang menyerang anak babi dapat mengakibatkan
menurunnya berat badan, pertumbuhan terhambat, dan jika tidak segera ditangani
menimbulkan kematian. Kejadian Colibacillosis pada anak babi di Bali tahun
2005, menunjukkan bahwa dari 60,7% kejadian penyakit pada anak babi, 26,7%
disebabkan oleh E. coli. Ini menandakan bahwa Colibacillosis mendominasi kejadian
penyakit pada anak babi (Hartaningsih dan Hasan, 1985).
Colibacillosis terjadi sepanjang tahun dan kejadiannya semakin meningkat
pada perubahan musim. Distribusi penyakitnya hampir menyebar merata di
seluruh kabupaten di Bali, dan terkonsentrasi pada peternakan tradisional. Hal
ini karena pengelolaan ternak babi pada peternakan tradisional belum dikelola
secara baik. Kandang babi masih sederhana dengan beralaskan tanah, upaya
pembersihan kandang hampir tidak ada, serta upaya penanggulangan penyakit
baik dengan vaksinasi maupun pengobatan penyakit jarang dilakukan.
Colibacillosis merupakan infeksi bakteri gram negatif yaitu E.coli, yang secara
normal ada di dalam saluran pecernaaan. Bakteri E. Coli digolongkan ke dalam
genus Escherichia, Family Enterobacteriacceae, Ordo Eubacteriales, dan Klas
Scizomycetes (Buxton dan Frasser, 1977). Kuman ini akan dapat berubah
menjadi patogen jika lingkungannya mendukung. Perubahan makanan secara
mendadak, perubahan lingkungan dari panas ke hujan atau sebaliknya, dan
menurunnya kondisi tubuh akan mendukung pertumbuhan kuman E. coli.
Perkembangan kuman di dalam tubuh yang melebihi batas normal akan menimbulkan
gejala klinis seperti mencret berwarna putih, menurunkan napsu makan dan
badan lemas. Jika kejadian penyakitnya melanjut tanpa mendapat
penanganan yang memadai akan berakibat kematian (Owusu-Asiedu et al, 2003).
Diare pada hewan muncul akibat dilepaskannya enterotoksin
yang mengakibatkan menurunnya absorbsi NaCl, sementara sekresi Chlorida
meningkat.Dengan adanya enterotoksin akan berakibat menurunnya absorbs
natrium pada usus dan lumen usus meregang yang diikuti dengan peningkatan
peristaltik usus sehingga terjadi diare (Tono dan Suarjana, 2008).
Dilakukannya pemeriksaan ini bertujuan untuk untuk menentukan diagnosis
penyakit pada hewan kasus dengan nomor protokol 222/KO-PPDH/26/XI/2018
berdasarkan anamnesa, gejala klinis, epidemiologi, perubahan patologi anatomi, dan
perubahan histopatologi. Selain itu, juga dilakukan pemeriksaan pada laboratorium
virologi, mikrobiologi dan parasitologi untuk mengetahui agen infeksius penyebab
kematian sampel hewan terinfeksi.
MATERI DAN METODE

MATERI
Materi yang digunakan dalam studi kasus ini yaitu babi Landrace,
yang diduga terinfeksi penyakit Colibacillosis berumur + 3 bulan. Babi kasus
di nekropsi dengan nomor protocol 222/KO-PPDH/26/XI/2018. Spesimen
yang digunakan dalam pemeriksaan laboratorium untuk melakukan diagnosis
penyakit yaitu :
Tabel 2.1 Spesimen Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium Spesimen
Patologi Otak, Trakea, Paru-paru, Jantung, Limpa, Usus halus,
Usus besar, Hati, Ginjal,
Mikrobiologi Jantung, Paru-paru, Usus
Parasitologi Feses

METODE
Anamnesa
Dilakukan wawancara kepada pemilik Babi untuk mendapatkan
informasi yang dapat memudahkan untuk meneguhkan diagnosa, mengenai
keadaan hewan, riwayat vaksinasi, obat cacing, dan pengobatan lainnya,
jumlah populasi, jumlah hewan yang sakit, lama sakit, sejarah penyakit yang
pernah diderita, jenis pakan dan air minum yang diberikan, dan perawatan
hewan.
Pemeriksaan Klinis
Metode yang digunakan yaitu dengan cara pendekatan dengan pemilik
untuk mengetahui anamnesa dan epidemiologi dari riwayat kasus serta
melakukan pengamatan dan pemeriksaan langsung ke lokasi tempat hewan
kasus.
Pemeriksaan Epidemiologi
Bertujuan untuk menganalisa keterikatan antar hospes, agen, dan
lingkungan. Data sidik epidemiologi dikumpulkan dengan cara wawancara
langsung dengan pemilik hewan dan observasi lingkungan rumah yang berada
di Jl. Hayam Wuruk, Kelurahan Dangin Puri Kangin, Kecamatan Denpasar
Timur, Kota Denpasar, Bali
Pengujian Laboratorium Mikrobiologi
1. Isolasi Bakteri pada Media Umum Nutrient Agar (NA)
Isolasi bakteri pada media umum yang digunakan adalah Nutrien Agar (NA).
Isolasi bakteri dilakukan dengan cara menggunakan gunting steril, otak, paru-paru dan
usus digerus dengan gunting, lalu cairannya diambil dengan ossa steril kemudian
diusapkan pada permukaan media biakan dengan menggunakan metode streak line.
Media biakan yang sudah dipupuk diinkubasikan pada suhu 37ºC selama 24 jam.
Diamati pertumbuhan koloni pada media secara makroskopis untuk melihat bentuk,
warna, tepi permukaan, elevasi, konsistensi, dan diameter koloni.
2. Pewarnaan Gram
Pewarnaan gram dilakukan dengan koloni pada media biakan diambil dengan ossa
steril dan dioleskan pada obyek gelas kemudian difiksasi. Tahapan pewarnnan
pertama yaitu olesan tersebut ditetesi dengan Crystal violet dan diamkan selama 2
menit kemudian cuci dengan air mengalir. Tahap selanjutnya ditetesi dengan Iodine
dan diamkan selama 2 menit lalu dicuci dengan alkohol 70% selama 30 detik. Tahap
yang terakhir adalah pewarnaan dengan safranin dengan cara diteteskan dan diamkan
selama 30 detik kemudian dicuci dengan air mengalir. Preparat dikeringkan dan
diamati dibawah mikroskop dengan ditambahkan minyak emersi pembesaran obyektif
1000X. Diamati warna dan bentuk kuman. Bakteri gram positif akan berwarna ungu
karena menyerap warna crystal violet, sedangkan bakteri gram negatif akan berwarna
merah karena menyerap warna safranin.
3. Penanaman pada Media Eosin Methylene Blue Agar (EMBA)
Penanaman pada media ini bakteri yang tumbuh pada media Nutrient Agar (NA)
diambil salah satu koloni menggunakan ose steril dingin kemudian diusapkan dengan
teknik streak culture atau streak dilution technique pada media Eosin Methylene Blue
Agar (EMBA). Kemudian diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 37ºC selama
kurang lebih 24 jam. Diamati pertumbuhan koloni pada media secara makroskopis.
4. Identifikasi Bakteri dengan Uji Primer
 Uji Katalase
Uji katalase dilakukan dengan cara mengambil koloni yang dicurigai pada
media selektif dengan ossa steril dan dioleskan pada obyek gelas kemudian
ditetesi H2O2 3%, kemudian homogenkan. Hasil positif ditandai dengan adanya
bentukan gelembung gas.
 Uji Oksidase
Uji oksidase dilakukan dengan cara mencelupkan oxidase strips pada aquades,
kemudian menyentuhkan ujung ossa steril pada koloni yang tumbuh pada media
biakan, kemudian digoreskan pada kertas oxidase strips dan diamati perubahan
warna yang terjadi. Hasil positif ditandai dengan perubahan warna oxidase strips
menjadi ungu.
5. Identifikasi Bakteri dengan Uji Sekunder
 Triple Sugar Iron Agar (TSIA)
Media Triple Sugar Iron Agar (TSIA) digunakan sebagai media penanaman
kuman untuk mengetahui ada tidaknya kemampuan bakteri untuk memfermentasi
karbohidrat, produksi H2S dan gas. Penanaman kuman pada TSIA dilakukan
dengan cara koloni kuman diambil dari Eosin Methylene Blue Agar (EMBA)
menggunakan needle steril kemudian ditusukkan pada bagian tegak dari medium
lalu digoreskan pada bagian miring medium, selanjutnya medium tersebut
diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37ºC. Fermentasi karbohidrat ditandai
adanya perubahan warna pada media TSIA dari merah menjadi kuning. Produksi
H2S ditandai dengan perubahan warna media menjadi hitam. Adanya gas dapat
diamati dengan adanya gelembung gas dan keretakan pada media atau media
menjadi terangkat keatas.
 Sulfide Indol Motility (SIM)
Media Sulfide Indol Motility (SIM) digunakan sebagai media penanaman
kuman untuk mengetahui sifat kuman dalam memproduksi H2S, indol dan
mengetahui pergerakan kuman (motilitas). Penanaman kuman pada SIM
dilakukan dengan cara koloni kuman dari media TSIA diambil menggunakan
needle steril kemudian ditusukkan pada bagian tegak dari medium, selanjutnya
media tersebut diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37ºC. Produksi H2S
ditandai dengan media berwarna hitam. Produksi indol dapat dilihat setelah
ditetesi dengan reagen Erlich/Kovac’s sebanyak 3-5 tetes kedalam media, biila
indol positif akan terbentuk cincin merah pada permukaan media. Apabila kuman
motil, maka akan terlihat kekaburan pada bekas tusukan needle steril.
 Methyl Red (MR)
Media Methyl Red (MR) digunakan sebagai media penanaman kuman untuk
mengetahui sifat kuman dalam memproduksi asam tunggal atau campuran dan
acetil metil karbinol. Uji dilakukan dengan cara mengambil koloni dengan ossa
steril kemudian dicelupkan pada media. Media diinkubasikan dengan suhu 37ºC
selama 24 jam. Setelah inkubasi, media ditetesi dengan reagen MR. Hasil yang
positif ditandai dengan terbentuknya warna merah pada media.
 Simon Citrat Agar (SCA)
Media Simon Citrat Agar (SCA) digunakan sebagai media penanaman kuman
untuk mengetahui sifat kuman dalam menggunakan sitrat sebagai sumber karbon
atau tidak. Uji dilakukan dengan cara mengambil koloni kuman menggunakan
ossa steril kemudian diusapkan pada permukaan media mulai dari pangkal sampai
ke ujung yang sama pada media SCA. Kemudian diinkubasikan selama 24 jam
pada suhu 37ºC. Hasil positif ditandai dengan perubahan warna media dari hijau
menjadi biru.
 Uji Gula-gula
Uji gula-gula meliputi uji glukosa dan laktosa, yang merupakan media
berbentuk cair dengan di dalamnya terdapat tabung durham. Uji ini dilakukan
untuk mengetahui adanya fermentasi gula. Uji dilakukan dengan cara koloni pada
media biakan diambil dengan ossa steril, lalu dicelupkan pada masing-masing.
Media diinkubasikan dengan suhu 37ºC selama 24 jam. Hasil positif diamati
apabila terjadi perubahan warna pada media dan produksi gas ditandai dengan
adanya gas di dalam tabung durham.
Pengujian Laboratorium Parasitologi
Pengujian laboratorium parasitologi dilakukan dengan pemeriksaan feses,
pemeriksaan dan identifikasi cacing, dan pemeriksaan parasit darah. Pemeriksaan
feses dilakukan secara kualitatif (metode natif/langsung, sedimentasi, apung) dan
kuantitatif (kamar hitung/mc master). Pemeriksaan parasit darah dengan metode ulas
darah.
Pemeriksaan Feses
Metode Natif (Langsung)
Metode pemeriksaan ini dilakukan dengan cara feses sebesar pentolan
korek api diambil dan diletakkan di atas gelas obyek. Ditetesi dengan aquades
1-2 tetes, kemudian diaduk sampai homogen. Serat kasar dibuang, kemudian
gelas obyek ditutup dengan gelas penutup atau cover dan diperiksa di bawah
mikroskop dengan pembesaran obyektif 40X, kemudian dilakukan
identifikasi.
Metode Pengendapan (Sedimentasi)
Metode pemeriksaan ini dilakukan dengan cara feses sebesar biji kemiri
dicampur dengan aquades sampai konsentrasi 10% (+ 3 gr tinja + 30 ml air)
dan diaduk hingga homogen dalam gelas beker. Campuran disaring dengan
saringan teh. Hasil saringan tersebut dimasukkan ke tabung sentrifuge sampai
skala ¾ tabung. Kemudian cairan disentrifuge dengan kecepatan 1500 rpm
selama 3 menit. Kemudian sepernatan dibuang, sedimen diaduk merata dan
diambil sedikit lalu letakkan pada gelas obyek. Lakukan pemeriksaan dibawah
mikroskop dengan perbesaran obyektif 40X, lalu dilakukan identifikasi.

Uji Apung
Metode pemeriksaan ini dilakukan dengan cara feses sebesar biji kemiri
dicampur dengan aquades sampai konsentrasi 10% (+ 3 gr tinja + 30 ml air)
dan diaduk hingga homogen dalam gelas beker. Campuran disaring dengan
saringan teh dan ditampung dengan tabung sentrifuge sampai skala ¾ tabung.
Kemudian cairan disentrifuge dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit.
Kemudian sepernatan dibuang, lalu endapan ditambah larutan pengapung
(NaCl jenuh) sampai skala ¾ tabung. Campuran diaduk hingga homogen dan
disentrifuge dengan kecepatan 1500 rpm selama 3 menit. Setelah itu, tabung
dikeluarkan dan diletakkan pada rak tabung reaksi dengan posisi tegak lurus.
Tambahkan lagi larutan pengapung (NaCl jenuh) secara perlahan-lahan setetes
demi setetes dengan pipet Pasteur sampai permukaan cairan cembung (tidak
boleh sampai tumpah). Diamkan 1-2 menit (memberikan waktu telur cacing
mengapung kepermukaan), cover glass disentuhkan pada permukaan cairan
pengapung dan ditempelkan pada glass obyek. Selanjutnya diperiksa di bawah
mikroskop dengan perbesaran obyektif 40X. Lalu dilakukan identifikasi.
Laboratorium Patologi : Pembuatan dan pemeriksaan preparat histopatologi
Babi kasus yang telah mati kemudian dilakukan nekropsi dan
diambil beberapa organ meliputi : otak, trakea, paru-paru, jantung, hati,
limpa, ginjal, usus halus, dan, usus besar. Sampel organ yang akan
diperiksa dipotong kecil dengan ukuran 1x1x1 cm, kemudian direndam
dalam larutan Neutral Buffer Formalin (NBF) 10%. Selanjutnya dilakukan
proses trimming atau organ diperkecil lagi dengan irisan tipis dan disimpan
dalam tissue processor dan dialkukan fiksasi dalam larutan NBF. Tahap
berikutnya, dilakukan proses dehidrasi dan clearing dengan satu sesi
larutan yang terdiri dari alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 90%, alkohol
96%, alkohol absolute, toluene, dan parafin, secara bertahap dalam waktu
satu hari. Sampel organ diblocking dengan embedding set yang dituangi
parafin cair kemudian didinginkan. Blok yang sudah dingin disectioning
menggunakaan microtome dengan ketebalan ± 4-5 mikron. Proses yang
terakhir adalah pewarnaan dengan metode Harris Hematoxylin – Eosin dan
mounting media. Pengamatan preparat histopatologi dilakukan
menggunakan mikroskop cahaya binokuler dan dilakukan pencatatan
perubah mikroskopik yang ditemukan.
HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL
1. Signalamen
Nama Pemilik : Nyoman Sukerti
Hewan : Babi
Ras Hewan : Landrace
Umur : ± 3 Bulan
Jenis Kelamin : Betina
Berat Badan : ± 10kg
Warna : Coklat Hitam

2. Anamesa

Berdasarkan informasi dari pemilik yang bernama Nyoman Sukerti yang beralamat di
Jl. Hayam Wuruk, Kelurahan Dangin Puri Kangin, Kecamatan Denpasar Timur, Kota
Denpasar, Bali diketahui bahwa babi diberumur kurang lebih sekitar 3 bulan belum pernah
divaksinasi maupun diberikan obat cacing, pakan yang diberikan merupakan konsentrat dan
limbah rumah tangga serta air minum berasal dari air sumur, dipelihara dengan kandang
tradisional dekat perumahan penduduk. Babi mulai menunjukkan gejala sakit pada hari rabu,
21 November 2018 dan kemudian mati pada hari senin, 26 November 2018. Gejala klinis
melalui informasi dari pemilik adalah lemas, apatis, adanya inkoordinasi alat gerak,
anoreksia, diare kekuningan. Pada bagian pusar dari babi yang mati terlihat adanya infeksi.
Jumlah babi yang dipelihara sebanyak 11 ekor, sakit 1 ekor, dan mati 1 ekor. Pada saat gejala
sakit muncul, babi yang sakit tidak diisolasi dari babi-babi lainnnya.

3. Tanda Klinis
a. Lemah
b. Anoreksia
c. Diare kekuningan
d. Adanya inkoordinasi alat gerak
e. Adanya infeksi pada bagian pusar
Adanya infeksi pada bagian pusar, setelah Diare berwarna
dibedah adanya pus dibawah kulit kekuningan

Gambar 2. Tanda Klinis Babi Kasus

4. Epidemiologi
a. Hospes
Babi kasus merupakan babi yang dibeli dari Tabanan. Jumlah babi yang dipelihara
Nyoman Sukerti sebanyak 11 ekor. Jumlah hewan yang sakit sebanyak 1 ekor. Dan yang mati
ada 1 ekor.
b. Agen
Berdasarkan hasil anamnesa kepada pemilik, belum diberikan pengobatan dan tidak
adanya pemberian vaksin. Sehingga agen penyebab penyakit dicurigai mengarah ke bakteri
karena kesakitan yang lama dan jumlah penyebaran yang rendah. Penyakit colibacillosis
terjadi sepanjang tahun dan kejadiannya semakin meningkat pada perubahan musim.
Distribusi penyakit hampir merata diseluruh kabupaten di Bali, dan terkonsentrasi pada
peternakan tradisional. Tingginya kejadian colibacillosis pada anak babi sangat bergantung
pada sanitasi perkandangan.Dalam hal ini kandang yang jarang dibersihkan dan tidak kena
sinar matahari (Mubiru et al, 2000).
c. Lingkungan
Jl. Hayam Wuruk, Kelurahan Dangin Puri Kangin, Kecamatan Denpasar Timur, Kota
Denpasar, saat itu mengalami musim pancaroba yaitu peralihan dari musim kemarau ke
musim penghujan. Kandang yang digunakan kurang mendapat sinar matahari langsung.
Pembersihan kandang menggunakan cara disiram menyebabkan kandang dalam keadaan
lembab dan limbah rumah tangga tidak dibersihkan. Tidak adanya pemisahan anak babi yang
sehat dan yang sakit dan vaksinasi yang tidak pernah dilakukan juga berpengaruh terhadap
tingginya kejadian colibacillosis.
HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM PATOLOGI
PATOLOGI ANATOMI
N Organ Gambaran Patologi Anatomi N Organ Gambaran Patologi Anatomi
o o
1 Otak 4 Jantung

Hiperemi pada otak


Perdarahan pada jantung
2 Trakea 5 Limpa

Splenomegali

Trakea terlihat normal


3 Paru- 6 Usus
paru

Perdarahan pada usus

Pendarahaan dan adanya


eksudat pada paru-paru
7 Jantung 8 Ginjal

Perdarahan pada hati Pendarahan pada ginjal

GAMBARAN HISTOPATOLOGI

Otak. Hiperemi.
(A) Kongesti (200x), (B) Edema Perivascular (400x)
A

Trakea.
(A) Desiliasi dari epitel mukosa (400x)

A B

Paru-paru. Bronkopneumonia Eksudativa et hemoragi.


(A) Eksudat pada bronkiolus (400x), (B) infiltrasi sel radang netrofil (400x),
(C) perdarahan (400x)
B
C

Gambar 12. Jantung. Myocarditis hemoragi.


(A) Edema (400x), (B) Haemorrhagie (1000x), (C) Infiltrasi sel radang netrofil (400x)

Limpa. Spleenitis.
(A) Peradangan pada folikel limfoid
C

B D

Usus. Enteritis hemoragi et nekrotican.


(A) nekrosis pada vili usus halus (400x), (B) Perdarahan pada submukosa usus halus (400x),
(C) thrombosis microvascular pada usus besar (400x), (D) edema pada submukosa usus besar

C
Hati. Hepatitis haemoragi.
(A) Trombosis, (B) Edema (C) Infiltrasi sel radang
C

Ginjal. Nefritis Haemmorhagica.


(A) Perdarahan (400x), (B) Kongesti (400x),
(C) Edema (400x) (D) Infiltrasi sel radang pada jarringan intersitisial (400x)

HASIL PERMERIKSAAN LABORATORIUM MIKROBIOLOGI


Hasil Pemupukan Sampel Pada Media Nutrien Agar
J P1
(NA) :
 Pada kultur usus (U), paru-paru (P1), dan
jantung (J): pada usus tumbuh koloni
P2 berbentuk bulat cembung, tepi rata berwarna
putih dengan permukaan halus dengan
diameter koloni ± 1-3 μm.
 Pada Paru (P2) juga tumbuh beberapa koloni
berbeda, berbentuk bulat cembung, mukoid,
U
dengan ukuran koloni ±5-8 μm .
Hasil Pemupukan Sampel Pada Media Selektif
Diferensial Eosin Methylene Blue Agar (EMBA) :
Pada sampel (J) Jantung (U) Usus yang dikultur
pada media EMBA tumbuh koloni berwarna hijau
metalik kehitaman, berbentuk bulat dengan tepi
rata,serta permukaan cembung berdiameter ± 1-3
μm.
A B

Hasil Pemupukan Sampel Pada Media Selektif


Diferensial Eosin Methylene Blue Agar (EMBA) :
Pada sampel paru (P1) yang dikultur pada media
EMBA tumbuh koloni berwarna hijau metalik

P1 P2 kehitaman, berbentuk bulat dengan tepi rata, serta


permukaan cembung berdiameter ± 1-3 μm.
Pada sampel paru (P2) tumbuh koloni berwarna
pink, mukoid, serta permukaan cembung.

Hasil Pewarnaan Gram Usus (U) Sel bakteri dari kultur sampel usus (U)
terlihat berbentuk batang pendek dan
berwarna merah (gram negatif).
Hasil Pewarnaan Gram Paru (P2) Sel bakteri dari kultur sampel Paru
(P2) terlihat berbentuk batang dan
berwarna merah (gram negatif).

KOLONI PADA USUS (U)


Hasil Uji Katalase Hasil Uji Oksidase

Katalase (+) pada bakteri ini, ditunjukkan Oksidase (-) ditunjukkan dengan tidak terjadi
dengan adanya gelembung setelah koloni perubahan warna menjadi ungu pada kertas
bakteri diusapkan pada kaca objek serta uji oksidase
sudah ditetesi dengan reagen H2O2 3%.
Hasil biakan bakteri padaTriple Sugar Iron
a. Bidang miring (slant): berubah warna
Agar (TSIA)
dari merah menjadi kuning (asam),
menunjukkan bakteri bersifat asam.
A
A b. Bidang tegak (butt) : berubah warna
dari merah menjadi kuning (asam)
yang artinya bakteri bersifat asam.
c. Media terangkat menandakan
B memproduksi gas (+).
- Media tidak berwarna hitam artinya tidak
memproduksi H2S.
C

Hasil biakan bakteri pada Sulfide Indol a. Terbentuk cicin berwarna merah
Motility (SIM) setelah ditetesi dengan reagen Kovach yang
artinya indol positif (+).
b. Terjadi kekaburan dalam agar pada
tempat tusukan needle, menandakan terjadi
pergerakan kuman berarti motilitasnya positif
A
(+).
- Media tidak berwarna hitam artinya tidak
memproduksi H2S.
B
Hasil biakan bakteri pada Simon Citrat Agar Hasil biakan bakteri pada Methyl Red (MR)
(SCA)

Media MR berubah warna dari kuning


Pada media SCA tidak terjadi perubahan
menjadi merah setelah ditetesi dengan reagen
warna (tetap berwarna hijau) (-), yang
MR, artinya hasil positif.
menandakan bakteri tidak menggunakan
citrat sebagai sumber karbonnya.
Hasil Uji Glukosa Hasil Uji Laktosa

Pada Uji Glukosa terjadi perubahan media Pada Uji Laktosa terjadi perubahan media
dari biru menjadi kuning. Terbentuknya gas dari biru menjadi kuning. Terbentuknya gas
dalam tabung durham menandakan bahwa dalam tabung durham menandakan bahwa
glukosa positif (+). glukosa positif (+).
Hasil : berdasarkan dari pengamatan makroskopis (bentuk, warna, tepi, dan ukuran koloni)
yang tumbuh pada media Nutrient Agar dan EMBA, kemudian pengamatan mikroskopis
(pewarnaan gram), serta uji biokimia, dapat disimpulkan bahwa koloni bakteri yang tumbuh
pada Jantung (J), Usus (U) dan Paru (P1) adalah bakteri Escherichia Coli
KOLONI PADA PARU (P2)
Hasil Biakan Bakteri pada Triple Sugar Iron Hasil Biakan Bakteri pada Sulfide Indol
Agar (TSIA) Motility (SIM)

B A
B

a. Tidak terbentuk cicin berwarna merah


a. Bidang miring (slant): berubah warna
setelah ditetesi dengan reagen Kovach yang
dari merah menjadi kuning (asam),
artinya indol negatif (-).
menunjukkan bakteri bersifat asam.
b. Tidak terjadi kekaburan dalam agar
b. Bidang tegak (butt) : media berwarna
pada tempat tusukan needle, berarti
merah kekuningan
motilitasnya negatif (-).
c. - Media tidak berwarna hitam artinya
- Media tidak berwarna hitam artinya tidak
tidak memproduksi H2S.
memproduksi H2S.
Hasil Biakan bakteri pada Simon Citrat Agar Hasil Biakan bakteri pada MRVP
(SCA)

Pada media SCA terjadi perubahan warna Media MR berubah warna dari kuning
menjadi biru (+), yang menandakan bakteri menjadi merah setelah ditetesi dengan reagen
menggunakan citrat sebagai sumber MR, artinya hasil positif (+)
karbonnya.
Hasil Uji Glukosa Hasil Uji Laktosa

Pada Uji Glukosa terjadi perubahan media Pada Uji Laktosa terjadi perubahan media
dari biru menjadi kuning. Terbentuknya gas dari biru menjadi kuning. Terbentuknya gas
dalam tabung durham menandakan bahwa dalam tabung durham menandakan bahwa
glukosa positif (+). laktosa positif (+).
Hasil Uji Katalase Hasil Uji Oksidase

Katalase (+) pada bakteri ini, ditunjukkan Oksidase (-) ditunjukkan dengan tidak terjadi
dengan adanya gelembung setelah koloni perubahan warna menjadi ungu pada kestas
bakteri diusapkan pada kaca objek serta uji oksidase
sudah ditetesi dengan reagen H2O2 3%.
Hasil : berdasarkan dari pengamatan makroskopis (bentuk, warna, tepi, dan ukuran koloni)
yang tumbuh pada media Nutrient Agar dan EMBA, kemudian pengamatan mikroskopis
(pewarnaan gram), serta uji biokimia yang sudah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa koloni
bakteri yang tumbuh dari sampel paru (P2) adalah bakteri Klebsiella sp.
HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM PARASITOLOGI
No. Hewan Kasus Metode Pemeriksaan
Natif Sedimen Apung

1. Babi

Ascaris suum
1. berukuran 50-70 µm x 40-50 µm (Miyazaki, 1991)
2. kulit telurnya tebal
3. berwarna kuning kecoklatan
4. bagian luar dilapisi oleh lapisan albumin
5. Berbentuk bundar dan berisikan granul

Hasil: Telur yang ditemukan pada feses dengan metode Sedimen dan Apung berdasarkan
dengan ciri-cirinya menunjukkan merupakan Telur cacing Ascaris suum.

PEMBAHASAN
Dalam peneguhan diagnosa suatu penyakit diperlukan perpaduan antara segitiga
epidemiologi yang terdiri dari tiga faktor yaitu agen, hospes, dan lingkungan, dipadukan
dengan sinyalemen, anamnesa, gejala klinis, perubahan patologi anatomi maupun
histopatologi, serta pemeriksaan laboratorium. Hal tersebut saling berkaitan satu sama lain
sehingga dapat menghasilkan diagnosa yang tepat.
Berdasarkan informasi dari pemilik yang bernama Nyoman Sukerti yang beralamat di
Jl. Hayam Wuruk, Kelurahan Dangin Puri Kangin, Kecamatan Denpasar Timur, Kota
Denpasar, Bali diketahui bahwa babi diberumur kurang lebih sekitar 3 bulan belum pernah
divaksinasi maupun diberikan obat cacing, pakan yang diberikan merupakan konsentrat dan
limbah rumah tangga serta air minum berasal dari air sumur, dipelihara dengan kandang
tradisional dekat perumahan penduduk. Kandang yang digunakan kurang mendapat sinar
matahari langsung. Pembersihan kandang menggunakan cara disiram menyebabkan kandang
dalam keadaan lembab dan limbah rumah tangga tidak dibersihkan. Tingginya kejadian
colibacillosis pada anak babi sangat bergantung pada sanitasi perkandangan. Dalam hal ini
kandang yang jarang dibersihkan dan tidak kena sinar matahari (Mubiru et al, 2000). Pada
saat mengambil babi kasus, sedang musim pancaroba yaitu peralihan dari musim kemarau ke
musim penghujan. Kuman ini akan dapat berubah menjadi patogen jika lingkungannya
mendukung. Perubahan makanan secara mendadak, perubahan lingkungan dari panas ke
hujan atau sebaliknya, dan menurunnya kondisi tubuh akan mendukung pertumbuhan kuman
E. coli (Owusu-Asiedu et al, 2003). Babi kasus mati setelah mengalami gejala sakit selama 5
hari tanpa adanya pengobatan. Jika kejadian penyakitnya melanjut tanpa mendapat
penanganan yang memadai akan berakibat kematian. Dan menurut pemilik, babi yang sakit
tidak dipisahkan dengan babi yang sehat (tidak menunjukkan gejala klinis). Menurut Nollet et
al.,(1999), tidak ada pemisahan anak babi yang sehat dengan yang sakit berpengaruh terhadap
tingginya kejadian colibacillosis.
Hewan kasus melalui informasi dari pemilik menunjukkan gejala klinis adalah lemas,
apatis, adanya inkoordinasi alat gerak, anoreksia, diare kekuningan. Pada bagian pusar dari
babi yang mati terlihat adanya infeksi. Berdasarkan acuan yang digunakan untuk
mendiagnosis penyakit Colibacillosis menurut Direktorat Kesehatan Hewan (2014) dan
Dharma et al., (1997) yaitu gejala klinis colibasillosis pada anak babi setelah disapih adalah
diare dan edema. Bakteri ini sering dihubungan dengan adanya infeksi di daerah pusar dan
pada babi dikenal dengan gut oedema yang disebabkan oleh Enteric Colibacillosis.
Colibacillosis yang menyerang anak babi dapat mengakibatkan menurunnya berat badan,
pertumbuhan terhambat, dan jika tidak segera ditangani akan mengakibatkan kematian.
Diare yang terjadi pada kasus Colibacillosis diakibatkan oleh toxin yang dihasilkan
bakteri E. coli patogen yang dapat mengganggu mekanisme intestinal babi. Diare hebat dan
berlangsung cukup lama merupakan klinis dari penyakit ini, sehingga bisa
menyebabkan kematian bagi babi penderita akibat kekurangan cairan tubuh (Duan et al.,
2011). Diare pada hewan muncul akibat dilepaskannya enterotoksin yang
mengakibatkan menurunnya absorbsi NaCl, sementara sekresi Chlorida meningkat.
Dengan adanya enterotoksin akan berakibat menurunnya absorbsi natrium pada usus dan
lumen usus meregang yang diikuti dengan peningkatan peristaltik usus sehingga terjadi diare
(Tono dan Suarjana, 2008).
Setelah di nekropsi, perubahan patologi anatomi yang teramati berupa otak
mengalami hiperemi, trakea terlihat normal, paru-paru mengalami perdarahan dan adanya
eksudat. Jantung mengalami perrdarahan. Limpa terjadi pembengkak dan perdarahan. Usus,
hati dan ginjal juga mengalami perdarahan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Dharma dan
Putra (1997) bahwa colibacillosis dapat diamati pada bagian sistem intestinal dan sistem
respirasi. Pada usus halus babi yang terinfeksi Colibacillosis, terjadi distensi maupun
perdarahan. Menurut Pfizer (1990) tidak ada perubahan anatomi yang spesifik pada babi
muda maupun dewasa yang terserang colibacillosis.
Secara histopatologi, kerusakan organ usus halus berupa perdarahan dan nekrosis
pada babi Landrace setelah disapih disebabkan oleh bakteri E. Coli yang menempel. Bakteri
E. Coli yang mempunyai vili akan menempel pada usus halus, kemudian akan melepaskan
enterotoksin yang mengakibatkan terjadi penurunan absorbsi natrium dan lumen usus
meregang serta terjadi peningkatan peristaltik usus yang menimbulkan terjadinya diare
(Buxton and Fraser, 1977). Adanya gangguan tersebut dapat menyebabkan kerusakan
organ usus halus. Kemudian dapat mengakibatkan gejala klinis lain berupa dehidrasi,
syok, dan diikuti kematian. Dengan terjadinya diare maka tubuh akan banyak kehilangan
cairan tubuh dan elektrolit. Bila berlangsung lama, individu tersebut akan mengalami
dehidrasi, shock, dan dapat menyebabkan kematian. Kematian biasanya terjadi bila
individu kehilangan cairan tubuh sebanyak 10-16% dari berat badannya.
Perdarahan pada jantung disebabkan karena enterotoksin menyebabkan degenerasi
otot jantung hingga terjadi gangguan sirkulasi darah dari jantung. Pada keadaan ini dapat
berakibat darah akan terbendung pada organ otak. Dan apabila kejadian berlangsung lama
maka akan terjadi perdarahan seperti pada organ paru (Dharma dan Putra, 1997). Perdarahan
pada hati serta ginjal disebabkan oleh efek enterotoksin E.coli yang menyebabkan
pemeabilitas pembuluh darah meningkat sehingga sel darah keluar dari pembuluh darah.
Pada keadaan normal, paru-paru akan terbebas dari pertumbuhan mikroorganisme.
Pada imunitas menurun, mikroorganisme berupa bakteri yang bersifat patogen di luar sistem
pencernaan dapat menyebabkan pneumonia di paru-paru. Hal ini menyebabkan terbentuknya
eksudat, sehingga terjadi konsolidasi (cairan menjadi padat) pada paru-paru. Jaingan paru-
paru yang telah dipenuhi oleh cairan atau nanah akibat proses inflamasi, mengakibatkan
terjadi gangguan pada kemampuan paru-paru sebagai tempat pertukaran gas terutama
oksigen. Pada keterlambatan penanganan pneumonia, dapat menyebabkan infeksi melalui
darah ke seluruh tubuh, sehingga menyebabkan kematian (Dahlan dan Soemantri, 2001).
Akibat menurunnya daya tubuh akibat infeksi dan enterotoksin, menyebabkan adanya
infeksi sekunder dari Klebsiella sp. Bakteri ini berada dalam sistem pernapasan dan
pencernaan kurang lebih 5% pada keadaan normal, dan merupakan patogen opurtunistik
karena hanya berpengaruh pada saat imunitas menurun (Brooks et al., 2005).
Pemeriksaan di Laboratorium Mikrobiologi menggunakan organ jantung, paru- paru
dan usus. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya bakteri di dalam
tubuh Babi kasus. Sampel tersebut kemudian ditanam pada media biakan umum yaitu media
Nutrien Agar (NA) yang dapat menumbuhkan berbagai jenis bakteri. Pertumbuhan bakteri di
ditemukan pada jantung (J), usus (U) dan paru (P) bakteri yang tumbuh. Koloni yang tumbuh
di jantung (J), Usus (U), dan Paru (P1) berwarna putih, berbentuk bulat, memiliki tepian rata
dengan permukaan cembung, dengan diameter berkisar 1 - 3 mm. Namun terdapat pula
koloni berbeda yang tumbuh pada paru (P2) dengan warna putih, berbentuk bulat dengan
permukaan cembung, mukoid, dengan diameter berkisar 5-8µm. Dan koloni bakteri yang
tumbuh pada organ usus (U) dikultur pada media selektif differensial yaitu Eosin Methylene
Blue Agar (EMBA). Pada media EMBA terlihat koloni berbentuk bulat, permukaan
cembung, tepi rata, diameter 1-3 mm, dan berwarna hijau methalik sampai kehitaman. Pada
Media EMBA, koloni yang tumbuh berwarna hijau methalik sampai kehitaman. Media ini
bersifat selektif dalam menumbuhkan E.coli karena dalam media ini mengandung laktosa
sehingga dapat memilah bakteri yang memfermentasi laktosa. Menurut Carter et al, (1990)
pertumbuhan koloni pada EMBA yang menampakkan dominan berwarna hijau metalik
dengan pusat gelap dicurigai sebagai bakteri E.coli. Sedangkan untuk sampel paru (P2)
koloni berwarna pink, bentuk bulat, mukoid dengan diameter 5-8µm yang sesuai dengan
pernyataan Raditya et al., (2018) merupakan ciri-ciri dari bakteri Klebsiella sp.
Pada pewarnaan gram, biakan bakteri dari usus (U) terindentifikasi berwarna merah
muda dan berbentuk batang pendek sedangkan untuk hasil biakan paru (P2) berwarna merah
dengan bentuk batang. Warna merah menandakan bahwa bakteri termasuk bakteri gram
negatif, hal tersebut terjadi menurut Suarjana et al, (2017) bakteri gram negatif memiliki
dinding sel sebagian besar tersusun dari lapisan lipid yang mudah rusak saat dicuci dengan
alkohol, sehingga pada saat pewarnaan bakteri tidak mampu mempertahankan warna crystal
violet, sehingga terwarnai oleh safranin yang berwarna merah.
Bakteri hasil biakan dari usus (U) selanjutnya diidentifikasi dengan uji primer yaitu
uji katalase dan uji oksidase. Identifikasi bakteri dengan uji oksidase hasilnya negatif, karena
tidak ada perubahan warna pada kertas oksidase. Kegunaan Uji okidase untuk menentukan
mikroorganisme memiliki sitokrom oksidase Sedangkan untuk uji katalase hasilnya positif
yang ditandai dengan terbentuknya gelembung udara setelah bakteri ditetesi dengan larutan
H2O2 3%.
Bakteri dilanjutkan diidentifikasi dengan uji sekunder. Biakan bakteri pada media
EMBA selanjutnya dipupuk pada media Triple Sugar Iron Agar (TSIA) terbentuk asam pada
bagian media miring dan bagian tegak ditandai dengan perubahan warna dari warna merah
menjadi kuning pada bagian tegak (acid butt) dan pada bagian miring (acid slant). Hal ini
dikarenakan bakteri yang tumbuh bersifat asam menandakan memfermentasi glukosa,
laktosa, dan sukrosa. Medium TSIA mengandung tiga macam gula, yaitu 0,1% glukosa, 1%
laktosa, dan 1% sukrosa. Terdapat juga indikator fenol merah, serta FeSO4 untuk
memperlihatka n pembentukan H2S yang ditunjukkan dengan adanya endapan hitam (Lay,
1994). Pada media tidak berwarna hitam atau H2S tidak terbentuk yang diakibatkan oleh
bakteri tidak mendeteksi Sodium tiosulfat dalam medium, sehingga tidak terbentuk hydrogen
sulfide (H2S). H2S tidak berikatan dengan ion besi (Fe+) sehingga tidak terjadi reaksi besi
sulfide, yang merupakan endapan larut berwarna hitam. Bakteri juga memproduksi gas yang
ditandai terangkatnya media.
Hasil bakteri yang ditanam pada media Sulfide Indol Motility (SIM) bersifat motil
ditandai pada tempat tusukan terlihat kekaburan. Tidak menunjukkan adanya pembentukan
H2S karena media tidak menjadi hitam. Indol terlihat positif setelah ditetesi reagen Kovac’s,
ditandai dengan terbentuknya cincin merah pada permukaan media, hal tersebut menandakan
bakteri mampu memanfaatkan asam amino triptofan sebagai sumber energinya. Pada uji
Methyl Red (MR) menunjukkan hasil positif ditandai dengan perubahan warna menjadi
merah setelah ditetesi reagen MR. Hasil uji MR menunjukkan bahwa bakteri menghasilkan
asam campuran bakteri tidak mampu memproduksi asetil metil karbinol dari pyruvic acid
(Lay,1994). Pada media Simon Citrate Agar (SCA) menunjukkan hasil negatif karena tidak
terjadi perubahan (tetap berwarna hijau). Hal ini karena mikroorganisme tidak mampu
menggunakan sitrat sebagai sumber karbon dan energi.
Hasil uji gula-gula (glukosa dan laktosa) menunjukan adanya perubahan warna pada
kedua media, menadakan kuman memfermentasi karbohidrat. Perubahan warna terjadi karena
perubahan pH menjadi asam. Selanjutnya terdapat gas yang terjebak di dalam tabung durham
pada media glukosa dan laktosa yang menandakan positif memproduksi gas.
Setelah diisolasi dan diidentifikasi dengan melakukan identifikasi bakteri melalui
penanaman pada media umum, media selektif, uji biokimia serta uji gula- gula maka
diidentifikasi bahwa bakteri yang hasil kultur organ usus merupakan bakteri Escerichia coli
(E. coli) . Bakteri Escerichia coli merupakan flora normal pada saluran pencernaan. Namun,
bakteri E. coli merupakan bakteri oportunistik yang berkemampuan sebagai pathogen ketika
mekanisme pertahanan inang diperlemah (Hirsh dan Zee, 1999).
Kemudian dilakukan uji yang sama menggunakan hasil biakan dari organ Paru (P2),
uji oksidase tidak terjadi perubahan warna menjadi ungu (-) dan uji katalase menunjukkan
adanya gelembung setelah koloni bakteri diusapkan pada reagen H202 3% (+). Hasil biakan
bakteri pada TSIA menunjukkan bahwa slant butt berubah warna dari merah menjadi kuning
dan media yang terangkat menandakan bakteri memproduksi gas (+). Pada SIM tidak
terbentuk cincin berwarna merah setelah ditetesi Kovach yang artinya indol negatif (-) dan
tidak adanya kekaburan pada daerah needle menandakan motilitasnya negatif (+).
SCA mengalami perubahan warna dari hijau menjadi biru menunjukkan bahwa
bakteri menggunakan citrate sebagai sumber karbon. MRVP berubah warna dari kuning
menjadi merah setelah ditetesi reagen MR artinya hasil positif (+), dan uji gula-gula (Glukosa
dan Lakotsa menuujukkan perubahan menjadi kuning. Sesuai dengan hasil uji dan referensi
yang digunakan (Carter and Cole, 1995), menunjukkan bakteri pada paru (P2) mengarah pada
spesies Klebsiella sp.
Hasil pemeriksaan feses di Laboratorium Parasitologi ditemukan adanya telur cacing
Ascaris suum pada metode sedimen dan apung. Namun tidak ditemukan adanya cacing
dewasa dicurigai akibat cacing keluar bersamaan pada saat diare. Telur yang sudah dibuahi
berbentuk oval sampai bulat, dengan panjang berukuran 50-70 µm x 40-50 µm. Dinding
uterina cacing menghasilkan lapisan luar yang tebal dan bergumpal pada telur, sehingga saat
telur dikeluarkan melalui feses, lapisan ini terwarnai oleh cairan empedu sehingga menjadi
berwarna cokelat keemasan.Embrio biasanya belum membelah ketika masih berada di feses.
Pencegahan dari penyakit Colibacillosis dapat dilakukan dengan menghindari keadaan
over crowded. Manajamen kandang dan hygiene yang baik sanget berpengengaruh dalam
tingginya kasus colibacillosis. Lantai kandang terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan. E.
Coli dapat bertahan hidup beberapa minggu sampai beberapa bulan pada air, feses, dan
kandang. E. Coli tidak tahan terhadap keadaan kering atau dekinfektan. Sehingga pemberian
disinfenktan kandang dilakukan setiap ada pergantian kelompok ternak. Tempat makan dan
air minum diletakkan sedemikian rupa sehingga terhindar dari pencemaran feses.
KESIMPULAN
Berdasarkan temuan gejala klinis, epidemiologi, perubahan patologi anatomi,
perubahan histopatologi, dan pemeriksaan laboratorium mikrobiologi, dan parasitologi
disimpulkan Babi kasus dengan nomor protokol 222/KO-PPDH/26/XI/2018
didiagnosa Colibacillosis, dengan infeksi sekunder berupa infeksi Klebsiella sp pada
organ paru.

UCAPAN TERIMA KASIH


Terima kasih kepada Kepala Laboratorium Patologi, Kepala Laboratorium
Parasitologi, Kepala Laboratorium Mikrobiologi, Kepala Laboratorium virologi,
dosen pembimbing Profesi Dokter Hewan (PPDH), teknisi Laboratorium Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Udayana serta rekan-rekan kelompok 13 B yang
telah membantu terselesaikannya serangkaian uji laboratorik hingga penulisan studi
kasus ini.

DAFTAR PUSTAKA

Brooks GF,Butel JS,Morse SA.Mikrobiologi kedokteran.Alih Bahasa. Mudihardi


E, Kuntaman,WasitoEB et al. Jakarta: Salemba Medika, 2005: 317-27.
Carter, G.R., Cole J.R. 1990. Diagnostic Procedures in Veterinary Bacteriology and
Mycology. 5th ed. Academic Press.
Dahlan, Z., Soemantri S.E., 2001, Ilmu Penyakit dalam Jilid II Edisi III, Hal 801-818,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Dharma, DMN dan Putra AAG. 1997. Penyidikan Penyakit Hewan. CV Bali Media.Denpasar
Duan Q, Yao F, Zhu G. 2011. Major Virulence Factor of Enterotoxigenic Escherichia
coli in Pigs.Annals of Microbiology.
Hartaningsih, N. dan Hasan, M.Z.. 1985. Colibacillosis in Young Pigs. Diseases
Investigation Centre Region VI. Denpasar.
Hirsh, D.C., Zee, Y.C. 1999. Veterinary Microbiology. Blackwell Science : USA.
Jørgensen, C.J, Cavaco L.M, Hasman H., Emborg H.D. and Guardabassi L. 2007.
Occurrence of CTX-M-1-producing Escherichia coli in pigs treated with
ceftiofur. Journal of Antimicrobial Chemotherapy. doi:10.1093/jac/dkm075.
Published March 21.
Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
Mubiru D. N., Coyne M. S. and Grove J. H. 2000. Mortality of Escherichia
coliO157:H7 in Two Soils with Different Physical and Chemical Properties.
Published in J Environ Qual 29:1821-1825
Mubiru DN, Coyne MS, Grove JH. 2000. Mortality of Escherichia coliO157:H7 in
Two Soils with Different Physical and Chemical Properties. J Environ
Qual29:1821-1825
Nollet, H., Deprez, P., Van Driessche, E. and Muylle, E.. 1999. Protection of just
weaned pigs against infection with F18+Escherichia coli by non-immune plasma
powder. Veterinary Microbiology Volume 65, Issue 1, 23 February, Pages 37-45
Owusu-Asiedu, A.. Nyachoti, C. M Baidoo, S. K.. Marquardt R. R and Yang. X.
2003. Response of early-weaned pigs to an enterotoxigenic Escherichia coli
(K88) challenge when fed diets containing spray-dried porcine plasma or pea protein
isolate plus egg yolk antibody. J Anim Sci . 81:1781-1789.
Schmitt R, Rahmatle R. Scimed, Altenbuchner J.1979. Raf. Plasmids.In Strains of E. coli
their Possible Role in Enteropathogeny, F.R. G. Bio Medical Press. Amsterdam.
Suarjana, I.G.K., Besung, I.N.K., Mahatmi, H., Tono, K. 2017. Modul Isolasi dan Identifikasi
Bakteri. 2017. Universitas Udayana : Denpasar
Tono KPG dan Suarjana IK. 2008. Ilmu Penyakit Bakterial. Lab Mikrobiologi Fakultas
Tono KPG and Besung NK. 1994. Ilmu Penyakit Bakterial. Program Studi Kedokteran
Hewan Universitas Udayana. Denpasar.

Anda mungkin juga menyukai