Anda di halaman 1dari 198

Jurnal Veteriner Juni 2018 Vol. 19 No.

2 : 161-168
pISSN: 1411-8327; eISSN: 2477-5665 DOI: 10.19087/jveteriner.2018.19.2.161
Terakreditasi Nasional, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, online pada http://ojs.unud.ac.id/index.php/jvet
Kemenristek Dikti RI S.K. No. 36a/E/KPT/2016

Seroprevalensi Bovine Cysticercosis pada Sapi Bali


di Nusa Tenggara Barat, Indonesia
(SEROPREVALENCE OF BOVINE CYSTICERCOSIS IN BALI CATTLE
IN WEST NUSA TENGGARA, INDONESIA)

Nyoman Sadra Dharmawan1,2, I Made Damriyasa1,2,


I Gede Mahardika3

Center for Studies and Animal Diseases (CSAD),


1

Lab Patologi Klinik Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan,


2

3
Lab Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan,
Universitas Udayana, Jl. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia
Telp. +62361223791, E-mail : nsdharmawan@unud.ac.id

ABSTRAK

Bovine cysticercosis merupakan salah satu problem kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat
di dunia. Penyakit ini selain berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat, juga menyebabkan
kerugian ekonomi bagi peternak karena karkas yang terinfeksi harus diafkir. Sampai saat ini data
tentang kejadian bovine cysticercosis di wilayah Nusa Tenggara sangat terbatas. Tujuan penelitian ini
adalah untuk memperoleh informasi tentang prevalensi dan penyebaran bovine cysticercosis pada sapi
bali di Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Penelitian dilakukan dengan memeriksa serum sapi bali yang
diperoleh dari peternak menggunakan teknik ELISA (Bio-X Diagnostics’s Cysticercosis Antigen ELISA Kit).
Hasil pemeriksaan ELISA terhadap 92 sampel serum dengan cut off 0,295, menunjukkan ada empat
serum positif (4,35%). Tiga serum positif berasal dari Lombok dan satu serum positif dari Sumbawa.
Hasil ini mengindikasikan bahwa Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa di Nusa Tenggara Barat tidak
bebas dari sistiserkosis pada sapi. Mengingat bovine cysticercosis bersifat zoonosis, studi tentang faktor
risiko amat diperlukan bersamaan dengan ketersedian informasi tentang estimasi beban penyakit dan
kerugian ekonomi yang ditimbulkannya. Disarankan agar petugas kesehatan hewan lebih teliti saat
melakukan pemeriksaan post mortum, terutama pada sapi-sapi asal wilayah yang positif.

Kata-kata kunci: seroprevalensi; bovine cysticercosis, sapi bali, Nusa Tenggara Barat

ABSTRACT

Bovine cysticercosis is one of the animal and public health problems throughout the world. This
disease has a negative impact on public health and can cause economic losses for farmers due to heavy
infected carcasses that should be rejected. Until now, the availability of data related to this parasitic
disease, especially in the Nusa Tenggara region, is very limited.The purpose of this study was to obtain
information on the prevalence and distribution of bovine cysticercosis in bali cattle in West Nusa Tenggara,
Indonesia. The study was conducted by examining Bali cattle sera obtained from the local farmers by using
ELISA (Bio-X Diagnostics’s Cysticercosis Antigen ELISA Kit). The results of ELISA examination from a
total of 92 serum samples with cut off 0.295 showed that there were four positive sera (4.35%). The three
positive sera were originated from Lombok and one positive serum was from Sumbawa. These results
indicate that Lombok Island and Sumbawa Island in West Nusa Tenggara are not free from bovine
cysticercosis. Since C. bovis infection is zoonotic, studies of risk factors are necessary, as well as the
availability of information about the estimated burden and the economic loss of the disease. It is
recommended that veterinarians should be more accurate when conducting post mortum examination,
especially on the cattle which comes from the positive areas.

Keywords: sero prevalence; bovine cysticercosis; Bali Cattle; West Nusa Tenggar

161
Sadra Dharmawan, et al Jurnal Veteriner

PENDAHULUAN dengan menemukan parasitnya (sistiserkus)


melalui pemeriksaan kesehatan daging.
Bovine cysticercosis adalah infeksi larva Sistiserkus kadang-kadang dapat dideteksi
Taenia saginata yang disebut Cysticercus bovis pada otot di sekitar pipi dan pada lidah sapi
pada sapi. Penyakit ini merupakan salah satu dengan melakukan palpasi, teraba adanya
penyakit parasit tropis yang terabaikan dan benjolan/nodul di bawah jaringan kulit atau
bersifat zoonosis. Bentuk dewasa dari larva ini intramuskuler. Namun, cara deteksi seperti
berupa cacing pita, menyebabkan taeniasis pada ini sensitivitasnya rendah, terutama pada
manusia. Untuk kelangsungan hidupnya, hewan yang terinfeksi ringan (Gonzalez et al.,
cacing pita memerlukan manusia sebagai inang 2006; Silva et al., 2015; Prakashbabu et al.,
definitif dan ternak sapi sebagai inang antara. 2018).
Cacing pita T. saginata ditemukan pada usus Penggunaan metode enzyme linked
manusia, sementara bentuk larva atau kistanya immunoso rbent assay (ELISA) telah
yaitu C. bovis menginfeksi otot sapi. Manusia diterapkan oleh beberapa peneliti untuk melacak
terinfeksi cacing pita bila mengonsumsi daging keberadaan bovine cysticercosis dan memberi
sapi yang tidak dimasak atau dimasak kurang hasil yang baik (Wanzala et al., 2002;
matang yang mengandung C. bovis. Sebalik- Eichenberger et al., 2011; Allepuz et al., 2012;
nya, sapi terinfeksi larva cacing pita bila Guimaraes-Peixoto et al., 2018). Walaupun
menelan telur T. saginata yang dikeluarkan tidak dipungkiri bahwa hasil uji tersebut belum
manusia lewat feses (Prakashbabu et al., 2018). memuaskan, khususnya pada sapi yang
Infeksi C. bovis pada sapi ditemukan terinfeksi secara natural, karena jumlah
hampir di seluruh dunia (Taresa et al., 2011; antibodi yang bersirkulasi tidak mencukupi
Dharmawan et al., 2012; 2015). Kejadiannya (Guimaraes-Peixoto et al., 2018). Agar uji
tidak hanya di negara berkembang, tetapi juga memberi nilai sensitivitas dan spesifisitas baik,
di negara-negara industri yang telah maju metode diagnostik ini terus dikembangkan
(Konyaev et al., 2017; Tsuboi et al., 2018). dengan menggunakan antigen sistiserkus yang
Dampak ekonomi yang disebabkan oleh sesuai; dan saat ini telah tersedia dalam bentuk
penyakit ini merugikan berbagai pihak. kit komersial. Tujuan penelitian ini adalah
Kerugian terbesar dialami oleh industri daging, untuk memper oleh info rmas i tentang
karena daging yang t erinfeksi harus prevalensi dan penyebaran bovine cysticercosis
dimusnahkan, tidak boleh dikonsumsi (Laranjo- pada sapi bali di Nusa Tenggara Barat, dengan
Gonzalez et al., 2016; Jansen et al., 2018). Cacing menggunakan teknik ELISA.
pita T. saginata juga ditemukan hampir di
seluruh dunia. Parasit zoonosis ini memiliki
pola epidemiologi yang khas, dipengaruhi oleh METODE PENELITIAN
etnis dan budaya masyarakatnya dengan
perkirakan kasus sekitar 50-77 juta di seluruh Lokasi pengambilan sampel adalah di
dunia (Tamirat et al., 2018). Cacing T. saginata Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sampel darah
merupakan cacing pita dengan ukuran yang diambil dari sapi bali yang dipelihara peternak
sangat panjang, yaitu 4-8 meter, kadang-kadang melalui vena jugularis. Sampel darah yang
sampai 15 meter (Alemneh et al., 2017). Cacing diperoleh disentrifus untuk memperoleh
ini dapat menyebabkan obstruksi usus yang serum. Serum yang didapat disimpan pada
berdampak fatal pada manusia (Wani et al., suhu minus 20oC sampai akan digunakan.
2018).
Upaya penanggulangan zoonosis tersebut Pemeriksaan Antibodi terhadap C. bovis
sebenarnya tidak sulit, salah satunya dengan Deteksi antibodi terhadap C. bovis serum
memutus siklus hidup parasit dengan menekan sapi bali dilakukan dengan uji ELISA. Teknik
sumber infeksinya pada sapi. Permasala- uji ELISA yang digunakan mengikuti prosedur
hannya adalah sampai saat ini data epidemio- resmi yang dikeluarkan oleh Bio-X Diagnostics’s
logi kejadian bovine cysticercosis pada sapi di Cysticercosis Antigen ELISA Kit. Garis besar
Indonesia tidak ada atau belum pernah prosedur tersebut adalah sebagai berikut.
dilaporkan. Hal ini akibat sulitnya melakukan Langkah pertama adalah persiapan sampel.
diagnosis sistiserkosis pada hewan hidup. Sampel serum, kontrol positif dan kontrol negatif
Umumnya diagnosis sistiserkosis dilakukan diencerkan dengan larutan trichloroacetic acid
setelah hewan disembelih (post mortum) (TCA). Pengenceran dilakukan dalam tabung

162
Jurnal Veteriner Juni 2018 Vol. 19 No. 2 : 161-168

eppendorf, dengan cara mencampurkan 150 μL sumuran menggunakan pembaca spektro-


TCA dengan 150 μL serum, lalu divorteks. Hal fotometri plate reader (Multiskan GO with
yang sama dilakukan juga untuk kontrol. cuvette Cat. No 51119300 Thermo Fisher
Semua tabung kemudian diinkubasikan selama Scientific Finland) pada 450 nm filter.
20 menit pada suhu kamar, kemudian divorteks
ulang. Tabung disentrifus selama 10 menit pada Analisis Data
12.000 g. Sementara tabung disentrifus, Prevalensi kejadian infeksi C. bovis pada
disiapkan seri baru dari tabung eppendorf yang sapi bali di Nusa Tenggara Barat ditetapkan
mengandung 150 μL cairan penetral dengan persentase menggunakan analisis point
(neutralising solution). Supernatan sebanyak prevalence berdasarkan hasil uji ELISA. Data
150 mL diambil dari setiap tabung TCA dan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar
dipipet ke dalam tabung penetral, kemudian kemudian dianalisis secara deskriptif.
divorteks dengan baik. Hasil akhir pengenceran Penyebaran kejadian infeksi sisitiserkosis
ini akan diperoleh perbandingan antara sampel dibuat berdasarkan asal sapi yang serumnya
dan kontrol sebesar 1:4. terdeteksi positif.
Langkah kedua adalah mengambil plate,
kemudian mendistribusikan sampel dan kontrol
ke dalam plate masing-masing 100 μL per HASIL DAN PEMBAHASAN
sumuran (well). Plate kemudian diinkubasi pada
suhu 21±3o C selama satu jam di atas microplate Dari total 92 serum sapi asal Nusa Tenggara
shaker (Thermo Shaker PST-60HL-4 Bioson Ltd, Barat yang diperiksa dengan uji ELISA,
EU) pada kecepatan 700-800 rpm. Setelah itu, diketahui empat di antaranya terdeteksi antibodi
plate dibilas dengan washing solution dengan terhadap C. bovis. Asal serum sapi yang
membolak-balikkan plate. Pembilasan tersebut terdeteksi antibodi tersebut secara rinci
diulang dua kali dengan hati-hati untuk disajikan pada Tabel 1. Nilai absorbance
menghindari pembentukan gelembung di mikro antibodi yang terdeteksi lewat pengamatan
well. Setelah plate dicuci tiga kali, dilanjutkan menggunakan ELISA plate reader, dengan nilai
ke langkah berikutnya yaitu menambahkan 100 absorbance 450 nm dan cut off 0.296, disajikan
μL konjugat untuk setiap sumuran. Plate pada Gambar 1. Berdasarkan hasil penelitian
kembali dicuci seperti langkah sebelumnya. ini diketahui bahwa prevalensi bovine
Cairan chromogen ditambahkan 100 μL untuk cysticercosis di Nusa Tengara Barat adalah
setiap plate, kemudian diinkubasi pada suhu 4,35%. Dari Tabel 1 dan Gambar 1 dapat dilihat
21±3oC. Langkah terakhir adalah menam- ada tiga serum positif berasal dari Pulau
bahkan 50 μL larutan penghenti per sumuran, Lombok, yaitu dua dari Lembar dan satu dari
warna kemudian berubah dari biru menjadi Gerung. Sementara, satu serum positif lainnya
kuning. Optical densities dibaca pada setiap berasal dari Plampang, Pulau Sumbawa.

Tabel 1. Hasil pemeriksaan serologi ELISA terhadap antibodi Cyticercus bovis pada serum sapi
bali asal Nusa Tenggara Barat

Positif Negatif
Asal Jumlah Sampel
Jumlah % Jumlah %

Lombok Lembar 36 2 5,55 34 94,50


Gerung 13 1 7,69 12 92,30
Jakem 1 0 0 1 100
Sumbawa Labuhan Badas 2 0 0 2 100
Empang 3 0 0 3 100
Plampang 4 1 25,00 3 75,00
Lape, 6 0 0 6 100
Moyo Hulu 15 0 0 15 100
Moyu Utara 6 0 0 6 100
Moyo Hilir 6 0 0 6 100
Total 92 4 4,35 88 95,65

163
Sadra Dharmawan, et al Jurnal Veteriner

Selanjutnya, dari hasil ini dapat dibuat peta Di Indonesia tidak banyak laporan tentang
penyebaran bovine cysticercosis pada sapi bali kejadian bovine cysticercosis. Bila ada, pada
di wilayah Nusa Tenggara Barat seperti umumnya data yang dilaporkan hanya berdasar
disajikan pada Gambar 2. pada pemeriksaan kesehatan daging yang
dilakukan menurut kondisi setempat dan
kurang akurat, sehingga jumlah kasus yang
tercatat tidak lengkap dan umumnya kurang
dari keadaan sebenarnya. Menurut catatan
Widarso et al. (2001) kejadian bovine
cysticercosis pada ternak di Indonesia terekam
pada tahun 1981 ke bawah. Berdasarkan laporan
dari Dinas Peternakan Denpasar, Bali, antara
tahun 1977-1981 prevalensi bovine cysticercosis
pada sapi bali sebesar 0,30-2,39% (Widarso et
al., 2001). Le Coultre (1928) yang pertama kali
melaporkan kejadian sistiserkosis di Indonesia,
melaporkan prevalensi bovine cysticercosis pada
sapi di Bali mencapai 20-30%, bahkan di
Buleleng pada pertengahan 1927 kejadian ini
mencapai 32,23%.
Sejauh pengetahuan kami, penelitian
serologis yang kami lakukan ini merupakan
yang pertama untuk mengetahui prevalensi
bovine cysticercosis pada sapi bali di Nusa
Tenggara Barat. Prevalensi yang diperoleh
sebesar 4,35%, tidak jauh berbeda dengan
laporan Tamirat et al. (2018) yang melakukan
studi tentang prevalensi, dampak ekonomi dan
Gambar 1. Nilai absorbens respons antibodi kesehatan masyarakat akibat bovine cysti-
Cysticercus bovis dari sampel cercosis di Bahir Dar, Ethiopia, yang melaporkan
serum sapi bali asal Nusa Tenggara prevalensinya sebesar 4,2%. Menurut Bayou
Barat. dan Taddesse (2018) kejadian bovine cysticer-

Gambar 2. Peta penyebaran bovine cysticercosis pada sapi bali di Nusa Tenggara Barat, tanda
bintang menunjukkan serum positif C. bovis.

164
Jurnal Veteriner Juni 2018 Vol. 19 No. 2 : 161-168

cosis umum ditemukan di wilayah dengan manusia. Sapi akan terinfeksi C. bovis melalui
sanitasi lingkungan yang buruk, praktik peter- konsumsi pakan atau air yang terkontaminasi
nakan yang primitif, dan absennya kontrol serta telur T. saginata yang menginfeksi manusia
ketiadaan pemeriksaan rutin terhadap (Gonzalez et al., 2015). Oleh karena itu,
kesehatan daging. umumnya kejadian bovine cysticercosis sejalan
Prevalensi bovine cysticercosis pada pene- dengan kejadian taeniosis pada manusia di
litian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan wilayah tersebut.
laporan penelitian Bayou dan Taddesse (2018) Wandra et al. (2013; 2015) melaporkan
yang mencatat prevalensi sistiserkosis pada sapi kejadian taeniosis karena infeksi T. saginata di
yang dipotong di Distrik Dale Wabera, Ethiopia Indonesia pada kurun waktu 2002-2014
Barat sebesar 6,5%. Hasil ini juga lebih rendah sebanyak 129 kasus yang semuanya dilaporkan
bila dibandingkan dengan hasil survei bovine berasal dari Bali. Sementara, Swastika et al.
cysticercosis di Ethiopia Selatan sebesar 8,6% (2017) melaporkan kasus taeniasis karena
(Hirpha et al., 2016) dan di Mesir sebesar 6,09% infeksi T. saginata di Kabupaten Gianyar Bali
(Elkhtam et al., 2016). Menurut Alemneh et al. pada kurun waktu 2011-2016 sebanyak 39
(2017) bovine cysticercosis menyebar luas di kasus. Sampai saat ini belum ada yang
Ethiopia dengan jumlah angka kejadian yang melaporkan kejadian kasus taeniasis di Nusa
dilaporkan berbeda-beda oleh beberapa peneliti, Tenggara Barat. Belum ada laporan, tidak
sesuai dengan masing-masing wilayah tempat berarti di tempat itu tidak ada kejadian infeksi
studi dilakukan. Dari laporan Alemneh et al. pada orang, karena dari hasil penelitian ini,
(2017) tersebut, diketahui prevalensi bovine secara serologis Nusa Tenggara Barat positif
cysticercosis sebesar 9,7% di Gondar; 21% di kasus bovine cysticercosis. Selain itu, menurut
Nekemte; 13,85% di Debre Zeit; dan 19,5% di Tsuboi et al. (2018) globalisasi telah membikin
Bahir Dar. epidemiologi infeksi cacing pita ini semakin
Angka prevalensi pada penelitian ini secara kompleks. Transportasi bahan makanan dan
umum lebih tinggi bila dibandingkan dengan lalu lintas perjalanan dari dan keluar daerah
laporan kejadian bovine cysticercosis di Mexico endemis yang semakin mudah, telah
dan Eropa. Gonzalez et al. (2015) melaporkan menyebabkan meningkatnya penyebaran
prevalensi bovine cysticercosis di Mexico sebesar penyakit ini.
0,21%. Sementara, menurut Laranjo-Gonzales Dengan diketahui bahwa sapi asal Nusa
et al. (2017) bovine cysticercosis ditemukan Tenggara Barat tidak bebas dari bovine
hampir di seluruh Eropa, kecuali di Islandia cysticercosis, kewaspadaan terhadap penularan
dengan prevalensi 0,0002-7,82%. Eichenberger zoonosis ini ke manusia perlu mendapat
et al. (2011) mencatat prevalensi bovine perhatian. Pemerintah telah menetapkan Nusa
cysticercosis di negara-negara Eropa, seperti Tenggara Barat sebagai sumber sapi potong dan
Spanyol berkisar antara 0,0007%-0,1%; di Belgia sumber bibit sapi betina. Nur et al. (2015)
0,03-0,2%; di Italia 0,02%-2,4%; di Denmark melaporkan bahwa permintaan sapi potong dan
0,1%-0,7%; dan di Jerman 0,4%-0,8%. Bovine sapi bibit tersebut dari luar daerah cenderung
cysticercosis juga ditemukan di Swiss, dengan meningkat. Dari data yang tersedia, diketahui
rataan prevalensi sebesar 0,58% (Flutsch et al., bahwa permintaan sapi di Nusa Tenggara Barat
2008). Walaupun prevalensinya rendah, pada 2010-2014, berasal dari berbagai provinsi,
kejadian bovine cysticercosis hingga saat ini seperti Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan,
masih tetap dilaporkan di Eropa (Laranjo- Kalimantan Barat, Gorontalo, Riau, Papua
Gonzalez et al., 2016). Barat, Sulawesi Tengah untuk sapi bibit;
Adanya perbedaan data yang dilaporkan sementara untuk sapi potong permintaan datang
oleh peneliti, dapat disebabkan oleh beberapa dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten,
faktor penting seperti sistem pemeliharaan Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan (Nur
ternak, higiene sanitasi lingkungan dan et al., 2015). Mengingat luasnya penyebaran
kebiasaan makan masyarakat. Selain itu, cara sapi-sapi asal Nusa Tenggara Barat, sebagai
diagnosis yang hanya berdasarkan pemeriksaan langkah pencegahan perlu pemeriksaan
daging, dapat memberi nilai estimasi yang lebih serologis untuk deteksi bovine cysticercosis pada
rendah, terutama bila infeksi yang terjadi sapi sebelum dikirim ke luar pulau.
ringan (Bayou dan Taddesse, 2018). Prevalensi Dari hasil penelitian ini dapat dibuat peta
bovine cysticercosis pada sapi umumnya distribusi bovine cysticercosis di Nusa Tenggara
berbanding lurus dengan kejadian taeniosis pada Barat (Gambar 2). Selanjutnya dari peta tersebut

165
Sadra Dharmawan, et al Jurnal Veteriner

dapat dirancang strategi penanggulangan bovine penelitian Nomor: 415.69/UN14.4A/PL/2017,


cysticercosis di wilayah tersebut. Konsep yang tanggal 30 Maret 2017. Terima kasih yang tulus
perlu diterapkan adalah meningkatkan metode disampaikan kepada seluruh sejawat yang
pemeriksaan post mortum terhadap sapi yang membantu pengambilan sampel di lapangan,
disembelih, sehingga tersedia daging sehat khususnya dari Balai Karantina Perta-
untuk dikonsumsi masyarakat. Perlu nian Kelas I Denpasar dan Balai Karantina
penerapan surveilans taeniasis/sisitiserkosis Pertanian Kelas I Mataram.
secara aktif dan pasif secara periodik. Pen-
didikan kesehatan masyarakat, terutama pada
anak sekolah dengan fokus pada higiene DAFTAR PUSTAKA
personal, sanitasi lingkungan, cara pemeli-
haraan sapi yang baik, juga sangat dianjurkan. Alemneh T, Adem T, Akeberegn D. 2017. Mini
Review on Bovine Cysticercosis. Journal of
Healthcare Communications 2: 2-15
SIMPULAN
Allepuz A, Gabriel S, Dorny P, Napp S, Jansen
F, Vilar MJ, Vives L, Picart L, Ortuno A,
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui
Guitierrez J, Casel J. 2012. Comparison of
bahwa prevalensi bovine cysticercosis di Nusa
Bovine Cysticercosis Prevalence Detected by
Tengara Barat adalah 4,35%. Penyebaran
Antigen ELISA and Visual Inspection in the
penyakit parasit ini meliputi Desa Lembar dan
North East of Spain. Research Veterinary
Desa Gerung di Pulau Lombok serta Desa
Science 92: 393-395. https://doi. org/
Plampang di Pulau Sumbawa. Selanjutnya, dari
10.1016/j.rvsc.2011.03.027 PMID:
hasil penelitian ini dapat dibuat peta penyebaran
21524428.
bovine cysticercosis pada sapi bali di wilayah
Nusa Tenggara Barat untuk kepentingan Bayou K, Taddesse T. 2018. Prevalence of Bovine
menyusun strategi penanggulangan sisti- Cysticercosis of Slaughtered Cattle in Dale
serkosis/taeniosis di wilayah tersebut. Wabera District Municipal Abattoir,
Western Ethiopia. SM Veterinary Medicine
Animal Science. 1(1): 1001.
SARAN
Dharmawan NS, Swastika K, Putra IM,
Wandra T, Sutisna P, Okamoto M, Ito A.
Mengingat bovine cysticercosis bersifat
2012. Present Situation and Problems of
zoonosis, studi tentang faktor risiko amat
Cysticercosis in Animal in Bali and Papua.
diperlukan bersamaan dengan ketersedian
J Veteriner 13(2): 152-160.
informasi tentang estimasi beban penyakit dan
kerugian ekonomi yang ditimbulkannya. Dharmawan NS, Dwinata IM, Damriyasa IM,
Disarankan pula agar petugas kesehatan hewan Oka IBM, Swastika K, Anggreni LD,
lebih teliti saat melakukan pemeriksaan post Astawa, NM. 2015. Imunitas Protektif
mortum, terutama pada sapi-sapi asal wilayah Mencit Terhadap Cairan Kista Taenia
yang positif. saginata. J Veteriner 16(2): 174-180.
Eichenberger RM, Stephan R, Deplazes P. 2011.
Increased Sensitivity for the Diagnosis of
UCAPAN TERIMA KASIH Taenia saginata Cysticercus Infection by
Additional Heart Examination Compared to
Penelitian ini merupakan bagian dari the EU-Approved Routine Meat Inspection.
Penelitian Prioritas Nasional Masterplan Food Control 22: 989-992.
Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia 2011-2025 (Penprinas Elkhtam AO, Mostafa IA, Shawish RR. 2016.
MP3EI 2011-2025) Tahun II yang dibiayai oleh Prevalence and Economic Impact of
Direktorat Riset dan Penelitian Masyarakat Cysticercus Bovis In Slaughtered Cattle in
Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Menofia Province, Egypt. Alexandria
Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, Journal of Veterinary Sciences 50(1): 130-
dan Pendidikan Tinggi, sesuai dengan kontrak 134.

166
Jurnal Veteriner Juni 2018 Vol. 19 No. 2 : 161-168

Flutsch F, Heinzmann D, Mathis A, Hertzberg Kaminski M, Krt B, Magnussen P,


H, Stephan R, Deplazes P. 2008. Case- Robertson LJ, Schmidt V, Schmutzhard E,
control Study to Identify Risk Factors for Smit GSA, Šoba B, Stensvold CR, Stariè J,
Bovine Cysticercosis on Farms in Troell K, Rataj AV, Vieira-Pinto M, Vilhena
Switzerland. Parasitology 135: 641-646. M, Wardrop NA, Winkler AS, Dermauw V.
2017. Epidemiology of Taeniosis /
Gonzalez LM, Villalobos N, Montero E, Morales
Cysticercosis in Europe, a Systematic
J, Sanz RA, Muro RA, Harrison LJ,
Review: Western Europe. Parasites &
Parkhouse RM and Garate T. 2006.
Vectors 10: 349. DOI 10.1186/s13071-017-
Differential molecular identification of
2280-8.
Taeniid spp. and Sarcocystis spp. cysts
isolated from infected pigs and cattle. Konyaev SV, Nakao M, Ito A, Lavikainen A.
Veterinary Parasitology 142: 95-101 2017. History of Taenia saginata Tapeworms
in Northern Russia. Emerging Infectious
Gonzalez SAC, Castillo JLR, Valencia GL,
Diseases 23(12): 2030-2037. DOI: https://
Hurtado RMB, Robles ESH, Navarro FJM.
doi.org/ 10.3201/eid2312.162101.
2015. Prevalence of Taenia saginata Larvae
(Cysticercus bovis) in Feedlot Cattle Le Coultre AP. 1928. Cysticerci in Het Vleesch
Salughtered in a Federal Inspection Type Van Run den Varken, En Hygienische
Abattoir in Noerthwest Mexico. Foodborne Studie, Naar Aanleiding an Een Bijzonder
Pathogens and Disease 12(5): 462-465. Onderzoek Naar Deze Parasieten op Het
Eiland Bali. Drukkerij Fa. Schotanus &
Guimarães-Peixoto RPM, Pinto PSA, Santos MR,
Jens. Utrecht.
Zilch TJ, ApolinaÂrio PF, Silva A, JuÂnior.
2018. Development of the Multi-Epitope Nur M, Soekardono, Kasip LM. 2015. Analisis
Chimeric Antigen rqTSA-25 from Taenia Permintaan dan Penawaran Ternak Sapi
saginata for Serological Diagnosis of Bovine di Nusa Tenggara Barat. Jurnal Ilmu dan
Cysticercosis. PLoS Negl Trop Dis 12(4): Teknologi Peternakan Indonesia 1 (1): 14-
e0006371. https://doi.org/10.1371/ 19.
journal.pntd.0006371.
Prakashbabu BC, Marshall LR, Crotta M,
Hirpha A, Bekele T, Melaku M. 2016. Study on Gilbert W, Johnson JC, Alban L, Guitian J.
bovine cysticercosis with special attention 2018. Risk-Based Inspection as a Cost-
to its prevalence, economic losses and public Effective Strategy to Reduce Human
health significance in and around Halaba Exposure to Cysticerci of Taenia saginata
Kulito Town, South Ethiopia. World Journal in Lowprevalence Settings. Parasites &
of Agricultural Sciences 12(4): 299-307. Vectors 11: 257. https://doi.org/10.1186/
s13071-018-2839-z.
Jansen F, Dorny P, Trevisan C, Dermauw V,
Laranjo-Gonzalez M, Allepuz A, Dupuy C, Swastika K, Wandra T, Dharmawan NS,
Krit M, Gabriel S, Devleesschauwer B. 2018. Sudarmaja IM, Saragih JM, Diarthini LPE,
Economic Impact of Bovine Cysticercosis and Ariwati L, Damayanti PAA, Laksemi DAAS,
Taeniosis Caused by Taenia saginata in Kapti N, Sutisna P, Yanagida T, Ito A. 2017.
Belgium. Parasites & Vectors 11: 241. Taeniasis Caused by Taenia saginata in
https://doi.org/10.1186/s13071-018-2804-x. Gianyar Town and Taenia solium in
Karangasem Villages of Bali, Indonesia,
Laranjo-González M, Devleesschauwer B,
2011-2016: How to Detect Tapeworm
Gabriël S, Dorny P, Allepuz A. 2016.
Carriers, Anamnesis or Microscopy? Acta
Epidemiology, impact and control of bovine
Tropica 174: 19-23.
cysticercosis in Europe: a systematic review.
Parasites & Vectors 9: 81. DOI 10.1186/ Silva LF da, Pinto PSA, Duarte CTD, Santos
s13071-016-1362-3. TO, Nieto ECA, Peixoto RPMG. 2015.
Applicability of Elisa with Different
Laranjo-González M, Devleesschauwer B,
Antigens to Diagnose Varying Levels Bovine
Trevisan C, Allepuz A, Sotiraki S, Abraham
Cysticercosis. Semina: Ciências Agrárias,
A, Afonso MB, Blocher J, Cardoso L, da
Londrina. 36 (3) suplemento 1: 2013-2022.
Costa JMC, Dorny P, Gabriël S, Gomes J,
Gómez-Morales MA, Jokelainen P,

167
Sadra Dharmawan, et al Jurnal Veteriner

Tamirat B, Tamirat H, Gebru M. 2018. Wandra T, Swastika K, Dharmawan NS, Purba


Prevalence, Financial Impact and Public IE, Sudarmaja IM, Yoshida T, Sako Y,
Health Significance of Cysticercus bovis at Okamoto M, Diarthini NLPE, Laksemi
Bahir Dar Municipal Abattoir, Ethiopia. DAAS, Yanagida T, Nakao M, Ito A. 2015.
Journal of Veterinary Medicine and Animal The present situation and towards the
Health 10(1): 14-20. prevention and control of neurocysticercosis
on the tropical island, Bali, Indonesia.
Taresa G, Melaku A, Bogale B, Chanie M. 2011.
Parasites & Vectors. 8: 148. DOI 10.1186/
Cyst Viability, Body Site Distribution and
s13071-015-0755-z.
Public Health Significance of Bovine
Cysticercosis at Jimma, South West Wani AA, Ilyas M, Robbani I, Taley SA. 2018.
Ethiopia. Global Veterinaria 7(2): 164-168. Taenia saginata as a Cause of Bowel
Obstruction. ACG Case Reports Journal 5:
Tsuboi M, Hayakawa K, Yamasaki H, Katanami
e37. doi:10.14309/crj.2018.37.
Y, Yamamoto K, Kutsuna S, Takeshita N,
Kanagawa S, Ohmagari N, Kato Y. 2018. Wanzala W, Onyango-Abuje JA, Kang’ethe EK,
Clinical Characteristics and Epidemiology Ochanda H, Harrison LJS. 2002.
of Intestinal Tapeworm Infections Over the Serodiagnosis pf Bovine Cysticercosis by
Last Decade in Tokyo, Japan: a Detecting Live Taenia saginata Cysts Using
Retrospective Review. PLoS Neglected a Monoclonal Antibody-Based Antigen-
Tropical Diseases 12(2): e0006297. https:// ELISA. Journal of the South African
doi.org/10.1371 /journal.pntd.0006297. Veterinary Association 73(4): 201-206.
Wandra T, Ito A, Swastika K, Dharmawan NS, Widarso HS, Margono SS, Purba WH, Subahar
Sako Y, Okamoto M. 2013. Taeniases and R. 2001. Prevalensi dan Distribusi
cysticercosis in Indonesia: past and present Taeniasis dan Sistiserkosis. Makara
situations. Parasitology. 9 pp. Cambridge Kesehatan 5(2): 34-38.
University Press. doi:10.1017/
S0031182013000863.

168
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.3 No.1, Mei2020
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

Gambaran Parasit Cacing Nematoda Usus Dan Cestoda Pada Feses Sapi (Boss sp.)
Di Peternakan Sumber Jaya Ternak, Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan,
Jawa Timur

Anindita Riesti Retno Arimurti1, Vena Frisca Merinda1, Fathimatuz Zahro1


aninditariesti@fik.um-surabaya.ac.id
1)
Prodi D3 Analis Kesehatan, FIK, Universitas Muhammadiyah Surabaya

ABSTRACT
Cows are important animals for Indonesian farmers who
Tanggal Submit: have high economic value. Cow breeding business has many
16 April 2020 benefits for human life, especially meat, milk, bones, skin, offal
and feces (cow dung). Cow feces can be used as an organic
Tanggal Review: fertilizer manufacture by cattle farmers. But it needs to be
4 Mei 2020 considered in making organic fertilizer derived from cows
because it contains many diseases and parasites. If the cow's
Tanggal Publish feces are not treated properly, it will cause environmental
Online:
30 Mei 2020
pollution to the local residents. Cow infected with parasites can
experience a decrease in body weight, decreased endurance,
impaired growth and death. To find out intestinal helminth
parasitic infections, one of them is by identifying worms in cow
feces. The majority of the population of Tikung Subdistrict,
Lamongan Regency, earn their living as farmers and ranchers.
The purpose of this study was to identify intestinal Nematode
worms in cow feces in Tikung Subdistrict, Lamongan Regency.
The method used in this study was Nacl Saturated to determine
the morphology and forms of parasites. The results showed that
cattle feces samples taken from the Tikung Subdistrict of
Lamongan District contained the Nematoda parasite, which was
found the presence of Hookworm eggs in 3 samples with a
percentage of 6% and found 1 positive sample (+) containing
Taenia saginata eggs, with a percentage of 2% of the total 50
samples in Sumber Jaya Livestock Farm in cattle on Tikung
Subdistrict, Lamongan Regency is still relatively low.

Keywords: Cow Feces (Bos sp.), Intestinal Nematodes,


Cestodes

PENDAHULUAN kehidupan manusia, terutama daging,


Sapi merupakan hewan penting susu, tulang dan kulit (Ritonga, 2018).
bagi peternak Indonesia yang memiliki Usaha peternakan sapi ini tidak hanya
nilai ekonomi tinggi. Sapi dapat menghasilkan daging atau susu, tetapi
menghasilkan banyak manfaat untuk juga pupuk organik yang berasal dari

39
Arimurti, A. R. R., Vena F. M., dan Fathimatuz Z. 2020. Gambaran Parasit Cacing Nematoda Usus Dan
Cestoda Pada Feses Sapi (Boss sp.) Di Peternakan Sumber Jaya Ternak, Kecamatan Tikung,
Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Surabaya : The Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory
Technologist. Vol: 3, No.1 (39-52).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.3 No.1, Mei2020
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

feses (kotoran) sapi (Muthiadin, 2018). trichiura (cacing cambuk), Ancylostoma


Menurut Nezar (2014) mengatakan duodenale dan Necator americanus
kotoran sapi merupakan salah satu bahan (cacing tambang) (Resnhaleksmana,
potensial untuk membuat pupuk organik. 2014). Sedangkan jenis cacing cestoda
Penggunaan pupuk organik yang ditemukan di usus sapi adalah
mampu menjadi solusi dalam spesies Taenia sp., Moniezia sp. dan
mengurangi pemakaian pupuk anorganik Echinococcus granulosus. Dari ketiga
yang berlebihan (Indrianasari, 2016). cacing tersebut hanya spesies Moniezia
Namun perlu diperhatikan dalam sp. yang hidup sampai dewasa dalam
penggunaan pupuk organik yang terbuat tubuh sapi. Serangan cacing pita yang
dari bahan kotoran sapi ini. Karena pada paling umum ditemukan pada usus sapi
dasarnya jika kotoran sapi itu terutama oleh genus Taenia, yaitu
diaplikasikan langsung pada tanaman Taenia saginata (Evendi, 2016).
dan tidak diolah dengan baik, maka akan Infeksi cacing ini diduga dari
menyebabkan pencemaran lingkungan. pakan hijauan yang telah terkontaminasi
Dan dalam kotoran sapi yang masih oleh telur maupun larva cacing parasit
tinggi kandungan air itu banyak sekali yang tertelan masuk kedalam tubuh dan
gulma, bibit penyakit dan senyawa- berkembang dalam saluran pencernaan.
senyawa beracun (toksik) (Saputro dkk, Bagian usus halus dan lambung tempat
2014). Jika sapi diberikan pakan hijauan cacing menghisap darah akan
yang tidak bersih dan perawatannya mengalami iritasi dan kerusakan mukosa
kurang, maka akan menyebabkan tingkat usus. Kerusakan mukosa usus
produktivitasnya menurun (Nurhayu, mengakibatkan gangguan penyerapan
2016). nutrisi dan pencernaan sehingga
Salah satu yang menyebabkan membuat ternak tampak kurus (Pratiwi,
produktivitas sapi menurun yaitu 2018). Terutama pada hewan ternak sapi
terinfeksi oleh parasit cacing Nematoda yang terinfeksi cacing kelas Nematoda
usus dan cestoda. Nematoda Usus Usus.
merupakan cacing yang ditularkan Sapi yang terinfeksi oleh cacing
melalui tanah atau disebut juga “Soil kelas nematoda usus dapat
Transmitted Helminths (STH)” . Spesies menyebabkan penurunan daya tahan
cacing STH antara lain Ascaris tubuh terhadap penyakit, gangguan
lumbricoides (cacing gelang), Trichuris pertumbuhan, dan gangguan

40
Arimurti, A. R. R., Vena F. M., dan Fathimatuz Z. 2020. Gambaran Parasit Cacing Nematoda Usus Dan
Cestoda Pada Feses Sapi (Boss sp.) Di Peternakan Sumber Jaya Ternak, Kecamatan Tikung,
Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Surabaya : The Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory
Technologist. Vol: 3, No.1 (39-52).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.3 No.1, Mei2020
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

metabolisme. Telur cacing parasit yang feses segar, dengan kriteria


keluar bersama feses sapi menempel ke lembek.
rumput-rumput yang membuat cacing 3. Prosedur Pengambilan
parasit dapat menyebar dan menginfeksi Sampel
sapi-sapi yang lain (Pratiwi, 2018). 1. Menyiapkan alat
(sendok atau sekrop
METODE PENELITIAN kecil, wadah tempat
Data dan Identifikasi Cacing feses yang sudah diberi
Kelas Nematoda Feses Sapi label sampel)
dikumpulkan dengan cara Observasi 2. Mengambil feses sapi
atau Pengamatan secara langsung yang segar (pertama
melalui Uji Laboratorium. keluar)
Pemeriksaan Laboratorium 3. Memasukkan feses sapi
dengan langkah-langkah : pada wadah yang sudah
Persiapan sampel feses sapi diberi label tadi
1. Alat-alat yang digunakan 4. Menuang formalin 10%
dalam persiapan sampel pada feses dengan
Alat-alat yang digunakan perbandingan 1:10 yang
dalam pemeriksaan ini telah dimasukkan pada
adalah : sendok atau sekrop wadah
kecil pengambil feses, 5. Kemudian semua
wadah atau tempat sampel sampel feses
feses, spidol, kertas label, dimasukkan dalam
dan tissue. kardus yang siap dibawa
2. Pengambilan Sampel ke tempat analisis.
Sampel yang digunakan
adalah Feses Sapi yang Pemeriksaan Feses Lengkap
diambil dari Peternakan (FL) Dengan Preparat
Sumber Jaya Ternak Alat yang digunakan
Kecamatan Tikung, Alat-alat yang digunakan pada
Kabupaten Lamongan. pemeriksaan ini adalah : Mikroskop,
Feses yang diambil yaitu pipet tetes, objek glass, cover glass dan
batang pengaduk.

41
Arimurti, A. R. R., Vena F. M., dan Fathimatuz Z. 2020. Gambaran Parasit Cacing Nematoda Usus Dan
Cestoda Pada Feses Sapi (Boss sp.) Di Peternakan Sumber Jaya Ternak, Kecamatan Tikung,
Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Surabaya : The Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory
Technologist. Vol: 3, No.1 (39-52).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.3 No.1, Mei2020
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

Bahan pemeriksaan Pemeriksaan Dengan Metode


Bahan pemeriksaan yang Nacl Jenuh
digunakan adalah Feses Sapi yang Prinsip pemeriksaan
diambil dari Peternakan Sumber Jaya Dengan menggunakan
ternak Kecamatan Tikung, Kabupaten perbandingan berat jenis dimana berat
Lamongan. jenis parasit lebih kecil dari berat jenis
Reagensia yang digunakan medium sehingga parasit akan
Reagen yang digunakan adalah mengapung di atas permukaan medium.
pz dan eosin 2%. Persiapan alat
Cara membuat Eosin 2% Alat yang digunakan pada
Menimbang eosin sebanyak 2 pemeriksaan ini adalah : Mikroskop,
gram, kemudian dilarutkan dengan tabung venoject, batang pengaduk, rak
aquadest sebanyak 100 ml. tabung, pipet tetes, objek glass, cover
Prosedur pemeriksaan sampel glass, kertas label, spidol dan tissue.
1. Menyiapkan alat dan bahan Bahan pemeriksaan
yang akan digunkan. Untuk Bahan yang digunakan pada
objek glass dan cover glass pemeriksaan ini adalah Feses sapi yang
harus yang bersih dan bebas diambil dari peternakan sumber jaya
dari lemak ternak Kecamatan Tikung, Kabupaten
2. Mengambil sedikit feses Lamongan.
dengan menggunakan lidi, Reagen yang digunakan
lalu diletakkan diatas objek Reagen yang digunakan untuk
glass pemeriksaan ini adalah larutan
3. Mengambil sedikit larutan Nacl Jenuh
pz, kemudian diaduk hingga Pembuatan Nacl Jenuh
rata atau sampai homogen Menimbang 250 gram Nacl,
4. Demikian juga untuk yang kemudian dilarutkan dengan aquadest
eosin 2% 500 ml.
5. Menutup dengan cover glass Prosedur pemeriksaan
6. Memeriksa sampel dibawah 1. Menyiapkan alat dan bahan
mikroskop dengan 2. Mengambil feses sapi pada
pembesaran lensa objektif wadah sampel
10x dan 40x.

42
Arimurti, A. R. R., Vena F. M., dan Fathimatuz Z. 2020. Gambaran Parasit Cacing Nematoda Usus Dan
Cestoda Pada Feses Sapi (Boss sp.) Di Peternakan Sumber Jaya Ternak, Kecamatan Tikung,
Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Surabaya : The Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory
Technologist. Vol: 3, No.1 (39-52).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.3 No.1, Mei2020
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

3. Memasukkan feses sapi ±5 Tabel 1. Contoh Tabulasi Data Hasil


Pemeriksaan Ada Tidaknya
gram kedalam tabung venoject Cacing Nematoda Usus
4. Menambahkan Nacl jenuh Pada Feses Sapi (Bos sp.)

sambil terus diaduk sampai


homogen, kemudian
menambahkan lagi sampai
permukaan cembung (jangan
sampai tumpah). Dan
diusahakan jangan ada
gelembung
Keterangan :
5. Menutup dengan cover glass, Positif (+) : Terdapat Telur, Larva atau
biarkan selama 10-15 menit. Cacing Nematoda Usus
Negatif (-) : Tidak terdapat Telur, Larva atau
6. Setelah 15 menit, lalu Cacing Nematoda Usus.
mengambil cover glass dan
diletakkan pada objek glass. Analisa Data
7. Kemudian memeriksa Data yang diperoleh dari hasil
dibawah mikroskop dengan penelitian dianalisa dengan menghitung
pembesaran lensa objektif persentase (%) sampel yang
10x dan 40x. mengandung Cacing Nematoda Usus
Penetapan hasil akhir (positif) dan yang tidak mengandung
Data yang dihasilkan dari cacing Nematoda Usus (negatif). Dapat
pemeriksaan mikroskop, selanjutnya dirumuskan sebagai berikut :
ditentukan ada tidaknya Cacing Kelas P = F/N x 100%
Nematoda Usus.
Keterangan :
Tabulasi Data P: Persentase sampel positif atau
negatif
Data yang diperoleh dari hasil F : Jumlah sampel positif atau
akhir Uji Laboratorium ditabulasikan negatif
N : Jumlah sampel keseluruhan
sebagai berikut :

43
Arimurti, A. R. R., Vena F. M., dan Fathimatuz Z. 2020. Gambaran Parasit Cacing Nematoda Usus Dan
Cestoda Pada Feses Sapi (Boss sp.) Di Peternakan Sumber Jaya Ternak, Kecamatan Tikung,
Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Surabaya : The Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory
Technologist. Vol: 3, No.1 (39-52).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.3 No.1, Mei2020
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

HASIL PENELITIAN Sumber Jaya Ternak Kecamatan Tikung,


Berdasarkan hasil penelitian dari Kabupaten Lamongan yang berjumlah
kandungan cacing kelas Nematoda Usus 50 sampel feses, didapatkan hasil
pada feses sapi (Bos sp.) di peternakan sebagai berikut :

Tabel 1 : Hasil pemeriksaan kandungan cacing kelas Nematoda Usus dan Cestoda pada feses
sapi (Bos sp.) di peternakan Sumber Jaya Ternak Kecamatan Tikung, Kabupaten
Lamongan

HASIL IDENTIFIKASI HASIL


KODE KANDUNGAN CACING IDENTIFIKASI
SAMPEL NEMATODA USUS TELUR KELAS
CESTODA
POSITIF NEGATIF POSITIF NEGATIF
(+) (-) (+) (-)
1 (+) - (-)
2 (-) - (-)
3 (+) - (-)
4 (-) - (-)
5 (-) - (-)
6 (-) - (-)
7 (-) - (-)
8 (-) - (-)
9 (-) - (-)
10 (-) - (-)
11 (-) - (-)
12 (-) - (-)
13 (-) - (-)
14 (-) - (-)
15 (-) - (-)
16 (-) (+) -
17 (-) - (-)
18 (-) - (-)
19 (-) - (-)
20 (-) - (-)
21 (+) - (-)
22 (-) - (-)
23 (-) - (-)
24 (-) - (-)
25 (-) - (-)
26 (-) - (-)
27 (-) - (-)
28 (-) - (-)
29 (-) - (-)
30 (-) - (-)
31 (-) - (-)

44
Arimurti, A. R. R., Vena F. M., dan Fathimatuz Z. 2020. Gambaran Parasit Cacing Nematoda Usus Dan
Cestoda Pada Feses Sapi (Boss sp.) Di Peternakan Sumber Jaya Ternak, Kecamatan Tikung,
Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Surabaya : The Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory
Technologist. Vol: 3, No.1 (39-52).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.3 No.1, Mei2020
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

32 (-) - (-)
33 (-) - (-)
34 (-) - (-)
35 (-) - (-)
36 (-) - (-)
37 (-) - (-)
38 (-) - (-)
39 (-) - (-)
40 (-) - (-)
41 (-) - (-)
42 (-) - (-)
43 (-) - (-)
44 (-) - (-)
45 (-) - (-)
46 (-) - (-)
47 (-) - (-)
48 (-) - (-)
49 (-) - (-)
50 (-) - (-)
JUMLAH 3 47 1 49
Keterangan :
a. Tanda positif (+) : Menunjukkan bahwa feses sapi (Bos sp.) terinfeksi cacing Nematoda
Usus.
b. Tanda Negatif (-) : Menunjukan bahwa feses sapi (Bos sp.) tidak terinfeksi cacing
Nematoda Usus.

Gambar 1. Hasil (+) Telur Nematoda Usus (Hookworm) Sampel No. 1, 3, dan 21

45
Arimurti, A. R. R., Vena F. M., dan Fathimatuz Z. 2020. Gambaran Parasit Cacing Nematoda Usus Dan
Cestoda Pada Feses Sapi (Boss sp.) Di Peternakan Sumber Jaya Ternak, Kecamatan Tikung,
Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Surabaya : The Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory
Technologist. Vol: 3, No.1 (39-52).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.3 No.1, Mei2020
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

Gambar 2. Hasil (+) Telur Cestoda (Taenia) pada sampel No. 16

PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian


Budidaya sapi pada umumnya dengan pemeriksaan sampel pada feses
bertujuan untuk mendapatkan ternak sapi (Bos sp.) di peternakan Sumber
yang bermutu tinggi, mempunyai daya Jaya Ternak Kecamatan Tikung,
adaptasi yang baik, dan tahan terhadap Kabupaten Lamongan pada bulan Mei
penyakit tertentu, melalui seleksi, 2019 sebanyak 50 sampel, ditemukan
pemilihan bibit. Manajemen yang sebanyak 3 sampel positif (+) terdapat
dilakukan meliputi cara pemeliharaan telur Nematoda usus dengan persentase
ternak, misalnya bagaimana 6% dan 47 sampel negatif (-) tidak
membersihkan kandang, pengaturan ditemukan telur, larva dan cacing
perkandangan, penjagaan kesehatan, dan Nematoda usus dengan persentase 94%.
pemberian pakan yang berkualitas Hal ini menunjukkan bahwa 3 ekor sapi
dengan jumlah pemberian sesuai (6% dari sampel penelitian) di
kebutuhan ternak. Manajemen tersebut peternakan Sumber Jaya Ternak
merupakan salah satu aspek yang Kecamatan Tikung, Kabupaten
penting dalam menunjang kebersihan Lamongan terinfeksi cacing Nematoda
usaha peternakan (Ambarisa, 2014). usus. Sedangkan untuk hasil infeksi
Menurut Chairunnisa (2018) faktor cacing Cestoda diperoleh hasil positif
lingkungan seperti suhu, kelembapan (+) berjumlah 1 sampel dengan
dan curah hujan dan kebesihan kandang persentase 2% mengandung Cacing
yang tak terjaga juga menjadi pemicu Kelas Cestoda dan 49 sampel negatif (-)
terjadinya penyakit cacingan pada sapi. dengan persentase 98% tidak
mengandung Cacing Kelas Cestoda

46
Arimurti, A. R. R., Vena F. M., dan Fathimatuz Z. 2020. Gambaran Parasit Cacing Nematoda Usus Dan
Cestoda Pada Feses Sapi (Boss sp.) Di Peternakan Sumber Jaya Ternak, Kecamatan Tikung,
Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Surabaya : The Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory
Technologist. Vol: 3, No.1 (39-52).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.3 No.1, Mei2020
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

Dari data feses sapi di mulai dari pedet (anak sapi) hingga
peternakan Sumber Jaya Ternak dewasa yang diulang 3-4 bulan sekali
Kecamatan Tikung, Kabupaten untuk membasmi siklus hidup cacing
Lamongan diperoleh 94% sapi tidak tersebut (Chairunnisa, 2018).
terinfeksi cacing Nematoda Usus dan Untuk meminimalisir kejadian
98% tidak terinfeksi cacing Cestoda cacingan pada manusia saat akan
dikarenakan adanya tingkat kesadaran mengkonsumsi daging, alangkah
para peternak dalam memelihara sapi baiknya jika sebelum dikonsumsi daging
tersebut baik dari pola memberi makan sapi terlebih dulu dimasak diatas suhu
dan kebersihan sapi. Sedangkan dari 6% 56°C, memasak daging sampai matang,
sapi positif terinfeksi cacing Nematoda menjaga kebersihan makanan dan
Usus dan 2% sapi positif terinfeksi mengawasi daging sapi yang akan dijual
cacing Cestoda, ini disebabkan karena (Natadisastra, 2009). Terutama pada
adanya berbagai macam faktor yaitu para peternak sebaiknya menggunakan
kurangnya informasi atau ilmu Alat Pelindung Diri (APD) lengkap saat
pengetahuan mengenai infeksi atau melakukan pekerjaan di perkandangan
penyakit pada sapi yang disebabkan sapi, mengingat siklus hidup cacing
parasit, kurangnya pengecekan nematoda usus ini bisa melalui tanah.
kesehatan pada sapi secara rutin, Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk
kurangnya pemberian obat cacing mulai tanaman, sebelum makan hendaklah
dari pedet (anak sapi) hingga dewasa untuk mencuci tangan, memberikan
dan sanitasi lingkungan yang kurang penyuluhan tentang sanitasi lingkungan,
terjaga. Sehingga keadaan seperti itu melakukan usaha aktif dan preventif
sapi beresiko terinfeksi cacing untuk dapat mematahkan siklus hidup
Nematoda Usus yang dapat cacing (Ariwati, 2017).
menyebabkan penyakit cacingan pada
sapi. Untuk menghindari terjadinya SIMPULAN
penyakit yang disebabkan oleh infeksi Berdasarkan dari hasil
Nematoda Usus adalah dengan menjaga penelitian bahwa 50 sampel pada feses
kebersihan pada kandang sapi, sapi di peternakan Sumber Jaya Ternak
memperhatikan kondisi disekitar Kecamatan Tikung, Kabupaten
kandang sapi, mengecek kesehatan sapi Lamongan terdapat 3 sampel
secara rutin, pemberian obat cacing mengandung cacing Nematoda usus

47
Arimurti, A. R. R., Vena F. M., dan Fathimatuz Z. 2020. Gambaran Parasit Cacing Nematoda Usus Dan
Cestoda Pada Feses Sapi (Boss sp.) Di Peternakan Sumber Jaya Ternak, Kecamatan Tikung,
Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Surabaya : The Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory
Technologist. Vol: 3, No.1 (39-52).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.3 No.1, Mei2020
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

dengan persentase 6% dan 47 sampel Centers for Disease Control and


tidak mengandung cacing Nematoda Prevention (CDC). 2017.
DPDX-laboratory
usus dengan persentase 94%. Sedangkan Identification of Parasites of
yang terinfeksi cacing Cestoda sebanyak Public Health Concern.
https://www.cdc.gov/dpdx/hook
1 sampel (2%) sisanya 49 sampel (98%)
worm/images/2/Hookworm_ca
tidak terinfeksi cacing Cestoda. n/index.html (Diakses pada 13
Desember 2017).
SARAN
Centers for Disease Control and
Diharapkan peneliti lainnya Prevention (CDC). 2017.
dapat meneliti lebih lanjut tentang DPDX-laboratory
Nematoda usus dan Cestoda pada feses Identification of Parasites of
Public Health Concern.
sapi yang berbeda metode https://www.cdc.gov/dpdx/trich
pemeriksaannya. uris_trichiura_can/index.html
(Diakses pada 19 Desember
2017).
DAFTAR PUSTAKA
Ambarisa, I. 2014. Analisis Cacing Centers for Disease Control and
Hati (Fasciola Hepatica) Prevention (CDC). 2017.
Pada Hati Dan Feses Sapi DPDX-laboratory
Yang Diambil Dari Rumah Identification of Parasites of
Potong Hewan Di Mabar Public Health Concern.
Medan Tahun 2013. Skripsi. https://www.cdc.gov/dpdx/stro
Medan. Program Sarjana ngyloides_stercoralis_can/inde
Fakultas Kesehatan x.html (Diakses pada 18
Masyarakat Universitas Desember 2017).
Sumatera Utara.
Centers for Disease Control and
Ariwati, N.L. 2017. Tinjauan Prevention (CDC). 2017.
Pustaka Infeksi Ascaris DPDX-laboratory
Lumbricoides. Skripsi. Bali. Identification of Parasites of
Bagian Parasitologi Fakultas Public Health Concern.
Kedoketeran Universitas https://www.cdc.gov/dpdx/trich
Udayana. inella_cantonensis_can/index.h
tml (Diakses pada 19
Desember 2017).

48
Arimurti, A. R. R., Vena F. M., dan Fathimatuz Z. 2020. Gambaran Parasit Cacing Nematoda Usus Dan
Cestoda Pada Feses Sapi (Boss sp.) Di Peternakan Sumber Jaya Ternak, Kecamatan Tikung,
Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Surabaya : The Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory
Technologist. Vol: 3, No.1 (39-52).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.3 No.1, Mei2020
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

Centers for Disease Control and Dewi, U.H., Hidayat, B., & Yuni, E.
Prevention (CDC). 2019. 2019. Estimasi Bobot Sapi
DPDX-laboratory Berdasarkan Registrasi Citra
Identification of Parasites of Digital Dengan Metode
Public Health Concern. Fraktal Dan Klasifikasi K-
https://www.cdc.gov/dpdx/angi narest Neighbor Cattle
ostrongyliasis_can/index.html Weight Estimation Based On
(Diakses pada 20 Juni 2019). Digital Image Registration
With Fractal Method And K-
Centers for Disease Control and narest Neighbor
Prevention (CDC). 2019. Classification. Journal
DPDX-laboratory eProccedings of Engineering.
Identification of Parasites of Bandung. Volume 6 No 1
Public Health Concern. Halaman 697-698.
https://www.cdc.gov/dpdx/ente
robius_vermicularis_can/index FKUI. 2013. Buku Ajar Parasitologi
.html (Diakses pada 8 Kedokteran Edisi Keempat.
Desember 2019). Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Centers for Disease Control and
Prevention (CDC). 2019. Hamid et al. 2016. Parasit
DPDX-laboratory Gastrointestinal Pada Sapi Di
Identification of Parasites of Daerah Aliran Sungai Porogo
Public Health Concern. Yogyakarta. Jurnal Ilmu
https://www.cdc.gov/dpdx/asca Peternakan Terapan.
ris_lumbricoides_can/index.ht Yogyakarta. Volume 1 No 2
ml (Diakses pada 19 Juli 2019). Halaman 46-50.

Chairunnisa. 2018. Mencegah Sapi Ideham, Bariah., & Suhintam


Mengalami Cacingan. Pusarawati. 2007.
Ternak- Helmintologi Kedokteran.
Sehat.FKH.UGM.AC.ID. Surabaya : Airlangga
Menara Ilmu Fakultas University Press.
Kedokteran Hewan UGM.
http://ternak- Ideham, Bariah., & Suhintam
sehat.fkh.ugm.ac.id/2018/12/ Pusarawati. 2014. Penuntun
04/mencegah-sapi- Praktis Parasitologi
mengalami-cacingan/ Kedokteran Edisi 2.
(Diakses pada 12 Agustus Surabaya: Pusat Penerbitan
2018). dan Percetakan Unair (AUP).

49
Arimurti, A. R. R., Vena F. M., dan Fathimatuz Z. 2020. Gambaran Parasit Cacing Nematoda Usus Dan
Cestoda Pada Feses Sapi (Boss sp.) Di Peternakan Sumber Jaya Ternak, Kecamatan Tikung,
Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Surabaya : The Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory
Technologist. Vol: 3, No.1 (39-52).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.3 No.1, Mei2020
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

Indrianasari, Y., & Suparti , M. Muthiadin, C., Aziz, I. R., &


2016. Pertumbuhan Tanaman Firdayana, F. 2018.
Selada (Latuca sativa L.) Identifikasi Dan Prevalensi
Secara Hidroponik Pada Telur Cacing Parasit Pada
Media Pupuk Organik Cair Feses Sapi (Bos sp.) Yang
Dari Kotoran Kambing dan Digembalakan Di Tempat
Kotoran Kelinci. Publikasi Pembuangan Akhir Sampah
Ilmiah. Surakarta. Fakultas (TPAS) Tamangapa
Keguruan dan Ilmu Makassar. Biotropic: The
Pendidikan Universitas Journal of Tropical Biology.
Muhammadiyah Surakarta). Volume 2 No 1 Halaman 17-
23.
Irianto, Koes. 2013. Parasitologi
Medis. Bandung : Alfabeta Natadisastra, Djaenudin.,& Ridad,
CV. Agoes. 2009. Parasitologi
Kedokteran Ditinjau Dari
Kindersley. 2010. Tinjauan Pustaka Organ Tubuh yang Diserang.
Infeksi Ascaris Lumbricoides, Jakarta : Penerbit Buku
Skripsi. Bali. Bagian Kedokteran EGC.
Parasitologi Fakultas
Kedoketeran Universitas Nezar M.R. 2014. Jenis Cacing Pada
Udayana. Feses Sapi Di TPA
Jatibarang Dan KTT
Medlab. 2010. Ascaris lumbricoides Sidomulyo Desa Nongkosawit
(Cacing Gelang). Semarang. Skripsi.
https://medlab.id/ascaris- Semarang. Jurusan Biologi
lumbricoides/ (Diakses pada Fakultas Matematika Dan
15 Juni 2010). Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang.
Medlab. 2011. Trichuris trichiura.
https://medlab.id/trichuris- Novese, dkk. 2013. Prevalensi
trichiura/ (Diakses pada 11 Iinfeksi Telur Cacing
April 2011). Nematoda Pada Feses Sapi
Potong (Bos sp.) Dengan
Metode Whitlock. Surakarta.
Seminar Nasional XI
Pendidikan Biologi FKIP
UNS.

50
Arimurti, A. R. R., Vena F. M., dan Fathimatuz Z. 2020. Gambaran Parasit Cacing Nematoda Usus Dan
Cestoda Pada Feses Sapi (Boss sp.) Di Peternakan Sumber Jaya Ternak, Kecamatan Tikung,
Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Surabaya : The Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory
Technologist. Vol: 3, No.1 (39-52).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.3 No.1, Mei2020
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

Nurhayu, A., & Pasambe, D. 2016. Ritonga, M. Z. 2018. Identifikasi


Indigofera Sebagai Substitusi Telur Cacing Pada Sampel
Hijauan Pada Pakan Sapi Feses Sapi Potong Pada KTT
Potong Di Kabupaten Kesuma Maju Desa
Bulukamba Sulawesi Selatan. Jatikesuma Kecamatan
Medan. Jurnal Balai Namorambe. Journal of
Pengkajian Teknologi Animal Science and
Pertanian. Halaman 52-53. Agronomy Panca Budi.
Medan. Volume 3 No 1,
Nurtjahyani, S.D., & Agustin, D. S. Halaman 1-7.
2014. Prevalensi Infeksi
Telur Cacing Nematoda Sandjaja, Bernardus., & H, MSPH.
Pada Feses Sapi Potong 2007. Parasitologi Kedokteran
(Bos sp.) Dengan Metode Helminthologi Kedokteran
Whitlock. Tuban. Journal In Buku 2. Jakarta : Prestasi
Proceeding Biology Pustaka.
Education Conference :
Biology, Science, Saputro, D.D., Wijaya, B. R.,
Enviromental, and Learning. &Wijayanti, Y. 2014.
Volume 11, No 1, Halaman Pengelolaan Limbah
539-543. Peternakan Sapi Untuk
Meningkatkan Kapasitas
Pratiwi, S. I., & Pesawaran, T.K. Produksi Pada Kelompok
2018. Pengaruh Infestasi Ternak Patra Sutera. Jurnal
Cacing Saluran Pencernaan Rekayasa. Semarang.
Terhadap Produktivitas Volume 12 No 2, Halaman
Kambing Peternakan Etawa 91-98.
Di Kelompok Tani
Kecamatan Gedong. Skripsi. Setya, A.K,. 2015. Parasitologi
Lampung. Jurusan Analis kesehatan. Jakarta :
Peternakan Fakultas Buku Kedokteran EGC.
Pertanian Universitas
Lampung.
Soedarto. 2008. Parasitologi Klinik.
Surabaya : Airlangga
Resnhaleksmana, E. 2014. Prevalensi University Press.
Nematoda Usus Golongan
Transmitted Helminths
(STH) Pada Peternakan Di Soedarto. 2011. Buku Ajar
Lingkungan Gatep Kelurahan Helmintologi Kedokteran.
Ampenan Selatan. Media Surabaya : Pusat Penerbitan
Bina Ilmiah. Mataram. dan Percetakan Unair (AUP).
Volume 8 No 5. Halaman
45-50.

51
Arimurti, A. R. R., Vena F. M., dan Fathimatuz Z. 2020. Gambaran Parasit Cacing Nematoda Usus Dan
Cestoda Pada Feses Sapi (Boss sp.) Di Peternakan Sumber Jaya Ternak, Kecamatan Tikung,
Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Surabaya : The Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory
Technologist. Vol: 3, No.1 (39-52).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.3 No.1, Mei2020
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

Sudarmono., & Sugeng. 2014. Jenis Yasa. 2012. Prevalensi Nematoda


Cacing Pada Feses Sapi Di Gastrointestinal Pada Sapi
TPA Jatibarang Dan KTT Bali Betina Di Nusa Penida.
Sidomulyo Desa Nongkosawit Skripsi. Bali. Fakultas
Semarang. Skripsi. Kedokteran Hewan
Semarang. Jurusan Biologi Universitas Udayana.
Fakultas Matematika Dan
Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang.
2014.

Tantri, N., Setyawati, T.R., &


Khotimah, S. 2013.
Prevalensi dan Intensitas
Telur Cacing Parasit Pada
Feses Sapi (Bos sp.) Rumah
Potong Hewan (RPH) Kota
Pontianak Kalimantan Barat.
Journal Protobiont. Volume
2 No 2.

52
Arimurti, A. R. R., Vena F. M., dan Fathimatuz Z. 2020. Gambaran Parasit Cacing Nematoda Usus Dan
Cestoda Pada Feses Sapi (Boss sp.) Di Peternakan Sumber Jaya Ternak, Kecamatan Tikung,
Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Surabaya : The Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory
Technologist. Vol: 3, No.1 (39-52).
IDENTIFIKASI TELUR CACING PARASIT USUS PADA FESES SAPI DI
DUSUN TANJUNG HARAPAN DESA BOJONG KECAMATAN
SEKAMPUNG UDIK LAMPUNG TIMUR

(Sebagai Alternatif Sumber Belajar Peserta Didik Pada Sub Materi Invertebrata)

Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Dalam Ilmu Biologi

Oleh
YESI ISTIROKAH
NPM : 1311060179

Jurusan : Pendidikan Biologi

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG
1440 H / 2019 M
IDENTIFIKASI TELUR CACING PARASIT USUS PADA FESES SAPI DI
DUSUN TANJUNG HARAPAN DESA BOJONG KECAMATAN
SEKAMPUNG UDIK LAMPUNG TIMUR

(Sebagai Alternatif Sumber Belajar Peserta Didik Pada Sub Materi Invertebrata)

Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Dalam Ilmu Biologi

Oleh
YESI ISTIROKAH
NPM : 1311060179

Jurusan : Pendidikan Biologi

Pembimbing I : Dr. Bambang Sri Anggoro, M.Pd


Pembimbing II : Marlina Kamelia, M. Sc.

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG
1440 H / 2019 M
ABSTRAK

Sapi adalah hewan terpenting dari jenis-jenis ternak yang dipelihara manusia
sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia
lainnya. Ternak yang terinfeksi parasit dapat mengalami penurunan bobot badan,
pertumbuhan lambat, penurunan daya tahan tubuh dan kematian. untuk
mengetahui infeksi cacing parasit usus, salah satunya dengan cara
mengidentifikasi telur pada feses sapi. Mayoritas penduduk Dusun Tanjung
Harapan bermata pencarian sebagai petani dan peternak tradisional. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi cacing parasit usus pada feses sapi di
Dusun Tanjung Harapan Desa Bojong Kecamatan Sekampung Udik Lampung
Timur. Pengambilan sampel dalam penelitian ini akan dilakukan di Dusun
Tanjung Harapan, Desa Bojong, Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten
Lampung Timur. Pemeriksaan dan identifikasi parasit usus di laboratorium Balai
Veteriner. Sampel feses sapi yang digunakan berjumlah 19 sampel. Pengambilan
sampel lakukan secara acak dan feses diambil sebanyak kurang lebih 5 gram
setiap ekor sapi. Pemeriksaaan sampel feses dilakukan dengan menggunakan
metode uji apung yaitu uji EPG ( Egg Per Gram) Mc. Master. Hasil pengamatan
identifikasi cacing parasit usus pada sapi di dusun Tanjung Harapan ditemukan
adanya Cacing parasit usus yaitu Bonustomum trigonocephalum, Haemonchus
contortus, Ascaris vitulorum dan Moniezia bendeni.

Kata Kunci: Sapi, Feses dan cacing

ii
MOTTO

             

  

Artinya: Dan Sesungguhnya pada binatang-binatang ternak, benar-benar


terdapat pelajaran yang penting bagi kamu, kami memberi minum kamu dari air
susu yang ada dalam perutnya, dan (juga) pada binatang-binatang ternak itu
terdapat faedah yang banyak untuk kamu, dan sebagian daripadanya kamu
makan, (Q.S. Al-mu’minun: 21)1

1
Departemen Agama RI,Mushaf Al –Qur’an Terjemah,(Depok: Al-Huda,2002), h.343

v
PERSEMBAHAN

Seiring doa dan ucapan rasa syukur selalu kuucapka kehadiran Allah

SWT dan dengan rahmat Allah ynag maha pengasih dan maha penyayang, dengan

ini saya persembahkan karya ini untuk :

1. Kedua orang tuaku, yaitu ayahanda dan ibunda tercinta Muhammad Ali

Rosyid dan khotimah beliau adalah cahaya hidupku, terimakasih atas limpahan

kasih sayang, pengorbaan, dukungan, kerja keras dan ikhlas selalu

membimbing, mendidik, memotivasiku dengan nasehat-nasehatnya dan selalu

mendoakanku untuk setiap langkah yang kutempuh untuk menggapai

keberhasilan dan cita-citaku.

2. Adik-adikku Ali Bagus Rohmatullah, Wahana Tri Adhasari, Cahaya Zahrotul

Arifah dan Dinda Auliya Rahma, terimakasih atas kasih sayang, persaudaraan

dan dukungan yang selama ini kalian berikan, dan selalu memberikan

semangat serta memotivasi demi tercapainya cita-citaku, semoga kita semua

bisa membuat orang tua kita selalu bahagia.

3. Almamater tercinta UIN Raden Intan Lampung.

vi
RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak sulung dari lima bersaudara pasangan Bapak


Muhammad Ali Rosyid dan Ibu Khotimah. Penulis bernama Yesi Istirokah, lahir
di Tanjung Harapan pada Tanggal 9 Januari 1995.
Pendidikan yang ditempuh penulis berawal di MI Miftahul Ulum dan lulus
pada tahun 2007. Kemudian penulis melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di
MTS Miftahul Ulum luulus pada tahun 2010. Sekolah Menengah Atas penulis
penulis tempuh di MAN 1 Metro Lampung Timur (sekarang MAN 1 Lampung
Timur) lulus pada tahun 2013.
Tahun 2013 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Strata 1 (S1)
Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan di Universitas
Raden Intan Lampung (UIN) Raden Intan Lampung, pernah KKN (Kuliyah Kerja
Nyata) di Desa Rama Indra Lampung Tengah, PPL (Praktek Kerja Lapangan) di
SMP N 9 Bandar Lampung.
Riwayat Organisasi yang pernah diikuti yaitu sekertaris OSIS MTS
Miftahul Ulum tahun 2007-2008, ketua Pramuka putri MTS Miftahul Ulum tahun
2008-2009, ketua tim Olimpiade MTS Miftahul Ulum Tahun 2008-2010, anggota
MPK (Majelis Permusyawaratan Kelas) MAN 1 Metro Lampung Timur tahun
2010-2011, sekertaris KIR (Karia Ilmiyah Remaja) MAN 1 Metro Lampung
Timur tahun 2011-2012, anggota tim Olimpiade MAN 1 Metro Lampung Timur
tahun 2010-2012, wakil ketua Profil Biologi Asrama MAN 1 Metro Lampung
Timur tahun 2011-2012, anggota Pramuka Racana UIN Raden Intan Lampung.

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini

dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Pendidikan di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Intan

Lampung.

Skripsi yang berjudul : ” IDENTIFIKASI CACING PARASIT USUS PADA

FESES SAPI DI DUSUN TANJUNG HARAPAN DESA BOJONG

KECAMATAN SEKAMPUNG UDIK LAMPUNG TIMUR”, sebagai

alternatif bahan pengembangan petunjuk praktikum pada materi kingdom

Animalia pada sub konsep Nemathelminthes. Penulis mengucapkan terimakasih

dari lubuk hati yang paling dalam atas jasa dan masukan-masukan yang telah

diberikan dalam penyelesaian skripsi ini, maka pada kesempatan ini mengucapkan

terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Moh. Mukri, M.Ag, selaku Rektor UIN Raden Intan Lampung.

2. Prof. Dr. H. Chairul Anwar, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan

Keguruan UIN Raden Intan Lampung, yang telah memberikan kemudahan dan

memfasilitasi pebulis dalam mengikuti pendidikan.

3. Dr. Bambang Sri Anggoro, M.Pd, selaku pembimbing I dan sebagai Ketua

Prodi Pendidikan Biologi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Intan

viii
Lampung yang selalu memberi dukungan, arahan serta kemudahan dalam

proses menyelesaikan skripsi ini.

4. Marlina Kamelia, M.Sc, selaku pembimbing II yang telah bersedia meluangkan

waktu untuk membimbing penulis dengan segenap perhatian, kesabaran dan

keikhlasan selayaknya seorang ibu terhadap anaknya dan arahan dalam

menyusun skripsi ini.

5. Seluruh dosen-dosen Pendidikan Biologi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN

Raden Intan Lampung yang telah memberikan ilmu dan wawasan kepada

penulis.

6. Rekan-rekan seperjuangan angkatan 2013, khususnya kelas Biologi E, yang

telah memotivasi dan memberikan warna serta pelajaran dalam sejarah hidup

saya selama perjalanan menjadi mahasiswa UIN Raden Intan Lampung.

7. Anggota seperjuangan Pramuka Racana Rimbaku-Trisila angkatan ke-26 tahun

2014, yang telah mendukung, memotivasi dan memberikan warna serta

pelajaran dalam sejarah hidup saya selama perjalanan menjadi mahasiswa UIN

Raden Intan Lampung.

8. Sahabat-sahabat saya : Yopi Yuansa, Siti Miladiyah, Eri Wildan Isworo,

Yunita Kurniawati, Maulidiyah, Uswatun Khasanah, Nella Indri Septiana,

Widya Agustina, Yuyun Yuniarti, Upik Afifah, Tika Agustiani, Umindari,

Dian Hapsari, Nur Yulalis, Maya Yunilasari, Yuni Widiastuti, Nur Afwa

Milawati terimakasih telah membantu saya selama proses menyelasaikan

penggarapan skripsi dan atas segala doa dan motivasi yang telah diberikan

ix
sehingga saya selalu termotivasi untuk segera menuntaskan tanggung jawab

sebagai mahasiswa akhir.

9. Segenap anggota Pramuka UIN Raden Intan Lampung dan pihak yang tidak

penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu baik dari segi moril

ataupun materi kepada penulis.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis, namun

telah banyak membantu penulis dalam proses pengerjaan dan penyelesaian

skripsi ini.

Semoga kebaikan yang telah diberikan dengan ikhlas dicatat sebagai amal

ibadah di sisi Allah SWT, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat

memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan.

Bandar Lampung, 31 Oktober 2018


Penulis

YESI ISTIROKAH
1311060179

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i


ABSTRAK ........................................................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ...................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................................ vi
HALAMAN RIWAYAT HIDUP .................................................................... vii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xv

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................... 11
C. Batasan Masalah ..................................................................................... 11
D. Rumusan Masalah .................................................................................. 12
E. Tujuan Penelitian ................................................................................... 12
F. Manfaat Penelitian ................................................................................. 12

BAB II. LANDASAN TEORI


A. Nematoda ............................................................................................... 13
B. Nematoda Usus ....................................................................................... 15
1. Cacing Gelang (Ascaris sp) ............................................................... 16
2. Cacing Bungkul (Oesophagustomum sp).......................................... 16
3. Cacing Lambung (Haemonchus sp) .................................................. 16
4. Cacing Rambut ................................................................................. 17
C. Sapi ......................................................................................................... 20
D. Penyakit Parasit Pada Sapi ..................................................................... 23

xi
1. Gejala Sapi Terinfeksi Cacing Parasit Usus...................................... 26
2. Pencegahan atau Pengobatan ............................................................ 27
E. Kerangka Pikir ........................................................................................ 28

BAB III. METODE PENELITIAN


A. Waktu dan Tempat .................................................................................. 30
B. Alat dan Bahan ....................................................................................... 30
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel .............................. 30
D. Cara Kerja .............................................................................................. 32
1. Persiapan dann Sterilisasi Alat dan Bahan ........................................ 32
2. Tahap Pemeriksaan ........................................................................... 32
E. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 33
F. Teknik analisis Data ............................................................................... 34
G. Alur Kerja Penelitian .............................................................................. 34

BAB IV HASIL PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian ....................................................................................... 35
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................. 35
2. Hasil Pengamatan Feses Sapi .............................................................. 36
B. Pembahasan ............................................................................................ 39
C. Hasil Penelitian Sebagai sumber Belajar ................................................ 49

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................ 50
B. Saran ....................................................................................................... 50

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN -LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Data Sampel Sapi ................................................................................. 31


Tabel 2 Hasil Pemeriksaan Sampel Sapi di Dusun Tanjung Harapan ............... 36
Tabel 3 Data Sampel yang Terdapat Telur Cacing Parasit Usus ....................... 38

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Nematoda ...................................................................................... 14


Gambar 2 Lambung Sapi ............................................................................... 20
Gambar 3 Sapi PO .......................................................................................... 22
Gambar 4 Bunostomum sp .............................................................................. 37
Gambar 5 Bunostomum sp .............................................................................. 37
Gambar 6 Haemonchus sp .............................................................................. 38
Gambar 7 Haemonchus sp .............................................................................. 38
Gambar 8 Moniezia sp .................................................................................... 38
Gambar 9 Ascaris sp ....................................................................................... 38
Gambar 10 Eimeria sp ...................................................................................... 48

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Silabus ................................................................................................................ 56
Petunjuk Praktikum ............................................................................................ 59
Surat Balasan Izin Penelitian Balai Veteriner Lampung .................................... 61
Surat Hasil Uji Laboratorium Balai Veteriner Lampung .................................. 62
Dokumentasi ....................................................................................................... 64

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, yang

beriklim tropis dan memiliki tingkat flora dan fauna yang beragam. Tanah

yang subur sangat cocok digunakan sebagai lahan pertanian. Penduduk

mayoritas bermata pencarian petani tentunya tidak jarang dari mereka yang

menjadi peternak tradisional. Kerbau, sapi dan kambing adalah binatang yang

paling banyak dipelihara. Sapi adalah hewan terpenting dari jenis-jenis ternak

yang dipelihara manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja

dan kebutuhan manusia lainnya.

Sapi adalah salah satu hewan ternak yang termasuk jenis mamalia.

Binatang ini memakan rerumputan dan didalam pencernaanya memiliki 3

lambung atau biasa disebut hewan ruminansia. Air susu yang bernilai gizi

tinggi menjadi keunggulan ternak ini, selain itu daging sapi juga banyak

digemari oleh masyarakat sebagai asupan protein yang tinggi.

Sapi yang tersebar di Indonesia merupakan hasil domestikasi

(penjinakan) dari jenis primitif. Bakalan1, pakan, lingkungan dan iklim yang

baik menjadi aspek penunjang dalam proses pengembangan ternak di

Indonesia. Hewan ruminansia ini mempunyai banyak manfaat dan bernilai

ekonomis lebih besar dari pada ternak lain. Petani banyak yang membeli sapi

pada saat musim panen tiba kemudian menjualnya pada saat musim tanam.

1
Bakalan adalah anakan sapi
2

Peternak sapi di Indonesia belum merata penyebaranya, hal itu

disebabkan karena faktor pertanian, kepadatan penduduk, iklim, daya

aklimatisasi serta adat-istiadat dan agama. Pertanian dan penyebaran

penduduk di Indonesia menentukan penyebaran usaha ternak sapi. Sapi

merupakan teman baik petani dalam rangka pengelolaan tanah pertanian.

Masyarakat yang bermata pencaharian bertani tidak lepas dari usaha ternak

sapi, baik untuk keperluan tenaga, pupuk, atau lain sebagainya.2

Indonesia memiliki sistem usaha peternakan dengan tujuan yang

berbeda-beda diantaranya untuk produksi daging, susu dan pembibitan. Sapi

memiliki mutu dan harga daging atau kulit yang lebih baik bila dibanding

kerbau dan kuda. Perternak sapi tradisional masih banyak dipedesaan karena

tidak hanya menghasilkan daging atau susu, tetapi juga menghasilkan pupuk

kandang dan sebagai potensi tenaga kerja. Petani banyak memanfaatkan sapi

ternak mereka sebagai alat transportasi seperti bajak tradisional sedangkan

fesesnya dimanfaatkan sebagai pupuk organik.

Masyarakat khususnya di pedesaan banyak yang memilih menjadi

peternak tradisional karena dianggap lebih sederhana. Pengembangan usaha

ternak sapi sebagai usaha keluarga dipengaruhi oleh berbagai faktor yang

saling berhubungan, antara lain pendidikan, pemasaran, perencanaan,

penyuluhan, dan penelitian.

Sapi lokal yang banyak diternakan diantaranya, sapi Bali, Peranakan

Ongole (PO), Sumba Ongole (SO), Madura dan Aceh. Peternak tradisional

masih menggunakan cara pemeliharaan induk-anak untuk menghasilkan

2
Y. bambang sugeng. Sapi potong. Jakarta : Penebar swadaya. 2006. h. 5
3

bakalan/pedet.3 Petani memilih sistem ini karena tidak banyak mengeluarkan

biaya, meskipun hasil yang didapat kurang maksimal. Anakan atau bibit yang

berkualitas tentunya akan menentukan keberhasilan dari pemeliharaan sapi itu

sendiri.

Rerumputan sebagai sumber makanan sapi dapat ditemukan disekitar

kebun atau lingkungan tempat tinggal mereka. Petani banyak memilih untuk

beternak karena adanya sumber makanan yang melimpah dan murahnya

perawatan ternak itu sendiri. Sapi memiliki nilai jual yang tinggi dan semakin

mahal. Pakan ternak merupakan faktor yang sangat penting untuk

meningkatkan kualitas daging dan susu. Hewan juga memiliki syarat unsur

nutrisi yang sama dengan manusia. Makanan yang baik yaitu mengandung

protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral.4

Beternak sapi juga memiliki kelemahan yaitu faktor resiko kerugian

lebih besar dibandingkan dengan binatang ternak yang lain, apabila

pemeliharaannya tidak dilakukan dengan baik. Sapi memiliki harga jual lebih

mahal dibandingkan jenis ternak lainnya, tetapi mempunyai waktu

pemeliharaan dan masa produksi yang relatif lama. Penyakit dan kematian

menjadi penyebab kerugian yang besar.

Ternak sapi sebagai salah satu ternak besar, khususnya di Indonesia

telah lama diusahakan oleh para petani, apalagi pada akhir-akhir ini

perkembangan kota-kota diberbagai penjuru tanah air begitu pesat.

Masyarakat semakin maju, meningkatnya pengetahuan, pendapatan dan

3
Muhammad Rofiq Nezar. Jenis cacing pada feses sapi di tpa jati barang dan ktt
Sidomulyo Desa Nongko Sawit, (Skripsi Universitas Negeri, Semarang, 2014), h. 1.
4
Darmono. Tata laksana usaha sapi kereman. Yogyakarta: kanisius. 1993. h. 30
4

kesadaran akan kebutuhan gizi, menyebabkan permintaan daging dan susu

dari tahun ketahun kian meningkat.

Pendapatan nasional perkapita tahun 2012 yakni 9.665.117,07

sedangkan tahun 2013 yakni 9.798.899,43 (BPSa, 2014). Konsumsi protein

hewani asal daging tahun 2011 sebesar 2,75gram/kapita, sedangkan tahun

2012 sebesar 3,41gram/kapita (BPSb, 2014). Pemerintah berupaya

meningkatkan produksi daging, salah satunya dengan mengatasi masalah

penyakit cacingan pada sapi.5

Masyarakat sekarang ini semakin sadar akan pentingnya nutrisi yang

harus dipenuhi agar mencapai gizi lengkap dan seimbang. Daging hasil ternak

sapi dan kerbau yang diproduksi selama 20 tahun terakhir rata-rata 6,70%,

pertumbuhan produksi ini masih jauh dari angka harapan yaitu 7,10%.6

Pemerintah perlu memperhatikan para peternak, supaya kebutuhan akan

daging sapi dapat terpenuhi.

Daging sapi yang diproduksi di Indonesia kurang maksimal,

dikarenakan banyaknya masalah kesehatan ternak seperti gangguan penyakit.

Produksi dan reproduksi akan optimal, apabila secara simultan disertai

penyediaan pakan yang memadai serta pengendalian penyakit dengan efektif.

Agen penyakit biasanya menular melalui makanan, alat-alat kandang,

bersentuhan dengan hewan yang sakit, serta udara dan air minum. Virus,

bakteri, jamur dan parasit adalah agen penyakit.7

5
Putri Handayania, Purnama Edy Santosa, Siswanto, “Tingkat Infestasi Cacing Saluran
Pencernaan Pada Sapi Bali Di Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung”.
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu, Vol. 3 No. 3 (Agustus 2015), h. 127-133.
6
Erwin Nofyan, Mustaka Kamal, Indah Rosdiana, “Identitas Jenis Telur Cacing Parasit
Usus Pada Ternak Sapi (Bos sp) dan Kerbau (Bubalus sp) Di Rumah Potong Hewan Palembang”.
jurnal Penelitian Sains, (Juni 2010), h. 2.
7
Op.Cit. Darmono. h. 59
5

Kesehatan ternak merupakan kunci penentu keberhasilan suatu usaha

peternakan. Seperti munculnya suatu slogan dimana pencegahan lebih baik

daripada pengobatan, dari hal tersebut munculnya keinginan untuk

memperbaikinya dengan tindakan-tindakan seperti sanitasi, vaksinasi dan

pelaksanaan. Banyak sekali penyakit yang dapat menyerang sapi seperti

penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing serta beberapa yang lainnya.

Parasit di Indonesia masih kurang mendapat perhatian karena

kurangnya pemahaman, terutama para peternak tradisional. Penyakit parasitik

merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan produktivitas dan

biasanya tidak mengakibatkan kematian, namun menyebabkan kerugian yang

sangat besar berupa daya produktivitas ternak.8 Parasit bertahan hidup dalam

tubuh hospes dengan memakan jaringan tubuh, mengambil nutrisi dan

menghisap darah. Ternak yang terinfeksi parasit dapat mengalami penurunan

bobot badan, pertumbuhan lambat, penurunan daya tahan tubuh dan

kematian. Sapi yang terinfeksi parasit terlihat lebih kurus. Hewan kurus

terlihat penonjolan tulang rusuk, tulang punggung, tulang pinggul atau tulang

lainnya dan legok lapar terlihat jelas, karena mengalami penurunan berat

badan, akibatnya ternak mempunyai nilai jual rendah.9

Petani masih kurang memperhatikan asupan nutrisi yang baik untuk

ternak mereka. Rerumputan didapat dari sekitar ladang, pinggiran jalan atau

dengan menggembala. Makanan yang diperoleh dengan cara tersebut

tentunya kurang diketahui tingkat kebersihanya. Cacing dapat dengan mudah

menjangkiti sapi pada saat penggembalaan.

8
Iba Ambarisa, Irnawati Marsaulina, Wirsal Hasan, “Analisis cacing hati (fasciola
hepatica) pada hati dan feses sapi yang diambil dari rumah potong hewan di Mabar Medan”.
Jurnal Penelitian Sains, ( April 2013), h. 2.
9
Darmin. S, P Yuliza. F, Sirupang. M, “Prevalensi Paramphistomiasis Pada Sapi Bali di
Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone”. Jurnal Penelitian Sains, ( Makasar 2016), h. 149.
6

Telur cacing dapat ditemukan pada tempat lembab yang dibawa oleh

siput dan lalat. Lalat hinggap dengan membawa telur cacing, sedangkan siput

akan membawa dalam bentuk serkaria dan ditempelkan pada rerumputan

yang lembab.10 Kandang yang tidak baik juga dapat mempengaruhi

kesterilan makanan dan memicu tumbuhnya parasit. Penyakit ternak akibat

parasit cacing dapat merugikan secara ekonomis, karena dapat menurunkan

hasil dari ternak tersebut.11

Berdasarkan survei dibeberapa pasar hewan di Indonesia

menunjukkan bahwa 90% hewan ternak sapi dan kerbau mengidap penyakit

cacingan yaitu cacing hati (Fasciola hepatica), cacing gelang (Neoascaris

vitulorum) dan cacing lambung (Haemonchus contortus). Cacing parasitik

yang dapat menginfeksi ruminansia tersebar secara kosmopolitan, kecuali

jenis tertentu.12

Cacing parasit usus kelas nematoda adalah jenis yang paling banyak

menginfeksi. Cacing usus adalah cacing parasit yang dapat menginfeksi dan

hidup di dalam usus halus atau saluran pencernaan. Parasit ini dapat

mengganggu kesehatan dengan cara menyerap sari-sari makanan yang

diperoleh oleh sapi itu sendiri.

Parasit dapat menular melalui beberapa cara antara lain melalui

perantara vektor, larva menembus kulit dan memakan telur infektif. Cacingan

yang disebabkan nematoda saluran pencernaan dapat menghambat

produktivitas karena mengakibatkan penurunan bobot badan sebesar 38 %

10
Op.Cit. Muhammad Rofiq Nezar. h. 2
11
Novese Tantri, Siti Khotimah dan Tri Rima Setyawati, “Prevalensi dan Intensitas Telur
Cacing Parasit pada Feses Sapi (Bos Sp.) Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Pontianak
Kalimantan Barat”. Jurnal Protobiont, Vol 2 (2): (Kalimantan Barat 2013), h. 102 – 106.
12
Op.Cit. Erwin Nofyan, Mustaka Kamal, dan Indah Rosdiana. h. 1
7

dan angka kematian sampai 17 %. Ternak muda beresiko lebih besar untuk

terinfeksi dan kematian umumnya terjadi karena hewan banyak kehilangan

darah.13

Beberapa jenis cacing parasit usus yang termasuk dalam kelas

nematoda yang paling sering ditemui yaitu Cacing Gelang (Ascaris sp.),

Cacing Bungkul (Oesophagustomum sp.) Cacing Lambung (Haemonchus

sp.), Cacing Rambut (Trichostrongylus sp, Cooperia sp, Ostertagia sp,

Nematodirus sp.) dan Cacing Benang (Strongylides sp.)14 Cacing ini

bereproduksi dengan cara bertelur. Telur atau larva keluar dari tubuh hewan

bersama tinja, sehingga dengan pemeriksaan feses akan mudah diketahui

apakah ternak tersebut terinfeksi cacing.15

Peternak tradisional sudah seharusnya mencegah agar sapi mereka

terhindar dari infeksi cacing parasit. Telur cacing dapat diketahui salah

satunya dengan cara mengidentifikasi telur pada feses, hal ini dilakukan untuk

deteksi dini adanya infeksi parasit terutama parasit pencernaan dengan cara

yang cepat, mudah dan efektif.

Parasit yang telah berkembang didalam tubuh hospes, dapat dicegah

dengan memutus siklus hidup telur sebelum berkembang menjadi cacing

dewasa. Telur cacing dapat diketahui salah satunya menggunakan

13
Sri Rahayu, “ Prevalensi Nematodiasis Saluran Pencernaan Pada Sapi Bali (Bos
Sondaicus) di Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang”. (Skripsi Program Studi Kedokteran
Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, 2015), h.1.
14
Hindun Larasati, “Prevalensi Cacing Saluran Pencernaan Sapi Perah Pada Peternakan
Rakyat di Provinsi Lampung”. (Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Bandar
Lampung, 2016), h. 9.
15
Amanda Amalia Putri, “Prevalensi Nematoda Usus Pada Kambing (Capra Sp.) Dengan
Pemberian Pakan Hijauan dan Konsentrat di Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan Kemiling
Bandar Lampung”. (Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Lampung Bandar Lampung 2016), h. 12.
8

pemeriksaan kualitatif, dengan beberapa metode diantaranya adalah metode

apung (Flotation methode).16

Dusun Tanjung Harapan terlelak di Desa Bojong Kecamatan

Sekampung Udik Kabupaten Lampung Timur Profinsi Lampung, Dusun

Tanjung Harapan memiliki 3 bayan yaitu bayan 1, 2 dan bayan 3 terdiri dari 8

RT dengan jumlah KK 448. Bayan satu mencakup RT 1 dan 2, bayan dua

mmencakup RT 3,4,5 dan 6, bayan tiga mencakup RT 7 dan 8. Mayoritas

penduduk bermata pencarian sebagai seorang petani ladang maupun petani

sawah dan petani ternak, karena masih banyaknya lahan pertanian di dusun

tersebut. Ternak masih dipelihara secara tradisional. Ternak yang banyak

dipelihara oleh penduduk yaitu sapi dan kambing.

Jumlah penduduk Dusun Tanjung Harapan yang memiliki ternak

secara keseluruhan berjumlah 33 KK (Kartu Keluarga) dengan jumlah ternak

79 ekor, dari 79 ekor ada 19 sapi terlihat kurus. Untuk bayan 1 terdiri dari 128

KK dengan 10 KK yang memiliki sapi dengan jumlah total sapi 25 ekor dan 6

sapi terlihat kurus. Bayan 2 terdiri dari 210 KK dengan jumlah KK yang

memelihara sapi berjumlah 13 KK jumlah sapi 33 dan 8 sapi terlihat kurus.

Bayan 3 terdiri dari 110 KK dengan jumlah KK yang memelihara sapi

berjumlah 10 KK jumlah sapi secara keseluruhan di Bayan 3 adalah 21 ekor

dan 5 sapi terlihat kurus.

Petani ternak dusun Tanjung Harapan masih bersifat tradisional,

karena melihat masih banyaknya lahan pertanian memudahkan dalam

16
Ibid., h. 4 Muhammad Rofiq
9

pemberian seperti rerumputan hijau. Ternak biasanya ditempatkan pada

kandang yang sederhana, ataupun ditambatkan pada pohon. Masyarakat

memelihara sapi dengan pola tradisional (kesehatan ternak belum mendapat

perhatian) memberikan peluang berbagai jenis penyakit seperti parasiter,

bakterial maupun virus untuk berkembang.

Sapi memiliki harga jual yang tinggi dan harga sapi di pasaranpun

semakin mahal. Beternak sapi secara tradisional memang memberikan

keuntungan yang besar dengan biaya yang sedikit, tetapi juga memiliki resiko

kerugian yang besar pula bila ternak terserang penyakit sampai menyebabkan

kematian. Petani ternak di dusun tersebut mendapatkan makanan untuk

memenuhi nutrisi sapi dari sekitar kebun, sawah, pinggiran jalan dan ada pula

yang masih menernak dengan cara menggembala.

Peternak harus mengetahui bagaimana cara merawat ternak dengan

baik, salah satu usaha yang ditempuh untuk meningkatkan jumlah populasi

sapi adalah dengan menerapkan manajemen pemeliharaan yang baik. Salah

satu manajemen pemeliharaan sapi adalah kesehatan. Identifikasi

permasalahan kesehatan menjadi penting agar dapat dicarikan solusi dan

penanganan yang tepat dalam mengatasinya.17

Rerumputan hijau yang melimpah tentunya menjadi penunjang

pertumbuhan dan perkembangan ternak yang sangat baik, karena sebagai

sumber makanan utama bagi ternak sapi, tetapi pada kenyataanya tidak

menjamin kesehatan pada sapi karena masih sering terjadi permasalahan

kesehatan ternak di Dusun Tanjung Harapan. Petani ternak didusun Tanjung


17
Aulia Evi Susanti, Prabowo A, ”Identifikasi Masalah Kesehatan Sapi Potong di
Wilayah Pendampingan Psdsk Provinsi Sumatera Selatan”. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner, 2013, h. 301.
10

Harapan masih kurang memperhatikan kesehatan ternak mereka terutama

untuk masalah kecacingan pada sapi.

Petani ternak sudah seharusnya minimal memberikan obat cacing 4

bulan sekali guna untuk menghindari terjangkit dan berkembangnya cacing

pada sapi. Peternak di Dusun Tanjung Harapan masih sangat jarang

memberikan obat cacing untuk ternak mereka, bahkan masih banyak yang

tidak pernah memberikan obat cacing sama sekali. Kondisi dan tata kandang

di dusun tersebut masih tergolong kurang baik, kebanyakan lantai kandang

masih tanah, kotoran hanya dibuang dinggir kandang dan tidak jauh dari

pakan, hal tersebut tentunya dapat menjadi tempat berkembang yang sangat

baik bagi parasit termasuk cacing parasit usus.

Cacing parasit usus salah satu parasit yang sering menginfeksi sapi.

Untuk mengetahui apakah sapi-sapi tersebut terbebas dari cacing parasit usus,

maka perlu untuk dilakukan pengecekan kesehatan, salah satunya dengan

melakukan identifikasi cacing parasit usus pada feses sapi. Banyaknya ternak

sapi di Dusun Tanjug Harapan, masih banyak ditemukan masalah-masalah

kesehatan pada ternak dan kurangnya kesadaran masyarakat akan kesehatan

sapi serta belum pernah diadakannya penelitian akan identifikasi cacing

parasit usus, maka penulis memilih Dusun Tanjung Harapan sebagai lokasi

penelitian. Data yang didapat dari penelitian tersebut nantinya akan dapat

membantu mengatasi dan mencegah infestasi cacing parasit usus, khususnya

kelas nematoda pada sapi.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan

pengkajian secara teoritis maupun praktis dengan judul “Identifikasi Cacing

Parasit Usus Pada Feses Sapi di Dusun Tanjung Harapan Desa Bojong

Kecamatan Sekampung Udik Lampung Timur”


11

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi beberapa

permasalahan sebagai berikut:

1. Semakin meningkatnya permintaan pasar akan produksi hasil ternak sapi

2. Masih kurangnya kesadaran tentang bahaya cacing parasit usus pada sapi

3. Masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan pakan

yang akan di berikan untuk ternak

4. Belum pernah dilakukan penelitian tentang identifikasi cacing parasit usus

pada feses sapi di Dusun Tanjung Harapan, desa Bojong Kecamatan

Sekampung Udik Lampung Timur

5. Masih kurangnya pengaplikasian akan pemahaman peserta didik pada

materi invertebrata

C. Batasan Masalah

Mengingat keterbatasan waktu, dana, kemampuan penulis dan

menghindari kesimpangsiuran serta memudahkan penelitian maka penulis

membatasi permasalahan ini pada Identifikasi Cacing Parasit Usus pada Feses

Sapi di Dusun Tanjung Harapan Desa Bojong Kecamatan Sekampung Udik

Lampung Timur.

1. Lokasi penelitian adalah Dusun Tanjung Harapan Desa Bojong Kecamatan

Sekampung Udik Lampung Timur.

2. Objek penelitian adalah sapi di Dusun Tanjung Harapan Desa Bojong

Kecamatan Sekampung Udik Lampung Timur.

3. Sampel Penelitian ini yaitu feses sapi di Dusun Tanjung Harapan.


12

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dipaparkan di atas,

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat Cacing

Parasit Usus Pada Feses Sapi di Dusun Tanjung Harapan Desa Bojong

Kecamatan Sekampung Udik Lampung Timur?”.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan

penelitian ini adalah: untuk mengidentifikasi cacing parasit usus pada feses

sapi di dusun Tanjung Harapan Desa Bojong Kecamatan Sekampung Udik

Lampung Timur.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi masyarakat hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan

kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan memberi

pengetahuan akan bahaya infeksi cacing parasit usus pada ternak.

2. Bagi peserta didik hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber ilmu

pengetahuan khususnya dalam mata pelajaran biologi materi Invertebrata.

3. Bagi pendidik penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan ajar materi

invertebrata.

4. Bagi peneliti dapat memberikan informasi akan bahaya cacing parasit usus

pada ternak.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Nematoda

Nematoda berasal dari bahasa yunani, yaitu Nema artinya benang.

Tubuh cacing tidak bersegmen, berukuran sangat kecil, panjang, tubuhnya

bilateral, hidup didalam tanah, tanaman, air, hewan dan manusia.1 Nematoda

dewasa berbentuk silindris memanjang, bagian ujung depan dilengkapi kaitan

gigi, papilla, spekula dan bursa. Dinding badan terdiri dari, di bagian luar

terdapat hialin, kutikula nonseluler, epitel subkutikula, lapisan sel sel otot.

Mulut dikelilingi oleh bibir, papilla dari pada beberapa spesies dilengkapi

dengan kelenjar esophagus.

Cacing nematoda tidak memiliki sistem sirkulasi. Sistem saraf terdiri

dari suatu lingkaran atau komisura dari ganglia yang berhubungan yang

meliputi esofagus. Organ reproduksi jantan terdiri dari testis, vasdeferens,

vesikula seminalis dan duktus ejakulatoris. Alat kopulasinya terdiri dari satu

atau dua spikula dan kadang-kadang gubernakulum. Beberapa spesies

mempunyai bursa kopulatrik yaitu alat untuk memegang betina saat kopulasi,

sedangkan organ reproduksi betina terdiri dari ovarum, oviduk, reseptakulum

seminalis, uterus, ovejektor, dan vagina.2

1
Liliana sagita, Bambang Siswanto, Kurniatun Hariah. “Studi Keragaman Dan Kerapatan
Nematoda pada Berbagai Sistem Penggunaan Lahan di Sub Das Konto” Jurnal Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Vol 1 No 1 (2014), h. 51.
2
Sri Rahayu,“Prevalensi Nematodiasis Saluran Pencernaan pada Sapi Bali (Bos
Sondaicus) Di Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang.” ( Skripsi Universitas Hasanuddin
Makassar, Makasar, 2015), h. 7.
14

Gambar 1. Nematoda
Dapat diakses https://www.google.com pada 11 Januari 2018

Cacing nematoda memiliki ukuran beragam, ada yang panjangnya

beberapa milimeter adapula yang melebihi satu meter. Nematoda memiliki

kepala, ekor, dinding, rongga badan dan alat-alat lain yang sedikit lebih

lengkap serta untuk sistem percernaan, ekskresi dan reproduksi terpisah.

Nematoda memiliki siklus hidup langsung tanpa inang antara. Cacing ini pada

umumnya berkembangbiak dengan cara bertelur tapi adapula yang vivipar

dan yang berkembang biak secara partenogenesis. Seekor cacing betina dapat

bertelor sebanyak 20-200.000 butir dalam sehari. Telur tersebut dikeluarkan

dari badan hosper dengan tinja. Larva biasanya mengalami pertumbuhan

diikuti dengan pergantian kulit. Parasit ini memiliki bentuk infektif beragam

ada yang masuk secara aktif ada pula yang tertelan atau masuk melalui

gigitan vektor.3

Nematoda berdasarkan tempat hidupnya dibedakan menjadi dua yaitu

nematoda usus dan nematoda jaringan.

3
Inge Susanto dkk., Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat (Jakarta : Badan Penerbit
Fakultas kedokteran Universitas Indonesia, 2008), h. 6.
15

1. Nematoda Usus

Setiap spesies nematoda usus memiliki morfoologi yang berbeda-

beda. Cacing bertina memiliki ukuran lebih besar dibandingkan dengan

jantan. Tiap larva spesies nematoda usus berada didalam sirkulasi darah

kecuali Tricuris triciura. Telur dapat ditemukan dalam feses, bilasan

duodenum, larva berada dalam jaringan. Dalam siklus hidupnya cacing

nematoda usus membutuhkan kondisi lingkungan yang mempunyai

temperatur dan kelembapan yang sesuai.

2. Nematoda Jaringan dan Darah

Cacing dewasa hidup dalam sistem limfatik, subkutan, dan jaringan

ikat. Mikrofilaria (prelarva) ada yang bersarung dan ada yang tidak

bersarung dan terdapat pada darah perifer/jaringan kulit serta sifatnya

sangat aktif. Siklus hidup tiap spesies memiliki pola kompleks.

Distribusi geografik nematoda jaringan dan darah banyak terdapat

didaerah tropis yang cocok untuk tempat perindukan vektor. Nematoda

jaringan dewasa berbentuk silindris panjang, menyerupai benang. Terdiri dari

cacing jantan dan betina dengan ukuran bervariasi. Nematoda jaringan dan

darah memerlukan hospes perantara vektor.4

B. Nematoda Usus

Nematoda saluran pencernaan pada ternak ruminansia saat ini kurang

lebih 50 spesies. Dari sekian banyak jenis yang ditemukan ada beberapa yang

mempunyai arti ekonomis yang penting, antara lain :5

4
Muslim, Parasitologi Untuk Keperawatan (Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2009), h. 80-93
5
Sri Rahayu, Op.Cit. h. 11.
16

1. Cacing Gelang (Ascaris sp.)

Ascaris vitolorum termasuk kelas nematoda. Cacing jantan

berukuran panjang sekitar 15-16 cm dengan lebar (pada bagian badan)

sekitar 5 mm. Sedangkan yang betina lebih panjang, yaitu berukuran 22-30

cm dengan lebar sekitar 6 mm. Telur cacing ini berwarna kuning,

berdinding cukup tebal, dengan ukuran telur sekitar 75-95 x 60-75 µm.6

2. Cacing Bungkul (Oesophagustomum sp.)

Cacing ini berwarna keputih-putihan. Cacing jantan berukuran

panjang 12˗16 mm dan cacing betina berukuran panjang 14˗8 mm. Larva

membentuk bungkul di usus halus dan usus besar, tetapi bentuk dewasa

hanya terdapat di usus besar. Bungkul tersebut berisi larva. Cacing

Oesophagostomum sp termasuk nematoda gastrointestinal dan lebih

spesifik digolongkan ke dalam cacing bungkul karena gejala yang tampak

adalah timbul bungkul-bungkul di dalam kolon.7

3. Cacing Lambung (Haemonchus sp. )

Disekitar lubang mulut cacing ini tidak terdapat korona radiata dan

juga kapsula bukalis serta gigi tidak ada. Usus yang membujur tampak

berwarna merah, pada cacing betina usus ini dililit oleh ovarium berwarna

putih sehingga di dalam tubuh tampak warna garis merah putih. Cacing

jantang memiliki panjang 20 mm dan yang betina 30 mm, dengan

menggunakan mikroskop dapat dilihat adanya cuping yang menutup vulva

cacing betina. Telur berukuran 69-95 x 35-54 mikron.8

6
Pudjiatmoko, Manual Penyakit Hewan Mamalia ( Jakarta: Kementrian Pertanian
Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. Derektorat Kesehatan Hewan, 2012). h. 357
7
Hindun Larasati, “Prevalensi Cacing Saluran Pencernaan Sapi Perah pada Peternakan
Rakyat di Provinsi Lampung” ( Skripsi Fakultas Pertanian. Universitas Lampung, Bandar
Lampung, 2016), h.13.
8
Sri Rahayu Op.Cit. h. 9.
17

4. Cacing Rambut

a. Trichostrongylus sp memiliki telur berbentuk lonjong, berselubung tipis

dan bersegmen berukuran 70-90 x 40-45 µm. Telur berukuran antara

70-108 x 30-48 µm.9

b. Cooperia sp berukuran 6 mm. Coperia sp. memiliki panjang 4-9 mm

pada cacing dewasa jantan dan cacing betina 5-9 mm. Karakteristik

telur lonjong, blastomer tidak jelas, cangkang tipis, dengan ukuran 71-

83 × 28- 3 µm.10 Cooperia sp merupakan cacing gilig atau nematoda.

Bentuknya kecil dan warnanya kemerah- merahan, dapat ditemukan di

dalam usus kecil berbagai ruminansia, terutama sapi. Cacing ini juga

digolongkan sebagai cacing rambut, karena ukurannya yang kecil.11

c. Nematodirus sp memiliki telur berbentuk oval beraturan, telur

berukuran antara 130-200 x 70-90 µm.12 Cacing jantan memiliki

panjang 12 mm dan betina 18˗25 mm.13

d. Cacing Benang (Strongylides) memiliki telur berbentuk lonjong,

berdinding tipis dan berembrio berukuran 40-50 x 20-30 µm.14 Larva

yang melengkung mirip dengan benang terdapat di dalam telur. Cacing

betina panjangnya 3,5 - 6,0 mm dan berdiameter 50 - 65 mikron.

9
Muhsoni Fadli, Ida Bagus Made Oka, Nyoman Adi Suratma. “Prevalensi Nematoda
Gastrointestinal pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan Mengwi
Badung”Jurnal ISSN : 2301-7848. Indonesia Medicus Veterinus, Vol. 3 (2014), h. 416.
10
Sri Rahayu, Loc.Cit .h. 10.
11
I Putu Agus Kertawirawan, “Identifikasi Kasus Penyakit Gastrointestinal Sapi Bali
dengan Pola Budidaya Tradisional pada Agroekosistem Lahan Kering Desa Musi Kecamatan
Gerokgak Kabupaten Buleleng” Jurnal Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian, Vol.12 No. 36
(Agustus 2010), h.76.
12
Muhsoni Fadli, Dkk, Op.Cit . h. 415.
13
Hindun Larasati, Op.Cit. h. 20.
14
Muhsoni Fadli, Dkk , Ibid . h. 415.
18

Cacing jantan berukuran lebih kecil daripada betina yaitu panjangnya

700 - 825 mikron.15 Cacing dewasa dapat ditemukan pada saluran

pencernaan dari ternak kambing, sapi, kuda dan vertebrata lainnya.

Larva dari cacing ini sangat banyak ditemukan pada daun rumput di

pagi maupun sore hari dimana temperatur, kelembaban dan intensitas

cahaya yang baik.16

Faktor-faktor lingkungan (suhu, kelembaban, dan curah hujan) serta

sanitasi yang kurang baik dapat mempengaruhi berkembangnya parasit

khususnya cacing gastrointestinal pada hewan ternak.17 Spesies, umur, jenis

kelamin dan kondisi hewan atau imunitas yang merupakan faktor intrinsik

dari tubuh ternak juga mempengaruhi kepekaan hewan terhadap infeksi

cacing.18

Sapi yang terinfeksi cacing parasit usus akan mengalami penurunan

kemampuan mukosa usus dalam transpor glukosa dan metabolisme. Apabila

ketidakseimbangan ini cukup besar, akan menyebabkan menurunnya nafsu

makan, serta tingginya kadar nitrogen didalam tinja yang dibuang karena

tidak dipergunakan. Hal tersebut tentunya berakibat pada penurunan berat

badan dan keterlambatan pertumbuhan, terutama pada ternak muda pada

15
Amanda Amalia Putri, “Prevalensi Nematoda Usus pada Kambing (Capra Sp.) dengan
Pemberian Pakan Hijauan dan Konsentrat di Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan Kemiling
Bandar Lampung”( Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Lampung, Lampung, 2016), h.18.
16
I Putu Agus Kertawirawan, Op.Cit. h. 78.
17
Putri Handayania, Purnama Edy Santosa dan Siswanto, “Tingkat Infestasi Cacing
Saluran Pencernaan pada Sapi Bali di Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu Provinsi
Lampung”. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu ,Vol. 3 ( Agustus 2015). H. 127.
18
Virgi Alcitita Raka Jhoni, Suherni Susilo Wati, Setiawan Koesdarto, “Pengaruh
Tatalaksana Kandang Terhadap Infeksi Helminthiasis Saluran Pencernaan pada Pedet Peranakan
Simental dan Limousin Di Kecamatan Yosowilangun Lumajang” jurnal Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Airlangga, Vol.3, No.2 (Juni 2015). h. 114-115.
19

masa pertumbuhan.19 Pakan yang kurang baik menjadi salah satu pemicu

berbagai bibit penyakit, sehingga akan mempertinggi kemungkinan

terinfeksinya ternak oleh cacing parasit usus.

Menurut morfologinya cacing parasitik pada sapi dibagi menjadi tiga

kelas, yaitu trematoda, cestoda, dan nematoda. Nematoda mempunyai jumlah

spesies terbanyak diantara cacing-cacing yang hidup sebagai parasit. Agen

parasit tersebut berbeda-beda baik dari habitat, daur hidup, dan hospes

parasit.20

Cacing ini adalah jenis cacing yang banyak menginfeksi ruminansia

karena memilki siklus hidup langsung. Telur yang diidentifikasi dari feses

sapi dan kerbau berasal dari cacing parasit usus. Yang ditemukan berasal dari

2 kelompok yaitu kelas Nematoda dan Trematoda. Telur dari kelas Nematoda

lebih banyak ditemukan daripada kelas Trematoda di dalam feses sapi dan

kerbau.21

Hewan yang terinfeksi cacing mempunyai tanda klinis yaitu kurus,

bulu kusam, tidak nafsu makan, diare, serta kematian. Prevalensinya pun

masih tinggi sesuai dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan di Rumah

Pemotongan Hewan (RPH) Kota Pontianak, dari 80 sampel feses sapi potong

yang diambil mempunyai prevalensi nematoda sebesar 56,25%.22 Sebagian

besar nematoda usus menyebabkan masalah kesehatan.

19
Erwin Nofyan, Mustaka Kamal, Indah Rosdiana, “Identitas Jenis Telur Cacing Parasit
Usus Pada Ternak Sapi (Bos sp) dan Kerbau (Bubalus sp) Di Rumah Potong Hewan Palembang”.
jurnal Penelitian Sains, (Juni 2010, h. 43
20
Biologi D semester V, Parasitologi jilid 1 (Lampung : IAIN Raden Intan Lampung.
2014), h. 445.
21
Erwin Nofyan, Mustaka Kamal, dan Indah Rosdiana, Op.Cit., h. 45
22
Amanda Amalia Putri, Op.Cit., h.11
20

C. Sapi

Sapi digolongkan sebagai hewan mamalia atau hewan yang menyusui

yang termasuk kedalam golongan ruminansia. Hewan yang bernama Latin

Bos taurus mendapatkan tempat di Kingdom Animalia. Ruminansia memiliki

Sistem pencernaan lebih rumit dibandingkan hewan mamalia lain. Lambung

ruminansia memiliki empat ruang yaitu, paling depan disebut rumen,

kemudian reticulum, omasum dan abomasum yang berhubungan dengan usus.

Mikroba yang bekerja didalam lambung, mengakibatkan diet yang

digunakan oleh ruminansia untuk mengasorpsi nutrien-nutriennya akan lebih

kaya gizi. Ruminansia memperoleh nutriennya, sebagian besar dengan

mencerna mikroorganisme mutualistik, yang bereproduksi cukup cepat

didalam rumen untuk mempertahankan populasi yang stabil.

Gambar 2. Lambung Sapi


Dapat diakses di https://www.google.com pada 20 Juli 2017

Cara kerja lambung sapi

1. Ketika sapi mengunyah dan menelan rumput untuk pertama kalinya, bolus

(anak panah hijau) memasuki rumen.


21

2. Beberapa bolus juga memasuki retikulum. Didalam rumen maupun

retikulum prokariota dan protista mutualistik (terutama siliata) mulai

bekerja mengolah makanan yang kaya selulosa. Sebagai produk

sampingan dari metabolismenya, mikroorganisme menyekresikan asam

lemak. Sapi secara meregurgitasi dan mengunyah kembali mamahan (anak

panah merah) yang kemudian memecah serat, menyebabkan makanan

lebih mudah diolah oleh kerja mikroba.

3. Sapi kemudian menelan kembali mamahan (anak panah biru) yang

bergerak ke omasum, tempat air dihilangkan.

4. Mamahan yang mengandung banyak sekali mikroorganisme, akhirnya

lewat ke abomasum untuk dicerna oleh enzim-enzim milik sapi itu sendiri

(anak panah hitam).23

Sapi pada garis besarnya bisa di golongkan menjadi tiga kelompok

besar yaitu :

1. Bos indicus

Bos indicus (zebu : sapi berponok) sapi ini sekarang berkembang di

India dan sebagian menyebar keberbagai negara, terlebih ke daerah tropis

seperti Asia tenggara (termasuk Indonesia), Afrika, Amerika, dan Australi.

Di Indonesia terdapat sapi keteurunan zebu yaitu sapi ongole dan

pernakannya (PO) serta brahma.

23
Campbell, Reece, Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3.(Jakarta: Erlangga 2010), h. 48.
22

Gambar 3. Sapi PO
Dapat diakses https://www.google.com pada 9 Januari 2018

2. Bos taurus

Bos taurus adalah bangsa sapi yang menurunkan bangsa-bangsa

sapi potong dan perah Eropa. Golongan ini menyebar ke berbagai penjuru

dunia, terlebih Amerika, Autralia dan Selandia Baru. Belakangan ini

keturunan Bos taurus telah banyak diternakkan dan dikembangkan di

Indonesia, misalnya aberdeen angus, hereford, shorthorn, charolis,

simmental dan limousin.

3. Bos sondaicus (Bos bibos)

Golongan ini merupakan golongan asli bangsa-bangsa sapi

Indonesia. sapi yang kini ada merupakan keturunan banteng (Bos bibos),

atau biasa kita kenal sebagai sapi bali, sapi madura, sapi jawa, sapi

sumatra, dan sapi lokal lainnya.24

Pakan sangat dibutuhkan sebagai sumber energi pada mahluk hidup

termasuk sapi. selain sebagai sumber energi, pakan diperlukan untuk bertahan

hidup, menjaga kesehatan, dan tumbuh. Makanan yang disajikan untuk ternak

24
Y.Bambang Sugeng, Sapi Potong. (Jakarta: Penebar swadaya, 2006), h. 1-4
23

harus sesuai dengan tujuannya masing-masing, selain harus terjamin nutisinya

juga harus bebas dari pencemaran patogen. Pakan baik yaitu yang

mengandung protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin-vitamin dan air.

Protein sebagai pemelihara organ tubuh dan pertumbuhan. Kabohidrat

sebagai kebutuhan energi. Vitamin dan mineral berguna untuk proses

metabolisme zat-zat makanan, baik untuk membantu enzimatik maupun

pembentukan organ-organ tubuh.25 Hijauan atau rumput adalah kebutuhan

sapi yang paling utama. Rumput atau hijauan beragam macam dan mutu.

Nutrisi pada pakan tidak sama ada yang berkadar tinggi, rendah bahkan

sangat rendah, tergantung dari jenisnya. Peternak harus memahami tentang

kebutuhan zat-zat pakan, bahan pakan ternak sapi, cara memperbaiki mutu

jerami, penyusunan rensum dan daftar susunan zat pakan dari berbagai bahan
26
pakan. Sapi mengalami kedewasaan kelamin pada usia 8-12 bulan.

Sedangkan untuk masa kehamilan sapi selama 280-285 hari.

Sapi dapat dikelompokan berdasarkan umur yaitu:

1. Kelompok sapi anakan yaitu sapi yang berumur kurang dari satu tahun

2. Kelompok sapi muda yaitu berumur 1-2 tahun

3. Kelompok sapi dewasa yaitu berumur 2-2,5 tahun.27

D. Penyakit parasit pada sapi

Penyakit pada ternak sapi ada beberapa yang penting dan ada

beberapa yang sifatnya kurang mempengaruhi produksi. Sapi terserang

25
Darmono,Tata Laksana Usaha Sapi Kereman (Yogyakarta : Kanisius, 1993). h. 30
26
y.Bambang Sugeng. Op.Cit. h. 87-89
27
Y.Bambang Sugeng, Ibit. h. 146-160.
24

penyakit dengan dua kemungkinan sebagai sumber peyebabnya yaitu

terinfeksi oleh agen penyakit seperti virus, bakteri dan parasit atau keracunan

serta gangguan metabolisme.

Parasitologi adalah ilmu yang berisi kajian tentang organisme (jasad

hidup), yang hidup dipermukaan atau didalam tubuh organisme lain untuk

sementara waktu bahkan selama hidupnya. Parasit tersebut mengambil

sebagian atau seluruh fasilitas hidup inang hingga organisme tersebut

dirugikan. Kata parasitologi berasal dari dua kata yaitu parasitos yang berari

organisme yang mengambil makanan; logos artinya ilmu; sitos artinya

makan. Organisme lain atau organisme yang mengandung parasit disebut

hospes atau tuan rumah (inang).28 Ada 3 kelompok yang termasuk

parasitologi yaitu :

1. Zooparasit adalah parasit yang berupa hewan di bagi menjadi dalam :

a. Protozoa yaitu hewan bersel satu seperti amoeba

b. Metazoa yaitu hewan bersel banyak yang dibagi lagi dalam helmintes

(cacing) dan antropoda (serangga)

2. Fitoparasit yaitu parasit berupa tumbuh-tumbuhan yang terdiri atas:

a. Bakteri

b. Fungi (jamur)

3. Spirochaeta dan Virus

Parasitisme mencakup setiap hubungan timbal balik suatu spesies

dengan spesies lain utuk kelangsungan hidupnya. Satu jenis jasad

mendapat makanan dari lingkungan jasad lain yang dirugikan bahkan

dibunuhnya. Menurut derajat parasitisme dapat dibagi menjadi:

28
Rosdiana Safar, Parasitologi Kedokteran (Bandung: Yrama Widya, 2010), h. 2.
25

a. Komensalisme dimana jasad mendapat keuntungan dari jasad lain tetapi

jasad lain tersebut tidak dirugikan.

b. Mutualisme yaitu hubungan dua jenis jasad yang keduanya mendapat

keuntungan.

c. Simbiosis yaitu hubungan dua jenis jasad dan tidak dapat hidup

terpisah.

d. Pemangsa adalah parasit yang membunuh terlebih dahulu mangsanya

kemudian memakannya.

Hospes menurut macamnya dapat di bagi menjadi:

a. Hospes definitif yaitu hospes tempat parasit hidup, tumbuh menjadi

dewasa dan berkembang biak secara seksual.

b. Hospes perantara adalah tempat parasit tumbuh menjadi bentuk infektif

yang siap ditularkan kepada manusia ( hospes)

c. Hospes reservoar adalah hewan yang mengandung parasit dan

merupakan sumber infektif bagi manusia

d. Hospes paratenik adalah hewan yang mengandung stadium infektif

parasit tanpa menjadi dewasa dan stadium infektif ini dapat ditularkan

dan menjadi dewasa pada hospes definitif. 29

Hewan yang didalam tubuhnya terjadi perkembangan atau pembiakan


dari parasit itu dapat ditularkan kepada manusia atau hewan lain disebut
vektor. Sedangkan hewan yang dapat menularkan bentuk infektif dari parasit
dengan salah satu organ tubuhnya kepada organisme lain dinamakan hewan
perantara. dan tempat hidup parasit dewasa dimana terjadi perkembangbiakan
parasit secara seksual dinamakan habitat.30

29
Inge susanto dkk., Parasitologi kedokteran edisi keempat, (Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008), h. 1-2.
30
Rosdiana safar. Op.Cit. 4-5
26

Penyakit infeksi yang timbul pada sapi biasanya disertai gejala-gejala

yang menciri, adapun gejala-gejala yang sama antara lain berupa menurunya

nafsu makan, lesu, malas bergerak, selaput lendir kemerah-merahan, demam

dan kurang reaksi terhadap rangsangan dari luar. Beberapa agen penyakit

dapat menular melalui makanan, alat-alat kandang, bersentuhan dengan

hewan yang sakit, melalui udara dan air minum. Penyakit yang disebabkan

oleh virus masih sulit diketahui penularanya sedangkan penyakit asal bakteri,

jamur dan parasit dapat diduga penularanya.31

Cacingan atau dalam kamus kedokteran dikenal dengan istilah

helminthiasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya infestasi

cacing pada tubuh hewan, baik pada saluran percernaan, pernapasan, hati,

maupun pada bagian tubuh lainnya. Pada sapi, umumnya infestasi cacing

sering ditemukan pada saluran pencernaan dan hati.32

Cacing merupakan salah satu parasit dalam tubuh yang sangat


merugikan, baik parasit yang bersarang di usus maupun yang dihati. Oleh
karena itu, agar sapi selalu terhindar dari parasit cacing, maka peternak harus
melakukan pemberantasan cacing secara rutin, yaitu 4 bulan sekali dengan
dosis menurut petunjuk.33
1. Gejala sapi terinfeksi cacing parasit usus yaitu:
a. Kondisi menurun,
b. pertumbuhan lambat,
c. berat badan turun,
d. Kotoran encer/Diare
e. Demam
31
Darmono. Loc.Cit. h. 58-59
32
Fitri Dian Perwitasari, Hisyam Hermawan, Ida Herawati, dkk, . Efektifitas Organic
Supplement Energizer (OSE) terhadap Helminthiasis pada Sapi Potong, Jurnal Ilmu Ternak,
Vol.16, No.2 : Cirebon Jawa Barat ( Desember 2016), h. 72.
33
Op.Cit. Y.Bambang Sugeng, h.146..
27

Gangguan cacing parasit usus dapat menimbulkan gangguan

penyakit seperti anemia, radang dan gangguan pencernaaan. Ribuan cacing

dari berbagai ukuran tinggal didalam perut, dan sebagian sulit diamati

dengan mata karena terlalu kecil. Yang menjadi sasaran utama bagi

cacing- cacing ini ialah pedet dan sapi - sapi muda. Penularan atau

penyebaran cacing ini melalui pakan atau air minum yang telah tercemari

oleh larva. Akibat serangan bisa menimbulkan penyakit kekurangan darah,

kekurangan gizi, mudah kena infeksi penyakit yang lain. 34

2. Pencegahan/pengobatan

a. Hindarkan kepadatan populasi ternak di dalam kadang ataupun di

lapangan pengembalaan.

b. Hindari pengembalaan pedet yang habis di pakai untuk

menggembalakan sapi dewasa.

c. Pakan yang digunakan harus cukup dan baik guna untuk menguatkan

tubuh, Sehingga sapi tidak terlalu peka terhadap infeksi cacing. Pada

sapi yang sehat, cacing-cacing yang berada didalam perut akan mati

dengan sendirinya karena tidak bisa berkembang.

d. Menyabut rumput pada pagi hari setelah embun menghilang.

e. Rumput dilayukan terlebih dahulu sebelum diberikan kepada ternak.

f. Air minum sapi berasal dari sumber air bersih (sumur timba, sumur

pompa), bukan dari sungai atau sawah.

g. Pemberian obat anti cacing setiap 4-6 bulan sekali atau sesuai anjuran.35

34
Y.Bambang Sugeng, Sapi potong. (Jakarta: Penebar swadaya, 2006), h. 177-179.
35
Menejemen Kesehatan Hewan Ternak Sapi. Kegiatan Pencegahan Dan
Penanggulangan Penyakit Hewan Serta Fasilitasi Penerapan Keamanan Produk Pangan Asal
Hewan, Dinas Peternakan Profinsi Jawa Barat.
28

E. Kerangka Pikir

Indonesia adalah negara dengan iklim tropis. Memiliki kekayaan

alam, tanah yang subur dan kekayaan flora dan fauna yang beragam, hal

tersebut menjadi salah satu daya tarik negara indonesia. Tanah yang subur

menjadi tempat media yang baik bagi tumbuh-tumbuhan tentunya juga

menjadi habitat bagi kebanyakan hewan khususnya hewan herbifora. Lahan

pertanian yang luas tentunya menjadi salah satu alasan mengapa banyak

masyarakat indonesia yang bekerja sebagai petani khususnya di pedesaan.

Petani Indonesia dibagi menjadi beberapa yaitu petani kebun, sawah

bahkan kedua-duanya. Peternak juga masih menjadi usaha yang banyak

diminati selain bertani bahkan tidak jarang masyarakat memilih kedua-

duanya, yaitu bertani sekaligus beternak atau biasa disebut sebagai peternak

tradisional. Sumber pakan yang melimpah menjadi daya tarik masyarakat

khususnya di pedesaaan untuk beternak. Peternak di indonesia dibedakan

menjadi dua yaitu peternak tradisional dan peternak modern. Petenak modern

banyak berkebang di daerah perkotaan, sedangkan untuk peternak tradisional

banyak berkembang di pedesaan hal tersebut terjadi karena di pedesaan masih

mudah mendapatkan sumber makanan.

Sapi adalah salah satu hewan ternak yang banyak digemari

masyarakat, selain sebagai binatang ternak, sapi juga dapat digunakan sebagai

alat transportasi untuk ke ladang atau sawah atau biasa disebut sebagai

gerobak. Binatang ternak ini juga memiliki harga jual yang tinggi. Petani

ternak atau biasa kita sebut sebagai perternak tradisioanal mendapatkan

makanan dari sekitar lingkungan, jalan, lahan pertanian dan juga dengan cara

digembala.
29

Binatang ternak yang dipelihara secara tradisioanal tentunya akan

rentan terinfeksi penyakit lebih besar. Kurang sterilnya makanan, kebersihan

kandang dan kurangnya kepedulian akan kesehatan ternak oleh peternak

tradisional sebagai pemicu utama sapi terinfeksi parasit. Penyakit parasit

masih menjadi penyakit yang banyak menyerang binatang ternak. Agen

penyakit ini jika dibiarkan menginfeksi sapi dapat menyebabkan menurunnya

nafsu makan dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Parasit yang banyak

menginfeksi ruminansia khususnya sapi adalah jenis cacing parasit usus.

Binatang ternak yang terinfeksi akan mengalami kekurusan bahkan kematian.

Telur atau larva cacing dapat ditemukan pada feses, salah satunya dengan

menggunakan metode apung yang kemudian dapat diidentifikasi jenis cacing

yang menginfeksi ternak tersebut menggunakan mikroskop.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Pengambilan sempel dalam penelitian ini akan dilakukan di Dusun

Tanjung Harapan, Desa Bojong, Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten

Lampung Timur Provinsi Lampung. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan dan

identifikasi nematoda usus di laboratorium Balai Veteriner.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kantong toples 50

ml, spidol permanen, label, mikroskop, saringan mesh 100 mesh, beker glass

500 ml, gelas ukur 100 ml, Mc. Master slide, spatula, pipet tetes, coolbox,

dan kamera. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu feses sapi,

formalin dan NaCl.

C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh sapi di Dusun Tanjung

Harapan. Sampel yang diambil berupa feses. Sapi yang akan digunakan

sebanyak 19 sapi dari jumlah keseluruhan yaitu 79 ekor, selanjutnya sapi-sapi

tersebut akan diambil fesesnya sebanyak 5 gram pada masing-masing sapi.

Feses tersebut nantinya akan diperiksa untuk dapat dilakukan

pengidentifikasian nematoda usus pada feses sapi tersebut.


31

Teknik pengambilan sempel feses dilakukan secara per rektal,

sebanyak kurang lebih 5 gram setiap ekor sapi, pemilihan sempel berdasarkan

rondom sederhana (simple random sampling).1 Feses segar dimasukkan

kedalam toples 50 ml bersama dengan diberi formalin untuk mencegah

menetasnya telur selama pengangkutan dan penyimpanan.

Setiap sampel diberi label yang mencakup kode sampel dan

keterangan umur. Setelah itu, sampel dibawa dengan menggunakan coolbox

dari tempat pengambilan sampel sampai dilakukan pemeriksaan di

laboratorium.2

Tabel 1
Data sampel sapi

Kode Tinggi Lingkar Panjang Pemberian obat cacing


Umur
Sapi (cm) badan (cm) (cm) Pernah/tidak pernah
Sapi A 6 Tahun 130 170 180 Tidak pernah
Sapi B 11 bulan 135 147 154 Tidak pernah
Sapi C 22 bulan 140 160 178 Tidak pernah
Sapi D 1,5 Tahun 126 165 132 Tidak pernah
Sapi E 27 bulan 135 175 150 Tidak pernah
Sapi F 5 bulan 105 122 115 Tidak pernah
Sapi G 3 tahun 125 153 152 Tidak pernah
Sapi H 18 Bulan 110 150 135 Pernah
Sapi I 5 tahun 130 164 200 Tidak pernah
Sapi J 10 bulan 127 143 152 Tidak pernah
Sapi K 25 bulan 139 155 180 Tidak pernah
Sapi L 4 tahun 125 157 160 Tidak pernah
Sapi M 7 bulan 110 130 118 Tidak pernah
Sapi N 1,5 Tahun 124 165 140 Tidak pernah
Sapi O 2 tahun 128 154 147 Tidak pernah
Sapi P 20 bulan 122 148 146 Tidak pernah
Sapi Q 5 tahun 140 161 185 Tidak pernah
Sapi R 1,5 tahun 120 165 150 Tidak pernah
Sapi S 3 tahun 125 155 180 Tidak pernah

1
Erwin Nofyan, Mustaka Kamal, Indah Rosdiana, “Identifikasi Jenis Telur Cacing
Parasit Usus Pada Ternak Sapi (Bos sp) dan Kerbau (Bubalus sp) di Rumah Potong Hewan
Palembang” Jurnal Penelitian Sains, (Sumatra Selatan, Juni, 2010) . h. 44.
2
Darmin. S, P Yuliza. F, Sirupang. M, “Prevalensi paramphistomiasis pada sapi bali di
kecamatan Libureng, kabupaten Bone”. Jurnal Penelitian Sains, ( Makasar 2016), h.152
32

D. Cara Kerja

1. Persiapan dan Sterilisasi Alat dan Bahan

Sebelum melakukan pengambilan sampel serta melakukan

penelitian terlebih dahulu peneliti mempersiapkan alat dan bahan yang

akan digunakan. Pertama peneliti mempersiapkan alat-alat untuk

mengambil sampel feses. Sebelum melakukan penelitian di Laboratorium,

terlebih dahulu peneliti melakukan penyeterilan alat dan bahan yaitu

toples 50 ml, saringan mesh 100 mesh, beker glass 500 ml, gelas ukur 100

ml, Mc. Master slide, spatula, pipet tetes, sebelumnya dicuci bersih

kemudian dikeringkan, selanjutnya disterilisasi dengan air yang mendidih

untuk membunuh kuman yang masih tersisa. peneliti juga harus melakuan

sterilisasi diri sebelum mulai melakukan penelitian yaitu dengan cara

mencuci tangan dan menyemprotkan alkohol 70% pada tangan untuk

membersihkan tangan dari kuman, menggunakan masker, alas kaki dan jas

Laboratorium fungsinya untuk melidungi diri dari bahan-bahan kimia di

lalboratorium.

2. Tahan Pemeriksaan

Untuk mengetahui sampel yang positif terinfeksi nematoda saluran

pencernaan, pengamatan parasit didalam tinja dilakukan melalui metode

kualitatif dengan cara mengidentifikasi telur cacing yang ditemukan,

melalui pengamatan mikroskop, pemeriksaan dilakukan dengan metode uji

EPG ( Egg Per Gram) Mc. Master.3 Uji EPG Mc. Master adalah uji

pengapungan yang pada prinsipnya bahwa telur cacing akan pengapung

3
Aji Winarso, Fadjar Satrija, dan Yusuf Ridwan “Prevalensi Trichurosis pada Sapi
Potong di Kecamatan Kasiman Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur” Jurnal Kajian Veteriner ISSN
: 2356-4113, Vol. 3 No. 2 (Desember 2015), h. 226.
33

didalam pelarut, dengan cara menyiapkan NACL jenuh sebanyak 50 ml,

saringan diletakan di atas beker glass kemudian mengambil feses sebanyak

5 gram dan meletakanya pada saringan yang kemudian feses tersebut

diaduk menggunakan pengaduk sekaligus menuangkan sedikit demi

sedikit NACL 50 ml pada tinja. Tujuan pengadukan pada saat menuangkan

NACL adalah agar telur cacing dapat terlarut dengan baik ke dalam beker

glass. Kemudian beker glass yang berisi filtrat didiamkan sampai 5 menit

tujuanya adalah supaya telur cacing dapat mengapung. Setelah 5 menit

mengoyang-goyangkan beker glass dan kemudian mengambil filtrat

menggunakan pipet, lalu memasukan kedalam Mc.Master Plate sampai

penuh. Kemudian mendiamkanya kembali selama 5 menit dan selanjutnya

mengamatinya menggunakan mikroskop dengan pembesaran obyektif

40X. Mengamati telur atau cacing didalam sempel tersebut kemudian

mengidentifikasi dengan membandingkan atau mengacu pada literatur

yang ada.4

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara

deskriptif dan dokumentasi yaitu dengan melakukan identifikasi telur cacing

nematoda saluran pencernaan pada sapi melalui pemeriksaan feses secara

mikroskopis. Dokumentasi adalah cara memperoleh data dalam bentuk

gambar ataupun benda tertulis. Data dikumpul dari jumlah sampel yang

diamati dan hasil pemeriksaan di laboratorium.

4
Colville.j. 1991. Diagnostic Parasitologi for Veterinery Technicians American
veeterinery Publications, Inc 5782 Thomwood Drive Golera. California. 93117.hal. 19-26.
34

F. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah suatu cara untuk menarik kesimpulan dari hasil

eksperimen atau percobaan. Data diperoleh dari jumlah sampel yang diamati

dan hasil pemeriksaan di laboratorium, kemudian dianalisis secara deskriptif

kualitatif melalui tabulasi data sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam

penelitian.5

G. Alur kerja Penelitian

Menyiapkan alat dan bahan yang akan di


a. Persiapan gunakan dalam penelitian

Survei lokasi, mendata jumlah ternak di Dusun Tanjung


b. Pengambilan Harapan. mengambil feses secara per rektal, sebanyak
sampel kurang lebih 5 gram setiap ekor sapi. Feses segar
dimasukkan ke dalam kantong plastik bersama dengan
kapas yang telah diberi formalin 10 %
c. Melakukan
Strerilisasi diri Sterilisasi dengan air yang mendidih untuk membunuh
kuman yang masih tersisa. Mencuci tangan dan
dan alat yang
menyemprotkan alkohol pada tangan.
akan di gunakan
d. Pembuatan
Pembuatan media menggunakan metode apung dan
media dan mengamati sempel menggunakan mikroskop
pengamatan

e. Pengumpulan data Deskriptif dan Dokumentasi

f. Analisis data Deskriptif kualitatif

g. Pembahasan

h. Kesimpulan

5
. Sri Rahayu. Prevalensi Nematodiasis Saluran Pencernaan Pada Sapi Bali (Bos
Sondaicus) Di Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang. Skripsi Program Studi Kedokteran Hewan
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar 2015, h. 18
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran umum lokasi penelitian

Sampel feses penelitian diambil dari sapi-sapi di Dusun Tanjung

Harapan. Dusun Tanjung Harapan berada di Desa Bojong Kecamatan

Sekampung Udik Kabupaten Lampung Timur. Desa Bojong memiliki luas

wilayah 17.150 Ha. Batas-batas desa Bojong sebelah Utara berbatasan

dengan Toba dan Banjar Agung, sebelah Timur berbatasan dengan Hutan

Rec 38 Gunung Balak, sebelah selatan berbatasan dengan Pugung Raharjo

dan sebelah Barat berbatasan dengan Gunung Agung.

Desa Bojong terdiri dari 8 bayan untuk Dusun Tanjung Harapan

sendiri terdiri dari 3 bayan yaitu bayan 4,5 dan Bayan 6. Mayoritas

penduduk Tanjung harapan adalah suku jawa dan sunda. Masyarakat

Dusun Tanjung Harapan mayoritas berprofesi sebagai petani sawah,

kebun dan peternak tradisional. Jumlah keseluruhan ternak sapi di Dusun

Tanjung Harapan yaitu 79 ekor. Desa Bojong memiliki kondisi alam dan

luas wilayah sawah tadah hujan 400 ha, hutan tanam industri 200 ha dan

pesawahan 155 ha.1

1
Ahmad Kausar, Monografi Desa Bojong Kecamatan Sekampung Udik Kabupaten
Lampung Timur. (Lampung : Desa bojong, 2014), h. 3-12.
36

Jumlah penduduk Dusun Tanjung Harapan yang memiliki ternak

secara keseluruhan berjumlah 33 KK (Kepala Keluarga) dengan jumlah

ternak 79 ekor. Bayan 1 terdiri dari 128 KK dengan 10 KK yang memiliki

sapi dengan jumlah total sapi 25 ekor. Bayan 2 terdiri dari 210 KK dengan

jumlah KK yang memelihara sapi berjumlah 13 KK jumlah sapi 33. Bayan

3 terdiri dari 110 KK dengan jumlah KK yang memelihara sapi berjumlah

10 KK jumlah sapi secara keseluruhan di Bayan 3 adalah 21 ekor.

Peternak Dusun Tanjung Harapan mayoritas tidak memberikan obat cacing

pada ternak, tetapi jika sapi mereka menunjukan gejala sakit petani ternak

memberikan minuman dari bahan jamu-jamuan seperti air dari hasil

rebusan temulawak.

2. Hasil Pengamatan Feses Sapi

Hasil pengamatan di laboratorium Veteriner Lampung terhadap 19

feses sapi yang diperoleh dari Dusun Tanjung Harapan, Desa Bojong

kecamatan Sekampung Udik kabupaten Lampung Timur menunjukan

bahwa, ditemukan adanya telur cacing parasit usus kelas nematoda dan

kelas cestoda. Hasil pengamatan terlihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2
Hasil Pemeriksaan Sampel Feses Sapi Di Dusun Tanjung Harapan

No Kelas Spesies Jumlah Sapi


1 Nematoda - Bunostomum Sp - 2 Ekor Sapi
- Haemonchus Sp - 2 Ekor Sapi
- Ascaris Sp - 1 Ekor Sapi
2 Cestoda - Moniezia Sp - 1 Ekor Sapi
3 Protozoa - Eimeria Sp - 4 Ekor Sapi
37

Hasil pengamatan identifikasi cacing parasit usus pada sapi di

dusun Tanjung Harapan dari 19 sampel yang diamati 5 sampel positif

terdapat telur cacing nematoda pada uji pemeriksaan feses J, N, P, R dan S

sedangkan, 1 sampel positif terdapat telur cacing cestoda pada uji

pemeriksaan feses R dan 3 positif adanya protozoa usus pada sampel E, K

dan S sedangkan 14 sampel feses sapi tidak ditemukan adanya telur

cacing.

Tabel 3
Data Sampel Yang Terdapat Telur Cacing Parasit Usus

Kode Sampel Spesies Gambar Kelas

Gambar 4. Telur fertil


Bunostomum
Sampel J Nematoda
trigonocephalum (10x)
56,23 µm x 106,27 µm

Gambar 5. Telur fertil


Bunostomum
Sampel N Nematoda
trigonocephalum (10x)
56,23 µm x 106,27 µm
38

Gambar 6. Telur fertil


Sampel P Haemonchus contordus Nematoda
(10x) 35,13 µm x 73,50 µm

Gambar 7. Telur fertil


Sampel R Haemonchus contortus Nematoda
(10x) 35,23 µm x 75, 61 µm

Gambar 8. Telur fertil


Moniezia bendeni (10x) Cestoda
53,08 µm x 47, 85 µm

Gambar 9. Telur fertil


Ascaris vitulorum (10x)
Sampel S Nematoda
71,63 µm x 73,31 µm

Gambar di atas adalah gambar telur cacing usus pada feses sapi

yang diambil dari Dusun Tanjung Harapan yang ditemukan pada saat

pengamatan menggunakan mikroskop yang dilakukan di Balai Veteriner


39

Lampung. Adapun cacing parasit usus yang ditemukan pada saat

identifikasi yaitu dari kelas nematoda ada 3 spesies yaitu Bustomum

trigonocephalum, Ascaris vitulorum dan Haemoncus contortus, dari kelas

cestoda di temukan satu spesies yaitu Moniezia bendeni sedangkan untuk

kelas trematoda tidak ditemukan.

B. Pembahasan

Penelitian ini menggunakan total sampel feses sapi yang akan

diperiksa berjumlah 19 sampel. Pengambilan sampel lakukan secara acak dan

feses diambil sebanyak kurang lebih 5 gram setiap ekor sapi. Pemeriksaaan

sampel feses dilakukan dengan menggunakan metode uji apung yaitu uji EPG

( Egg Per Gram) Mc. Master. Peneliti tidak melakukan perhitungan jumlah

telur cacing pergram pada tinja karena peneliti hanya melakukan identifikasi

jenis cacing parasit usus yang terdapat pada feses sapi di Dusun Tanjung

Harapan desa Bojong kecamatan Sekampung Udik Kabupaten Lampung

Timur sesuai dengan pembatasan masalah pada bab I.

Feses yang akan diuji haruslah menggunakan feses yang segar,

dimana feses diambil pada waktu pagi hari, namun pada kondisi tertentu tidak

dapat dilakukan maka diperlukan pengawet. Feses yang telah diambil

kemudian dimasukan ke dalam toples 50 ml, setelah itu diberikan formalin.

Sampel-sampel yang sudah diberi formalin, kemudian disimpan kedalam

collbox (kotak pendingin), Tujuan dari pemberian formalin untuk menjaga

morfologi sel serta mencegah perkembangan telur cacing. Formalin

merupakan bahan kimia yang berfungsi sebagai desinfektan dan antimikroba,


40

yang dapat membasmi berbagai jenis bakteri pembusuk, disamping itu dapat

mengeraskan jaringan tubuh.2

Collbox berfungsi menjaga feses supaya tetap dalam keadaan segar

dan untuk mencegah penetasan telur cacing pada saat sebelum pemeriksaan.

Lokasi pengambilan sampel dengan pengujian sampel, memiliki jarak yang

cukup jauh, yang tidak memungkinkan untuk langsung dilakukan

pemeriksaan laboratorium. Setelah selesai pengambilan sampel di Dusun

Tanjung Harapan sampel-sampel tersebut dibawa ke Balai Veteriner untuk

dilakukan uji laboratorium. Pengujian laboratorium ini guna untuk

mengetahui ada atau tidaknya parasit usus pada feses sapi Dusun Tanjung

Harapan, kemudian dilakukan identifikasi telur cacing parasit usus pada

masing-masing sampel feses. Identifikasi dilakukan berdasarkan morfologi

dan morfometri.

Cacing parasit usus yang ditemukan pada pemeriksaan sampel feses

sapi dibawah mikroskop, dari jumlah 19 sampel, 5 diantaranya positif

terdeteksi adanya cacing parasit usus yaitu sampel J, N, P, R dan S, hasil

pemeriksaan dapat dilihat pada tabel 3. Sampel yang positif terdapat telur

cacing parasit usus tersebut, ada 3 spesies cacing nematoda yang ditemukan

yaitu Haemonchus contortus, Ascaris vitulorum dan Bunostomum

trigonocephalum. Kelas cestoda hanya 1 spesies yang ditemukan yaitu

Moniezia bendeni.

2
Dewi Inderiati dkk.” Formalin Dengan Berbagai Pelarut tidak Efektif untuk Mencegah
Perkembangan Telur Ascaris Lumbricoides”. Jurnal Poltekkes Kemenkes jakarta III,(Agustus
2016) h. 11.
41

Telur cacing Bunostomum trigonocepalum, ditemukan pada sampel J

dan N, telur cacing Haemonchus contortus ditemukan pada sampel P dan R,

Ascaris vitulorum ditemukan pada sampel feses S, dan telur cacing Moniezia

bendeni ditemukan pada sampel R. 19 sampel feses yang diamati tidak

ditemukan adanya telur cacing kelas trematoda hal tersebut dapat di

pengaruhi dari beberapa faktor, seperti kondisi lingkungan, trematoda banyak

ditemukan pada daerah yang dekat dengan perairan karena dalam penularanya

membutuhkan hospes peratara yaitu keong air dan tumbuhan air.3 Dusun

Tanjung Harapan memiliki jarak yang cukup jauh dari laut, sungai, danau dan

tidak terdapat irigasi adapun sawah di Dusun Tanjung Harapan merupakan

sawah tadah hujan. Petani Dusun Tanjung Harapan mayoritas petani kebun.

Peternak di Dusun Tanjung Harapan mendapatkan makanan untuk ternak sapi

mereka dari sekitar kebun, yang jauh dari sumber genangan air yang sebagai

tempat tumbuh dan berkembang tanaman air serta keong air. Protozoa jenis

Eimeria sp juga ditemukan pada saat penelitian, data tersebut dapat dilihat

pada tabel 2.

Telur cacing Bunostomum trigonocephalum ditemukan pada sampel J

dan N. Bunostomum trigonocephalum merupakan jenis cacing dari kelas

nematoda yang termasuk luas penyebaranya. Telur cacing Bunostomum

trigonocephalum mempunyai bentuk penampang bulat lonjong dengan ujung

tumpul, tidak bersegmen dan berwarna putih kecoklatan, warna telur ini lebih

3
Inge susanto dkk. Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat (Jakarta : Badan Penerbit
Fakultas kedokteran universitas indonesia, 2008), h.53
42

gelap dari genus lain.4 Telur cacing Bunostomum trigonocephalum berukuran

antara 79-117 x 47-70 µm.5 Telur cacing pada sampel J dan N memiliki ciri

yang mengarah pada ciri Bunostomum trigonocephalum. Peneliti pertama

melihat dan mencocokan hasil gambar telur cacing yang telah ditemukan

dengan literatur gambar telur-telur cacing nematoda yang lain bahwasanya

dari beberapa gambar cacing nematoda yang memiliki bentuk paling mirip

dengan telur cacing yang ditemukan yaitu cacing Bunostomum

trigonocephalum. Selain mencocokan menggunakan literatur gambar, peneliti

juga menganalisis dari bentuk serta ukuran telur cacing dari beberapa literatur

dimana telur berbentuk bulat lonjong dengan ukuran 56,83 x 106.57 µm,

ukuran ini tentunya sesuai dengan ukuran telur cacing Bunostomum

trigonocephalum. Adapun warna telur cacing yang berwarna putih kecoklatan

tidak dapat terlihat jelas pada saat pengamatan hal tersebut dapat disebabkan

karena telur cacing tersebut tercampur dengan warna feses, sehingga akan

sulit untuk melihat dari warna telur cacing itu sendiri.

Klasifikasi
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Secernentea
Ordo : Strongylina
Famili : Ancylostomatidae
Genus : Bunostomum
Species : Bunostomum trigonocephalum

4
Subekti,S.S dkk. Buku Ajar Ilmu penyakit Helminth Veteriner. Surabaya : Fakultas
Kedoktereran Hewan Universitas Eir langga. 2011.
5
Muhsoni Fadli, Ida Bagus Made Oka, Nyoman Adi Suratma. “Prevalensi Nematoda
Gastrointestinal pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan Mengwi
Badung”Jurnal ISSN : 2301-7848. Indonesia Medicus Veterinus, Vol. 3 (2014), h. 415.
43

Telur Haemonchus contortus ditemukan pada sampel P dan R.

Berdasarkan hasil gambar pada tabel 2, pengamatan mikroskop diatas

menunjukan bahwa telur cacing berbentuk lonjong dengan ukuran 72,72 µm

x 36,64 µm. Hal ini sesuai dengan ukuran dan bentuk dari cacing

Haemonchus contortus yaitu cacing nematoda yang memiliki bentuk telur

lonjong serta berukuran 69-95 x 35-54 µm.6 Peneliti selain menganalisis

ukuran dan bentuk juga mengidentifikasi telur cacing yang telah ditemukan

dengan mengidentifikasinya secara morfologi tingkat kemiripan

menggunakan literatur gambar dari beberapa telur nematoda usus untuk

melihat gambar yang paling sesuai dengan telur cacing yang telah ditemukan.

gambar telur dari cacing Haemoncus contortus adalah yang paling sesuai

dengan hasil pengamatan telur cacing yang ditemukan pada sampel P dan R.

oleh karena itu berdasarkan identifikasi dan deskripsi yang sudah dilakukan

maka telur cacing tersebut adalah telur cacing Haemonchus contortus.

Klasifikasi

Filum : Nemathelminthes

Kelas : Secernentea

Ordo : Strongylina

Famili : Trichostrongylidae

Genus : Haemonchus

Species : Haemonchus contortus

Telur Ascaris vitulorum ditemukan pada sampel S. Gambar telur

cacing tersebut dapat dilihat pada tabel 2, dimana telur yang telah ditemukan

6
Sri Rahayu,“Prevalensi Nematodiasis Saluran Pencernaan pada Sapi Bali (Bos
Sondaicus) Di Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang.” ( Skripsi Universitas Hasanuddin
Makassar, Makasar, 2015), h.9.
44

berbentuk bulat oval pendek memiliki dua lapisan dalam dimana telur

tersebut memiliki lapisan yang bergranula dan memiliki ukuran 71,63 µm x

73,31 µm. hal ini sesuai dengan literatur yang mendeskrisikan bahwa telur

Ascaris vitulorum berwarna kuning, berdinding cukup tebal, dengan ukuran

telur sekitar 75-95 x 60-75 µm.7 Telur berbentuk oval pendek, lapisan terluar

berupa protein dan lapisan dibawah dalamnya dapat dibedakan menjadi kulit

telur yang transparan dan membrane vitelinus yang bergelombang. 8 Selain

peneliti mengidentifikasi berdasarkan bentuk dan ukuran peneliti

menggunakan tingkat kemiripan dengan gambar literatur yang ada. Dengan

melihat tingkat kemiripan gambar serta dari analisis yang dilakukan, maka

dapat ditarik kesimpulan bahwasanya telur cacing pada sampel S yaitu telur

cacing Ascaris vitulorum.

Klasifikasi

Filum : Nemathelminthes

Kelas : Secernentea

Ordo : Ascaridida

Famili : Ascarididae

Genus : Ascaris

Species : Ascaris vitulorum

Telur cacing cestoda ditemukan pada sampel feses sapi R, dimana

spesies yang ditemukan yaitu Moniezia bendeni. Cestoda memerlukan dua

inang perantara. Cacing Cestoda akan berkembang biak sebelum menginfeksi

7
Pudjiatmoko, Manual Penyakit Hewan Mamalia ( Jakarta: kementrian pertanian
direktorat jendral peternakan dan kesehatan hewan. Derektorat kesehatan hewan, 2012). h. 357
8
Miyazaki,Ichiro. (1991) An Illustrated Book of Helminthic Zoonoses, Tokyo,
International Medical Foun dation of Japan, pp: 296-305.
45

di usus hewan karnivora, kemudian membentuk larva Metacestoda dalam

organ internal sapi dan masuk ke tubuh manusia.9

Klasifikasi
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Cestoda
Ordo : Cyclophylidea
Famili : Anoplocephalidae
Genus : Moniezia
Species : Moniezia bendeni
Parasit cacing saluran pencernaan merupakan salah satu masalah yang

sering menyebabkan gangguan kesehatan pada ternak khususnya ruminansia.

Kerugian yang ditimbulkan akibat infestasi cacing saluran pencernaan

diantaranya adalah menurunkan performa produksi dan reproduksi.10 Sapi

yang terinfeksi cacing usus cenderung memiliki postur badan kurus, demikian

pula sapi-sapi ynag ada di Dusun Tanjung Harapan ini menunjukkan tanda-

tanda kekurusan seperti tulang rusuk dan tulang pada paha terlihat jelas,

tentunya hal tersebut nantinya dapat mempengaruhi harga jual dari sapi itu

sendiri. Meskipun dampak yang ditimbulkan dapat membahayakan kesehatan

ternak namun penyakit ini masih sering diabaikan oleh peternak khususnya

peternak tradisional, demikian pula peternak sapi di Dusun Tanjung Harapan,

masih banyak yang mengabaikan masalah kecacingan, peternak Dusun

Tanjung Harapan masih sangat kurang memperhatikan kebersihan kandang,

sehingga kandang menjadi becek dan lembab karena kotoran dibiyarkan

9
Op. Cit. Novese Tantri dkk, h. 105.
10
Purwaningsih dkk. “Infestasi Cacing Saluran Pencernaan Pada Kambing Kacang
Peranakan Ettawa Di Kelurahan Amban Kecamatan Manokwari Barat Kabupaten Manokwari
Provinsi Papua Barat”. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 5 No.1 (Maret 2017), h. 8.
46

menumpuk di dalam kandang, serta tidak diberikan obat cacing secara rutin

oleh peternak. Dari 19 sampel yang diamati 7 sampel terdeteksi adanya

parasit usus, dari ke 7 sampel yang terdeteksi parasit usus, hanya 5 sampel

terdeteksi adanya telur cacing parasit usus.

Spesies yang paling banyak ditemukan pada saat pemeriksaan feses

sapi di Dusun Tanjung Harapan yaitu kelas nematoda. Cacing jenis ini

memang merupakan jenis cacing parasit usus yang paling sering ditemukan.

Spesies cacing nematoda usus yang ditemukan ketiganya merupakan jenis

telur cacing nematoda yang sering ditemukan dan satu spesies dari kelas

cestoda yaitu Moniezia bendeni spesies cestoda ini merupakan spesies yang

sering pula ditemukan pada saat penelitian identifikasi telur cacing pada

feses.

Spesies cacing yang ditemukan seluruhnya merupakan spesies-

spesies yang umum ditemukan pada pemeriksaan feses sapi. Haemonchus

contortus dan Bunostomum trigonocephalum pada penelitian ini merupakan

telur cacing yang paling banyak ditemukan jika dibandingkan dengan telur

cacing Ascaris vitulorum dan Moniezia bendeni. Cacing parasit usus tersebut

pada dasarnya memliki kemiripan dalam cara penginfeksiannya terhadap

binatang ternak.

Haemonchus contortus dan Bunostomum trigonocephalum dan

Ascaris vitulorum merupakan cacing yang sering ditemukan pada saat

penelitian, karena cara penularanya dan penyebabnya yang hampir sama.

Masalah kecacingan saluran pencernaan pada sapi biasanya tidak begitu

menunjukan perbedaan antara wilayah kejadian yang satu dengan yang lain,
47

hanya saja yang membedakan adalah jenis spesies yang ditemukan. Parasit

usus yang ditemukan pada hasil penelitian ini juga banyak ditemukan pada

penelitian di wilayah lain. Parasitik yang umum dijumpai pada ruminansia

khususnya sapi adalah fasciolosis dan nematodosis yaitu cacing Haemonchus

contortus, Toxocara vitulorum, Oesophagostomum sp, Bunostomum sp dan

Trichostrongylus sp.11

Parasit dapat menular melalui air, kondisi kandang yang kurang baik,

kurang dijaganya kebersihan pakan, dan tidak ada pemberian obat cacing

secara rutin. Beberapa masalah tersebut dapat menjadi penyebab terjadinya

infeksi kecacingan, selain itu infeksi yang terjadi pada hewan ternak dapat

disebabkan karena lemahnya ketahanan tubuh hewan dalam melawan

serangan cacing parasit.12 Infeksi parasit di Dusun Tanjung Harapan ini

disebabkan, karena pemeliharan sapi yang masih tradisional, dimana sapi

terkadang masih digembala disekitar kebun, kondisi kandang yang kurang

baik, kurang terjaganya kebersihan kandang dan kebersihan sapi, kurang

diperhatikan kebersihan pakan, serta tidak adanya pemberian obat cacing

secara rutin, hal tersebut dikarenakan masih kurang pahamnya peternak akan

bahaya infeksi cacing parasit usus. Peternak sapi di Dusun Tanjung Harapan

akan mengandangkan sapi mereka pada sore hari, meskipun ternak sudah

dikandangkan, namun kebersihan disekitar kandang masih kurang

diperhatikan, seperti feses yang terjatuh tidak langsung dibersihkan hingga

dibiarkan menumpuk, urin yang tersebar dimana-mana dan pembungan feses

hanya dibuang di sekitar kandang yang nantinya akan digunakan sebagai

11
Op.cit, Muhammad Rofiq Nezar dkk, h. 95.
12
Op. Cit. Novese Tantri dkk. h. 105
48

pupuk untuk tanaman di kebun, sedangkan pakan didapat dari sekitar kebun.

Pakan diletakan tidak jauh dari kandang dan limbah kotoran, sehingga

memungkinkan pakan untuk terkontaminasi oleh kotoran sapi, hal tersebut

dapat menjadi tempat berkembangbiak bagi beberapa parasit, khususnya

cacing parasit usus.

Gambar 10. Eimeria sp


Dapat diakses https://www.google.com pada 04 september 2018

Parasit dari kelas protozoa yaitu Eimeria sp ditemukan juga pada saat

penelitian. Eimeria sp merupakan parasit gastrointestinal dari kelompok

protozoa penyebab penyakit coccidiosis, ukuran Eimeria 37,962 x 28,869 µm

dan 29,370 x 19,558 µm. Faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya

infeksi protozoa gastrointestinal adalah kebersihan lingkungan kandang dan

sapi tersebut. Cara penularan Emeria disebabkan karena tertelannya ookista

bersama dengan makanan yang terkontaminasi ookista yang telah

bersporulasi. Makanan terkontaminasi oleh ookista yang berasal dari feses

yang menumpuk. Ookista berspora dapat bertahan untuk waktu yang lama

dibawah kondisi lingkungan yang menguntungkan.13 Protozoa ini umum

ditemukan pada saat pemeriksaan identifikasi telur cacing pada feses,

dikarenakan kemiripan pada cara penularanya.

13
Anak Agung Sagung Indraswari dkk. “Protozoa Gastrointestinal: Eimeria Auburnensis
dan Eimeria Bovis Menginfeksi Sapi Bali Betina Di Nusa Penida”. Jurnal ISSN: 2085-2495;
ISSN: 2477-2712 Buletin Veteriner Udayana, Vol 9 No.1(Februari 2017). h. 114-115.
49

C. Hasil penelitian Sebagai Sumber Belajar

Sumber belajar dapat diartikan sebagai informasi yang disajikan dan

disimpan dalam berbagai bentuk dan sangat menunjang dalam proses belajar

mengajar. Pembelajaran biologi tidak terlepas dengan pelaksanaann

praktikum, karena dengan pelaksanaan praktikum dapat membantu siswa

untuk lebih mudah memahami materi pelajaran. Dalam pelaksaan praktikum

diperlukan sebuah panduan atau petunjuk tata cara pelaksanaan percobaan.

Hasil Penelitian tentang identifikasi cacing parasit usus pada feses sapi di

Dusun Tanjung Harapan di Desa Bojong Kecamatan Sekampung Udik

Lampung Timur, dapat dijadikan sebagai sumber belajar siswa, dalam bentuk

panduan praktikum pada materi kingdom animalia pada sub bab

Nemathelminthes kelas X semester genap.


BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil

kesimpulan bahwa: Sampel feses sapi di Dusun Tanjung Harapan, Desa

Bojong Kecamatan Sekampung Udik Lampung Timur positif adanya cacing

parasit usus. 5 sampel yang positif terdapat cacing parasit usus yaitu sampel J,

N, P, R dan S. Cacing parasit usus yang ditemukan yaitu Bonustomum

trigonocephalum, Haemonchus contortus, Ascaris vitulorum dan Moniezia

bendeni.

B. Saran

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa feses sapi Dusun Tanjung

Harapan Desa Bojong Kecamatan Sekampung Udik Lampung Timur yang

telah diteliti teridentifikasi adanya telur cacing parasit usus, oleh karena itu,

peneliti menyarankan beberapa hal sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui tingkat infeksi

cacing parasit usus di Dusun Tanjung Harapan Desa Bojong Kecamatan

Sekampung Udik Lampung Timur.

2. Perlu dilakukan penyuluhan kepada peternak di Dusun Tanjung Harapan

Desa Bojong Kecamatan Sekampung Udik Lampung Timur akan bahaya

infeksi cacing parasit usus dan pencegahanya.


51

3. Masyarakat diharapkan dapat lebih menjaga kebersihan diri dan

lingkungan.

4. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi kepada peserta didik

untuk menambah pemahaman tetang materi kingdom Animalia pada sub

konsep Nemathelminthes.
DAFTAR PUSTAKA

Anak Agung Sagung Indraswari, Ni Ketut Suwiti, Ida Ayu Pasti Apsari.
“Protozoa Gastrointestinal: Eimeria auburnensisdan Eimeria bovis
Menginfeksi Sapi Bali Betina Di Nusa Penida.” Jurnal ISSN: 2085-2495;
ISSN: 2477-2712 Buletin Veteriner Udayana Vol 9, no. 1 (2017).

Aulia Evi Susanti, Prabowo A. “Identifikasi Masalah Kesehatan Sapi Potong Di


Wilayah Pendampingan Psdsk Provinsi Sumatera Selatan.” Seminar
Nasional Teknologi Peternakan Dan Veteriner, 2013.

Bambang Siswanto, Liliana Sagita dan Kurniatun Hariah. “Studi Keragaman dan
Kerapatan Nematoda pada Berbagai Sistem Penggunaan Lahan di Sub Das
Konto. Malang.” Jurnal Tanah Dan Sumberdaya Lahan Vol 1, no. 1 (2014).

Biologi, D semester V. Parasitologi Jilid 1. Lampung.: IAIN Raden Intan


Lampung, 2014.

Campbell, Reece. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3. Jakarta: Erlangga, 2010.

Darmin. S, P Yuliza. F, dan Sirupang M. “Prevalensi Paramphistomiasis pada


Sapi Bali di Kecamatan Libureng, Kabupaten Bone.” Jurnal Penelitian
Sains, 2016.

Darmono. Tata Laksana Usaha Sapi Kereman. Yogyakarta: Kanisius, 1993.

Departemen Agama RI. Mushaf Al –Qur’an Terjemah. Depok: Al-Huda, 2002.

Erwin Nofyan, Indah Rosdiana dan Mustaka Kamal. “Identitas Jenis Telur Cacing
Parasit Usus pada Ternak Sapi (Bos Sp) dan Kerbau (Bubalus Sp) di Rumah
Potong Hewan Palembang. Palembang.” Jurnal Penelitian Sains, 2010.

H.m.muslim. Parasitologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC, 2009.

Iba Ambarisa, Irnawati Marsaulina dan Wirsal Hasan. “Analisis Cacing Hati
(Fasciola Hepatica) Pada Hati dan Feses Sapi yang Diambil dari Rumah
Potong Hewan di Mabar Medan. Meda.” Jurnal Penelitian Sains, 2013.

Ida Bagus Made Oka, Muhsoni Fadli dan Nyoman Adi Suratma. “Prevalensi
Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali Yang Dipelihara Peternak di Desa
Sobangan Mengwi Badung. Bali.” Jurnal ISSN : 2301-7848. Indonesia
Medicus Veterinus Vol. 3 (2014).
Inderiati, Dewi dkk. “Formalin Dengan Berbagai Pelarut tidak Efektif untuk
Mencegah Perkembangan Telur Ascaris Lumbricoides.” Jurnal Poltekkes
Kemenkes Jakarta III, 2016.

J.Colville. Diagnostic Parasitologi for Veterinery Technicians American


Veeterinery Publications, Inc 5782 Thomwood Drive Golera. California:
veeterinery, 1991.

Kausar, Ahmad. Monografi Desa Bojong Kecamatan Sekampung Udik Kabupaten


Lampung Timur. Lampung: Desa Bojong, 2014.

Kertawirawan, I Putu Agus. “Identifikasi Kasus Penyakit Gastrointestinal Sapi


Bali Dengan Pola Budidaya Tradisional pada Agroekosistem Lahan Kering
Desa Musi Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng. Bali.” Jurnal Buletin
Teknologi Dan Informasi Pertanian Vol.12, no. 36 (2010).

Larasati, Hindun. “Prevalensi Cacing Saluran Pencernaan Sapi Perah pada


Peternakan Rakyat di Provinsi Lampung.” Universitas Lampung, 2016.

Miyazaki, Ichiro. An Illustrated Book of Helminthic Zoonoses. Tokyo:


International Medical Foun Dation of Japan, 1991.

Nezar, Muhammad Rofiq. “Jenis Cacing Pada Feses Sapi di Tpa Jati Barang dan
Ktt Sidomulyo Desa Nongko Sawit.” skripsi, Universitas Negeri semarang,
2014.

Novese Tantri, Siti Khotimah dan Tri Rima Setyawati. “Prevalensi dan Intensitas
Telur Cacing Parasit pada Feses Sapi (Bos Sp.) Rumah Potong Hewan
(RPH) Kota Pontianak Kalimantan Barat.” Jurnal Protobiont Vol. 2, no. 2
(2013).

Perwitasari, Fitri Dian dkk. “Efektifitas Organic Supplement Energizer (OSE)


Terhadap Helminthiasis pada Sapi Potong, Jurnal Ilmu Ternak.” Jurnal Ilmu
Ternak Vol.16, no. 2 (2016).

Pudjiatmoko. Manual Penyakit Hewan Mamalia. Jakarta: Kementrian Pertanian


Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2012.

Purwaningsih, Dkk. “Infestasi Cacing Saluran Pencernaan pada Kambing Kacang


Peranakan Ettawa di Kelurahan Amban Kecamatan Manokwari Barat
Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat.” Jurnal Ilmiah Peternakan
Terpadu Vol. 5, no. 1 (2017).

Putri, Amanda Amalia. “Prevalensi Nematoda Usus pada Kambing (Capra Sp.)
dengan Pemberian Pakan Hijauan dan Konsentrat di Kelurahan Sumber
Agung, Kecamatan Kemiling Bandar Lampung.” Universitas Lampung,
2016.
Putri Handayania, Purnama Edy Santosa dan Siswanto. “Tingkat Infestasi Cacing
Saluran Pencernaan pada Sapi Bali Di Kecamatan Sukoharjo Kabupaten
Pringsewu Provinsi Lampung. Lampung.” Jurnal Ilmiah Peternakan
Terpadu Vol. 3, no. 3 (2015).

Rahayu, Sri. “Prevalensi Nematodiasis Saluran Pencernaan pada Sapi Bali (Bos
Sondaicus) di Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang.” Skripsi,
Universitas Hasanuddin, 2015.

Ridwan, Aji Winarso Fadjar Satrija dan Yusuf. “Prevalensi Trichurosis Pada Sapi
Potong di Kecamatan Kasiman Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur.” Jurnal
Kajian Veteriner ISSN: 2356-4113 Vol. 3, no. 2 (2015).

Safar, Rosdiana. Parasitologi Kedokteran. Bandung: Yrama widya, 2010.

Setiawan Koesdarto, Suherni Susilo Wati dan Virgi Alcitita Raka Jhoni.
“Pengaruh Tatalaksana Kandang Terhadap Infeksi Helminthiasis Saluran
Pencernaan pada pedet Peranakan Simental dan Limousin di
KecamatanangYosowilangun Lumajang.” Jurnal Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Airlangga Vol.3, no. 2 (2015).

Subekti, S.S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Helminth Veteriner. Surabaya: Fakultas
Kedoktereran Hewan Universitas Eir langga, 2011.

Sugeng, Y. bambang. Sapi Potong. Jakarta: Penebar Swadaya, 2006.

Susanto, Inge dkk. Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat. Jakarta: Badan


Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008.

Veteriner, Seminar Nasional Teknologi Peternakan. “Kegiatan Pencegahan dan


Penanggulangan Penyakit Hewan Serta Fasilitasi Penerapan Keamanan
Produk Pangan Asal Hewan, Dinas Peternakan Profinsi Jawa Barat.”
Menejemen Kesehatan Hewan Ternak Sapi, 2014.
TAENIA SAGINATA PADA FESES
SAPI

Dosen Pengampu : SORAYA, S.Si., M.Sc

Disusun Oleh :
Allifah Umami Khoiridiyah M. 2013422001

PROGRAM STUDI D-IV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


POLITEKNIK KESEHATAN GENESIS MEDICARE
DEPOK 2023
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................... iii


BAB 1 PENDAHULUAN ...........................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian ...............................................................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................................................................3
BAB 2 LANDASAN TEORI ......................................................................................................................4
2.1. Tinjauan Pustaka ..............................................................................................................................4
2.1.1 Produktivitas Daging ......................................................................................................................4
2.1.2 Sapi (Bos sp.) .................................................................................................................................4
2.1.3 Morfologi sapi (Bos sp.) .................................................................................................................5
2.1.4 Klasifikasi Sapi (Bos sp) .................................................................................................................5
2.2.1 Cacing Pita (Taenia Saginata) .........................................................................................................6
2.2.2 Defenisi Operasional .......................................................................................................................8
BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................................................................9
3.1 Jenis dan Desain Penelitian ................................................................................................................9
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................................................................................9
3.3 Objek Penelitian ...............................................................................................................................9
Tabel 3.1.Kriteria Inklusi dan Ekslusi ..................................................................................................9
3.4 Metode Penelitian ............................................................................................................................ 10
3.5 Prinsip Kerja .................................................................................................................................... 10
3.6 Prosedur Kerja ................................................................................................................................. 10
Bahan : .................................................................................................................................................. 11
Reagensia : ............................................................................................................................................ 11
3.7 Sampling ......................................................................................................................................... 12
3.9 Identifikasi Sampel Metode Sedimentasi.......................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................ 13

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah senantiasa memberikan
kesehatan kepada penulis sehingga proposal ini dapat diselesaikan dengan baik dan sesuai dengan waktu
yang telah direncanakan, proposal ini berjudul “ Gambaran Taenia saginata Pada Feses Sapi”.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan dan penulisan Karya Tulis
Ilmiah ini. Oleh Karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca serta
berbagai pihak sebagai penyempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.

DEPOK, Desember 2023

iii
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu sektor yang berperan penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia adalah sektor peternakan.
Hewan ternak mamalia, seperti: sapi, kambing, kerbau dan kelompok unggas, seperti: ayam dan bebek
memiliki peran penting untuk kebutuhan pangan (Susilo dkk, 2020). Sapi merupakan hewan penting bagi
peternak Indonesia yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Sapi menghasilkan banyak manfaat untuk
kehidupan manusia terutama daging, susu, tulang dan kulit (Arimurti dkk, 2020).
Daging sapi merupakan salah satu kebutuhan pangan yang memiliki gizi yang cukup tinggi untuk
dikonsumsi. Tingkat konsumsi daging di Indonesia masih terbilang rendah sampai dengan beberapa tahun
yang lalu. Adanya peningkatan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi, dan selera masyarakat telah
menyebabkan konsumsi daging secara nasional meningkat sejak tahun 2005. Untuk menghasilkan daging
sapi yang berkualitas, yaitu melalui pengembangan ternak sapi perlu dukungan dari berbagai macam aspek
terutama pada pakan ternak yang cukup, lingkungan sekitar serta iklim yang baik. Hal ini dikarenakan ternak
sapi rentan terinfeksi oleh parasit Taeniasis yaitu Taenia saginata (Dewi, 2020).
Taeniasis adalah penyakit parasiter yang disebabkan oleh cacing pita dari genus Taenia dan infeksi oleh
larvanya disebut Sistiserkosis. Beberapa spesies Taenia bersifat zoonosis dan manusia sebagai induk semang
defenitif, induk semang pelantara atau keduanya. Parasit cacing ini dapat menyerang sapi dikarenakan oleh
beberapa faktor yang diantaranya adalah pakan ternak sapi yang terkontaminasi telur cacing, kondisi kandang
yang tidak layak sehingga kotoran dari sapi tersebut mencemari pakan, kebersihan kandang yang tidak
diperhatikan oleh si peternak, pakan ataupun minum sapi yang dibiarkan oleh peternak tercemar oleh feses
sapi sehingga lebih mudah terserang penyakit (Luhulima dkk, 2017)
Cacing pita (Taenia Saginata) termasuk genus Cestoda usus. Penetasan, perkembangan dan kelangsungan
hidup telur cacing pita (Taenia Saginata) sangat bergantung pada suhu dan kelembaban. Proses yang cepat
akan terjadi jika lingkungan hangat dan melambat selama lingkungan dalam keadaan dingin. Salah satu upaya
untuk mengetahui adanya cacing pita pada ternak adalah dengan cara melakukan uji feses sapi. Berdasarkan
penelitian Purwanta (2006) uji feses dilakukan di rumah potong hewan (RPH) Makassar, menunjukkan angka
infeksi cacing pita yang cukup tinggi. Infeksi terjadi pada 41 ekor sapi (53,95%) dari 76 ekor sampel feses
(Wardani, 2017).
Cacing pita (Taenia saginata) juga ditemukan hampir di seluruh dunia. Parasit zoonosis ini memiliki pola
epidemiologi yang khas, dipengaruhi oleh etnis dan budaya masyarakatnya dengan perkiraan kasus sekitar
50-77 juta di seluruh dunia. Cacing Taenia saginata merupakan cacing pita dengan ukuran yang sangat
panjang, yaitu 4-8 meter, kadang-kadang sampai 15 meter. Dampak ekonomi yang disebabkan oleh penyakit
ini merugikan berbagai pihak. Kerugian terbesar dialami oleh industri daging, karena daging yang terinfeksi
harus dimusnahkan, tidak boleh dikonsumsi. Cacing ini dapat menyebabkan obstruksi usus yang berdampak
fatal pada manusia (Dharmawan dkk, 2018).
1
Penularannya melewati hewan yang terinfeksi oleh Taenia saginata lalu dikonsumsi manusia, dengan
cara mengkonsumsi daging sapi yang terinfeksi Taenia yang tidak dimasak sempurna atau masih mentah
sehingga manusia mudah terinfeksi. Sebaliknya, sapi akan terinfeksi cysticercus bila makan rumput yang
terkontaminasi oleh feses orang yang menderita taeniasis yang mengandung telur (Wicaksono dkk, 2015).
Kerugian ekonomi secara global akibat infeksi cacing pada ternak diperkirakan mencapai 36 milyar rupiah
per tahun (Evendi, 2016). Sapi yang terinfeksi akan mengalami tidak dapat gemuk, kondisi tubuh melemah,
nafsu makan menurun, perut busung dan dapat menyebabkan kematian, penurunan produksi susu 10-20%
(Rahayu dkk, 2019).
Penderita Taeniasis dapat menderita cysticercosis melalui autoinfeksi, hetero infeksi atau infeksi dengan
cara tertelan telur yang tersebar luas di tanah atau mungkin juga di badan-badan air sekitarnya. Kebiasaan
mencuci tangan dan 3 kuku jari tangan yang kotor merupakan faktor yang mempengaruhi penularan
cysticercosis. Kuku jari tangan yang panjang dan kotor dapat menempelkan telur cacing pita (Candra Dewi,
2020).
Upaya penanggulangan zoonosis tersebut sebenarnya tidak sulit, salah satunya dengan memutus siklus
hidup parasit dengan menekan sumber infeksinya pada sapi. Namun, permasalahannya sampai sekarang data
epidemiologi kejadian infeksi Cysticercosis bovis pada sapi di Indonesia jarang atau belum banyak
dilaporkan. Hal ini akibat sulitnya melakukan diagnosis sistiserkosis pada hewan hidup. Biasanya diagnosis
sistiserkosis dilakukan setelah hewan disembelih (post mortum) dengan menemukan parasitnya melalui
pemeriksaan kesehatan daging (Hartiningsih, dkk, 2017).
Kesehatan ternak merupakan kunci penentu keberhasilan suatu usaha peternakan. Seperti munculnya
suatu slogan dimana pencegahan lebih baik daripada pengobatan, dari hal tersebut munculnya keinginan
untuk memperbaikinya dengan tindakan-tindakan seperti sanitasi, vaksinasi dan pelaksanaan. Parasit di
Indonesia masih kurang mendapat perhatian karena kurangnya pemahaman, terutama para peternak
tradisional. Penyakit parasitik merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan produktivitas dan
biasanya tidak mengakibatkan kematian, namun menyebabkan kerugian yang sangat besar berupa daya
produktivitas ternak (Istirokah, 2019).
Penelitian tentang kasus Taenia saginata pada sapi di beberapa daerah di Indonesia pernah dilakukan.
Para peneliti terdahulu melaporkan bahwa kejadian Taenia saginata pada sapi, seperti di Rumah Pemotongan
Hewan Tanah Merah Samarinda kejadian prevalensinya mencapai 62,3 % dari 61 sampel feses yang diperiksa
(Agus evendi, 2016), di Peternakan Sumber Jaya Ternak, Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan, Jawa
Timur kejadian prevalensinya mencapai 2 % dari 50 sampel feses yang diperiksa (Arimurti dkk, 2020), di
Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Pontianak Kalimantan Barat kejadian prevalensinya mencapai 3,75 %
dari 80 sampel feses yang diperiksa (Tantri dkk, 2013).
Berdasarkan latar belakang di atas mendorong penulis untuk mengadakan penelitian mengenai
“Gambaran Taenia Saginata pada Feses Sapi”. Dalam 4 kesehatan ternak sapi upaya pencegahan infeksi
penyakit akibat cacing harus dilakukan sebelum infeksi. Salah satu cara mengetahui adanya telur cacing
Taenia saginata dengan identifikasi telur cacing Taenia saginata dalam feses. Hal ini dilakukan untuk deteksi
dini adanya infeksi cacing Taenia saginata dengan cara yang cepat, mudah dan efektif

2
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan penulis ingin mereview :


a. Apakah terdapat telur cacing pita (Taenia saginata) pada sampel feses sapi?
b. Berapakah persentase sapi yang terinfeksi Taenia saginata?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum Melakukan systematic review untuk mengkaji telur cacing Taenia Saginata pada
sampel feses sapi.

1.3.2 Tujuan Khusus Untuk menggambarkan persentase infeksi telur cacing Taenia saginata pada
feses sapi.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Bagi Peneliti
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan penulis mengenai gambaran telur cacing
Taenia saginata pada feses sapi di Rumah Pemotongan Hewan Meuse Kecamatan
Kutablang Kabupaten Bireuen.
2. Bagi Akademik/Institusi
Untuk meningkatkan reputasi kampus melalui hasil dari penelitian yang mempengaruh terhadap
masyarakat serta mengembangkan materi pengajaran.
3. Bagi Masyarakat
Sebagai sumber informasi dan bahan rujukan untuk berbagai kepentingan kegiatan ilmiah yang dapat
memperkaya wawasan sehingga masyarakat lebih memperhatikan telur cacing Taenia saginata pada
feses sapi.

3
BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka


2.1.1 Produktivitas Daging

Daging sapi merupakan bahan makanan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Selain mutu
protein yang tinggi, pada daging sapi terdapat kandungan asam amino yang lengkap dan seimbang.
Keunggulan lain, protein daging sapi lebih mudah dicerna daripada protein yang berasal dari nabati. Ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi ternak yang akan dipotong agar diperoleh kualitas daging yang baik
yaitu ternak harus dalam keadaan yang sehat, bebas dari berbagai penyakit,ternak harus cukup istirahat, tidak
diperlakukan kasar, serta tidak mengalami stres agar kandungan glikogen otot maksimal (Aulia, 2019).
Rerata konsumsi daging per kapita di Indonesia tergolong masih rendah, dengan kisaran dari 0-50
kg/kapita/tahun. Hal ini tidak terlepas dari tingkat daya beli masyarakat yang masih rendah dan produktivitas
ternak yang belum optimal. Di Provinsi Riau, populasi ternak mengalami peningkatan dari jumlah
pemotongan ternak sapi pada tahun 2009 mencapai 41.732 ekor, sedangkan produksi daging mencapai 7.639
ton dengan tingkat konsumsi daging sebesar 4,1 kg / kapita/ tahun (Badan Pusat Statistik Provinsi Riau 2010).
Peningkatan populasi ternak ini selaras dengan program pemerintah untuk mencapai swasembada daging
pada tahun 2014. Peningkatan populasi ternak ini tidak diikuti dengan peningkatan sarana dan prasarana
penunjang untuk proses penanganan dan penyembelihan ternak, sehingga untuk menghasilkan karkas dan
daging yang berkualitas masih memerlukan perhatian khusus (Kuntoro dkk, 2013)

2.1.2 Sapi (Bos sp.)

Sapi potong merupakan komoditi ternak penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi dan arti penting
bagi kehidupan peternak di Indonesia (Ritonga & Putra, 2018). Pusat Data Provinsi Jawa Timur, 2010
menyatakan bahwa potensi tersebut dapat dilihat dari peningkatan konsumsi daging sapi di Jawa Timur dari
tahun 2008-2010 menunjukkan peningkatan yang signifikan, mulai dari tahun 2008 (8,328 kg/kap/thn); tahun
2009 (8,735 kg/kap/thn) dan tahun 2010 (9,171 kg/kap/thn) (RatihPrajnya Paramitha, 2017). Berdasarkan
data Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan (2018) populasi sapi potong pada tahun 2018 sebanyak
17.050.006 ekor, dan rata-rata satu ekor sapi mampu menghasilkan feses padat sebanyak 23,59 kg/ekor/hari
(Nurdin dkk, 2020).
Penyakit parasit cacing merupakan penyakit yang secara ekonomis merugikan. Karena sapi yang
terserang penyakit ini akan mengalami hambatan pertambahan berat tubuh, cacing menyerap sebagian zat
makanan yang seharusnya untuk kebutuhan dan pertumbuhan, merusak jaringan-jaringan organ vital ternak
sapi, menyebabkan sapi kurang nafsu mengonsumsi makanan, bahaya penularan pada manusia. Salah satu
contoh penyakit yang disebabkan oleh penyakit cacing adalah Taenia saginata. Sapi tertular oleh Taenia
saginata karena memakan rumput, minum air yang dicemari oleh telur yang berasal dari feses manusia
penderita 7 Taenia Saginata. Pada umumnya hewan yang terinfeksi tidak menunjukan gejala sakit. Apabila
infeksinya berat, dapat mengakibatkan gangguan pada organ yang mengandung parasit. Manusia tertular
karena memakan daging mentah atau setengah matang, dan hewan terinfeksi karena memakan telur cacing
yang keluar bersama tinja manusia maka pencegahannya adalah dengan cara menjaga kebersihan dan
kesehatan lingkungan, makan daging setelah dimasak dan daging yang berasal dari RPH (Rumah Potong
Hewan) resmi yang telah diperiksa dengan baik, manusia yang menderita cacing jenis ini harus segera diobati
(Luhulima dkk, 2017).

4
2.1.3 Morfologi sapi (Bos sp.)

Sapi umumnya memiliki tubuh yang besar dan memiliki punuk. Pada bagian ujung telinga meruncing
dengan kepala panjang dan dahi sempit.Memiliki bahu pendek, halus, dan rata. Untuk bangsa sapi tropis,
pertumbuhannya lambat sehingga pada umur 5 tahun baru bisa didapatkan berat yang maksimal dengan
sekitar 250-650 kg. Sapi merupakan hewan Ruminansia mempunyai lambung ganda, ada sebanyak empat
bagian yaitu rumen, retikulum, omasum, dan obamasum. Rumen dan retikulum memegang peranan penting
dalam saluran pencernaan ruminansia. Proses fermentasi pakan terjadi di dalam rumen dan siklus utama
motilitas rumen selalu dimulai dengan kontraksi retikulum (Dewi, 2020)

2.1.4 Klasifikasi Sapi (Bos sp)

Menurut Kindersley (2010) bangsa sapi mempunyai klarifikasi taksonomi sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Mamalia
Ordo : Artiodactyla 6
Famili : Bovidae
Genus : Bos
Spesies : Bos Taurus (sapi Eropa)
Bos indicus (sapi India/sapi Bali)
Bos sondaicus (Banteng/sapi Bali)

Bangsa sapi menurut sejarahnya dikenal berasal dari Homocandontidae. Pada perkembangannya dari asal
sapi tersebut dikenal tiga kelompok nenek moyang hasil penjinakan yaitu:

1. Bos taurus, yaitu bangsa sapi yang berasal dari Inggris dan Eropa Selatan.
2. Bos indicus atau sapi Zebu ( berpunuk ), yang keturunannya di Indonesia disebut sapi Peranakan Ongole
( PO ) dan Brahman. Bangsa ternak sapi yang banyak dikemban gkan di Asia dan Afrika 3. Bos sondaicus
atau bos banteng, yaitu bangsa ternak sapi yang terdapat di Indonesia. Sapi yang berkembang sebagai
keturunan banteng.

Dari sekian banyak sapi Zebu jenis yang paling banyak dibudidayakan peternak Indonesia Antara lain
sapi Bali, sapi pngole, dan sapi Madura (Rukmana 2015). Terdapat banyak jenis bangsa sapi local yang
terdapat hasil silangan antara sapi local dengan sapi impor. Sapi pada umumnya memiliki tubuh yang besar
dan memiliki punuk. Pada bagian ujung telinga meruncing dengan kepala panjang dan dahi sempit. Memiliki
bahu pendek, halus, dan rata. untuk bangsa sapi tropis pertumbuhannya lambat sehingga umur 5 tahun bisa
didapatkan berat maksimal sekitar 250-650 kg ( Sudarmono dan segeng 2016). Sapi merupakan hewan 7
ruminansia mempunyai lambung ganda, ada sebanyak empat bagian yaitu rumen, reticulum, omasum, dan
abomasums. Rumen dan reticulum meemgang peranan penting dalam saluran pencernaan ruminansia. Proses
fermentasi pakan terjadi di dalam rumen dan siklus utama motilitas rumen selalu dimulai dengan kontraksi
reticulum ( Envisari dkk,2017).
Ternak sapi merupakan salah satu komoditas peternakan yang cukup potensial untuk dikembangkan.
Usaha peternakan sapi dapat memberikan manfaat yang besar dilihat dari perannya sebagai penyedia protein
hewani, namun manajemen yang kurang baik dalam usaha peternakan sapi terutama dalam penanganan
limbah dapat menyebabkan masalah gangguan ekosistem seperti pencemaran lingkungan (bau, gas beracun
dan hama penyakit) karena sebagian peternak mengabaikan penanganan limbah dari usahanya, dimana ternak
sapi hanya diikat di kebun, sehingga kotorsn berserakan di lahan perkebunan, atau di sepanjang jalan yang
dilalui ternak sapi (Mirah dkk, 2016

5
Cacing pita termasuk subkelas Cestoda, kelas Cestoidea, filum Platyhelminthes. Cacing dewasa
menempati saluran usus vertebrata dan larvanya hidup di jaringan vertebrata dan invertebrata. Bentuk badan
cacing dewasa memanjang menyerupai pita, biasanya pipih dorsoventral, tidak mempunyai alat cerna atau
saluran vascular dan biasanya terbagi dalam segmen-segmen yang disebut proglotid yang bila dewasa berisi
alat reproduksi jantan dan betina(Luhulima dkk, 2017).
Cestoda memiliki sebuah kepala dimana ujung dari anterior akan berubah menjadi sebuah alat
pelekat, disebut skoleks, yang dilengkapi dengan alat isap dan kait-kait. Spesies penting yang dapat
menimbulkan kelainan pada manusia umumnya adalah: Taenia saginata dan Taenia solium,
Diphyllobothrium latum, Hymenolepis nana, Echinococcus granulosus, E-multilocularis. Manusia
merupakan hospes Cestoda dalam bentuk: Cacing dewasa, untuk spesies D.latum, T.saginata, T.solium,
H.nana, H.diminuta, Dipylidium canium. Dan larva, untuk spesie Diphyllobothrium sp, T.solium, H.nana,
E.granulosus, Multiceps.

Sifat-sifat umum badan cacing dewasa terdiri atas:


1) Skoleks, yaitu kepala yang merupakan alat untuk melekat, dilengkapi dengan batil isap atau dengan lekuk
isap.
2) Leher, yaitu tempat pertumbuhan badan.
3) Strobila, yaitu badan yang terdiri atas segmen-segmen yang disebut proglotid.
Tiap proglotid dewasa memiliki susunan alat kelamin jantan dan betina yang lengkap keadaan ini
disebut hermafrodit.Telur dilepaskan bersama proglotid atau tersendiri melalui lubang uterus. Embrio
didalam telur disebut onkosfer berupa embrio heksakan yang tumbuh menjadi bentuk infeksi dalam hospes
perantara. Infeksi terjadi dengan menelan larva bentuk infeksi atau menelan telur (Rahayu dkk, 2019)

2.2.1 Cacing Pita (Taenia Saginata)


A. Biologi dan morfologi Taenia Saginata

Kingdom : Animalia
Filum : Platyhelminthes
Kelas : Cestoidea
Ordo : Cyclophyllidea
Family : Taenidae
Genus : Taenia
Spesies : Saginata

Taenia Saginata atau disebut juga cacing pita sapi merupakan anggota dari cestoda. Cacing ini sangat
panjang, bahkan bisa mencapai panjang lebih dari 25 meter.Manusia terinfeksi dikarenakan memakan daging
sapi yang mengandung sistiserkus (stadium larva dari parasit). Manusia merupakan satu-satunya host
(definitive host), dan cacing menginfeksi manusia dengan berdiam pada lumen usus sambil mengambil
semua sari makanan pada hospes. Sapi merupakan intermediate host dari cacing ini.Sapi terinfeksi karena
memakan rumput yang terkontaminasi tinja manusia yang mengandung telur. Taenia saginata tidak dapat
menginfeksi dalam bentuk sistiserkus/larva pada jaringan tubuh manusia (Soegijanto, 2016).
Telur cacing berbentuk bulat, berukuran 30-40 x 20-30 mikron, memiliki dinding tebal bergaris radier
dan berisi embrio heksakan. Sedangkan skoleks berukuran 1-2 milimeter dan memiliki 4 batil isap. Pada
cacing dewasa panjang badan dapat mencapai 4-12 meter, jumlah proglotid antara 1000-2000 buah, terdiri
atas proglotid immature-mature dan gravid (Luhulima dkk, 2017). Habitat cacing dewasa ini hidup di bagian
atas jejunum dan mampu bertahan hidup selama 25 tahun (Rahayu dkk, 2019).

6
B. Siklus Hidup
Taenia saginata Jika seseorang manusia yang menderita Taeniasis (Taenia saginata) maka di dalam
ususnya terdapat proglotid yang sudah masak (mengandung embrio) apabila telur tersebut keluar bersama
feses dan dimakan oleh sapi, kemudian masuk ke dalam usus sapi akan tumbuh dan berkembang menjadi
onkoster (telur yang mengandung larva ). Larva onkoster menembus usus dan masuk ke dalam pembuluh
darah atau pembuluh limpa, kemudian sampai ke otot atau daging dan membentuk kista yang di sebut
sistiserkus bovid yaitu larva dari cacing Taenia saginata. Peristiwa ini terjadi setelah 12-15 minggu. Kista
akan membesar dan membentuk gelembung yang disebut sistersirkus. Manusia akan terinfeksi oleh cacing
Taenia saginata apabila memakan daging sapi mentah atau setengah matang. Dinding sistersirkus akan
dicerna dilambung sedangkan larva dan skoleks akan menempel pada usus manusia. Kemudian larva tumbuh
menjadi cacing dewasa yang bersegmen disebut proglotid yang menghasilkan telur.

Jika proglotid masuk dan akan keluar bersama feses, kemudian di makan oleh sapi. Selanjutnya, telur
yang berisi embrio di dalam usus sapi akan menetes menjadi larva onkoster. Setelah itu larva akan tumbuh
berkembang mengikuti siklus hidup di atas. Taenia saginata tumbuh menjadi cacing dewasa dalam waktu 5-
12 minggu (Rahayu dkk,2019)

C. Patologi Dan Gejala Klinik

Cacing dewasa Taenia saginata biasanya menyebabkan gejala klinis yang ringan, seperti perut
kembung, mual, diare, muntah, sakit ulu hati, pusing atau gugup. Serta gejala tersebut disertai dengan adanya
proglotid cacing yang bergerak-gerak dubur bersamaan tinja. Adapun gejala yang lebih berat dapat terjadi
yaitu apabila proglotid masuk apediks, terjadi ileus yang menyebabkan obtruksi usus oleh strobila cacing.
Berat badan tidak jelas menurun dan eosinofilia dapat ditemukan di darah tepi (Susanto dkk, 2016)

D. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan ditemukan proglotid yang aktif bergerak dalam tinja, atau keluar
spontan : dan ditemukan telur dalam tinja atau usap anus. Proglotid kemudian diidentifikasi dengan
merendamnya dalam cairan laktofenol sampai jernih. Setelah uterus dengan cabang-cabangnya terlihat jelas,
jumlah cabang-cabang dapat dihitung (Susanto dkk, 2016).

E. Pengobatan

Obat yang dapat digunakan untuk mengobati Taenia saginata secara singkat dibagi dalam (Susanto
dkk,2016).
1. Obat lama : kuinakrim, amodiakuin, niklosamid
2. Obat baru : prazikuantel dan albendazol

F. Prognosis dan Epidemiologi

Prognosis umumnya baik terkadang sulit untuk menemukan skoleksnya dalam tinja dalam
pengobatan (Susanto dkk,2016). Taenia saginata sering ditemukan di Negara yang penduduknya banyak
makan daging sapi. Cara masyarakan memakan daging sapi sebagian dengan matang,setengah matang atau
7
mentah dan cara 11 memelihara ternaik memainkan peranan. Ternak yang dilepas di padang rumput lebih
mudah dihinggapi cacing gelembunng, dari pada ternak yang dipelihara dan dirawat dengan baik di kandang.
Pencengahan dapat dilakukan dengan mendinginkan daging sampai -10oC,iradiasi dan memasak daging
hingga matang (Susanto dkk,2016).

2.2.2 Defenisi Operasional


1. Feses sapi Mengandung cacing pita dan telur cacing pita yang diperoleh ketika sapi
mengkonsumsi rumput yang telah terkontaminasi (Waedani,2017)
2. Taenia saginata atau cacing pita dapat berkembang biak di dalam usus sapi akan mengalami
kondisi tubuh melemah, nafsu makan menurun, perut busung, diare, tidak dapat gemuk dan
konstipasi ( sukar buang air besar) (Maryanti dkk,2021)

8
BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan systematic
review, dimana penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan mereview gambaran Taenia
saginata pada feses sapi serta persentase sapi yang terinfeksi Taenia saginata.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dengan mencari dan menyeleksi data dari hasil uji yang dilakukan di
google scholar. Waktu dari hasil uji yang dipilih ialah 2013-2020.Pencarian artikel dilakukan
dari bulan Januari – April 2021, dimulai dari penelusuran pustaka, penulisan proposal dan
penelitian artikel untuk di review

3.3 Objek Penelitian

Objek penelitian dalam studi literatur adalah artikel yang digunakan sebagai referensi dengan
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Tabel 3.1.Kriteria Inklusi dan Ekslusi

Kriteria Inklusi Eksklusi

Population Artikel yang memiliki Artikel yang tidak


/Problem hubungan dengan memiliki hubangan
Gambaran Taenia dengan Gambaran
saginata Pada Feses Sapi Taenia saginata Pada
Feses Sapi

Intervention Gambaran Taenia Selain Gambaran

9
saginata Pada Feses Sapi Taenia saginata Pada
Feses Sapi

Comparation Adanya faktor Tidak adanya Faktor


pembanding pembanding

Outcome Adanya gambaran Taenia Tidak ada gambaran


saginata Pada Feses Sapi kandungan Taenia
saginata Pada Feses
Sapi

Study Design Deskriptif Selain deskriptif

Tahun Terbit Artikel yang di publish Artikel yang di publish


tahun 2010-2021 sebelun tahun 2010-
2021

Bahasa Bahasa Inggris dan Selain Bahasa Inggris


bahasa Indonesia dan bahasa Indonesia

3.4 Metode Penelitian


Metode pemeriksaan dalam artikel ini yaitu Metode sedimentasi digunakan untuk jenis
telur cacing parasit yang mengendap bersama feses.
Namun dalam hal ini Peneliti melakukan metode pemeriksaan dengan cara Sistematik
literature review, dengan cara mengumpulkan data yang didapat dalamartikel, jurnal dan
buku.

3.5 Prinsip Kerja


Metode ini menggunakan larutan dengan berat jenis yang lebih rendah dariorganisme
parasit dan memanfaatkan gaya sentrifugal, sehingga parasit dapat mengendap di bawah.

3.6 Prosedur Kerja


Alat :

10
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Timbangan, tabung reaksi, kain
kasa, kapas, tabung sentrifus, sentrifus, objek gelas, deck gelas, kantong plastik,
mikroskop.
Bahan :
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah feses sapi, aquades.
Reagensia :
Reagensia yang digunakan dalam penelitian ini adalah metilen blue,alkohol 70%.

11
3.7 Sampling
1. Feses sapi diambil masing-masing ±3 sendok plastik, segera setelah
sapi defekasi (maksimal 3 jam setelah defekasi).
2. Sampel dimasukkan ke dalam kantong plastik, masing-masing sudah
diberi label dan disimpan dalam boks berisi es batu untuk menjaga agar
telur cacing tidak menetas.
3. Sampel dimasukkan dalam freezer hingga dilakukan identifikasi telur
cacing.

3.9 Identifikasi Sampel Metode Sedimentasi


4. Sampel feses sebanyak 3 gram dimasukkan dalam tabung reaksi.
5. Tabung reaksi diisi aquades sebanyak 30 ml dan diaduk hingga
homogen.
6. Filtrat disaring sebanyak dua kali dengan kain kasa dan kapas
dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge.
7. Filtrat disentrifuge selama 3 menit dengan kecepatan 3000 rpm.
8. Supernatan yang terbentuk dibuang dengan hati-hati dengan
menyisakan endapan.
9. Endapan diteteskan pada objek gelas dan ditetesi metilen bluekemudian
ditutup dengan kaca penutup.
10. Endapan diamati di bawah mikroskop.
11. Hasil yang teramati diisikan dalam tabel pengamatan.

12
DAFTAR PUSTAKA
Arimurti, A. R. R., Merinda, V. F., & Zahro, F. (2020). Gambaran parasit cacing
Nematoda usus dan Cestoda pada fases sapi (Boss sp.) di peternakan
sumber jaya ternak, kecamata tikung, kabupaten lamongan, jawa
timur.Muhammadiyah Medical Laboratory Teknologist, 3 no 1 mei.

Aulia, J. (2019). Analisis Rantai Pasok Daging Sapi di Kota Medan. Dewi,

Ik. J. (2020). indetifikasi telur Taenia saginata pada feses sapi. 1–4.

Dharmawan, N. S., Damriyasa, I. M., & Mahardika, I. G. (2018). Seroprevalensi


Bovine Cysticercosis Pada Sapi Bali Di Nusa Tenggara Barat, Indonesia
(Seroprevalence Of Bovine Cysticercosis At Bali Cattle In West Nusa
Tenggara, Indonesia). Jurnal Veteriner, 19(2), 161.
Https://Doi.Org/10.19087/Jveteriner.2018.19.2.161

Evendi, A. (2016). Prevalensi Telur Cacing Taenia Saginata Pada Feses Sapi Di
Rumah Pemotongan Hewan.Mahakam Medical Laboratory Technology
Journal, I (1), 21-30.

Gaznur, Z., Nuraini, H., & Priyanto, R. (2017). Evaluasi Penerapan Standar
Sanitasi dan Higien di Rumah Potong Hewan Kategori II (Evaluation Of
Sanitation And Hygiene Standard Implementation At Category Ii
Abattoir). Jurnal Veteriner, 18(1), 107–115.
https://doi.org/10.19087/jveteriner.2017.18.1.107

Istirokah, Y. (2019). Identifikasi Telur Cacing Parasit Usus Pada Feses Sapi Di
Dusun Tanjung Harapan Desa Bojong Kecamatan Sekampung Udik ….
Http://Repository.Radenintan.Ac.Id/5907/1/Skripsi Yesi Istirokah.Pdf

Kuntoro, B., Maheswari, R. R. A., & Nuraini, D. H. (2013). Mutu Fisik dan
Mikrobiologi Daging Sapi Asal Rumah Potong Hewan (RPH) Kota
Pekanbaru. Jurnal Peternakan, 10(1), 1–8.

Luhulima, N., Ariyadi, T., & Santosa, B. (2017). Gambaran Telur Taenia sp pada
Kotoran Sapi di Desa Kopeng Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang
Tahun 2017.Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–
1699.

Nezar, M. R. (2014). Jenis Cacing Pada Feses Sapi. Skripsi .

Novese Tantri, T. R. (2013). Prevalensi dan Intensitas Telur Cacing Parasit pada
Feses Sapi (Bos Sp.) Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Pontianak
Kalimantan Barat.Protobiont, II (2), 102-106.

Nugraheni, N., Marlina, E. T., & Hidayati, Y. A. (2013). Identifikasi Cacing

0
Endoparasit Pada Feses Sapi Potong Sebelum Dan Sesudah Proses Pembentukan
Biogas Digester Fixed-Dome.Fakultas Peternakan, Universitas
Padjadjaran, 1–8.

Nurdin, A. L. I., Imanudin, O. K. I., & Somanjaya, R. (2020). Menggunakan


Bioaktivator Dari Limbah Rumah Tangga Characteristics Of Physical
Properties Of Beef Cattle Feses Compost Using Bioactivators From
Household Waste Suhu Pengomposan. 8, 27–31.

Rahayu, S., Santoso, B., & Ariyadi, T. (2019). Gambaran Telur Taenia saginata
pada Feses Sapi di Rumah Pemotongan Hewan di Salatiga. Journal of
Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

RatihPrajnya Paramitha, R. E. (2017). Prevalensi Helminthiasis Saluran


Pencernaan melalui Pemeriksaan Feses pada Sapi di Lokasi Pembuangan
Akhir (LPA) Kecamatan Benowo Surabaya (Vol. 1 ). Parasite science.

Ritonga, M. Z., & Putra, A. (2018). Identifikasi Telur Cacing Pada Sampel Feses
Sapi Potong Pada Ktt Kesuma Maju Desa Jatikesuma Kecamatan
Namorambe. 3(2017), 1–6.

Setyawati, R. R., Harlia, E., & Juanda, W. (2015). Deteksi Logam Zn, Cu, Pb Dan
Cd Pada Feses Sapi Potong Sebelum Dan Sesudah Proses Pembentukan
Biogas Pada Digester Fixed-Dome. 1–11.

Soegijanto, S. (2016). Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesis


Jilid 4 Cacing Pita Sapi (Taenia saginata).

Susilo, H., Abdillah, N. A., & Amelia, K. R. (2020). Identifikasi Telur Cacing
Parasit Pada Feses Hewan Ternak Di Propinsi Banten. … : Jurnal Biologi
Dan …, 15(2), 21–30.
http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/biodidaktika/article/view/8719

Tolistiawaty, I., Widjaja, J., Isnawati, R., & Lobo, L. T. (2016). Gambaran Rumah
Potong Hewan/Tempat Pemotongan Hewan di Kabupaten Sigi, Sulawesi
Tengah.Jurnal Vektor Penyakit, 9(2), 45–52.
https://doi.org/10.22435/vektorp.v9i2.5793.45-52

Wardani, A. K. (2017). Keberadaan Telur Cacing Pita (Taenia saginata) Melalui


Uji Feses Sapi Bali (Bos sondaicus) di Kecamatan Kaliwates serta
Pemanfaatannya Sebagai Lembar Kerja Siswa.Skripsi, 1–99.

Wicaksono, E., Kardena, I., & Dharmawan, N. (2015). Gambaran Histopatologi


Jantung Sapi Bali Yang Terinfeksi Cysticercus Bovis.Indonesia Medicus
Veterinus, 3(5), 403–410.

0
0
Indonesia Medicus Veterinus 2014 3(5) : 403-410
ISSN : 2301-7848

Gambaran Histopatologi Jantung Sapi Bali yang Terinfeksi


Cysticercus bovis

OVERVIEW HISTOPATHOLOGICAL CHANGES OF BALI CATTLE’S HEART


INFECTED WITH CYSTISERCUS BOVIS
Endris Arif Wicaksono 1), I Made Kardena 2), Nyoman Sadra Dharmawan 2)

1)
Mahasiswa Program Pendidikan Dokter Hewan Universitas Udayana
2)
Laboratorium Patologi Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana,
Jl. PB Sudirman, Denpasar
email : endrisarifw@yahoo.com

ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran histopatologi jantung sapi bali yang
terinfeksi Cystisercus bovis. Penelitian ini menggunakan jantung sapi bali yang diinfeksi C. bovis.
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan histopatologi ini adalah clearing, blocking,
sectioning, staining, dan mounting. Pada pengamatan histopatologi, infiltrasi sel-sel radang tampak
relatif banyak menginfiltrasi jaringan jantung dan meluas sampai ke sela-sela serat otot jantung.
Perubahan histopatologi lain, berupa infiltrasi jaringan ikat dan kolagen, serta adanya granuloma yang
disertai sel radang di sekitar kapsul C. bovis juga teramati. Sel radang yang ditemukan di serat otot
jantung maupun dekat dengan posisi C. bovis tersebar merata mengelilingi kapsul C. bovis.
Berdasarkan hasil penelitian, tipe sel radang yang dominan menginfiltrasi yaitu sel-sel radang tipe
monomorfonuklear dan sel-sel radang tipe granulosit.
Kata kunci: Cysticercus bovis, Histopatologi, Jantung, Sapi bali.

ABSTRACT
The aim of this study was to determine the histopathological changes of bali cattle’s heart
infected with Cystisercus bovis. This study used heart of Bali cattle infected with C. bovis. The
method used in this histopathological examination is clearing, blocking, sectioning, staining, and
mounting. Histopathological observation found that infiltration of inflammatory cells appeared to be
relatively numerous to the heart tissue and more extensive infiltrated to the muscle fibers of the heart.
Other histopathological changes observed, such as infiltration of fibroblasts and collagen connective
tissue, as well as the presence of granulomas that accompanied by inflammatory cells around
specifically the capsule of C. bovis was also observed. Inflammatory cells were found in heart muscle
fibers and spread evenly around the capsule of C. bovis. Based on the research results, predominant
inflammatory cell types found in the observation were monomorfonuklear inflammatory cells and
granulocytes.
Keyword: Cysticercus bovis, Histopathology, Heart, Bali Cattle.

PENDAHULUAN

403
Indonesia Medicus Veterinus 2014 3(5) : 403-410
ISSN : 2301-7848

Taenia saginata adalah cacing pita pada sapi, merupakan penyebab taeniasis
pada manusia. Induk semang definitif untuk T. saginata adalah manusia, dan sapi sebagai
induk semang perantara untuk Cysticercus bovis (Estuningsih, 2009). Larva cacing T.
saginata disebut Cysticercus bovis. Di Bali dikenal masyarakat dengan istilah “beberasan”,
karena bentuk dan ukurannya menyerupai biji beras. Keberadaan cacing pita ini pada
manusia telah diketahui sejak dulu (Pawlowski dan Schultz, 1972). Manusia dapat terinfeksi,
bila makan daging sapi mentah atau setengah matang yang mengandung cysticercus infektif.
Sebaliknya, sapi akan terinfeksi cysticercus bila makan rumput yang terkontaminasi oleh
feses orang yang menderita taeniasis yang mengandung telur (Dharmawan, 2000). C. bovis
panjangnya berukuran 6 sampai 9 mm, dan diameternya sekitar 5 mm ketika sudah
berkembang sempurna. Kista paling sering dijumpai pada otot skletal, jantung, dan
diafragma. Walaupun mungkin pada hewan yang terinfeksi berat, kemungkinan akan
ditemukan kista pada sebagian besar otot skletal (Soedarto, 2008).
Dari hasil pengamatan histologi pada struktur dinding Cystisercus bovis yang
dilakukan oleh Ogunremi et al., (2004), menemukan dibagian pinggir luarnya teramati
campuran berbagai sel-sel radang, antara lain: limfosit, makrofag, sel-sel retikuler, eosinofil,
giant cell, fibroblas, dan sel-sel epitelioid. Dari penelitian Garcia et al., (2011) juga
melaporkan bahwa jaringan yang terinfeksi C. bovis akan mengalami fibrosis dan infiltrasi
sel radang dari kelompok makrofag, limfosit dan eosinofil. Lebih lanjut dinyatakan bahwa
infiltrasi sel radang dan fibrosis tersebut terjadi di sekeliling C. bovis. Walaupun infeksi C.
bovis dapat terjadi di berbagai organ sapi, penelitian ini memfokuskan perubahan patologi
yang ditimbulkan oleh infeksi C. bovis pada organ jantung sapi bali.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini menggunakan jantung sapi bali yang telah terinfeksi C. bovis.
Sedangkan bahan yang digunakan untuk membuat preparat histologi antara lain formalin
buffer 10%, alkohol 70%, alkohol 95%, alkohol 96%, alkohol absolut, aquades, xylol, larutan
zat warna Harris Hematoxylin, larutan eosin, pemount, dan paraffin.
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan histopatologi ini adalah dengan cara
semua organ yang akan diperiksa dipotong kecil dengan ukuran 1 x 1 x 1 cm, kemudian
dilakukan fiksasi dengan cara merendam kedalam larutan Neutral Buffer Formalin (NBF)
10%. Sampel organ yang mengalami perubahan selanjutnya dipotong kecil lagi untuk
disimpan dalam tissue cassette dan dilakukan fiksasi dalam larutan NBF. Setelah fiksasi,

404
Indonesia Medicus Veterinus 2014 3(5) : 403-410
ISSN : 2301-7848

dilakukan proses dehidrasi menggunakan alkohol bertingkat (70%, 95%, 96%, dan alkohol
absolut). Perendaman secara bertahap dilakukan setiap 2 jam yang kemudian dilanjutkan
dengan merendam organ dalam toluena (clearing). Setelah tahapan clearing selesai spesimen
organ selanjutnya di infiltrasi dengan parafin cair (blocking) menggunakan alat embedding
set, kemudian didinginkan hingga parafin mengeras. Blok parafin yang sudah dingin
kemudian disectioning menggunakan microtome dengan ketebalan pemotongan ± 4-5
mikron. Setelah pemotongan dengan ketebalan ± 4-5 mikron didapatkan maka selanjutnya
diletakkan mengambang pada waterbath (waterbathing) beberapa detik dengan temperatur
hangat (37-39 °C). Potongan spesimen pada waterbath diletakkan pada gelas objek kemudian
diinkubasikan. Preparat kemudian di rehidrasi bertingkat menggunakan Xylol I, II dan III
(masing-masing selama 5 menit), Etanol I dan II selama 5 menit dan Aquades selama 1
menit. Tahapan terakhir yaitu pewarnaan (staining) menggunakan Hematoxylin – Eosin.
Hematoxylin selama 15 menit sedangkan Eosin selama 3 menit. Preparat di dehidrasi dan di
clearing kembali kemudian dikeringkan untuk selanjutnya dilakukan mounting media.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Pada pengamatan mikroskopis jantung yang terdapat Cysticercus, hampir pada setiap
lapang pandang menunjukkan adanya histopatologi berupa terjadi peningkatan kerapatan
serat otot jantung. Peningkatan kerapatan serat otot jantung terjadi akibat desakan keberadaan
C. bovis. Batas pinggir antara kapsul C. bovis dengan serat otot jantung didominasi oleh
infiltrasi sel-sel radang. Sel-sel radang tersebar merata mengelilingi hampir keseluruhan dari
tiap kapsul C. bovis yang berada di otot jantung. Tipe sel radang yang paling banyak
menginfiltrasi serat otot jantung yaitu sel-sel radang tipe monomorfonuklear walaupun ada
beberapa juga sel-sel radang tipe granulosit.
Pada pengamatan histopatologi C. bovis yang memiliki kapsul berdiameter lebih besar
dari rata-rata diameter kapsul C. bovis yang lain, disekitarnya teramati serat otot jantung
tampak lebih rapat. Selain itu infiltrasi sel-sel radang juga tampak relatif lebih banyak
jumlahnya dan menginfiltrasi jauh lebih luas sampai ke sela-sela serat otot jantung yang
lebih dalam (Gambar 1).
Perubahan histopatologi lain, berupa infiltrasi jaringan ikat fibroblas dan kolagen,
serta adanya granuloma yang disertai sel radang di sekitar kapsul C. bovis juga teramati.
Jaringan ikat dengan kandungan fibroblas dan kolagen lebih banyak disekitar otot jantung

405
Indonesia Medicus Veterinus 2014 3(5) : 403-410
ISSN : 2301-7848

yang terinfeksi Cysticercus, juga diinfiltrasi sel-sel radang, namun dalam jumlah yang relatif
lebih sedikit.
Pembahasan
Jantung adalah organ muskular yang berfungsi sebagai pompa ganda sistem
kardiovaskular (Soetopo, 1990). Jantung berkontraksi secara periodik, terus-menerus tanpa
mengalami kelelahan (Wiwi, 2006). Menurut Soedarto (2008), C. bovis paling banyak
ditemukan pada otot atau organ yang aktif bergerak, misalnya pada otot skletal, jantung, dan
diafragma. Dari penelitian Ibrahim dan Zerihun (2012) juga melaporkan bahwa lidah, otot
skletal, otot jantung, otot triceps, diafragma, dan hati merupakan tempat predileksi utama dari
C. bovis.
Dari hasil pengamatan histologi jantung sapi bali yang telah dilakukan, ditemukan
adanya sel radang di serat otot jantung maupun dekat dengan posisi C. bovis yang tersebar
merata mengelilingi kapsul C. bovis. Tipe sel radang yang dominan ditemukan dalam
pengamatan yaitu sel-sel radang tipe monomorfonuklear dan sel-sel radang tipe granulosit.
Kondisi ini kemungkinan akibat infeksi yang berlangsung secara kronis. Hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian Garcia et al., (2011) yang melaporkan bahwa jaringan yang
terinfeksi C. bovis akan mengalami fibrosis dan infiltrasi sel radang yang tersusun dari
makrofag, limfosit dan eosinofil. Lebih lanjut dinyatakan bahwa infiltrasi sel radang dan
fibrosis tersebut terjadi disekeliling C. bovis. Sedangkan menurut Oryan et al., (1998),
perubahan histopatologi yang terjadi adalah adanya infiltrasi limfosit, sel plasma, makrofag,
sebagai sel-sel radang dari golongan monomorfonuklear, serta adanya sel eusinofil dari
golongan sel-sel radang granulosit (Oryan et al., 1998). Pada penelitian struktur C. bovis
yang dilakukan oleh Ogunremi et al., (2004), menemukan dibagian pinggir dindingnya berisi
campuran berbagai sel-sel radang termasuk, limfosit, makrofag, sel-sel retikuler, eosinofil,
giant cell, fibroblas, dan sel-sel epitelioid. Infiltrasi sel-sel eusinofil umumnya terjadi akibat
respon inflamasi yang disebabkan oleh agen parasit, yang dalam hal ini adalah C. bovis. Sel-
sel pertahanan eusinofil tersebut cenderung akan teraktivasi karena memiliki major basic
protein, protein ini terdapat pada bagian granula yang bersifat toksik bagi parasit (Thomas
dan Page, 2000).
Sel radang menginfiltrasi dalam kuantitas yang lebih banyak dan tersebar lebih luas
diantara sela-sela serat otot jantung di sekitar kapsul C. bovis yang memiliki diameter yang
lebih besar dari rata-rata besar Cysticercus lain yang menginfeksi. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Urquhart et al., (1996) yakni perkembangan telur T. saginata yang menginfeksi

406
Indonesia Medicus Veterinus 2014 3(5) : 403-410
ISSN : 2301-7848

berbeda-beda. Hal ini berpengaruh terhadap perbedaan diameter Cysticercus yang


menginfeksi jantung. Semakin banyak dan besar diameter Cysticercus yang menginfeksi
jantung, akan berpengaruh terhadap banyaknya jumlah sel-sel radang yang menginfiltrasi dan
juga berpengaruh terhadap kecepatan kejadian myocarditis atau gagal jantung pada host yang
terinfeksi. Kelainan tersebut dapat terjadi karena keberadaan jumlah dan besarnya diameter
tiap Cysticercus yang menginfeksi jantung yang dapat mengganggu kerja fisiologis otot
jantung. Serat otot jantung menjadi terdesak oleh Cysticercus yang menyebabkan gerak
jantung pada saat memompa darah menjadi semakin berat, dan lama kelamaan menjadi
melemah. Ditambah lagi dengan adanya reaksi inflamasi berupa infiltrasi berat sel-sel radang.
Selain itu, keterlibatan berbagai sitokin pada otot jantung pada saat reaksi inflamasi
berlangsung dapat juga memperparah kondisi fisiologis jantung itu sendiri.

407
Indonesia Medicus Veterinus 2014 3(5) : 403-410
ISSN : 2301-7848

A B

C D

Gambar 1. Mikroskopis antara dinding kapsul Cysticercus bovis dengan serat otot jantung
sapi bali :
A. Sel radang yang berada di sekitar serat otot jantung, (H&E; 100x).
B. Adanya granuloma yang disertai sel radang di sekitar kapsul Cysticercus
bovis, (H&E; 100x).
C. Batas pinggir antara kapsul Cysticercus bovis dengan serat otot jantung
didominasi oleh sel radang, (H&E; 100x).
D. Batas pinggir antara kapsul Cysticercus bovis dengan serat otot jantung
didominasi oleh sel radang, (H&E; 100x).

408
Indonesia Medicus Veterinus 2014 3(5) : 403-410
ISSN : 2301-7848

A B

C D

Gambar 2. Mikroskopis antara dinding kapsul Cysticercus bovis dengan serat otot jantung
sapi bali :
A. Adanya infiltrasi jaringan ikat dan kolagen, serta adanya eksudat disertai sel
radang di sekitar kapsul Cysticercus bovis, (H&E; 400x).
B. Sel radang tipe monomorfonuklear dan sel radang tipe granulosit, (H&E;
400x).
C. Sel radang monomorfonuklear (R) yang menginfiltrasi ke sela-sela serat
otot jantung, (H&E; 400x).
D. Sel radang monomorfonuklear (R), dan granulosit (S) yang menginfiltrasi
lebih dalam pada sela-sela serat otot jantung, (H&E; 400x).

409
Indonesia Medicus Veterinus 2014 3(5) : 403-410
ISSN : 2301-7848

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, perubahan histopatologi jantung
sapi bali yang terinfeksi C. bovis berupa infiltrasi sel-sel radang yang didominasi dari
kelompok sel radang monomorfonuklear dan sel radang granulosit.

DAFTAR PUSTAKA

Dharmawan, N.S. 2000. Experimental infection of Taenia saginata in Bali cattle. Maj.
Kedokteran Udayana. 31(110): 240-243. (in Indonesian).
Estuningsih, S.E. 2009. Taeniasis dan sistiserkosis merupakan penyakit zoonosis parasite.
Wartazoa vol. 19 no. 2 th. 2009. Balai besar penelitian veteriner. Bogor
Garcia, E.A.V.J., V.B.L. Moura, M.C. Vinaud, R.S.J. Lino, and G.F.C. Linhares. 2011.
Molecular Identification Of Cysticercus bovis At Different Stages Of The Host-Parasite
Interacti On Process. Revista de patologia tropical Vol. 40 (4): 331-340. out.-dez. 2011
Ibrahim, N. and F. Zerihun. 2012. Prevalence of Taenia saginata Cysticercosis in Cattle
Slaughtered in Addis Ababa Municipal Abattoir, Ethiopia. Global Veterinaria. 8(5):
467-471.
Luna, L.G. 1968. Manual of Histologic Staining Methods of the armed Forces Institute of
pathology. Third Ed. McGraw-Hill Book Company. New York. 258 pp.
Ogunremi, O., G. MacDonald, B. Scandrett, S. Geerts, and J. Brandt. 2004. Bovine
cysticercosis: Preliminary observations on the immunohistochemical detection of
Taenia saginata antigens in lymph nodes of an experimentally infected calf. Can Vet J
Volume 45: 852–855
Oryan, A., S.N.S. Gaura, N. Moghaddara, and H. Delavara. 1998. Clinico-pathological
studies in cattle experimentally infected with Taenia saginata eggs. Department of
Pathobiology, School of Veterinary Medicine, Shiraz University. 156-162.
Pawlowski, Z, and M.G. Schultz. 1972. Taeniasis and cysticercosis (Taenia saginata). Adv.
Parasitol. 10: 269-343.
Soedarto. 2008. Parasitologi Klinik. Surabaya: Airlangga University Press, 19-26.
Soetopo, W., 1990, Segi Praktis E.K.G., Binarupa Aksara, Jakarta.
Thomas, L.L., and S.M. Page. 2000. Inflammatory Cell Activation by Eosinophil Granule
Proteins. In : Gianni Marone, ed. Human Eosinophils. Biological and Clinical Aspect.
Basel : Kager: 99-113.
Urquhart, G.M., J. Armour, J.L. Duncan, A.M. Dunn, and F.W. Jennings. 1996. Veterinary
Parasitology 2nd Edition. ELBS, England.
Wiwi, I.. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius. Sistem sirkulasi: 179

410
ANALISIS RANTAI PASOK DAGING SAPI DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

OLEH:

JIMMI AULIA
138220012

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MEDAN AREA
MEDAN
2019

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
ANALISIS RANTAI PASOK DAGING SAPI DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Program Studi Agribisnis di Fakultas Pertanian
Universitas Medan Area

OLEH :

JIMMI AULIA
138220012

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MEDAN AREA
MEDAN
2019

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
Judul Skripsi : 1\nlisis Runtoi Pa:;;ok Daging Sapi di Kota Medan
Nama : Jimmi 1\ulia
NPM : 13822001 2
Fakultas : Pcrtaniun

Disetujui Oleh:
Komisi Pembimbing:

-
(Drs. Khairul Saleh, M.MI\) (Rahma Sari Siregar.S.J>, M.S.i)
Pcmbimbing I Pembimbing II

Dikctahui:

CRahma Sari Sin:~.tar. SP.• M.Sil


Kctua Program Studi

Tanggallulus: 01 April2019

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
IIALAMAN PERNYATAAN

Sa.>n mcnyntakun hahwn s kripsi yang saya susun.scbagui syurat

mempcroleh gclnr srujonn mcrupakan hasil karya tulis saya scndiri. Adapun

bagian bagian tcrtcntu dalam pcnulisan sumbemya secara jcla" scsuai dcngan

norma. kaidah, dan ctika penulisan ilmiah.

Saya bcrscdia mcncrima sanksi pencabutan gelar akadcmik yang saya

peroleh dan sanksi-sanksi luinnya dengan peraturan yang berlaku, apahila

dikemudian hari ditcntukan adanya plagiat dalam skripsi ini.


ta
138220012

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
HALAMAN J>E RNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASl
SKRIJ>SI UNTU K KEPENTINCAN AKA DEMIS
Sebagian ~ivitas akndcmik Universitas Mcdan Area, saya yang bertanda Langan di
bawah ini :
Nama : JimmiAulia
NPm : 138220012
Program Studi: Agribisnis
Fakultas : Pertanian
Jcnis Karya : Skripsi

Oemi pengcmbangan ilmu pcngetahuan, menyctLtiui untuk memberi kan kepada


Universitas Medan Area Hak Bebas Royati Nonekslusif (Non-axclusiveRay alty-
Free Rig ht) atas karya ilmiah saya yang berjudul :''Anal isis Rantai Pasok Daging
Sa pi di Kota Medan.".

Bcserta pcrangkal yang ada Uika diperlukan). Dcngan hak bebas Royalli
Noneksklusif ini Universitas Medan Area bcrhak menyi mpan. mcngalih
mcdia/formatkan, mcngelola dalam bcntuk pcngkalan data (datahase). me rawat,
dan mempublikasikan skripsi saya selama tetap mencant ukan nama saya sebagai
penulislpencipta dan pemilik hak cipta.

Dcmikian pernyataan ini saya bual dengan sebenarnya.

Dibuat dj : Medan
PadaTanggal : Oktober20 19
Y yatakan

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui rantai pasok daging sapi
serta bagaimana efisiensi pemasaran daging sapi di Kota Medan. Metode
penelitian yang digunakan adalah secara Pruposive(Sengaja). Sempel penelitian
ini sebanyak 25. Berdasarkan prasurvey lokasi ditentukan yang dilakukan terdapat
1 RPH tersebut, maka diambil pedagang besar (Pengusaha) 1 dari RPH dan pasar
sambu yang menjual daging sapi maka diambil pedagang pengecer 1 dari pasar
tradisional sambu dan konsumen 1 dari pasar sambu tersebut. Metode yang
digunakan adalah snowball Sampling serta metode perhitungan Microsoft Excel.
Data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer. Penelitian dilakukan
pada bulan Oktober sampai dengan November 2018. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa (RPH) kota Medan hanya berperan sebagai tempat
pengandangan sebelum pemotongan dan kegiatan penyembelihan hewan milik
pedagang besar. Terdapat dua rantai pasok dagingsapi di Kota Medan dalam
menyalurkan produknya adalah Rantai pasok I dimulai dari Pedagang Besar,
Pedagang Pengecer, Konsumen dan Rantai pasok II dimulai dari Pedagang
besar,ke Konsumen.
Kata Kunci :Dagingsapi, RantaiPasok, Efisiensi.

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the beef supply chain and how
the efficiency of beef marketing in Medan. The research method used is
Promposively. This research sample is 25. Based on the presurvey location
determined there is 1 such RPH, then taken by wholesalers (Entrepreneurs) 1 from
RPH and sambu markets who sell beef then retailers 1 are taken from traditional
sambu and consumer 1 markets from the sambu market . The method used is
snowball sampling and Microsoft Excel calculation method. The data used are
secondary data and primary data. The study was conducted from October to
November 2018. The results showed that the city of Medan (RPH) only served as
a place of holding before cutting and slaughtering of animals owned by large
traders. There are two beef supply chains in Medan City in distributing their
products. Supply chain I starts with Big Traders, Retailers, Consumers and Supply
Chain II starting from Big Traders, to Consumers. In supply chain I the value of
marketing efficiency is 0.93% and in supply chain II the value of marketing
efficiency is 0.93%.
Keywords: Beef, Supply Chain, Efficiency.

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat

dan HidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat

dalam salam tak lupa penulis sampaikan keharibaan junjungan Nabi besar

Muhammad SAW. Skripsi ini berjudul Analisis Rantai Pasok Daging Sapi Di

Kota Medan yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada

program studi Agribisnis Fakultas pertanian Universitas Medan Area.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan serta dukungan dari

berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ucapan terima kasih dan rasa hormat

kepada:

1. Ayahanda dan Ibundah Tercinta yang selalu menjadi motivasi, memberikan

doanya serta kasih sayang bahkan segala materi yang ada dengan penuh

ikhlas dan tanggung jawab kepada penulis.

2. Dr.Ir.Syahbudin Hasibuan, M.si. Selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Medan Area.

3. Drs. Khairul Shaleh, M.MA selaku dosen pembimbing dan Rahma Sari

Siregar SP,M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak

membimbing dan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

4. Rahma Sari Siregar. SP,M.Si selaku Ketua Program Studi Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Medan Area.

5. Seluruh Dosen dan Staf-Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas

Pertanian Universitas Medan Area yang memberikan Ilmu Pengetahuan

kepada penulis.

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- ix
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
6. Seluruh teman-teman di fakultas Pertanian Universitas Medan Area

Khususnya Sahabat dan teman-teman satu angkatan 2013 Agribisnis maupun

Agroteknologi telah banyak membantu dan memberikan dukungannya kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa tulisan skripsi ini masih banyak memiliki

kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis

berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah ilmu

pengetahuan. Mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Medan, Oktober 2019

Jimmi Aulia

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- x
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
DAFTAR ISI

Halaman

ABSRACT............................................................................................................. vi
RINGKASAN ...................................................................................................... vii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2.Rumusan Masalah ........................................................................................ 7
1.3.Tujuan Penelitian .......................................................................................... 7
1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 7
1.5.Kerangka Pemikiran ..................................................................................... 7
1.6.Hipotesis ....................................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 10
2.1. Daging Sapi ............................................................................................... 10
2.2. Rantai Pasok .............................................................................................. 11
2.3. Manajemen rantai pasokan ........................................................................ 14
2.4. Efesiensi Pemasaran .................................................................................. 16
2.5. Lembaga dan Saluran Distribusi ............................................................... 17
2.6. Saluran Pemasaran .................................................................................... 18
2.7. Penelitian Terdahulu.................................................................................. 19
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 25
3.1. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian .................................................... 25
3.2. Metode pengamabilan sampel ................................................................... 25
3.3. Metode Pengambian Data ......................................................................... 25
3.4. Metode Analisis Data ................................................................................ 25
3.5. Defenisi Operasional ................................................................................. 26
BAB IV GAMABARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ............................ 28
4.1. Gamabaran Umum Kota Medan................................................................ 28
4.2. Gamabaran Umum PD Rumah Potong Hewan ......................................... 28
4.3. Gambaran geografi dan Gambaran Umum pusat Pasar ............................ 30
4.4. Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk per KM dirinci menurut kelurahan
di Kecamatan Medan kota 2016 ................................................................ 31

4.5. Gambaran umum Responden .................................................................... 31

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 39

5.1. Hasil........................................................................................................... 39
5.1.1. Saluran Rantai Pasok Daging Sapi Di Kota Medan ............................... 39
5.1.2. Pola Rantai Pasok Daging Sapi Di Kota Medan .................................... 41
5.1.3. Analisis Rantai Pasok Daging Sapi Di Kota Medan .............................. 41

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- xi
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 54
6.1. Kesimpulan ............................................................................................. 54
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 55
LAMPIRAN.

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- xii
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
DAFTAR TABEL

No Keterangan Halaman

1. Komposisi beberapa Zat Gizi Daging Sapi Dalam100 Gram ........................ 3

2. Data Ternak sapi Yang di Potong, Produksi Daging Sapi DiKota Medan

2012-2016 ...................................................................................................... 4

3. Karakteristik Pedagang Besar Berdasarkan Usia ........................................... 32

4. Karakteristik Pedagang Besar Berdasarkan Pendidikan ................................ 33

5. Karakteristik Pedagang Besar Berdasarkan Pengalaman Usaha.................... 33

6. Karakteristik Pedagang Pengecer Berdasarkan Usaha................................... 34

7. Karakteristik Pedagang Pengecer Berdasarkan Pendidikan........................... 35

8. Karakteristik Pedagang Pengecer Berdasarkan Pengalaman Usaha .............. 36

9. Karakteristik Konsumen Daging Sapi Berdasarkan Usia .............................. 37

10. Biaya Harga dan Marjin Pemasaran Pedagang Besar (Saluran1) .................. 42

11. Biaya Pemasaran Dan Total Biaya Pemasaran Pedagang Besar Daging

Sapi dalam sekali pembelian .......................................................................... 45

12. Biaya Pemasaran Dan Total Biaya Pemasaran Pedagang Pengecer

Daging Sapi Dalam Satu Pembelian .............................................................. 46

13. Biaya Pembelian Dan total Biaya Pembelian Konsumen Daging Sapi

Dalam Sekali Pembelian ................................................................................ 47

14. Margin Pemasaran Rantai Pasok II Daging Sapi di Kota Medan .................. 49

15. Biaya Pemasaran dan Total Biaya Pemasaran Pedagang Besar Daging

Sapi ................................................................................................................ 50

16. Jumlah Pembelian Harga, dan Biaya Tingkat Konsumen.............................. 51

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- xiii
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
DAFTAR GAMBAR

No Keterangan Halaman

1. Kerangka Pemikiran Teoritis..................................................................... 9

2. Karakteristik Pedagang Besar berdasarkan usia ........................................ 32

3. Karakteristik Pedagang Besar berdasarkan Pengalaman Usia .................. 34

4. Karakteristik Pedagang pengecer berdasarkan Pengalaman Usaha .......... 37

5. Rantai Pasok Daging Sapi Kota Medan .................................................... 41

6. Rantai Pasok 1 (satu) ................................................................................ 42

7. Rantai Pasok daging Sapi II ...................................................................... 48

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- xiv
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
DAFTAR LAMPIRAN

No Keterangan

1. Daftar Kuisioner Penilitian


2. Karakteristik Pedagang Besar
3. Karakteristik Pedagang Pengecer
4. Biaya Dan Harga, Margin Pemasaran Daging Sapi Di Kota Medan Pada
Saluran 1

5. Margin Pemasaran Biaya Dan Harga, Margin Pemasaran Daging Sapi Di Kota
Medan Pada Saluran 2

6. Biaya Pedagang Besar Dalam 1 Kali Pembelian


7. Biaya Pedagang Besar Dalam 1 Kali Pembelian
8. Biaya Pedagang Pengecer Dalam 1x Pembelian Rantai Pasok I
9. Karakteristik Responden Konsumen Pada Rantai Pasok 1
10. Karakteristik Konsumen Konsumen I
11. Biaya Pedagang Pembelian Konsumen Rantai Pasok I
12. Biaya Pedagang Pembelian Konsumen Rantai Pasok II
13. Dokumentasi Penelitian
14. Lokasi Penelitian
15. Surat Pengambilan Data Dari Falkultas Pertanian
16. Surat selesai Riset

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- xv
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan Negara dengan luas wilayah terbesar se-Asia

Tenggara, jumlah penduduknya kurang lebih dari 220 juta jiwa, dengan laju

pertumbuhan rata-rata 1,5% pertahun yang merupakan negara yang mempunyai

aneka ragam kekayaan alam. Kekayaan alam tersebut yang bukan hanya terdapat

pada sektor kekayaan alam migas seperti minyak bumi dan bahan tambang saja,

namun kekayaan non-migas seperti tersedianya lahan pertanian dan pertenak yang

cukup luas. Namun semua itu ternyata belum cukup memberikan solusi atas

permasalahan yang ada, yaitu seperti kurang memadainya kebutuhan pangan jika

kekayaan tersebut tidak diberdayakan secara optimal dan dilandaskan oleh aturan

dan kebijakan yang mendukung didalamnya.

Salah satu permasalahan yang paling crucial adalah pemenuhan

kebutuhan pangan terutama kebutuhan hewani. Pemenuhan kebutuhan pangan

sangat erat hubungannya dengan sektor pertanian dan perternak dalam arti luas,

sehingga tidak heran jika sektor pertanian dan peternak menjadi bagian terpenting

dalam pembangunan bangsa Indonesia (Ahmad Yunus, 2012).

Pembangunan peternakan tidak hanya diarahkan pada peningkatan

produksi dan pendapatan peternak tetapi diperluas hingga mencakup

pengembangan agribisnis secara terpadu. Peternak sebagai subyek pembangunan

didorong kearah pemahaman pertanian dan peternakan menjadi sumber

pendapatan. Pembangunan usaha peternakan dilakukan secara sinergis, mulai dari

hulu sampai hilir dan tidak berhenti hanya di tingkat produksi, tetapi juga sebagai

pelaku paska panen seperti pengolahan dan pemasaran.

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
Pemasaran pada prinsipnya merupakan proses kegiatan penyaluran produk

yang dihasilkan oleh produsen agar dapat sampai kepada konsumen. Bagi

produsen daging sapi potong, baik perusahaan peternakan maupun peternakan

rakyat pemasaran mempunyai peran yang penting. Setelah produk dalam hal ini

ternak dihasilkan peternak pasti menginginkan ternaknya cepat sampai dan

diterima oleh konsumen. Menurut Rianto dan Purbowati (2010), peternak harus

melewati beberapa kegiatan pemasaran antara lain pengumpulan informasi pasar,

penyimpanan, dan penjualan produk.

Daging sapi mempunyai peranan strategis dalam memenuhi kebutuhan-

kebutuhan protein hewani di Indonesia. Masyarakat sebagai konsumen berharap

mendapatkan harga daging yang wajar serta terjangkau. Pertumbuhan ekonomi di

Indonesia diekspresikan oleh tingkat pendapatan perkapita yang terus meningkat.

Hal tersebut secara langsung merubah pola konsumsi pangan penduduk ke arah

protein hewani seperti daging, telur, dan susu. Perubahan struktur permintaan

terhadap komoditas ternak berpengaruh terhadap kebijaksanaan penyediaan

pangan, harga, serta proyeksi permintaan dari komoditas tersebut.

Daging sapi merupakan salah satu jenis daging yang menjadi sumber

protein hewani yang cukup tinggi. Daging selain mengandung nutrisi yang baik

bagi pertumbuhan seperti protein yang tinggi serta asam amino essensial yang

cukup tinggi dan berimbang, daging pun berkontribusi dalam memberikan sumber

energi berupa lemak (Lawrie, 1995). Oleh karena itu daging sapi sangat

dibutuhkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan gizi dan selanjutnya akan

meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Berikut ini komposisi beberapa zat

gizi yang terdapat dalam daging sapi.

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- 2
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
Tabel 1 Komposisi Beberapa Zat Gizi Daging Sapi Dalam 100 Gram
No Komponen Jumlah
1 Air 66,00 (g)
2 Protein 18,80 (g)
3 Lemak 14,00 (g)
4 Kalsium 11,00 (mg)
5 Fosfor 170,00 (mg)
6 Zat Besi 2,80 (mg)
7 Vitamin A 30,00 (SI)
8 Vitamin B1 0,08 (mg)
9 Energi 207,00 (Kkal)
Sumber : Sudarisman dan Elvina (1996)

Daging sapi mempunyai peranan cukup strategis dalam memenuhi

kebutuhan protein hewani di Indonesia, Sehingga keberadaannya clan

kesinambungan usah danging sapi mendapat perhatian secara serius dilain pihak

perlindungan terhadap konsumen daging sapi, Masyarakat Indonesia sangat

diharapkan mendapatkan harga daging yang wajar serta terjangkau dengan daya

beli masyarakat.

Setelah krisis moneter pada Tahun 1996, nampaknya aspek pemasaran

sapi potong dan daging sapi menjadi fenomena pembangunan peternakan di

Indonesia. Di satu pihak insentif pemasaran bagi produsen perlu diperhatikan, di

lain pihak harga daging disesuaikan dengan daya beli konsumen (masyarakat).

Dengan terjadinya krisis moneter permasalahan yang muncul bertambah komplek.

Disamping harga daging sapi menjadi tinggi, juga masalah suplai daging sapi

serta impor yang selalu mengundang pro dan kontra baik dari masyarakat maupun

dari pengambil kebijakan.

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- 3
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
Tabel 2 Data Ternak Sapi yang di Potong, Populasi, Produksi Daging Sapi
Di Kota Medan2012 - 2016
Ternak yang Populasi Produksi
No Tahun
Dipotong (ekor) (ekor) (ton)
1 2012 5.106 2.720 305,1
2 2013 8.242 2.797 325,1
3 2014 5.201 2.876 344,1
4 2015 5.834 3.283 133,9
5 2016 5.688 1.818 121,6
Sumber : BPS Kota Medan,2017

Ternak sapi merupakan salah satu penyusun subsektor peternakan yang

termasuk dalam jenis hewan ternak besar. Populasi daging sapi di Kota Medan

mengalami penurunan dari 2.720 ekor pada tahun 2012 menjadi 1.818 ekor pada

tahun 2016. Jumlah ini cenderung tidak stabil dikarenakan jumlah pemotongan

ternak sapi yang turun dan menurunkan populasi ternak sapi. Pada tahun yang

sama produksi daging sapi pada tahun 2012 meningkat dari 3,05,1 ton pada tahun

2014 menjadi 344,1 ton. Namun pada tahun 2015 dan tahun 2016 produksi daging

sapi menurun dari 133,9 ton menjadi 121,6 ton. Hal ini disebabkan karena

turunnya impor sapi yang menyebabkan kurangnya suplai sapi dalam negeri,

selain itu dipengaruhi oleh konsumsi daging sapi di Sumatera Utara meningkat.

Konsumsi daging sapi yang terus meningkat tersebut mengidentifikasi terjadinya

peningkatan akan tingginya permintaan di kota Medan. (Badan Pusat Statistik,

2017).

Distribusi daging sapi yang terjadi di berbagai Rumah Potong Hewan

(RPH), mendorong para pelaku distribusi seperti pedagang besar dan pedagang

pengecer selaku perantara yang berhubungan langsung dengan konsumen

melakukan strategi pemasaran dalam melakukan kegiatannya. Dalam melakukan

kegiatan pemasaran yang dilakukan memerlukan strategi pemasaran yaitu

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- 4
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
sejumlah tindakan yang terintegrasi yang diarahkan untuk mencapai kompetitif

yang berkelanjutan (Kotler, 1997).

Pada prinsipnya, distribusi tidak berbeda jauh dengan rantai pasok karena

distribusi berada dalam sistem rantai pasok. Rantai pasokan atau ‘supply chain’

merupakan suatu konsep dimana terdapat sistem pengaturan yang berkaitan

dengan aliran produk, aliran informasi maupun aliran keuangan finansial (Indrajit

& Djokopranoto, 2002). Pengaturan ini penting untuk dilakukan terkait

banyaknya mata rantai yang terlibat dalam rantai pasokan daging sapi dan melihat

karakteristik produk yang mudah rusak dan harganya relatif tinggi jika

dibandingkan dengan hasil komoditas ternak lainnya. Pendekatan pada sistem

rantai pasok yang berupa aliran informasi berfungsi untuk mengetahui porsi setiap

pelaku pemasaran dalam kegiatan rantai pasok. Porsi merupakan kapasitas produk

yang dapat dialihkan dari satu pelaku pemasaran ke pelaku lainnya.

Rantai pasokan daging sapi harus memperhatikan beberapa aspek yang

dapat mempengaruhi kelancaran proses distribusi hingga ke tangan konsumen

akhir. Pemasaran dan distribusi daging sapi membutuhkan lembaga pemasaran

yang bekerja secara efektif, kerena daging sapi memiliki sifat produk yang mudah

rusak. Penyaluran daging sapi dari tangan produsen ke konsumen memerlukan

proses dan tindakan-tindakan yang khusus. Kegiatan ini dilakukan untuk

menciptakan, menjaga dan meningkatkan nilai serta manfaatnya. Kesalahan dalam

memilih saluran distribusi dapat memperlambat bahkan dapat terjadi kemacetan

usaha penyaluran barang dan jasa tersebut dari produsen ke konsumen.

Panjangnya rantai pasok pada produk pertanian dan perternak jika tidak

dikelola secara baik bisa menyebabkan biaya yang tinggi, baik untuk biaya

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- 5
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
transaksi, biaya transportasi, biaya penyimpanan, biaya pengemasan, biaya

kerusakan dan keuntungan masing-masing pelaku dan sebagainya. Faktor penting

dalam sistem penjualan adalah margin dan struktur biaya tataniaga yang terjadi.

Salah satu faktor kunci untuk mengoptimalkan rantai pasokan adalah dengan

menciptakan alur informasi yang bergerak secara mudah dan akurat antara

jaringan atau mata rantai tersebut dan pergerakan barang yang efektif, efisien dan

responsif terhadap perubahan-perubahan permintaan konsumen sehingga

menghasilkan kepuasan maksimal pada konsumen. Faktor yang mempengaruhi

kinerja dari rantai pasok adalah pergudangan (inventory), transportasi

(transportation), fasilitas (facilities) dan informasi (information) (Siagian, 2005).

Hal ini erat kaitannya dengan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) sebagai

penyedia jasa yang mendukung terjaminnya penyediaan daging ternak potong

secara teratur dan memadai. (RPH) sebagai penyedia jasa berusaha untuk dapat

menyediakan kebutuhan daging sapi bagi masyarakat disamping memenuhi

standar kualitas yang terbaik dengan harga yang dapat diterima konsumen.

Pada umumnya Rumah Pemotongan Hewan (RPH) merupakan tempat

para pedagang besar (Pengusaha) melakukan pemotongan pada sapi hidup mereka

untuk dijual kepada pedagang pengecer. Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di

Kota Medan Propinsi Sumatera Utara, merupakan unit pelayanan publik memiliki

fungsi teknis, ekonomis dan sosial dalam pemotongan hewan Di Kota Medan.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul“Analisis Rantai Pasok Daging Sapi (Bos Taurus) di Kota Medan”.

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- 6
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan dilatar belakang, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana rantai pasok daging sapi di Kota Medan?

2. Bagaimana efisiensi pemasaran pada daging sapi di Kota Medan?

1.3. Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis rantai pasok daging sapi di Kota Medan.

2. Untuk menganalisi efisiensi pemasaran pada daging sapi di Kota Medan.

1.4. Manfaat Penelitiani


Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi untuk pemerintah dan instansi dan pengembangan

terkait dalam mengambil keputusan untuk perencanaan, pengelolaan,

peningkatan, dan pengembangan produksi daging sapi. Sehingga pasokan

daging sapi dapat terpenuhi secara merata dan dapat menekankan harga

daging sapi yang sangat tinggi.

2. Memberikan masukan kepada pelaku rantai pasok daging sapi di Kota

Medan khususnya eksportir daging sapi.

3. Bagi pembaca, diharapkan untuk menambah wawasan dan pengetahuan


sebagai bahan acuan atau masukan terhadap penelitian selanjutnya.

1.5. Kerangka Pemikiran


Daging sapi merupakan salah satu jenis daging yang menjadi sumber

protein hewani yang cukup tinggi. Daging selain mengandung nutrisi yang baik

bagi pertumbuhan seperti protein yang tinggi serta asam amino essensial yang

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- 7
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
cukup tinggi dan berimbang, daging pun berkontribusi dalam memberikan sumber

energi berupa lemak.

Daging sapi saat ini menjadi bahan pangan yang sangat digemari, sebagai

penyedia protein hewani. Daging sapi dapat dinikmati oleh hampir seluruh lapisan

masyarakat. Penyaluran daging sapi dari peternak kepada konsumen umumnya

melalui rumah potong hewan. Rumah potong hewan yaitu berfungsi sebagai

lembaga atau mata rantai pengolahan yang mentransformasikan daging sapi hidup

menjadi daging sapi yang kemudian dapat didistribusikan ke rumah makan untuk

melalui proses pengolahan lainnya, atau juga disampaikan langsung ke konsumen

akhir. Aktifitas dalam rumah potong hewan antara lain merubah input-input

produksi berupa sapi hidup, modal, teknologi serta tenaga kerja menjadi output

berupa daging sapi. Proses yang dilakukan oleh rumah potong hewan (RPH)

adalah kegiatan pemotongan dan pembersihan serta pencucian untuk

membersihkan kotoran yang terdapat pada sapi. Kegiatan produksi dalam rumah

potong dilakukan setiap hari untuk menghasilkan produk berupa daging sapi.

Produk tersebut menjadi stok atau persediaan yang kemudian akan dipasarkan

Keberadaan rumah potong hewan didukung dengan adanya lembaga – lembaga

yang saling bekerja sama dalam menyalurkan bahan baku berupa sapi hidup.

Lembaga – lembaga tersebut menjadi mata rantai yang terkoordinasi menjadi

sebuah rantai pasok. Rantai pasok diartikan sebagai sekumpulan lembaga –

lembaga sebagai mata rantai yang saling bekerjasama dalam medistribusikan

barang mulai dari subsektor hulu melalui subsektor hilir hingga ke konsumen

akhir. Oleh karena itu dapat disusun suatu kerangka pemikiraan teoritis tentang

Rantai Pasok Daging Sapi Kota Medan sebagai berikut :

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- 8
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
Rantai Pasok Daging Sapi

Rumah Potong Hewen (RPH) Kota

Medan

Efisiensi Pemasaran

Efisien Tidak Efisien

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Teoritis

1.6. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah serta uraian pada

penelitian terdahulu serta kerangka teoritis maka dalam penelitian ini dapat

diajukan hipotesis adalah diduga rantai pasok daging sapi di kota Medan tidak

efisien.

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- 9
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daging Sapi


Menurut Soeparno dalam (Worabai, 1997), daging sapi adalah sebagian

hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia.

Selain anekaragaman sumber pangan, daging sapi adalah bahan makanan bergizi

tinggi dan memiliki cita rasa yang enak. Cita rasa daging sapi memberikan

kepuasaan dan kenikmatan bagi konsumen.

Daging dibentuk oleh dua bagian utama yaitu serat-serat otot berbentuk

rambut dan tenunan pengikat. Komposisi serat daging mengandung campuran

kompleks dari protein, lemak, karbohidrat, dan garam mineral. Daging Sapi

merupakan salah satu sumber protein hewani yang bersumber dari hewan

ternak.Daging sapi dapat dihasilkan dari berbagai komoditas peternakan seperti

ternak besar, ternak kecil, dan ternak unggas.

Ternak besar seperti sapi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki

peranan terpenting sebagai penghasil daging dengan kualitas dan kuantitas yang

cukup baik. Jenis atau bangsa sapi yang terdapat di Indonesia sebagai penghasil

daging adalah sapi potong seperti sapi Bali, sapi Madura, sapi Peranakan Ongole

(PO), dan sapi Brahman Cross ( Kanisius 1990).

Daging sapi merupakan bahan makanan yang penting dalam memenuhi

kebutuhan gizi.Selain mutu protein yang tinggi, pada daging sapi terdapat

kandungan asam amino yang lengkap dan seimbang. Keunggulan lain, protein

daging sapi lebih mudah dicerna daripada protein yang berasal dari nabati. Ada

beberapa syarat yang harus dipenuhi ternak yang akan dipotong agar diperoleh

kualitas daging yang baik yaitu ternak harus dalam keadaan yang sehat, bebas dari

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
berbagai penyakit,ternak harus cukup istirahat, tidak diperlakukan kasar, serta

tidak mengalami stres agar kandungan glikogen otot maksimal (Astawan, 2007).

Daging sapi merupakan produk makanan yang digemari dan hampir tidak

dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.Disamping kandungan gizinya lengkap,

produk hewani ini memiliki nilai organoleptik spesifik, sehingga cocok untuk

masakan dan produk olahan tertentu. Daging sapi dapat di olah dengan berbagai

cara, yaitu dengan cara dimasak, digoreng, diasap, dipanggang, disate, atau diolah

menjadi produk lain yang menarik selera, antara lain : daging korned ( corned-

beef), sosis, dendeng, abon, daging asap(smoke-beef), dan bakso (Wibowo,1997).

2.2. Rantai Pasok


Rantai pasokan atau rantai pengadaan adalah sistem yang dilalui organisasi

bisnis untuk menyalurkan barang produksi atau jasa ke pelanggan. Mata rantai ini

juga merupakan jaringan dari berbagai organisasi yang saling berhubungan, yang

mempunyai tujuan sama yaitu seefektif dan seefisien mungkin menyelenggarakan

pengadaan atau penyaluran barang atau jasa tersebut (Indrajit, 2002). Konsep

rantai pasokan merupakan konsep baru dalam melihat persoalan logistik. Konsep

lama melihat logistik sebagai persoalan internal masing-masing perusahaan dan

pemecahannya dititikberatkan pada pemecahan secara internal di perusahaan

masing-masing. Dalam konsep baru masalah logistik dilihat sebagai masalah yang

lebih luas yang terbentang sangat panjang dari bahan dasar sampai bahan jadi

yang dipakai konsumen akhir, yang merupakan mata rantai penyediaan barang

(Indrajit, 2002).

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- 11
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
Berdasarkan konsep supply chain terdapat tiga tahapan dalam aliran

material. Bahan mentah didistribusikan ke manufaktur membentuk suatu sistem

physical supply, manufaktur mengolah bahan mentah, dan produk jadi

didistribusikan kepada konsumen akhir membentuk suatu physical distribution

(Marimin dan Maghfiroh 2010 dalam Nadya Megawati Rachman 2016).

Bahan mentah didistribusikan kepada supplier dan manufacture yang

melakukan pengolahan, sehingga menjadi barang jadi yang siap didistribusikan

kepada customer melalui distributor. Permintaan dari customer diterjemahkan

oleh distributor dan distributor menyampaikan pada manufacture, selanjutnya

manufacture menyampaikan informasi tersebut pada supplier. Rantai pasokan

mencakup keseluruhan interaksi antara pemasok, perusahaan manufaktur,

distributor, dan konsumen (Siagian 2005). Menurut Marimin dan Maghfiroh

(2010) dalam Nadya Megawati Rachman(2016), mekanisme rantai pasok produk

pertanian secara alami dibentuk oleh para pelaku rantai pasok itu sendiri.Pada

negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, mekanisme rantai pasok

produk pertanian dicirikan dengan lemahnya produk pertanian dan komposisi

pasar. Kedua hal tersebut akan menentukan kelangsungan mekanisme rantai

pasok. Mekanisme rantai pasok produk pertanian dapat bersifat tradisional

ataupun modern. Mekanisme tradisional adalah petani menjual produknya

langsung ke pasar atau lewat tengkulak, dan tengkulak yang akan menjualnya ke

pasar tradisional dan pasar swalayan. Mekanisme rantai pasok modern terbentuk

oleh beberapa hal, antara lain mengatasi kelemahan karakteristik dari produk

pertanian, meningkatkan permintaan kebutuhan pelanggan akan produk yang

berkualitas, dan memperluas pasar pasar yang ada. Menurut Simchi-Levi et al.

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- 12
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
(2000), masalah kunci yang terkait dalam pengelolaan rantai pasokan terdiri dari

konfigurasi jaringan distribusi, pengendalian inventori, kontrak pemasokan,

strategi distribusi, integrasi rantai pasokan dan kemitraan strategis, strategi

perantaraan (procurement) dan outsourcing, desain produk, teknologi informasi

dan sistem penunjang keputusan serta penilaian pelanggan. Pengelolaan rantai

pasokan tidak hanya dilakukan agar seluruh bagian sistem memberikan kinerja

keseluruhan yang efektif, tetapi juga efisien.

Menurut Chopra dkk. (2001), tujuan yang hendak dicapai dari setiap rantai

pasokan adalah untuk memaksimalkan nilai yang dihasilkan secara keseluruhan.

Rantai suplai yang terintegrasi akan meningkatkan keseluruhan nilai yang

dihasilkan oleh rantai suplai tersebut. Dalam sebuah rantai pasokan, jaringan

perusahaan-perusahaan secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan

menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan

tersebut biasanya termasuk pemasok, pabrik, distributor, toko atau ritel, serta

perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik.Strategi rantai

pasokan adalah kumpulan kegiatan dan aksi strategis di sepanjang rantai pasokan

yang dibutuhkan pelanggan akhir dengan kemampuan sumber daya yang ada pada

rantai pasokan tersebut (Pujawan 2005). Strategi tidak bisa dilepaskan dari tujuan

jangka panjang. Tujuan inilah yang diharapkan akan tercapai, untuk bisa

memenangkan persaingan pasar maka rantai pasokan harus bisa menyediakan

produk yang murah, berkualitas, tepat waktu, dan bervariasi.

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- 13
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
2.3. Manajemen Rantai Pasokan
Manajemen rantai pasokan adalah sebuah sistem untuk membuat suatu

produk dan menyampaikannya kepada konsumen dari sudut struktural (Kalakota,

dalam Irghandi, 2008). Menurut Irghandi (2008) munculnya manajemen rantai

pasokan dilatar belakangi oleh 2 (dua) hal pokok, yaitu: 1. Praktik manajemen

logistik tradisional pada era modern ini sudah tidak relevan lagi, karena tidak

dapat menciptakan keunggulan kompetitif 2. Perubahan lingkungan bisnis yang

semakin cepat dengan persaingan yang semakin ketat. Kuatnya sebuah rantai

pasokan tergantung pada kekuatan seluruh elemen yang ada di dalamnya. Sebuah

pabrik yang sehat dan efisien tidak akan banyak berarti apabila pemasoknya tidak

mampu memenuhi pengiriman tepat waktu (Pujawan, 2005).

Menurut Jebarus dalam Yusman (2009), manajemen rantai pasokan

merupakan pengembangan lebih lanjut dari manajemen distribusi produk untuk

memenuhi permintaan konsumen. Konsep ini menekankan pada pola terpadu yang

menyangkut proses aliran produk dari pemasok, manufaktur, retailer hingga

kepada konsumen. Menurut Kalakota dalam Irghandi (2008), manajemen rantai

pasokan merupakan koordinasi dari bahan, informasi dan arus keuangan antara

perusahaan yang berpartisipasi. Manajemen rantai pasokan bisa juga berarti

seluruh jenis kegiatan komoditas dasar hingga penjualan produk akhir ke

konsumen untuk mendaur ulang produk yang sudah dipakai, yaitu:

a) Arus bahan melibatkan arus produk fisik dari pemasok sampai konsumen

melalui rantai, sama baiknya dengan arus balik dari retur produk, layanan,

daur ulang dan pembuangan.

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- 14
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
b) Arus informasi meliputi ramalan permintaan, transmisi pesanan dan

laporan status pesanan, arus ini berjalan dua arah antara konsumen akhir

dan penyedia material mentah.

c) Arus keuangan meliputi informasi kartu kredit, syarat-syarat kredit,

jadwal pembayaran dalam penetapan kepemilikandan pengiriman.

Menurut Turban, Rainer dan Porter (2004), terdapat 3 (tiga) macam

komponen rantai pasokan, yaitu: a. Bagian Hulu Rantai Pasokan Bagian hulu

rantai pasokan meliputi aktivitas dari suatu perusahaan manufaktur dengan para

penyalurannya (dapat berupa manufaktur, assembler, atau kedua-duanya) dan

koneksi mereka kepada pada penyalur mereka (para penyalur second-tier).

Hubungan pada penyalur dapat diperluas menjadi beberapa tingkatan sesuai

dengan kebutuhan dan semua jalur asal material.Contohnya langsung dari

pertambangan, perkebunan dan lain-lain. Pada bagian hulu rantai pasokan,

pengadaan merupakan aktivitas yang mendapat prioritas utama.b. Bagian Internal

Rantai Pasokan Bagian internal rantai pasokan meliputi semua proses pemasukan

barang ke gudang yang digunakan dalam mentransformasikan masukan dari para

penyalur menjadi produk perusahaan itu.

Pada bagian internal rantai pasokan, perhatian utama difokuskan pada

manajemen produksi, pabrikasi, dan pengendalian persediaan. c. Bagian Hilir

Rantai Pasokan Bagian hilir rantai pasok meliputi semua aktivitas yang

melibatkan pengiriman produk kepada pelanggan akhir. Pada bagian hilir rantai

pasokan, perhatian diarahkan pada distribusi, pergudangan, transportasi, dan

pelayanan purna jual.

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- 15
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
Menurut Pujawan (2005) pada suatu rantai pasokan biasanya ada 3 (tiga)

macam aliran yang harus dikelola. Pertama adalah aliran barang yang mengalir

dari hulu ke hilir (downstream). Kedua adalah aliran uang dan sejenisnya yang

mengalir dari hilir ke hulu (upstream).Yang ketiga adalah aliran informasi yang

terjadi dari hulu kehilir maupun sebaliknya. Rantai pasok adalah sistem yang

terdiri dari pemasok, produsen, transportasi, distributor dan ritel yang ada untuk

mengubah bahan baku menjadi produk.

2.4. Efisiensi Pemasaran


Konsep efisiensi pemasaran pada dasarnya adalah suatu ukuran relatif.

Efisiensi pemasaran adalah bentuk awal dari bekerjanya pasar persaingan

sempurna, yang artinya sistem tersebut dapat memberikan “kepuasan” bagi

lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat. Efisiensi pemasaran dapat dibedakan

atas efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis.

Efisiensi teknis berarti pengendalian fisik mencakup prosedur, teknis,

besarnya (skala) operasi dengan tujuan penghematan fisik seperti mengurangi

kerusakan, mencegah mutu produk mengalami penurunan dan penghematan

tenaga (Saefuddin 2007). Sedangkan efisiensi ekonomis dapat diartikan sebagai

pemasaran yang diselenggarakan dengan biaya terendah yang dapat dilakukan

dengan teknologi, keterampilan serta pengetahuan yang tersedia.

Efisiensi pemasaran operasional dapat didekati dengan biaya tataniaga dan

margin pemasaran sedangkan efisiensi harga diukur melalui keterpaduan pasar.

Dalam kajian ini, efisiensi pemasaran cenderung menggunakan batasan efisiensi

operasional yang didekati dengan biaya pemasaran dan margin pemasaran.

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- 16
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
Secara umum, marjin pemasaran adalah perbedaan harga suatu barang yang

diterima produsen dengan harga yang dibayar konsumen. Untuk melihat efisiensi

pemasaran melalui analisis marjin dapat digunakan sebaran rasio marjin

keuntungan atau rasio profit marjin (RPM) pada setiap lembaga pemasaran yang

terlibat dalam proses pemasaran. Rasio margin keuntungan adalah perbandingan

antara tingkat keuntungan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan oleh

setiap lembaga pemasaran yang bersangkutan.

2.5. Lembaga dan Saluran Distribusi


Saluran pemasaran (marketing channel) adalah jejak penyaluran barang

dari produsen ke konsumen akhir. Menurut Sudiyono (2002) dalam Nadya

Megawati Rachman (2016), lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu

yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen

kepada konsumen akhir, serta mempunya hubungan dengan badan usaha atau

individu lain. Menurut Kotler dan Keller (2008) untuk mencapai pasar sasaran,

pemasaran menggunakan tiga jenis saluran pemasaran yaitu (1) saluran

komunikasi menyampaikan dan menerima pesan dari pembeli, (2) saluran

distribusi untuk menggelar, menjual atau menyampaikan produk fisik atau jasa

kepada pelanggan atau pengguna dan (3) saluran layanan yaitu untuk melakukan

transaksi dengan calon pembeli.

Menurut FAO (2007) dalam Nadya Megawati Rachman (2016) secara

umum prinsip saluran distribusi produk pertaian yang berasal dari perusahaan

pertanian (agribusinesses farmers) melewati empat rantai pemasaran yaitu (1)

pemasaran langsung (direct sales), (2) pengecer (retailer) (3) grosir (wholesaler)

dan (4) agen dan broker. Selain pemasaran secara langsung dari perusahaan

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- 17
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
pertanian ke lembaga pemasaran, dapat juga terjadi pemasaran berantai dari mulai

agen dan broker kemudian ke grosir selanjutnya ke pengecer.

2.6. Saluran Pemasaran


Saluran pemasaran merupakan serangkaian organisasi yang saling

tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk barang atau

jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Sebuah saluran pemasaran

melaksanakan fungsinya dengan memindahkan barang dari produsen ke

konsumen. Hal itu penting sebagai upaya dalam mengatasi kesenjangan waktu,

tempat dan pemilikan yang memisahkan barang atau jasa dari orang-orang yang

membutuhkan atau menginginkannya (Cristovao 2015) dalam Nadya Megawati

Rachman (2016).

Pilihan saluran pemasaran merupakan salah satu kunci kesuksesan dalam

memasarkan produk.Saluran pemasaran yang berbeda memberikan tingkat

keuntungan dan biaya yang berbeda pula. Selain itu saluran pemasaran yang

dipilih dan digunakan oleh pedagang dalam memasarkan komoditas daging sapi

memiliki pengaruh terhadap keuntungan yang akan diterima, sehingga pedagang

akan memilih saluran yang lebih menguntungkan baginya. Kemudahan dalam

melakukan transaksi, harga jual, lokasi pemasaran, kuantitas produksi, dan

ketersediaan informasi pasar seringkali menjadi pertimbangan utama bagi

pedagang dalam memilih saluran pemasaran (Chalwe 2011) dalam Nadya

Megawati Rachman (2016).

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- 18
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
2.7. Penelitian Terdahulu

Nadya Megawati Rachman (2016). Melakukan penelitian dengan

judul“Efisiensi Jaringan Distribusi Daging Sapi di Kota Bogor”. Tujuan

penelitian adalah : (1) Memetakan jaringan distribusi daging sapi di Kota Bogor

(2) Menganalisis biaya transaksi, nilai tambah dan efisiensi pemasaran dalam

saluran pemasaran daging sapi di Kota Bogor (3) Menganalisis faktor yang

berpengaruh terhadap pemilihan saluran pemasaran pedagang daging sapi di

Kota Bogor. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Juni 2015 – Oktober

2015.Metode Pengolahan dan Analisis Data Pemetaan jaringan distribusi daging

sapi di wilayah Kota Bogor dianalisis dengan metode Value Stream Mapping

(VSM) (Hines et al. 1999). Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis

(1) efisiensi pemasaran, (2) nilai tambah dalam rantai pasokan, dan (3) biaya

transaksi. Faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan saluran pemasaran yang

dilakukan oleh pedagang daging sapi akan dianalisis dengan menggunakan

regresi logistik biner. Perangkat lunak yang digunakan untuk mengolah data

adalah Microsoft Excel 2010 dan SPSS 21. Hasil analisis menunjukkan Terdapat

9 alternatif pilihan saluran pemasaran daging sapi di Kota Bogor. Sebagian besar

pedagang daging sapi di Kota Bogor merupakan pedagang pengecer yang

artinya saluran yang paling panjang merupakan saluran yang paling banyak

digunakan. Saluran dengan rantai pasokan terpanjang melibatkan sedikitnya lima

lembaga pemasaran terbukti menjadi salah satu faktor yang menyebabkan

tingginya harga jual daging sapi. Saluran pemasaran yang paling efisin dengan

keuntungan dan nilai tambah tertinggi, serta biaya transaksi yang paling rendah

adalah saluran 7 (Feedloter – PBDS I – Konsumen).Biaya transaksi pada

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- 19
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
distribusi daging sapi mulai dari RPH hingga sampai ke tangan konsumen hanya

berkisar 3-5% dari total biaya. Biaya yang mendominasi adalah biaya untuk

membeli bahan baku daging sapi (60%). Nilai tambah dan margin terbesar

diperoleh PBDS I. dan Saluran yang banyak dipilih adalah saluran.

Moh. A. Syakur (2017) melakukan penelitian yangberjudul “Analisis

Rantai Pasokan (Supply Chain) Daging Sapi dari Rumah Pemotongan Hewan

sampai Konsumen di Kota Surakarta”. Penelitian ini bertujuan untuk: (1)

menganalisis aliran produk, aliran keuangan dan aliran informasi pada rantai

pasokan daging sapi, (2) menganalisis efisiensi pemasaran pada rantai pasokan

daging sapi potong di Kota Surakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

September – November 2016 di Kota Surakarta.Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode survei. Metode pengambilan sampel dalam penelitian

ini adalah teknik purposive sampling dan snowball sampling. Analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif,. Hasil analisis

menunjukkan bahwa: (1) terdapat 3 aliran dalam rantai pasokan daging sapi di

Kota Surakarta yaitu aliran produk, aliran keuangan dan aliran informasi yang

berjalan dengan optimal; (2) saluran distribusi daging sapi di Kota Surakarta

adalah efisien berdasarkan nilai efisiensi pemasaran sebesar 0,79%, margin

pemasaran yang menguntungkan (Ski>Sbi) sebesar Rp 7.500 dan shared value

yang proporsional sesuai dengan kontribusi yang diberikan setiap mata rantai; dan

(3) rata-rata nilai tambah yang diperoleh sebesar Rp 70.551,18/kg atau 59,8% dari

total output yang dihasilkan.

Desra Isma Diana (2016) yang melakukan penelitian yang berjudul

“Analisis Rantai Pasok Sosis Food Industries Dari Produsen Sampai Konsumen

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- 20
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
Di Kota Bandung (Studi Kasus PT. Kemfood Cabang Kota Bandung)”. Penelitian

ini dilaksanakan pada tanggal 28 Januari 2016 sampai dengan 10 Februari 2016

yang berlokasi di PT Kemfood Cabang Kota Bandung. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui aliran dan kinerja rantai pasok yang digunakan PT kemfood

dengan menggunakan metode studi kasus dan balanced scorecard untuk

pengukuran kinerja rantai pasok. Hasil menunjukan aliran rantai pasok dari

produsen sebagian besar langsung ke konsumen, dan untuk kinerja rantai pasok

untuk prespektif proses bisnis internal dengan skor 2,56. Prespektif pertumbuhan

dan pembelajaran dengan penilaian 2,58. Prespektif pelanggan memiliki total skor

2,52 dan prespektif keuangan memiliki skor 3,00. Keempat prespektif balanced

scorecard tersebut memberi arti bahwa kinerja rantai pasok PT Kemfood berjalan

dengan baik dan aliran rantai pasok dari pusat, cabang, segmen kemudian

konsumen.

Zahra Nur Amirah (2015) yang melakukan penelitian yang berjudul

“Analisis Rantai Pasok Daging Sapi Dari Rumah Pemotongan Hewan Ciawitali

Sampai Konsumen Akhir Di Kota Garut”. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui saluran tataniaga daging sapi dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH)

sampai konsumen akhir, kontibusi rantai pasok daging sapi dari Rumah

Pemotongan Hewan dan struktur biaya dan margin dalam rantai pasok daging

sapi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey, yang telah

dilakukan di Rumah Potong Hewan Ciawitali yang terletak di Kabupaten Garut,

Provinsi Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saluran rantai pasok

daging sapi dimulai dari Rumah Pemotongan Hewan ke pedagang besar

kemudian menuju pedagang pengecer dan konsumen, namun ada juga daging sapi

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- 21
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
yang dari pedagang besar langsung ke konsumen. Biaya penjualan dari RPH ke

pedagang besar berkisar Rp. 75.000,00 - Rp. 90.000,00.Margin yang diperoleh

pedagang besar sebesar Rp. 7.000,00 – Rp. 11.000,00 dan pedagang pengecer

sebesar Rp. 3.000,00 – Rp. 4.000,00. Margin keuntungan yang dikenakan kepada

konsumen adalah sebesar 15% sehingga kisaran harga yang ada di lingkungan

Pasar Ciawitali berkisar diantara Rp. 110.000,00 – Rp. 115.000,00/kg.

Annona Emhar (2014) “Analisis Rantai Pasokan (Supply Chain)Daging

Sapi Di Kabupaten Jember”. Daging sapi merupakan salah satu produk pangan

yang memiliki nilai gizi untuk memenuhi kebutuhan protein bagi masyarakat.

Rantai pasokan atau supply chain daging sapi merupakan suatu konsep yang

memiliki sistem pengaturan yang berkaitan dengan aliran produk, aliran keuangan

dan aliran informasi dalam proses distribusi sapi potong hidup menjadi daging

sapi. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui aliran produk, aliran keuangan

dan aliran informasi pada rantai pasokan daging sapi; (2) mengetahui tingkat

efisiensi pemasaran; Metode dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif

dan analitik. Metode pengambilan contoh dalam penelitian ini adalah teknik

purposive sampling dan snowball sampling. Analisis data yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu analisis efisiensi pemasaran, analisis dan margin pemasaran,

analisis nilai tambah dengan metode Hayami. Hasil analisis menunjukkan bahwa:

(1) terdapat 3 aliran dalam rantai pasokan daging sapi di Kabupaten Jember yaitu

aliran produk, aliran keuangan dan aliran informasi yang tidak berjalan dengan

optimal; (2) saluran distribusi daging sapi di Kabupaten Jember adalah efisien

berdasarkan nilai efisiensi pemasaran, margin pemasaran yang menguntungkan

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- 22
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
(Ski>Sbi) dan shared value yang proporsional sesuai dengan kontribusi yang

diberikan setiap mata rantai;

M.Chalidin (2016) melakukan penelitian yang berjudul “ Analisis

Permintaan Dan Elastisitas Daging Sapi Pada Tingkat Rumah Tangga Di

Kelurahan Sei Sekambing B, Kecamatan Sunggal, Kota Medan”. Penelitian ini

bertujuan (1) Untuk mengetahui tingkat permintaan daging sapi di Kelurahan Sei

Sikambing B, Kecamataan Sunggal, Kota Medan. (2) Untuk mengetahui faktor-

faktor permintaan daging sapi di Kelurahan Sei Kambing B, Kecamatan Sunggal,

Kota Medan.(3) Mengukur dan mengidentifikasi peranan elastisitas factor-faktor

yang mempengaruhi permintaan daging sapi di Kelurahan Sei Sikambing B,

Kecamatan Medan Sunggal , Kota Medan.

Permintaan daging sapi pada tingkat rumah tangga di Kelurahan Sei

Sikambing B rata-rata mengkonsumsi daging sapi sebanyak 2,2, kg per bulan.

Rumah tangga yang mengkonsumsi daging sapi terendah 0,5 kg/bulan dan paling

banyak 8 kg/ bulan. Hasil Uji t diperoleh bahwa hanya variabel harga ikan, harga

ayam potong, tingkat pendapatan rumah tangga, dan selera berpengaruh nyata

terhadap permintaan daging sapi dan signifikan pada tingkat kepercayaan 95%.

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- 23
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
BAB III METODE PENELITIAN

3.1.Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Medan Pusat Pasar (Sambu), Sumatera

Utara. Lokasi ini ditentukan secara purposive (sengaja). Pemilihan lokasi

berdasarkan pertimbangan bahwa Di Kota Medan memiliki Rumah Potong Hewan

(RPH) yang memiliki skala cukup besar dalam jumlah pemotongan ternak sapi

potong yang berperan dalam penyedia kebutuhan daging masyarakat di Kota

Medan dan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di Kota Medan Propinsi Sumatera

Utara merupakan unit pelayanan publik memiliki fungsi teknis, ekonomis dan

sosial dalam pemotongan hewan di Kota Medan. Adapun Penelitian ini dilakukan

pada bulan Oktober 2018.

3.2. Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara snowball sampling yaitu

dengan cara mengikuti alur pemasaran dari produsen hingga produk sampai ke

konsumen akhir.

Berdasarkan pra survey diketahui bahwa jumlah pedagang besar yaitu 20

orang dan sebagai sampel pedagang besar adalah sebanyak 3 orang banyak

pedagang pengecer dari 10 orang dan sebagai sempel pedagang pengecer diambil

2 orang. Sampel untuk konsumen diambil sampel 25 orang. Maka jumlah sampel

pada penelitian ini yaitu, 3 orang pedagang besar, 2 orang pedagang pengecer dan

25 konsumen.

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted
24 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
3.3 Metode Pengambilan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data

sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya

dengan melakukan wawancara langsung dengan pihak Rumah Potong Hewan

(RPH) di Kota Medan, pedagang besar daging sapi, pedagang pengecer daging

sapi, dan terakhir konsumen daging sapi di Pusat Pasar Sambu Kota Medan.

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi terkait yaitu, badan

pusat statistik, jurnal-jurnal penelitian, literature, dan buku-buku kepustakaan

yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.4. Metode Analisis Data

Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui rantai pasok daging sapi di

Kota Medan, Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode analisis deskriptif kuantitatif. Analisis deskriptif kuantitatif merupakan

jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang dapat dicapai

(diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain

dari kuantifikasi (Sujarweni, 2014).

Efisiensi pemasaran daging sapi dianalisis secara kuantitatif dengan

menggunakan margin pemasaran. Menurut sudiyono, 2001 margin pemasaran

dapat diartikan sebagai analisis perbedaan harga ditingkat produsen (harga beli)

dengan harga ditingkat konsumen akhir (harga jual) daging sapi.

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted
25 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
Secara matematis margin pemasaran dirumuskan sebagai berikut:

Mi = Psi-Pbi

Dimana:

Mi : Margin pemasaran ditingkat lembaga pemasaran ke-i

Psi : Harga jual pasar ditingkat lembaga pemasaran tingkat ke-i

Pbi : Harga beli pasar di tingkat lembaga pemasaran ke-i

Menurut Soekartawi 2002 adapun untuk menghitung efisiensi

pemasaran di daerah penelitian sebagai berikut:

Maka apabila nilai efisien pemasaran < 50 % maka pemasaran efisien, jika
nilai efisien pemasaran > 50 % maka pemasaran tidak efisien, dan jika nilai
efisien pemasaran = 50 % maka pemasaran tersebut efisien.

3.5. Definisi Operasional

1. Daging sapi merupakan bahan makanan yang penting dalam memenuhi

kebutuhan gizi. Selain mutu protein yang tinggi, pada daging sapi terdapat

kandungan asam amino yang lengkap dan seimbang.

2. Rumah Potong Hewan (RPH) merupakan tempat para pedagang besar

(Pengusaha) melakukan pemotongan pada sapi hidup mereka untuk dijual

kepada pedagang pengecer.

3. Rantai pasokan atau rantai pengadaan adalah sistem yang dilalui organisasi

bisnis untuk menyalurkan barang produksi atau jasa ke pelanggan.

4. Efisiensi pemasaran adalah kondisi pemasaran dimana pengusaha dapat

bekerja atas dasar biaya input yang rendah tanpa mengurangi kepuasan

konsumen di ukur dari masing masing saluran pemasaran dengan marjin.

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- 26
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
5. Margin adalah perbedaan harga yang di bayar konsumen dengan harga

yang diterima produsen.

6. Lembaga dan Saluran Distribusi adalah Saluran pemasaran (marketing

channel) adalah jejak penyaluran barang dari produsen ke konsumen akhir,

badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran,

menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir, serta

mempunya hubungan dengan badan usaha atau individu lain.

7. Saluran pemasaran merupakan serangkaian organisasi yang saling

tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk

barang atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi.

8. Pedagang besar adalah pemilik daging sapi yang dipotong di Rumah

Pemotongan Hewan Kota Medan dan menjual ke pedagang pengecer

maupun konsumen langsung.

9. Pedagang pengecer adalah pedagang pengecer yang membeli daging sapi

dari pedagang besar (Pengusaha) untuk dijual langsung kepada konsumen.

10. Konsumen adalah orang yang secara langsung mengonsumsi daging sapi,

baik bagi kepentingan diri sendiri.

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- 27
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

5.1.1. Saluran Rantai Pasok Daging Sapi di Kota Medan

Saluran rantai pasokan atau rantai pengadaan adalah sistem yang dilalui

organisasi bisnis untuk menyalurkan barang produksi atau jasa ke pelanggan.

Mata rantai ini juga merupakan jaringan dari berbagai organisasi yang saling

berhubungan, yang mempunyai tujuan sama yaitu seefektif dan seefisien mungkin

menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang atau jasa tersebut (Indrajit,

2002). Konsep rantai pasokan merupakan konsep baru dalam melihat persoalan

logistik.Konsep lama melihat logistik sebagai persoalan internal masing-masing

perusahaan dan pemecahannya dititikberatkan pada pemecahan secara internal di

perusahaan masing-masing. Adapun lembaga yang berperan dalam rantai

pemasokan daging sapi di kota Medan adalah sebagai berikut ,

1. PD. Rumah Potong Hewan (RHP)

PD Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Medan adalah badan Usaha Miliki

Daerah Pemko Medan yang dalam melaksanaka tugas pokoknya bergerak

dibidang pengolahan usaha jasa pemotongan hewan dan kegiatan lain yang

berhubungan dengan pemotongan hewan dan kegiatan lain yang berhubungan

dengan pemotongan hewan dan usaha pengadaan/penyaluran daging sapi yang

halal sehat dan bermutu serta membantu dan menunjang kebijaksanaan umum

Pemko Medan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya

dalam menyediakan Protein Hewani (daging).

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- 39
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
2. Pedagang Besar

Pedagang besar yaitu rantai tata niaga yang dalam kasus ini merupakan

pemilik sapi hidup yang menitipkan sapi tersebut di (RPH) untuk dipotong setiap

hari dan menyalurkan kepada pedagang pengecer. Jumlah pedagang besar

(Pengusaha) pada peniliatian ini sebanyak 3 pedagang besar (Pengusaha) yang

terdapat di pasar Sambu. Dalam proses pemasaran pedagang besar melakukan

fungsi pesamaran yaitu fungsi pembelian dan kemudian melakukan fungsi

selanjutnya yaitu fungsi penjualan daging sapi ke pedagang pengecer.

3. Pedagang Pengecer

Pedagang pengecer merupakan lembaga pemasaran yang berhadapan

langsung dengan konsumen. Pedagang pengecer merupakan ujung tombak dari

suatu proses produksi yang bersifat komersil, artinya kelanjutan proses produksi

yang dilakukan oleh produsen dan lembaga-lembaga pemasaran sangat tergantung

dengan aktivitas pengecer dalam menjual produk ke konsumen. Dalam penelitian

ini pedagang pengecer daging sapi berjumlah 2 (dua) orang yang berdagang pusat

pasar atau lebih dikenal dengan pasar sambu. Pada umumnya pedagang pengecer

daging sapi membeli dalam jumlah kecil dari pedagang besar (Pengusaha) yang

telah menjadi langganan pedagang pengecer tersebut, harga beli daging sapi dari

pedagang pengecer ke pedagang besar (pengusaha) adalah Rp. 105.000/Kg. yang

selanjutnya daging sapi tersebut diecerkan sampai pada konsumen akhir.

4. konsumen

Konsumen adalah semua individu dan rumah tangga yang membeli atau

memperoleh barang dan jasa untuk dikonsumsi pribadi. Konsumen pada

penelitian rata-rata ibu rumah tangga yang menjadi responden. Jumlah responden

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- 40
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
dalam penelitian ini berjumlah 25 orang konsumen yang datang membeli daging

sapi di pusat pasar atau lebih sering disebut pasar sambas. Harga jual pedagang

pengecer daging sapi ke konsumen akhir sebesar Rp. 110.000/Kg. berdasarkan

hasil wawancara dengan responden, konsumen membeli daging sapi untuk

memenuhi kebutuhan protein hewani rumah tangga.

5.1.2. Pola Rantai Pasok Daging Sapi di Kota Medan

Rantai pasokan atau rantai pengadaan adalah sistem yang dilalui organisasi

bisnis untuk menyalurkan barang produksi atau jasa ke pelanggan. Mata rantai ini

juga merupakan jaringan dari berbagai organisasi yang saling berhubungan, yang

mempunyai tujuan sama yaitu seefektif dan seefisien mungkin menyelenggarakan

pengadaan atau penyaluran barang atau jasa tersebut (Indrajit, 2002).

Terdapat 2 rantai pasok daging sapi di Kota Medan adalah sebagai berikut:

Pedagang 0,031% Pedagang 0,024%


besar pengecer

PD. RPH Konsumen

Pedagang 0,026%
Besar

Gambar 9 Rantai pasok Daging Sapi Kota Medan


5.1.3. Analisis Rantai Pasok Daging Sapi di Kota Medan

5.3.1.Rantai Pasok 1

Pada rantai pasok yang pertama ini,dari rumah potong hewan tersebut

terdapat adanya pedagang besar langsung menjual daging sapi pedagang

pengecer, dan dari pedangan pengecer menjual kembali kepada konsumen dapat

dilihat pada gambar di bawah ini:

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
PD.RPH Pedagang Pedagang Konsumen
Besar Pengecer

Gambar 10 Rantai pasok 1 (satu)


Pedagang besar datang menitipkan hewan peliharaannya di Rumah Potong

Hewan (RPH) di Kota Medan yang akan dipotong setiap harinya. Daging sapi

tersebut kemudian dijual kepada pedagang pengecer, terakhir konsumen, daging

sapi yang telah dibeli dari pedagang besar menjual kepada pedagang pengecer,

terakhir konsumen di pasar, dalam penelitian ini pasar yang dimaksud adalah

Pusat Pasar atau lebih sering disebut dengan Pasar Sambu. Pedagang besar

menitipkan ternaknya di Rumah Potong Hewan (RPH) akan dikenakan biaya sewa

kandang, biaya kesehatan dan biaya jasa potong dengan biaya sewa kandang Rp

3.000,-/ekor/hari, biaya kesehatan Rp. 7.000,-/ekor, dan biaya jasa potong Rp.

75.000,-/ekor. Daging sapi yang telah disembelih kemudian di jual kepada

pedagang pengecer dengan harga Rp 105.000,-/kg dan pedagang pengecer

menjual daging sapi kepada konsumen dengan harga Rp 110.000/kg.

Tabel 8 Biaya, harga dan margin pemasaran Pedagang Besar (Saluran 1)


Biaya dan Harga Margin Efisiensi
No Lembaga
(Rp/Kg) Pemasaran (Rp) (%)
Pedagang Besar
Harga beli 95.000
1 Biaya 3.275 10.000 0,031190476
Keuntungan 6.725
harga jual 105.000
Pedagang
Pengecer
Harga beli 105.000
2 Biaya 2.680 5.000 0,024363636
Keuntungan 2.320
110.000
harga jual
Total 430.000 15.000
Rata-Rata 53.750 7.500
Sumber: Data primer diolah

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
Sedangkan untuk perhitungan efisiensi pemasaran bertujuan untuk melihat

apakah saluran pemasaran tersebut dikatakan efisien atau tidak efisien. Untuk

mengetahui efisiensi pemasaran daging sapi pada penelitian ini, sudah mengambil

data dan diolah berdasarkan perhitungan dan dapat dilihat sebagai berikut:

1. Pedagang Besar

= 0,031%

2. Pedagang pengecer

Berdasarkan tabel marjin pemasaran dan perhitungan efisiensi pemasaran

dapat dilihat ditingkat lembaga pedagang besar memiliki marjin pemasaran

sebesar 0,031%, sedangkan untuk tingkat lembaga pedagang pengecer memiiki

margin sebesar 0,024%.

A. Biaya Produksi dan Efisiensi Pemasaran Daging Sapi pada Rantai Pasok I

a. PD Rumah Potong Hewan Kota Medan

PD Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Medan adalah Badan Usaha Milik

Daerah Pemko Medan yang dalam melaksanakan tugas pokoknya bergerak

dibidang pengolahan usaha jasa pemotongan hewan dan kegiatan lain yang

berhubungan dengan pemotongan hewan dan kegiatan lain yang berhubungan

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
dengan pemotongan hewan. para pedagang besar di pasar baik para pedagang

besar maupun pedagang pengecer. juga yang memberikan ketetapan harga daging

sapi dari pedagang besar, pedangang besar daging sapi menjual dengan harga Rp

105.000,-/kg dari pedagang besar

Berdasarkan penelitian ini, proses pemasaran daging sapi dimulai dari

pedagang besar yang selanjutnya disalurkan ke pedagang pengecer dan terakhir

sampai ke tangan konsmen. Namun sebelumnya pedagang besar menitipkan sapi

yang akan disembelih di rumah potong hewan (RPH) Kota Medan.

b. Pedagang Besar.

Sasaran pedagang besar adalah lembaga pemasaran yang menyalurkan daging sapi

yang telah disembelih di (RPH) Rumah Potong Hewan Kota Medan ke pedagang

pengecer. peran pedagang besar adalah menyediakan daging sapi yang kemudian

dititipkan ke (RPH) Rumah Potong Hewan untuk disembelih setiap harinya

dengan biaya sewa yang telah ditentukan oleh pihak (RPH) Kota Medan. Dalam

penelitian ini sampel pedagang besar berjumlah 3 orang dari 3 pedagang besar

yang sama memasarkan daging sapi ke pasar Sambu yang menjadi lokasi sampel

peneliti. Dalam proses pengadaan Daging Sapi pedagang besar dengan cara yaitu

pedagang besar menitipkan sapi-sapi yang akan di sembelih setiap hari ke Rumah

Potong Hewan (RPH) dengan biaya pengandangan Rp.3.000,-/ekor/hari, biaya

kesehatan Rp.7.000,-/ekor, dan jasa potong Rp.75.000,-/ekor. Daging Sapi yang

telah disembelih tersebut akan disalurkan kembali oleh pedagang besar ke

pedagang pengecer yang telah menjadi pelanggan tetap yang berada di pusat pasar

atau lebih sering disebut pasar sambu. adapun harga dari Daging Sapi tersebut

adalah Rp. 105.000,-/Kg. kemudian pedagang besar memasarkan atau menjual

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
Daging Sapi kepada pedagang pengecer yang berada di Pusat Pasar atau sering

disebut Pasar (Sambu). Dalam proses pemasaran Daging Sapi pedagang besar

menggunakan biaya pemasaran antara lain kantong plastik dan timbangan, tenaga

kerja, pengandangan, kesehatan, dan upah potong. Untuk rincian biaya lebih

lengkap dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 9 Biaya Pemasaran Dan Total Biaya Pemasaran Pedagang Besar


Daging Sapi Dalam Satu kali pembelian
Jumlah Biaya Pemasaran
Jumlah Daging Harga Total
No Sapi Yang Sapi Daging Kantong Biaya Biaya
Upah
Sampel Disembelih Yang Sapi Timbangan Plastik HD Tenaga Pengandangan Kesehatan Pemasaran
Potong
(Ekor) Diperoleh (Kg/Kg) (Rp/Kg) PE Kerja (Rp/kg) (Rp/Kg) (Rp)
(Rp/Kg)
(Kg/Kg) (Rp/Kg) (Rp/Kg)
1 1 160 95.000 1.125 150 500 18.75 43.75 1.500 3.275
2 1 160 95.000 1.125 150 500 18.75 43.75 1.500 3.275
3 1 160 95.000 1.125 150 500 18.75 43.75 1.500 3.275
Total 3 480 285.000 3.375 450 1.500 56.25 131.25 4.500 9.825
Rata-
1 160 95.000 1.125 150 500 18.75 43.25 1.500 3.275
Rata
Sumber: Data Primer Diolah(2019)

Dapat dilihat dari tabel diatas dapat dilihat bahwa biaya pemasaran yang

dikeluarkan oleh ketiga responden pedagang besar sebesar Rp. 9.825,-dengan

rata-rata sebesar Rp. 3.275,- biaya pemasaran yang dibutuhkan pedagang besar

meliputi biaya timbangan dengan total Rp. 3.375,- dengan rata-rataRp. 1.125,-

biaya kantong plastic HDPE dengan ukuran 40 cm dari ketiga sampel dengan total

Rp. 450,- dengan rata-rata Rp. 150,-biaya tenaga kerja dengan total Rp. 1.500,-

dengan rata-rata Rp. 500,-, biaya pengandangan sebesar Rp.18.75,-/pedagang

besar dengan rata-rata Rp. 18.75,- biaya kesehatan sebesar Rp.131.25,-/pedagang

besar dengan rata-rata Rp. 43.25,- upah potong sebesar Rp.4.500,-/ekor/pedagang

besar dengan rata-rata Rp. 1.500,-.

c. Pedagang Pengecer

Pedagang pengecer adalah lembaga lembaga pemasaran yang berhadapan

langsung dengan konsumen. Pedagang pengecer merupakan ujung tombak dari

suatu proses produksi yang bersifat komersil artinya kelanjutan proses produksi

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
yang dilakukan oleh produsen dan lembaga-lembaga pemasaran sangat tergantung

dengan aktifitas pedangang pengecer dalam menjual produk ke konsumen.

Pedagang pengecer daging sapi pada penelitian ini diambil 2 sampel dari pasar di

Kecamatan Medan Kota yang Terletak di Pusat Pasar atau sering disebut Pasar

Sambu. Pada umumnya pedagang pengecer membeli daging sapi dari pedagang

besar yang sudah menjadi langganan pedagang pengecer tersebut, harga dari

pedagang besar tersebut adalah Rp. 105.000,-/Kg, kemudian pedagang pengecer

memasarkan atau menjual daging sapi kepada konsumen yang berada di Pusat

Pasar atau sering disebut Pasar (Sambu) dengan harga Rp. 110.000.-.

Hukum ekonomi penawaran menyatakan bahwa bila tingkat harga

mengalami kenaikan maka jumlah barang yang ditawarkan akan naik dan

sebaliknya bila tingkat harga turun maka jumlah barang yang ditawarkan akan

turun, namun pada penelitian ini berdasarkan data pedagang besar tidak terjadi

hukum penawaran tersebut. Dimana ketika harga barang naik maupun harga

barang mengalami penurunan jumlah sapi yang disembelih tetap, namun pada

hari-hari besar tertentu jumlah sapi yang disembelih akan mengalami peningkatan.

Tabel 10 Biaya Pemasaran Dan Total Biaya Pemasaran Pedagang Pengecer


Daging Sapi dalam sekali pembelian
Jumlah Biaya Pemasaran
Harga
Daging Kantong Total Biaya
Daging Biaya
No Sampel Yang Timbangan Plastik Pemasaran
Sapi Transportasi
Dibeli (Rp/Kg) HDPE (Rp)
(Rp/Kg) (Rp/Kg)
(Ekor) (Rp/Kg)
1 80 110.000 120 240 1.000 1.360
2 90 110.000 120 200 1.000 1.320
Total 170 220.000 240 440 2.000 2.680
Rata-Rata 110000 120 220 1000 1.340
Sumber: Data primer diolah

Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa biaya pemasaran yang dikeluarkan

oleh kedua responden pedagang pengecer sebesar Rp. 2.680,- dengan rata-rata

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
sebesar Rp. 1.340,- biaya pemasaran yang dibutuhkan pedagang pengecermeliputi

biaya kantong plastik dari kedua sampel dengan total Rp. 440,- dengan rata-rata

Rp. 220,- biaya timbangan dengan total Rp. 240,- dengan rata-rata Rp. 120,- dan

biaya transfortasi sebesar 2.000,- dengan rata-rata Rp. 1.000,-.

d. Konsumen

Konsumen merupakan semua individu dan rumah tangga yang membeli

daging sapi untuk dikonsumsi. Konsumen daging sapi yang terdapat didaerah

penelitian sebagian besar adalah ibu rumah tangga dengan rata- rata umur 38

Tahun. Konsumen daging sapi pada daerah penelitian memiliki rata-rata

penghasilan sebesar Rp 1.846.667.

Tabel 11 Biaya Pembelian Dan Total Biaya Pembelian konsumen Daging


Sapi dalam sekali pembelian
Volume Daging Harga Beli Tingkat Biaya Transportasi
No Sampel
Yang Dibeli (Kg) Konsumen (Rp/Kg) (Rp)
1 1 110.000 5.000
2 1 110.000 8.000
3 1 110.000 6.000
4 1 110.000 6.000
5 0.5 110.000 6.000
6 1 110.000 8.000
7 0.5 110.000 10.000
8 0.5 110.000 5.000
9 0.5 110.000 5.000
10 1 110.000 8.000
Total 6 1.100.000 67.000
Rata-Rata 1 110.000 6.700
Sumber: Data primer diolah

Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa total harga beli tingkat konsumen

yang dikeluarkan oleh sepuluh responden sebesar Rp. 1.100,000,- dengan rata-rata

sebesar Rp. 110.000,- biaya pembelian yang dibutuhkan konsumen meliputi harga

beli daging sapi dari pedagang pengecer dengan total Rp. 1.100,000,- dengan rata-

rata Rp. 110.000,- biaya transportasi dengan total Rp. 67.000,- dengan rata-

rataRp. 6.700,-.

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
1. Efisiensi Pemasaran Rantai Pasok I

Analisis efisiensi pemasaran menurut Soekartawi 2003 adalah Biaya

Pemasaran dikali 100% dari nilai produk yang dipasarkan. Apabila kurang dari

50% saluran pemasaran dikatakan efisien dan jika saluran pemasaran lebih besar

dari 50% maka saluran pemasaran dikatakan tidak efisien, penarikan kesimpulan

dilakukan dengan melihat nilai efisiensi pemasaran pada tiap saluran.

Selanjutnya efisiensi saluran pemasaran daging sapi di kota Medan pada

rantai pasok I adalah sebagai berikut:

Rantai pasok I menunjukkan nilai efisiensi yaitu 0,024% yang artinya nilai

ini lebih kecil dibandingkan dari 50% sehingga pada rantai pasok 1 dapat

dikatakan efisien.

5.3.2. Rantai Pasok Daging Sapi II

Pada rantai pasok daging sapi yang kedua ini ,dari rumah potong hewan

tersebut dapat kita lihat adanya pedagang besar langsung menjual daging sapi

kepada konsumen dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Pedagang Konsumen
RPH
Besar

Gambar 11 Rantai Pasok Daging Sapi II


Pada rantai pasok yang kedua ini, pedagang besar langsung menjual

daging sapi yang telah dipotong di (RPH) ke Konsumen akhir yang telah menjadi

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
pelanggan tetap dengan harga Rp.105.000/kg. Tabel margin pemasaran daging

sapi Kota Medan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 12 Margin Pemasaran Rantai pasok II Daging Sapi di Kota Medan


Margin
No Lembaga Biaya dan Harga (Rp/Kg) Efisiensi (%)
Pemasaran (Rp)
Pedagang Besar
Harga Beli 95.000
1 Biaya 2.787 9.512 0,0265428571
Keuntungan 6.725
harga jual 105.000
Total 210.000
Rata-Rata 52.500
Sumber: Data primer diolah

Sedangkan untuk perhitungan efisiensi pemasaran bertujuan untuk melihat

apakah saluran pemasaran pemasaran tersebut dikatakan efisien atau tidak efisien.

Untuk mengetahui efisiensi pemasaran daging sapi dalam penelitian ini, sudah

mengambil data dan diolah berdasarkan perhitungan dan dapat dilihat sebagai

berikut :

1. Pedagang Besar

Rantai pasok II menunjukkan nilai efisiensi yaitu 0,026 % yang artinya nilai

ini lebih kecil dibandingkan dari 50% sehingga pada rantai pasok II dapat

dikatakan efisien.

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
2. Biaya Produksi Pedagang Pada Rantai Pasok II

a. PD Rumah Potong Hewan Kota Medan

Selain sebagai tempat Rumah pemotongan hewan, (RPH) Kota Medan

juga menyediakan layanan pengandangan, dan pemeriksaan kesehatan sebelum

Sapi disembelih setiap harinya, Pedagang besar yang menitipkan Sapi yang akan

disembelih dikenakan biaya atas jasa pengandangan, pemeriksaan kesehatan dan

jasa pemotongan sampai pada daging sapi siap diedarkan kepada pedagang

pengecer oleh pedagang besar maupun langsung kepada konsumen.

Pada rantai pasok II konsumen melakukan pembelian langsung ke

pedagang besar tanpa melalui perantara pedagang pengecer untuk meminimalkan

harga daging dan mendapatkan keuntungan lebih besar, rincian biaya yang

dikeluarkan pedagang besar dalam pemasaran daging sapi pada rantai pasok II

dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 13 Biaya Pemasaran Dan Total Biaya Pemasaran Pedagang Besar


Daging Sapi
Jumlah
Biaya Pemasaran
Jumlah Daging Harga Total
No Sapi Yang Sapi Daging Kantong Biaya
Sampel Disembelih Yang Sapi Timbangan Plastik HD pengandangan kesehatan Upah pemasaran
(Ekor) Diperoleh (Kg/Kg) (Rp/Kg) PE (Rp/Kg) (Rp/Kg) potong (Rp)
(Kg) (Rp/Kg) (Rp/Kg)
1 1 160 95.000 1.125 100 18.75
43.75 1.500 2.787
2 1 160 95.000 1.125 100 18.75
43.75 1.500 2.787
3 1 160 95.000 1.125 100 18.75
43.75 1.500 2.787
Total 3 480 285.000 3.375 300 56.25
131.25 4.500 8.361
Rata-
1 160 95.000 1.125 150 18.75 43.25 1.500 2.787
Rata
Sumber: Data primer diolah (2019)

tabel diatas dapat dilihat bahwa biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh

ketiga responden pedagang besar sebesar Rp. 8.361,- dengan rata-rata sebesar Rp.

2.787.,- biaya pemasaran yang dibutuhkan pedagang besar meliputi biaya

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
timbangan dengan total Rp. 3.375,- dengan rata-rataRp. 1.125,-biaya kantong

plastic HDPE dari ketiga sampel berdiameter 25 cm dengan total Rp. 300,-

dengan rata-rata Rp. 150,- dengan biaya pengandangan sebesar Rp.9.000,-

/pedagang besar dengan rata-rata Rp. 3.000,-, biaya kesehatan sebesar Rp.21.000,-

/ekor/pedagang besar dengan rata-rata Rp. 7.000,-, upah potong sebesar

Rp.225.000,-/ekor/pedagang besar dengan rata-rata Rp. 75.000,-.

b. Konsumen

Konsumen yang membeli daging sapi ke pedagang langsung ke pedagang

besar merupakan ibu rumah tangga yang berumur 37 tahun dengan rata-rata

pembelian daging sapi pada daerah penelitian sebanyak 1kg, namun pada rantai

pasok II ini konsumen lebih didominasi oleh pedagang olahan makanan yang

berbahan dadar daging sapi untuk data jumlah daging sapi yang dibeli, harga di

tingkat konsumen, biaya transportasi dan biaya pembelian dapat dilihat pada tabel

dibawah ini:

Tabel 14 Jumlah Pembelian, Harga, Dan Biaya Tingkat Konsumen


No Sampel Jumlah Daging Harga Beli Tingkat Biaya Transportasi Total Biaya
Yang Dibeli (Kg) Konsumen (Rp) (Rp) Pembelian (Rp)
1 3 105.000 5.000 110.000
2 3 105.000 8.000 113.000
3 3 105.000 6.000 111.000
4 2 105.000 6.000 111.000
Total 11 420.000 25.000 445.000
Rata-Rata 2,75 105.000 6.250 111.250
Sumber: Data primer diolah (2019)

D.Efisiensi Pemasaran Rantai Pasok II

Analisis efisiensi pemasaran dugunakan untuk mengetahui efisiensi

pemasaran pada tiap saluran pemasaran. Analisis efisiensi pemasaran daging sapi

di Kota Medan pada saluran II dapat dilihat sebagai berikut:

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
Biaya Pemasaran
Efisiensi = x 100%
Nilai Akhir Produk

Rp 2.787
= x 100%
Rp 105.000

= 0,026 %

Berdasarkan tingkat efisiensi pada rantai pasok II diketahui bahwa nilai

efisiensi pemasaran sebesar 0,026% maka dapat dikatakan efisien karna nilai

efisiensi nya lebih kecil dari 50%.

1. Efisiensi pemasaran Rantai Pasok I daging sapi tingkat pedagang besar

Nilai efisiensi pedagang besar dalam penelitian ini adalah sebesar

yang artinya lebih kecil dari 50 %, maka dapat dikatakan bahwa rantai pasok

daging sapi tingkat pedagang besar efisien.

2. Efisiensi pemasaran daging sapi tingkat pedagang pengecer

Nilai efisiensi pedagang pengecer dalam penelitian ini adalah sebesar

0,024% yang artinya lebih kecil dari 50 %, maka dapat dikatakan bahwa rantai

pasok daging sapi ditingkat pedagang pengecer efisien.

3 Efisiensi Pemasaran Rantai Pasok II daging sapi tingkat pedangan besar

Nilai efisiensi pedagang besar dalam penelitian ini adalah sebesar 0,026%

yang artinya lebih kecil dari 50 % maka dapat dikatakan rantai pasok II daging

sapi tingkat pedagang besar efisien.

Meskipun dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil nilai

efisiensi pemasaran daging sapi di Kota Medan efisien, hal yang menjadi

masalah dimasyarakat dalam rantai pasok daging sapi ini adalah jumlah peternak

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
Sapi yang setiap tahun mengalami fluktuasi, hal tersebut menjadikan harga

daging sapi yang tidak terkontrol pada hari-hari besar tertentu dan hal ini juga

disebabkan tidak adanya kebijakan pemerintah yang memberikan harga daging

sapi di tingkat pedagang besar maupun pedagang pengecer. Hal lain yang terjadi

di masyarakat adalah biaya tak terduga seperti pungli dan lain-lain. Dalam

penelitian ini lokasi pasar yang dimaksud adalah pusat pasar atau sering disebut

dengan pasar Sambu, menurut pengakuan pedagang harga jual daging sapi akan

meningkat pada hari-hari besar keagamaan seperti idul fitri, idul adha, dan natal

hal tersebut juga disebabkan meningkatnya permintaan akan daging sapi namun

pasok daging sapi yang sedikit.

Adapun gambaran nilai rantai pasok II dan nilai efisiensi pada pemasaran

daging sapi dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

RPH 0,026% Pedagang besar Konsumen

Gambar 12 Rantai Pasok Efisiensi

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan

Konsumen dan Rantai pasok II dimulai dari Pedagang besar, ke Konsumen

hasil penelitian dan analisis yang dilakukan mengenai rantai pasok daging di Kota

Medan hanya berperan milik pedagang besar. kesimpulan sebagai berikut:

1 Terdapat dua rantai pasok daging sapi di Kota Medan dalam menyalurkan

produknya adalah rantai pasok I dimulai dari Pedagang Besar, Pedagang

Pengecer dan terakhir.

2 Pada rantai pasok I nilai efisiensi pemasaran untuk pedagang besar sebesar

0,031% dan pedagang pengecer sebesar 0,024% pada rantai pasok II nilai

efisiensi pemasaran sebesar 0,026%.

3 Rantai pasok II lebih efisien dari rantai pasok I karena nilai efisiensi rantai

pasok II lebih kecil dari rantai pasok I.

6.2. Saran

Berdasarkan hasil dan kesimpulan dari penelitian ini maka saran yang ingin

disampaikan untuk pihak-pihak terkait yaitu :

1. Untuk RPH sebaiknya tidak membuat peraturan yang sangat rumit oleh para

pedagang yang ingin melalukan pemotongan sapi di Rumah Potong Hewan

(RPH).

2. Untuk pedagang agar dapat menyesuaikan harga beli dengan harga jual agar

konsumen tetap bisa membeli daging sapi.

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
DAFTAR PUSTAKA

Amirah. Z. N. 2015. Analisis Rantai Pasok Daging Sapi Dari Rumah


Pemotongan Hewan Ciawitali Sampai Konsumen Akhir Di Kota Garut.
Skripsi. Universitas Padjajaran.
Astawan , M.K., 1991. Mengapa Kita Perlu Makan Daging?http://.kompas.com
[12 Maret2007].Badan Pusat Statistik Kabupaten Kota Medan, 2017.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kota Medan, 2017.

Chalidin, M. 2016. Analisis Permintaan dan Elastisitas Daging Sapi Pada


Tingkat Rumah Tangga Di Kelurahan Sei Kambing B, Kecamatan Medan
Sunggal, Kota MedanSkripsi.Universitas Medan Area.
Chopra, dkk. 2001. Performance Measurement of Supply Chain Via Balanced
Scorecard: The Case of Brewing Group. The Business Review, Cambridge.
Istanbul Bilgi University.10, (1).
Diana, D. I. 2016.Analisis Rantai Pasok Sosis Food Industries Dari Produsen
Sampai Konsumen Di Kota Bandung.Skripsi. Universitas Padjajaran.
Emhar, A. 2014. Analisis Rantai Pasokan (Supply Chain) Daging Sapi Di
Kabupaten Jember. Skripsi. Universitas Jember.

Gultom, 2011. Diktat Pemasaran Hasil Pertanian, Jurusan sosial Ekonomi


Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
Hayami, Y., T. Kawagoe, Y. Marooka dan M. Siregar. 1987. Agricultural
Marketing and Processing in Upland Java, A Prospective From Sunda
Village. CGPRT. Bogor
Indrajit, R.E , dan Djokopranoto, R. 2002. Konsep Manajemen Supply Chain :
Cara Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang. PT. Gramedis
Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Kalakota, dalam Irghandi, 2008.Pembesaran Sapi Potong Secara Intensif. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Kanisius, 1990. Perternak Sapi Potong. Kanisius, Yogyakarta.
Kotler. Philip. 1997. Manajemen Pemasaran Analisis Perencanaan Implementasi
dan Pengendalian buku 2 edisi ke 8.Jakarta : Salemba 4.
Megawati Rachman,Nadya,2016. Efisiensi Jaringan Daging Sapi. Penebar
Swadaya. Kota Bogor.

Mulyadi.2005. Akuntansi Biaya edisi ke 5 cetakan ke 7.UUP STIM


YKPN.Yogyakarta.

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- 40
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
Pujawan, 2005. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Margin Pemasaran Sapi
Potong. Buletin Peternakan. 39(1): 57-63.
Rianto dan Purbowati 2010 Perternak Melewati Pengumpul Informasi Pasar.
Bulletin Perternak 19(1):32-42.
Rahim A, dan Hastuti. 2007. Ekonomika Pertanian: Pengantar, Teori dan Kasus.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Rudianto, 2009.Manajemen Rantai Pasok Jamur Tiram di Kota Denpasar. Jurnal
Manajemen Agribisnis Vol. 4, No. 1, Mei 2016 ISSN: 2355-0759.

Sudarisman, T. Dan A.R Elvina 1996. Petunjuk memilih Produk Ikan dan Daging
Cetakan I, PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

Syukur, A. Moh. 2017. Analisis Rantai Pasokan (Supply Chain) Daging Sapi dari
Rumah Pemotongan Hewan sampai Konsumen di Kota Surakarta. Skripsi.
Universitas Sebelas Maret.

Siagan, Yolanda M.2005. Aplikasi Supply Chain Management dalam Dunia


Bisnis. Jakarta: PT. Grasindo Widiarsarana Indonesia.

Soekartawi, 2003. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi


Rajawali,Pers,Jakarta.
Sudioyono, A.,2001. Pemasaran Pertanian.Universitas Muhamadiyah Malang.
Malang.
Wibowo, F.G. 1997. Pembuatan Bakso Ikan dan Daging, Cetakan III. PT Penebar
Swadaya , Jakarta.

Yunus, Ahmad, 2012. Sukses Usaha Pembibitan Sapi & Kambing. Pustaka Baru
Press,Yogyakarta.
Zahra Nur Amirah (2015) “Analisis Rantai Pasok Daging Sapi Dari Rumah
Pemotongan Hewan Ciawitali Sampai Konsumen Akhir Di Kota Garut”.PT
Penerbit, Garut.

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
LAMPIRAN

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- 55
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
Lampiran I
KUISIONER PENELITIAN

Bapak/Ibu/Saudara/I yang terhormat, saya mahasiswa Universitas Medan Area


melaksanakan penelitian mengenai Analisis Rantai Pasok Daging Sapi Di Kota
Medan. Kuisioner ini disusun untuk melihat dan mengatahui rantai pasok
daging sapi di Kota Medan. Saya mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i, untuk
mengisi kuisioner penelitian ini. Partisipasi dari Bapak/Ibu/Saudara/i sangat
berharga sebagai bahan masukan untuk proses pengambilan keputusan dari
penitian ini. Saya ucapakan terima kasih atas bantuan dan perhatiannya.

Medan,
No. Kuisioner :

Petunjuk pengisian: Berilah tanda silang (X) pada pilihan saudara.


A. Lembaga Pemasaran
 Pedagang Besar
1. Nama Responden :
2. Jenis Kelamin :
3. Umur (Tahun) :
4. Pendidikan :
a. SD Sederajat d. D-3
b. SMP Sederajat e. S-1
c. SMA Sederajat f. Tidak Sekolah
5. Jumlah Tanggungan Keluarga :
6. Sudah berapa lama saudara bekerja sebagai pedagang besar:
………………………………… (tahun)
7. Apakah saudara memiliki pekerjaan lain : a. Ya b.Tidak
Jika Ya, sebutkan ………………………………………………………………
8. Diperoleh dari manakah daging sapi tersebut :
a. RPH ( Rumah Potong Hewan)

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
b. ……………….
9. Berapa harga beli daging sapi dari RPH : Rp …………………....……………
10. Dimana kegiatan atau transaksi berlangsung :
a. Langsung di tempat
b. Di antar
11. Berapa biaya yang dikeluarkan dalam satu kali pembelian: Rp ……………
12. Bagaimana saudara mendapatkan informasi mengenai harga jual daging sapi :
……………………
13. Apakah daging Sapi langsung dijual kembali : a. Ya b.Tidak
14. Dijual kepada siapa daging sapi tersebut :
a. Konsumen
b. Pedagang pengecer
15. Berapa harga jual daging sapi : Rp ……………………………………./kg
16. Berapa pendapatan saudara : Rp………………………………..
17. Apa sajakah kendala yang dihadapi dilapangan saat transaksi daging sapi :
………………………………………………………………………..
18. Berapa jumlahtenaga kerja yang di butuhkan : ……………………........Orang
19. Berapa upah tenaga kerja/orang : Rp ……………………………………..
20. Berapa biaya transportasi untuk mengangkat daging sapi :
…………………….
21. Dengan siapa saudara melakukan penjualan daging sapi :
Lembaga Alamat/Lokasi Harga Beli Jumlah Sistem
Pemasaran (Rp/Kg) Penjualan (kg) Pembayaran

 Pengecer
1. Nama Responden :
2. Jenis Kelamin :
3. Umur (Tahun) :
4. Pendidikan :

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
a. SD Sederajat d. D-3
b. SMP Sederajat e. S-1
c. SMA Sederajat f. Tidak sekolah
5. Jumlah Tanggungan Keluarga :
6. Sudah berapa lama saudara bekerja sebagai pengecer : .........................(tahun)
7. Apakah saudara memiliki pekerjaan lain : a. Ya b. Tidak
Jika Ya sebutkan : .......................................................................................
8. Diperoleh dari manakah daging sapi tersebut :
a. RPH
b. Pedagang besar
9. Berapa harga beli ditingkat :
a. RPH: Rp………………….
b. Pedagang besar : Rp…………………
10. Dimana kegiatan atau transaksi berlangsung :
a. Langsung ditempat
b. Pasar
c. Diantar
11. Berapa biaya transport bila diantarkan:Rp………………………………….
12. Bagaimanakah cara transaksinya :
a. Bayar langsung/cash
b. Panjar baru memesan
c. Diantar langsung bayar cash
13. Dijual kepada siapa daging sapi tersebut :
a. Konsumen langsung
b. Lainya :…………………….
14. Dijual kemana daging sapi selain pasar tersebut :…………………
15. Dengan siapa saudara melakukan penjualan daging sapi tersebut:
Lembaga Alamat/Loka Harga Beli Jumlah Sistem
Pemasaran si (Rp/Kg) Penjualan (Kg) pembayaran

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
 Konsumen
1. Nama Responden :
2. Jenis Kelamin :
3. Umur (Tahun) :
4. Pendidikan :
a. SD Sederajat d. D-3
b. SMP Sederajat e. S-1
c. SMA Sederajat f. Tidak sekolah
5. Jumlah Tanggungan Keluarga :
6. Berapa Pendapatan Saudara:
7. Apa pekerjaan saudara :
8. Alamat :
9. Diperoleh dari manakah daging sapi tersebut :
a. Pedagang Pengecer
b. Pedagang besar
10. Dengan siapa saudara melakukan pembeliandaging sapi tersebut:
11. Berapa daging sapi yang di beli : ………………… (kg/bulan)
12. Berapa harga beli daging sapi : ……………

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
Lampiran 1 .Karakteristik Pedagang Besar
No Sampel Umur Pedagang Pengalaman Pedagang Pendidikan Pedagang
1 69 40 12
2 64 35 9
3 53 30 12
Rata-rata 62 35 11

Lampiran 2. Karakteristik Pedagang Pengecer

No Sampel Usia Pedagang Pengalaman Pedagang Pendidikan Pedagang

1 45 15 12

2 47 12 12

Rata-Rata 46 13,5 12

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
Lampiran Tabel.

Biaya Dan Harga, Margin Pemasaran Daging Sapi Di Kota Medan Pada Saluran 1

No Lembaga Biaya Dan Harga (Rp/Kg) Margin Pemasaran (Rp) Efisiensi (%)
Pedagang Besar
Harga Beli 95.000
1 Biaya 3.275 10.000 0,031190476
Keuntungan 6.725
Harga Jual 105.000
Pedagang Pengecer
Harga Beli 105.000
2 Biaya 2.680 5.000 0,024363636
Keuntungan 2.320
Harga Jual 110.000
Total 430.000 15.000
Rata-Rata 53.750 7.500
Sumber: Data Primer Diolah 2018

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
Margin Pemasaran Biaya Dan Harga, Margin Pemasaran Daging Sapi Di Kota Medan Pada Saluran 2

No Lembaga Biaya Dan Harga (Rp/Kg) Margin Pemasaran (Rp) Efisiensi (%)

Pedagang Besar

Harga Beli 95.000


1 Biaya 2.787 9.512 0,0265428571

Keuntungan 6.725

Harga Jual 105.000

Total 210.000

Rata-Rata 52.500
Sumber: Data Primer Diolah 2018

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
Biaya Pedagang Besar Dalam 1 Kali Pembelian

Biaya Pemasaran
Jumlah Harga
Jumlah Daging Total Biaya
No Sapi Yang Daging
Sapi Yang Kantong Biaya Pemasaran
Sampel Disembelih Sapi Upah
Diperoleh (Kg) (Rp)
(Ekor) (Rp/Kg) Timbangan Plastik Hd Tenaga Pengandangan Kesehatan
Potong
(Rp/Kg) Pe Kerja (Rp/Kg) (Rp/kg)
(Rp/Kg)
(Rp/Kg) (Rp/Kg)

1 1 160 95.000 1.125 150 500 18.75 43.75 1.500 3.275

2 1 160 95.000 1.125 150 500 18.75 43.75 1.500 3.275

3 1 160 95.000 1.125 150 500 18.75 43.75 1.500 3.275

Total 3 480 285.000 3.375 450 1.500 56.25 131.25 4.500 9.825

Rata-
1 160 95.000 1.125 150 500 18.75 43.25 1.500 3.275
Rata

Sumber: Data Primer Diolah 2018

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
Biaya Pedagang Besar Dalam 1 Kali Pembelian

Jumlah Biaya Pemasaran


Jumlah Harga
Daging Sapi
No Sapi Yang Daging
Yang Kantong
Sampel Disembelih Sapi Upah Total Biaya
Diperoleh Timbangan Plastik Pengandangan Kesehatan
(Ekor) (Rp/Kg) Potong Pemasaran
(Kg) (Rp/Kg) Hd Pe (Rp/Kg) (Rp/Kg)
(Rp/Kg) (Rp)
(Rp/Kg)

1 1 160 95.000 1.125 100 18.75 43.75 1.500 2.787

2 1 160 95.000 1.125 100 18.75 43.75 1.500 2.787

3 1 160 95.000 1.125 100 18.75 43.75 1.500 2.787

Total 3 480 285.000 3.375 300 56.25 131.25 4.500 8.361

Rata-
1 160 95.000 1.125 150 18.75 43.25 1.500 2.787
Rata

Sumber: Data Primer Diolah 2018

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
Biaya Pedagang Pengecer Dalam 1x Pembelian Rantai Pasok I

Biaya Pemasaran
No Jumlah Daging Yang Harga Daging Sapi Total Biaya
Sampel Dibeli (Kg) (Rp/Kg) Pemasaran (Rp)
Timbangan Kantong Plastik Biaya Transportasi
(Rp/Kg) (Rp/Kg) (Rp/Kg)

1 80 110.000 120 240 1.000 1.360

2 90 110.000 120 200 1.000 1.320

Total 170 220.000 240 440 2.000 2.680

Rata-
110000 120 220 1000 1.340
Rata
Sumber: Data Primer Diolah 2018

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
Karakteristik Responden Konsumen Pada Rantai Pasok 1
Harga Daging Sapi
No Usia Pendidikan Pekerjaan Penghasilan (Rp) Jumlah Pembelian (Kg)
(Rp/Kg)
1 44 SMA Ibu Rumah Tangga 2.500.000 1 110.000

2 38 SMA Ibu Rumah Tangga 2.000.000 1 110.000

3 50 SMP Ibu Rumah Tangga 2.000.000 1 110.000

4 43 SMA Ibu Rumah Tangga 2.000.000 1 110.000

5 36 SMA Ibu Rumah Tangga 1.500.000 0.5 110.000

6 28 SMA Ibu Rumah Tangga 2.500.000 1 110.000

7 32 SMA Ibu Rumah Tangga 2.000.000 0.5 110.000

8 45 SMP Ibu Rumah Tangga 1.700.000 0.5 110.000

9 30 SMA Ibu Rumah Tangga 1.500.000 1 110.000

10 30 SMA Ibu Rumah Tangga 2.000.000 1 110.000

Total 19.700.000 7 1.100.000

Rata-Rata 37,6 1.970.000 1 110.000


Sumber: Data Primer Diolah 2018

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
Karakteristik Konsumen Konsumen I

Harga daging sapi


No Usia Pendidikan Pekerjaan Penghasilan (Rp) Jumlah pembelian (kg)
(Rp/Kg)
1 44 SMA Pedagang 2.500.000 2 110.000

2 38 SMA Pedagang 2.000.000 2 110.000

3 50 SMP Pedagang 2.000.000 3 110.000

4 43 SMA Pedagang 2.000.000 2 110.000

5 36 SMA Pedagang 1.500.000 3 110.000

6 28 SMA Pedagang 2.500.000 2 110.000

8 32 SMA Pedagang 2.000.000 2 110.000


9 45 SMP Pedagang 1.700.000 2 110.000

10 30 SMA Pedagang 2.000.000 3 110.000

Total 18.200.000 21 990.000

Rata-Rata 38,4444 2.022.222 2 110.000


Sumber: Data Primer Diolah 2018

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
Biaya Pedagang Pembelian Konsumen Rantai Pasok I
Biaya Pembelian
Jumlah Daging Yang Dibeli Total Biaya Pembelian
No Sampel Harga Daging Sapi
(Kg) Biaya Transportasi (Rp) (Rp)
(Rp/Kg)
1 1 105.000 1.000 106.000
2 1 105.000 1.000 106.000
3 1 105.000 1.500 106.500
4 1 105.000 1.500 106.500
5 0.5 105.000 1.500 106.500
6 1 105.000 1.500 106.500
7 0.5 105.000 1.000 106.000
8 0.5 105.000 1.000 106.000
9 1 105.000 1.000 106.000
10 1 105.000 2.000 107.000

Total 500 1.050.000 13.000 1.063.000

Rata-Rata 1 105000 1.300 106.300


Sumber: Data Primer Diolah 2018

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
Biaya Pedagang Pembelian Konsumen Rantai Pasok II

Biaya Pembelian
No Jumlah Daging Yang Dibeli Total Biaya Pembelian
Sampel (Kg) Harga Daging Sapi (Rp)
Biaya Transportasi (Rp)
(Rp/Kg)
1 2 105.000 1.000 106.000
2 2 105.000 1.000 106.000
3 3 105.000 1.500 106.500
4 2 105.000 2.000 107.000
5 3 105.000 1.500 106.500
6 2 105.000 1.500 106.500
7 2 105.000 2.500 107.500
8 2 105.000 1.000 106.000
9 3 105.000 1.000 106.000
10 3 105.000 2.000 107.000

Total 1.050.000 15.000 1.065.000

Rata-Rata 2 105.000 1.500 106.500


Sumber: Data Primer Diolah 2018

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
PENELITIAN

Gambar 13. Rumah Potong Hewan (RPH)

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- 40
Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
Gambar 14. Pedagang besar di pasar sambu.

Gambar 15. Pedagang pengecer.

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
Gambar 16. Pedagang pengecer.

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
Lampiran 14

Lokasi Penelitian

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
UNIVERSITAS MEDAN AREA
FAKULTASPERT~
K- i Jl ~No. I Mcdm- Mcdm 20371 Tcq,.061·'7366171. Fu.061· 7361011
K•• ••U : J1. SdlaBudiNo. 79 8 / J1. sd
Son)'llHo. 70 A McdM 1013'2 Tclp. 061-1225602
' : univ_l!lf'denarc:a@)una IIC 1.d
Email W-L-> -id
...,..tc : www.uma.-
. --- ~ . - -- .

Nomor : 11'1- fFP.0/0 1.10/X/20 18 $.1- Ok:tober 20 18


Lamp. :
H a I : Peogamb;lan Data/Riset

Yth. Direktur Pcausaban Dacrah Rumah Potoog Hcwan


KotaMcdan

Dcogan hormat,

Dalam ranglca peoyelesai.an studi dan peoyusunan skripsi di FaJcultas Pcrtanian Universitas Medon
Area. meb bcaama ini kami mohoo k~iun Bapslc/ibu untult dapat memberikan lzin dan
kesempatao kepada mahasiswa lcami atas nama :

Nama : funmi Aulia


NPM : 138220012
Program Studi : Agribisnis

Uotuk melalcsanahn Peoc:Utian dan atau Pc:ngambiWl Dala di Pcrusabao Daerah Rwnab PotOQ¥
Hewan untuk kcpeotingso slaipsi bcrjudul ..Allaliti• R.uta.i PaiOk D•&ial S.pi Di Kota Meda.a"

Pcnelitian dan atau Pcogambilan Data Riset ini dil•ksaMkan semata-mo.ta untulc kepentinpn dan
kebutuhan abdemi.k.

Alas peahatiao dan blmnaan Bapatklibu diucaphn tcrima hslb;

Tembusan:
v. D-.£! &....:bi .
J. w~~· lnlJ

2. MahasiN"a 1bs
3. Arsip
UNIVERSITAS MEDAN AREA
----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)
PEMERINTAH KOTA MEDAN
PERUSAHAAN DAERAH RUMAH POTONG HEWAN KOTA MEDAH
Jl Rumah Potong Hewan Mab11r Talepon • 061 · 6853073
M EOA N RPH MEOAN

SURAT KETER.A,NGAN

Nomor :539 /0'-j~ /PD.RPH 12018

Snya yang bertanda tang.an di bawah ini :

Nama : Ainal Mardiah,SPd.MSi

Jabatao : Direktur Umum & Keul SDM


PD. Rumah Potoog Hewao Kota Medan

Dengan ini meoeraogkan behwa Mah.asiswa Universitas Medan Area yang te!Xbut di bewah ini

Nama : Jimmi Aulia


NPM : 138220012
FakuJtas : Per1anian
Program Studi : Agr:ibisms
.
Judul Skripsi : "Analisis Raotai Pasolc Daging Sapi Di Kota Medan"

Adalah benar telah melakulcan penelitian di PD.Rumab potong Hewan Kota Med11n sejak tanggal
enNopembcr 2018. Dalam l"'llgka penyusunan Slcripsi.

Demik:ian Surat Keterangan ini diperbuat untuk dapat dipergunakan seperhmya.

Desember2018
POTONGHEWAN

Cc.Pertinggal

UNIVERSITAS MEDAN AREA


----------------------------------------------------- Document Accepted 10/30/19
© Hak Cipta Di Lindungi Undang-Undang
-----------------------------------------------------
1. Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh dokumen ini tanpa mencantumkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian dan penulisan karya ilmiah
3. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin Universitas Medan Area Access From (repository.uma.ac.id)

Anda mungkin juga menyukai