4, Juli 2019
Received:May 20, 2019 Accepted: May 27, 2019 Online Published:July 3, 2019
69
Jurnal Bioterdidik, Vol.7 No.4, Juli 2019
70
Jurnal Bioterdidik, Vol.7 No.4, Juli 2019
kimia, kertas label, batang pengaduk, yaitu metode apung dan metode
sterofom box, alat tulis, kamera digital sedimentasi, kedua metode ini dilakukan
dan mikroskop, sedangkan bahan-bahan karena pada telur cacing parasit ada yang
yang digunakan dalam penelitian ini mengapung dan ada yang tenggelam.
adalah air methylen blue, formalin 10%,
larutan gula jenuh, 24 sampel feses segar Pemeriksaan Dengan Metode Apung
babi jantan dan 36 sampel feses segar Prinsip dari metode apung yaitu
babi betina serta buku identifikasi telur melarutkan feses yang diduga
cacing. mengandung telur cacing nematoda
didalam larutan gula jenuh, pada metode
Cara Kerja ini telur cacing nematoda akan
Penelitian ini dilakukan dalam dua mengapung. Metode apung dalam
tahapan kerja, pertama sampling feses di pemeriksaan telur cacing dilakukan
peternakan babi desa Sebuntal kecamatan sebagai berikut: sampel feses yang segar
Marangkayu. Kedua identifikasi telur ditimbang sebanyak 3 gram, kemudian
cacing pada sampel feses dilakukan di sampel feses dimasukkan kedalam mortil
Laboratorium Ekologi & Sistematika yang telah diisi air sebanyak 7 mL,
Hewan dan Laboratorium Anatomi dan kemudian sampel digerus hingga halus.
Mikroteknik Hewan, Fakultas campuran dari sampel dan air dimasukkan
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam kedalam gelas kimia yang telah berisi
Universitas Mulawarman. larutan gula jenuh sebanyak 50 mL
kemudian diaduk hingga tercampur.
Sampling Feses Metode apung menyebabkan telur cacing
Terlebih dahulu disiapkan alat dan nematode akan mengapung dipermukaan
bahan yang akan digunakan, kemudian larutan air gula jenuh. Suspensi sampel
sampel feses yang masih segar diambil diambil sebanyak 0,5 mL kemudian
sebanyak kurang lebih 15 gram untuk dimasukkan kedalam Whitlock chamber.
masing-masing jantan dan betina, setelah Sampel didiamkan selama 3-5 menit
itu sampel feses dimasukkan dalam botol kemudian sampel diamati dengan
film yang telah diberi label (No. Koleksi, menggunkan mikroskop dengan
tanggal pengambilan, jenis kelamin, dan perbesaran dari yang kecil sampai yang
lokasi pengambilan sampel). Sampel besar, telur cacing parasit dapat terlihat
feses kemudian ditetesi dengan formalin jelas pada perbesaran 100 x 10. Untuk
10% sebanyak 5 tetes dan disimpan mengetahui jumlah telur cacing dilakukan
kedalam termos yang telah diberi es batu. dengan menghitung satu persatu pada
Sampel yang telah dikumpulkan setiap strip dari setiap sekat pada gelas
selanjutnya dibawa ke Laboratorium Whitlock chamber kemudian didokumen-
Fakultas Matematika dan Ilmu tasikan dan pengamatan diulang atau
Pengetahuan Alam Universitas dilakukan dua kali untuk setiap sampel.
Mulawarman untuk dianalisis dan Semua telur cacing yang didapatkan
diidentifikasi. dihitung jumlahnya dan diidentifikasi
menggunakan buku identifikasi (Shahid,
Pemeriksaan Telur Cacing Pada Feses dkk. 2010).
Pemeriksaan telur cacing pada
sampel feses menggunakan dua metode
71
Jurnal Bioterdidik, Vol.7 No.4, Juli 2019
Table 1. Prevalensi telur cacing parasit yang ditemukan pada ternak babi jantan dan betina
di Marangkayu, Kutai Kartanegara
Σ sampel terinfeksi Prevalensi %
Jenis cacing
Jantan Betina Jantan Betina
SEDIMENTASI
Fasciolopsis busky 10 11 41,67 30,56
Echinococcus granulosus 1 5 4,17 13,89
APUNG
Ascaris suum 19 24 79,17 66,67
Trichuris suis 6 3 25,00 8,33
Ancylostoma duodenale 12 16 50,00 44,44
80
70
60
Prevalensi %
50
40
30
20
10
0
Fasciolopsis Echinococcus Ascaris suum Trichuris suis Ancylostoma
busky granulosus duodenale
Jenis cacing
Tabel 2. Jumlah telur cacing parasit yang ditemukan dan tingkat infeksi pada ternak babi
jantan dan betina di Marangkayu, Kutai Kartanegara
Σ Endoparasit yang
terdapat pada sampel Tingkat terinfeksi
Jenis cacing (butir)
Jantan Betina Jantan Betina
SEDIMENTASI
Fasciolopsis busky 46 100 Ringan Ringan
Echinococcus granulosus 16 86 Ringan Ringan
APUNG
Ascaris suum 35.466 36.433 Berat Berat
Trichuris suis 783 116 Sedang Ringan
Ancylostoma duodenale 2.533 2.050 Sedang Sedang
72
Jurnal Bioterdidik, Vol.7 No.4, Juli 2019
Tabel 3. Intensitas telur cacing parasit yang ditemukan pada ternak babi jantan dan betina
di Marangkayu, Kutai Kartanegara
Σ Endoparasit yang Intensitas
terdapat pada Σ sampel terinfeksi (butir/sampel
Jenis cacing sampel (butir) terinfeksi)
Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina
SEDIMENTASI
Fasciolopsis busky 46 100 10 11 5 9
Echinococcus 16 17
granulosus
16 86 1 5
APUNG
Ascaris suum 35.466 36.433 19 24 1.866 1.518
Trichuris suis 783 116 6 3 130 39
Ancylostoma duodenale 2.533 2.050 12 16 211 128
73
Jurnal Bioterdidik, Vol.7 No.4, Juli 2019
74
Jurnal Bioterdidik, Vol.7 No.4, Juli 2019
pemeliharaan yang berbeda dan jumlah suum pada babi tidak menutup
ternak babi jantan yang digunakan dalam kemungkinan dapat menginfeksi manusia
penelitian ini lebih sedikit dibandingkan yang mengkonsumsi daging tersebut. Hal
dengan babi betina. Sedangkan Trichuris ini didukung oleh penelitian (Tolistiawaty
suis pada babi betina memiliki nilai et al, 2016) di Kabupaten Sigi, Sulawesi
prevalensi terendah. Hal ini diduga Tengah yang menyatakan bahwa cacing
karena ternak babi betina yang digunakan jenis Fasciola sp., Ascaris sp. dan
memiliki usia yang sudah dewasa Usia Trichuris sp. merupakan kelompok cacing
babi mempengaruhi keberadaan dari yang bersifat zoonosis.
Trichuris suis. Hal ini sejalan dengan Prevalensi yang terendah ditemukan
pernyataan Sowemimo et al. (2012), pada Echinococcus granulosus yaitu
bahwa Trichuris suis merupakan parasit sebesar 10%. Hal ini berbeda dengan
yang umumnya ditemukan pada sekum laporan Fendriyanto et al., (2015) yang
dan kolon babi muda yang dapat menemukan nilai prevalensi terendah
menimbulkan penyakit trichuriosis seperti pada Trichuris suis yaitu sebesar 14,00%
diare, dehidrasi dan sebagainya. Nsoso et pada ternak babi di Bali. Jenis telur
al. (2000) telah mengamati pengaruh cacing yang didapatkan pada setiap ternak
jenis kelamin dan umur babi terhadap babi tidak akan pernah sama, perbedaan
prevalensi parasit cacing Trichuris suis. hasil yang didapat dalam setiap penelitian
Hasil penelitian menunjukkan nilai tentang cacing parasit pada ternak
prevalensi secara keseluruhan pada ternak didukung oleh Obonyo dkk, (2012) yang
babi dapat dilihat pada Gambar 1. menyatakan bahwa perbedaan tingkat
Hasil penelitian prevalensi infeksi prevalensi didalam setiap penelitian
cacing endoparasit secara keseluruhan disebabkan oleh sistem pemeliharaan,
terhadap babi jantan dan betina perbedaan kondisi iklim, kekebalan inang
menunjukkan bahwa cacing Ascaris suum serta sistem perkandangan dan perawatan
memiliki tingkat prevalensi yang paling ternak babi yang berbeda.
tinggi yaitu sebesar 71,67%. Ascaris
suum biasa dan umum ditemukan pada Tabel 2. menunjukkan bahwa Ascaris
hewan ternak yang memakan dan suum memiliki jumlah endoparasit yang
beraktifitas langsung ditanah. Hasil paling banyak dari semua jenis telur
penelitian ini lebih tinggi dibandingkan cacing yang ditemukan pada ternak babi
dengan laporan (Suryastini et al, 2012) di Kecamatan Marangkayu. Jumlah
yang menemukan prevalensi infeksi endoparasit yang ditemukan pada babi
Ascaris suum pada babi di Manokwari jantan sebanyak 35.466 butir sedangkan
dan Wamena Papua sebesar 36%. Hal ini pada babi betina sebanyak 36.433 butir.
disebabkan karena Ascaris suum Jumlah endoparasit yang paling sedikit
merupakan jenis cacing parasit yang ditemukan terjadi pada Echinococcus
mempunyai siklus hidup secara langsung granulosus. Jumlah endoparasit yang
atau tanpa perantara. ditemukan pada babi jantan sebanyak 16
Kejadian infeksi parasit terjadi butir dan pada babi betina sebanyak 86
akibat sistem pemeliharaan babi yang butir. Berdasarkan keterangan standar
masih bersifat tradisional dan kondisi infeksi tingginya jumlah endoparasit
kandang yang buruk sehingga mudah Ascaris suum yang menginfeksi babi
terkena penyakit. Adanya infeksi Ascaris betina tergolong kedalam infeksi berat
75
Jurnal Bioterdidik, Vol.7 No.4, Juli 2019
karena telur cacing lebih dari 5000 butir, Tabel 3. menunjukkan bahwa Ascaris
sedangkan jumlah endoparasit yang suum memiliki nilai intensitas tertinggi
paling sedikit yaitu Echinococcus dari semua cacing parasit yang ditemukan
granulosus yang menginfeksi babi jantan pada ternak babi di Kecamatan
tergolong kedalam infeksi ringan karena Marangkayu. Nilai intensitas yang
telur cacing kurang dari 500 (Levine, ditemukan pada babi jantan yaitu 1.866
1968). butir/individu, pada babi betina yaitu
Tinggi rendahnya tingkat infeksi 1.518 butir/individu. Nilai terendah dari
cacing pada ternak disebabkan karena semua jenis cacing parasit yang
adanya perbedaan cara pemeliharaan ditemukan terjadi pada Fasciolopsis buski
ternak, kondisi lingkungan serta terhadap babi jantan. Nilai intensitas dari
pemberian pakan yang berbeda. Infeksi Fasciolopsis buski pada jantan yaitu 5
cacing didalam usus dapat menyebabkan butir/individu, pada betina yaitu 9
obstruksi pada usus. Namun gangguan ini butir/individu.
tidak langsung berakibat fatal pada Tingginya nilai intensitas Ascaris
kematian trenak. Pada umumnya ternak suum pada ternak babi ini disebabkan
hanya menunjukkan perubahan berat karena Ascaris suum merupakan jenis
badan karena infeksi cacing parasitik cacing parasit yang memiliki siklus hidup
yang bejalan kronis (Akhira et al., 2003). secara langsung atau tanpa perantara.
Hasil menunjukkan bahwa jumlah Babi jantan memiliki nilai intensitas
endoparasit total pada semua babi baik tertinggi dikarenakan babi jantan
jantan maupun betina paling banyak memiliki usia yang lebih muda serta
ditemukan pada Ascaris suum sebanyak jumlah yang lebih sedikit dibandingkan
71.899 butir, sedangkan jumlah dengan ternak babi betina. Tingginya
endoparasit paling sedikit ditemukan pada nilai intensitas dalam penelitian ini lebih
Echinococcus granulosus sebanyak 102 rendah bila dibandingkan dengan laporan
butir. Ascaris suum yang menginfeksi Muslihin dkk, (2014) di Desa Surana
ternak babi tergolong kedalam infeksi Kecamatan Lombok yang menemukan
berat. Berdasarkan tingkat infeksi tersebut adanya intensitas Ascaris suum sebesar
Ascaris suum belum memperlihatkan 387,50. Dengan rata-rata jumlah telur
gejala klinis yang jelas pada infeksi yang cukup tinggi ini dapat
ringan, namun pada infeksi berat dapat mengakibatkan kerugian ekonomi serta
menyebabkan diare. Diare dapat hewan ternak dapat mengalami kematian.
menyebabkan feses encer berwarna Rendahnya nilai intensitas
kuning keabu-abuan dan dapat bertahan Fasciolopsis buski terhadap terhadap
selama 4 hingga 7 hari. Penyakit ini ternak babi disebabkan karena perbedaan
menyebabkan kekurangan berat badan usia setiap ternak, kondisi lingkungn,
yang sangat drastis (Agustina, 2013). jenis kelamin, serta perbedaan pakan.
Intensitas menunjukkan jumlah Fasciolopsis buski yang ditemukan pada
rata-rata parasit yang ditemukan dari babi jantan memiliki nilai intensitas lebih
setiap ekor babi yang terinfeksi parasit rendah hal ini diduga karena jumlah babi
tersebut. Tabel 3. dibawah ini jantan yang sedikit dibanding dengan babi
emperlihatkan nilai intensitas telur cacing betina.
parasit pada ternak babi di Marangkayu, Jika dilihat pada semua ternak babi
Kutai Kartanegara. intensitas menunjukkan nilai nilai yang
76
Jurnal Bioterdidik, Vol.7 No.4, Juli 2019
77
Jurnal Bioterdidik, Vol.7 No.4, Juli 2019
78
Jurnal Bioterdidik, Vol.7 No.4, Juli 2019
79
Jurnal Bioterdidik, Vol.7 No.4, Juli 2019
80