Anda di halaman 1dari 14

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No.

84, Juni 2014 ISSN : 0854-901X

PREVALENSI CEMARAN MIKROBA DAN RESIDU ANTIBIOTIKA PADA


PANGAN ASAL HEWAN (PAH) DI PROVINSI BALI, NUSA TENGGARA
BARAT DAN NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013
(The prevalence of Microbial Contamination and Antibiotic Residues in Food
of Animal Origin (PAH) in the Province of Bali, West Nusa Tenggara and
East Nusa Tenggara in 2013)
Dewi, A.A.S., Nurlatifah, I., Widdhiasmoro, N. P., Riti, N., Purnawati, D.
Balai Besar Veteriner Denpasar

ABSTRAK

Pangan asal hewan seperti daging dan telur selain sebagai sumber protein yang nilainya
tinggi, juga merupakan salah satu media yang baik bagi perkembangbiakan
mikroorganisme dan dapat juga bertindak sebagai pembawa (transmitter) beberapa jenis
penyakit yang kadang-kadang sifatnya berbahaya bagi manusia. Untuk mengetahui
prevalensi residu dan cemaran mikroba serta mengetahui keberadaan agen (bakteri
patogen) yang mencemari pangan asal hewan yang ada di wilayah kerja BBVet Denpasar,
tahun 2013 telah dilakukan surveilans cemaran mikroba dan residu. Pengujian cemaran
mikroba dengan parameter uji (TPC, Coliform, E.coli, S.aureus, Salmonella sp,
Campylobacter sp ), residu antibiotika (penisillin, tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida) telah
dilakukan terhadap 2.803 sampel pangan asal hewan (daging segar, daging olahan, telur
dan susu). Secara umum higiene daging yang beredar di wilayah Provinsi Bali, NTB dan
NTT relatif masih rendah. Dari hasil uji cemaran mikroba menunjukkan, rata-rata sebanyak
38,6% - 67,7% sampel daging khususnya daging segar tercemar mikroba terutama TPC
melebihi batas maksimum cemaran mikroba (BMCM) yang ditetapkan dalam SNI. Demikian
juga hasil uji terhadap bakteri Coliform, rata-rata sebanyak 33% daging segar tercemar
bakteri Coliform. Namun demikian semua sampel tidak tercemar bakteri patogen
Salmonella sp dan Campylobacter sp. Pengujian terhadap residu antibiotika menunjukkan
bahwa residu antibiotika golongan penisillin, tetrasiklin, aminoglikosida dan makrolida
sebanyak 0,3%-9,15% masih ditemukan pada sampel pangan asal hewan terutama sampel
telur.
Kata kunci : Cemaran mikroba, residu, antibiotika, pangan asal hewan

ABSTRACT

Foods of animal origin such as meat and eggs inspite as a source of high value protein, it is
also to be a good medium for the proliferation of microorganisms and it can also act as a
carrier some kind of diseases that are sometimes harmful to human nature. To determine
the prevalence of residues and microbial contamination as well as knowing the existence of
agents (pathogens) that contaminate foods of animal origin that exist in the work area
BBVet Denpasar, the year 2013 has been carried out surveillance of microbial contaminants
and residues. Microbial contamination testing with test parameters (TPC, Coliform, E. coli,
S. aureus, Salmonella sp, Campylobacter sp), residues of antibiotics (penicillin,
tetracyclines, aminoglycosides, macrolides) has been performed on 2803 samples of food of
animal origin (fresh meat, meat processed, eggs and milk). Meat hygiene in general
circulation in the province of Bali, NTB and NTT is still relatively low. Microbial
contamination of test results showed an average of 38.6-67.7% of fresh meat samples,
especially meat contaminated microbes especially TPC exceeds the maximum limit
microbial contamination (BMCM) defined in SNI. Similarly Coliform bacteria test results
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 2014 ISSN : 0854-901X

against, an average of 33% fresh meat contaminated with Coliform bacteria. However, all
the samples were not contaminated with pathogenic bacteria Salmonella sp and
Campylobacter sp. Testing of antibiotic residues showed that the residue groups of penicillin
antibiotics, tetracyclines, aminoglycosides and macrolides as much as 0.3-9.15% was found
in foods of animal origin, especially eggs samples.
Keywords : microbial contaminants, residues, antibiotics, food of animal origin

PENDAHULUAN Bahan pengawet seperti


formaldehid (formalin) juga telah
Kesehatan adalah aset terbesar dilaporkan dipergunakan untuk
dan paling berharga bagi manusia. mengawetkan pangan.
Untuk menjaga agar tubuh tetap Berkaitan dengan hal tersebut,
sehat menuntut persyaratan maka pengawasan residu dan
pangan yang bukan saja harus cemaran mikroba dalam pangan
bergizi tinggi, tetapi juga harus asal hewan sangat penting
aman serta memiliki mutu yang terutama dalam kaitannya dengan
baik. Bahkan persyaratan perlindungan kesehatan dan
keamanan pangan yang akan keamanan konsumen. Salah satu
dikonsumsi semestinya menjadi upaya yang dilakukan adalah
persyaratan pertama terpenting dengan melakukan monitoring dan
yang harus dipenuhi sebelum surveilans residu dan cemaran
persyaratan lain dipertimbangkan. mikroba. Hasil surveilans tahun
Kalau suatu makanan yang sudah 2012, menunjukkan bahwa
tidak lagi aman untuk dikonsumsi, prevalensi sampel (>BMCM) untuk
kandungan gizi, kelezatan, pengujian cemaran mikroba
penampilan dan mutu tidak ada terutama Total Plate Count (TPC)
artinya lagi bahkan pangan di wilayah provinsi Bali adalah
tersebut harus dimusnahkan 26,4%, propinsi NTB adalah
(Winarno, 1997). 46,1% dan propinsi NTT adalah
Pangan asal hewan seperti daging 24,4%. Hasil uji ini
dan telur selain sebagai sumber mengindikasikan bahwa
protein yang nilainya tinggi, juga keamanan pangan asal hewan
merupakan salah satu media yang masih perlu ditingkatkan, oleh
baik bagi perkembangbiakan sebab itu surveilans dilanjutkan
mikroorganisme dan dapat juga pada tahun 2013 dengan
bertindak sebagai pembawa pengambilan sampel di Rumah
beberapa jenis penyakit yang Potong Hewan (RPH), pasar
kadang-kadang sifatnya tradisional, pasar swalayan dan
berbahaya bagi manusia (Anon, depot daging.
1991). Disamping itu, pangan asal
hewan juga potensial MATERI DAN METODE
mengandung residu obat,
mengingat penggunaan obat- Materi
obatan dalam bidang peternakan
1. Sampel
tidak dapat dihindarkan untuk
tujuan menjaga kesehatan dan Jenis sampel yang diambil
sebagai pemacu pertumbuhan adalah daging (ayam, sapi,
ternak (Murdiati dan Bahri, 1991). babi, kambing, kerbau, kuda
dan olahan), telur dan susu. Di
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 2014 ISSN : 0854-901X

Bali jumlah sampel yang diambil termos dingin, cawan petri,


sebanyak 1488 sampel, di NTB incubator, freezer, refrigerator,
sebanyak 623 sampel dan di stomacher, timbangan analitik,
NTT sebanyak 692 sampel. anaerobic jar, mikro pipet,
Total sampel adalah 2803 tabung reaksi, tabung durham,
sampel. labu erlenmeyer, ose, api
bunsen, pH meter, laminar air
2. Bahan dan Alat flow, autoclave, gelas ukur,
Bahan yang diperlukan untuk oven.colony ounter,.mikroskop,
pengujian cemaran mikroba evaporator, homogenizer
(TPC, Coliform, E.coli,
S.aureus, Salmonella sp dan Metode
Campylobacter sp) antara lain : 1. Lokasi pengambilan sampel
plate count agar (PCA), BPW
0,1%, lactose broth, tetra Pengambilan sampel di Provinsi
thionate broth, bismuth sulfit Bali dilakukan di 9 (sembilan)
agar, xylose lysine Kabupaten/Kota (Badung,
desoxycholate agar, hektoen Gianyar, Klungkung, Bangli,
enteric agar, triple sugar iron Karangasem, Buleleng,
agar, lysine iron agar. lauryl Jembrana, Tabanan,
sulfate tryptose broth, brilliant Denpasar). Di Provinsi NTB
green lactose bile broth, levine’s dilakukan di 6 (enam)
eosin methylene blue (L-EMB) Kabupaten/Kota (Lombok Barat,
agar, reagen pewarnaan gram, Lombok Tengah, Lombok
baird parker agar, egg yolk Timur, Mataram, Bima dan
tellurite emultion, heart infusion Sumbawa). Sedangkan di
broth, koagulase plasma kelinci Provinsi NTT dilakukan di 5
dengan EDTA 0,1%, (lima) Kabupaten/Kota di
campylobacter enrichment Provinsi NTT (Manggarai Barat,
broth, modified campyblood- Flores Timur, Kota Kupang,
free agar (mCCDA), pepton Manggarai Tengah dan Ende).
0,1% Sampel daging segar diambil di
rumah potong hewan, pasar
Bahan yang dibutuhkan untuk tradisional, pasar swalayan dan
pengujian residu antibiotika depot daging, Sampel telur
mencakup Bacillus cereus diambil di pasar tradisional,
ATCC 11778, Bacillus subtilis pasar swalayan, sedangkan
ATCC 6633, Kocuria sampel susu diambil di
rizophilla/M.luteus ATCC 9341, peternakan sapi perah dan
Bacillus stearothermophillus pasar swalayan.
ATCC 7953, Natrium penisillin,
Oksitetrasiklin hidroklorida, 2. Penanganan dan transportasi
Kanamisin sulfat, Tilosin tartrat, sampel
bacto pepton, bacto agar, beef
extract, yeast extract, glucosa, Semua sampel daging ditangani
dextrosa, paper dish blank. secara aseptis. Sampel yang
diperoleh disimpan dan
Peralatan yang dibutuhkan ditransportasikan pada suhu
antara lain : pinset, gunting,
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 2014 ISSN : 0854-901X

dingin. Sedangkan sampel telur jam. Bakteri Coliform ditentukan


diletakkan pada rak telur. dengan nilai MPNnya (Most
Probable Number) berdasarkan
3. Pengujian sampel jumlah tabung-tabung yang
mengandung gas pada tabung
Cemaran mikroba(TPC, Coliform,
BGLBB.
E.coli, S.aureus, Salmonella sp.,
Campylobacter sp.) Pengujian bakteri E.coli
dilakukan dengan mengambil 1
Masing-masing sampel
loop dari setiap tabung LSTB
ditimbang sebanyak 25 gram,
yang positif ke tabung EC broth
kemudian dimasukkan dalam
yang berisi tabung durham dan
wadah steril, ditambahkan 225
diinkubasikan pada suhu
ml BPW 0,1% dan
45,50C selama 24-48 jam ± 2
dihomogenkan selama 1-2
jam. Tabung-tabung yang
menit (10-1) selanjutnya dibuat
menghasilkan gas dinyatakan
pengenceran seri berkelipatan
positif dan diduga bakteri E.coli.
10. Dipipet sebanyak 1 ml dari
Uji peneguhan dilakukan
setiap pengenceran tersebut
dengan mengambil 1 loop dari
dan dituangkan ke dalam
biakan EC broth yang positif
cawan petri steril. Kemudian
kemudian dibuat goresan pada
dituangkan 12-15 ml plate count
media L-EMB dan
agar dan diinkubasikan pada
diinkubasikan pada suhu 350C
suhu 350C selama 24-48 jam
selama 24 jam. Koloni
Koloni yang tumbuh dihitung
tersangka dari masing-masing
sebagai Total Plate Count
L-EMB dipindahkan ke PCA
(TPC).
miring untuk uji morphologi dan
Untuk pengujian bakteri biokimia. Bakteri E.coli dihitung
Coliform yaitu sampel dari dengan nilai MPN berdasarkan
setiap pengenceran 10-1, 10-2, jumlah tabung dalam
10-3 masing-masing diambil 1 pengenceran EC broth yang
ml, dituangkan ke dalam 3 positif.
tabung yang berisi tabung
Pengujian Staphylococcus
durham dan 9 ml lauryl sulfate
aureus, sampel dari setiap
trptose broth (LSTB) Tabung-
pengenceran diambil masing-
tabung tersebut diinkubasikan
masing sebanyak 1 ml (terbagi
selama 24-48 jam pada suhu
dalam 0,4 ml, 0,3 ml, 0,3 ml)
350C. Gas yang terbentuk pada
dipupuk pada media BPA yang
tabung-tabung ini adalah hasil
telah ditambahkan egg yolk.,
positif dalam uji pendugaan
diinkubasikan pada suhu 350C
untuk bakteri Coliform.
selama 45-48 jam. Jika dalam
Selanjutnya dilakukan uji
pupukan ditemukan koloni yang
peneguhan dengan mengambil
khas S.aureus, maka koloni
1 loop biakan dari tabung LSTB
tersebut diisolasi dan dilarutkan
yang positif ke tabung-tabung
dalam 0,2-0,3 ml BHI broth,
brilliant green lactose bile broth
kemudian diinkubasikan pada
(BGLBB) yang diinkubasikan
suhu 350C selama 18-24 jam.
pada suhu 350C selama 48 ± 2
Sebanyak 0,5 ml koagualse
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 2014 ISSN : 0854-901X

plasma kelinci ditambahlan ke selama 24-48 jam dalam


biakan BHI broth dan diaduk, kondisi anaerobic (SNI 2897,
selanjutnya diinkubasikan pada 2008)
suhu 350C dan diperiksa setiap
6 jam untuk melihat Residu antibiotika (bioassay).
terbentuknya gumpalan. Sampel diuji secara kualitatif
Pengujian bakteri Salmonella sp dengan metosde bioassay (SNI
sebanyak 25 gram sampel 7424, 2008). Sampel ditimbang
ditambahkan 225 ml lactose sebanyak 10 gram dipotong
broth, diinkubasikan pada suhu kecil-kecil ditambahkan pelarut
350C selama 24 jam ± 2 jam. dapar fosfat sebanyak 20 ml
Dari larutan tersebut diambil 1 dan disentrifus. Setelah
ml diinokulasikan ke dalam 10 disentrifus diambil
ml tetrathionate broth (TTB), supernatannya. Kertas cakram
diinkubasikan pada suhu 350C diletakkan di atas media yang
selama 24 ± 2 jam. Dari media telah ditambahkan bakteri uji
tersebut diambil 1 loop sesuai dengan jenis antibiotika
digoreskan pada media HE, yang akan diuji, kemudian
XLD dan BSA, diinkubasikan ditetesi dengan suspensi
pada suhu 350C selama 24 ± 2 sampel dan kontrol antibiotika
jam. Koloni yang khas untuk sebanyak 75 ul, diinkubasikan
bakteri Salmonella sp diuji pada selama 16-18 jam untuk
media TSIA dan LIA. Koloni golongan makrolida dan
yang dicurigai diuji dengan aminoglikosida pada temperatur
reaksi biokimia. 360C ± 10C, golongan tetrasiklin
pada temperatur 300C ± 10C
Pengujian bakteri dan golongan penisillin pada
Campylobacter sp, sebanyak 25 temperatur 550C ± 10C.
gram sampel dan ditambah 100 Diameter hambatan yang
ml pepton 0,1%, dicentrifus terbentuk pada sampel
dingin 16 000 rpm selama 15 sebaiknya berada dalam
menit kemudian supernatannya kisaran kurva baku, apabila
dibuang. Selanjutnya diameter hambatan yang
dipindahkan 3 ml endapan ke terbentuk melebihi nilai kurva
dalam botol sentrifus steril yang baku maka sampel harus
berisi 100 ml enrichment broth. diencerkan.
Suspensi tersebut
diinkubasikan pada suhu 370C
selama 4 jam dalam kondisi
anaerobik. Temperatur inkubasi
dinaikkan menjadi 420C selama
24 jam. Dari suspensi tersebut
dibuat pengenceran 1:100 (0,1
ml dimasukkan ke dalam 9,9 ml
pepton 0,1% pepton).
Digoreskan 2 ose dari suspensi
ke media agar mCCDA,
diinkubasikan pada suhu 420C
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 2014 ISSN : 0854-901X

HASIL daging olahan dan susu asal


Kabupaten/Kota di Provinsi Bali,
Hasil pengujian cemaran mikroba NTB dan NTT menunjukkan
dan residu antibiotika terhadap bahwa, rata-rata sebanyak 38,6-
2.803 sampel daging segar, 67,7% sampel daging segar, 0-
daging olahan, telur dan susu 26% sampel daging olahan dan 0-
yang berasal dari Provinsi Bali, 2,8% sampel susu mengandung
NTB dan NTT disajikan dalam mikroba melebihi persyaratan
gambar dan tabel di bawah ini. yang ditetapkan dalam SNI
Adapun hasil uji cemaran mikroba (>BMCM). Hasil uji disajikan
terutama Total Plate Count (TPC) dalam gambar 1 di bawah ini
terhadap sampel daging segar,

70

60

50

40 Daging segar
Daging olahan
30
Susu
20

10

0
Bali NTB NTT

Ket : Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) dalam Standard Nasional


Indonesia (SNI) No.01-7388-2009 untuk TPC dalam satuan koloni/gram atau
koloni/ml ; sampel daging : 1x106, daging olahan : 1x105 dan susu
4
pasteurisasi : 5x10

Gambar 1.
Prosentase sampel daging segar, daging olahan dan susu hasil Uji Total
Plate Count (TPC) yang melebihi persyaratan SNI (>BMCM)
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 2014 ISSN : 0854-901X

Sedangkan hasil uji cemaran pasar, depot dan swalayan) di


mikroba (TPC, Coliform dan E.coli) Provinsi Bali, NTB dan NTT,
sampel daging segar, daging masing-masing disajikan dalam
olahan dan susu berdasarkan tabel 1,2 dan 3 di bawah ini
lokasi pengambilan sampel (RPH,

Tabel 1.
Hasil uji cemaran mikroba (TPC, Coliform, E,coli) sampel daging dan susu
asal Provinsi Bali berdasarkan lokasi pengambilan sampel

Provinsi Lokasi Jenis sampel Jumlah Cemaran mikroba


sampel (Jumlah sampel >BMCM)
TPC Coliform E.coli
Bali RPH Daging babi 32 5 (15,6%) 6(18,8%) 0 (0,0%)
Daging sapi 65 2 (3,1%) 7 (10,8%) 1 (1,5%)
Daging kambing 5 1 (20%) 3 (60%) 0 (0,0%)
Pasar Daging babi 122 70 (57,4%) 64(52,5%) 2 (1,6%)
Daging sapi 74 25 (33,8%) 23 (31%) 1 (1,4%)
Daging ayam 156 107 (68,6%) 97 (62%) 2 (1,3%)
Daging.olahan 7 2 (28,6%) 1 (14,3%) 0 (0,0%)
Susu 6 0 (0,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%)
Depot Dg. kambing 45 20 (44,4%) 11 (24%) 1 (2,2%)
Swalayan Daging babi 23 14 (61%) 8 (35%) 0 (0,0%)
Daging sapi 29 16 (55,2%) 12 (41,4%) 4 (13,8%)
Daging ayam 63 35 (55,5%) 22 (34,9%) 0 (0,0%)
Daging olahan 64 3 (4,7%) 0 (0,0%) 0 (0,0%)
Susu 63 1 (1,6%) 0 (0,0%) 0 (0,0%)
Dg. Kambing 2 0 (0,0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%)
Peternakan Susu 2 0 (0%) 0 (0,0%) 0 (0,0%)
Jumlah 302 (39,8%) 254 33,5%) 12 (1,6%)
758
Ket : Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) dalam Standard Nasional
Indonesia (SNI) No.01-7388-2009 dalam satuan koloni/gram atau koloni/ml ;
sampel daging segar : TPC 1x106, Coliform 1x102, E.coli 1x101, daging olahan :
TPC 1x105, Coliform 10, E.coli <3 dan susu pasteurisasi : TPC 5x104, Coliform 10,
E.coli <3.
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 2014 ISSN : 0854-901X

Tabel 2.
Hasil uji Cemaran Mikroba (TPC, Coliform, E.coli) sampel daging dan susu
asal Provinsi NTB berdasarkan lokasi pengambilan sampel

Provinsi Lokasi Jenis Jumlah Cemaran mikroba


Sampel sampel (Jumlah sampel >BMCM)
TPC Coliform E.coli
NTB RPH Daging babi 4 4 (100%) 4 (100%) 2 (50%)

Daging sapi 31 13 (42%) 9 (29%) 1 (3,2%)

Daging ayam 5 4 (80%) 4 (80%) 1 (20%)

Daging kambg 4 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)

Pasar Daging babi 6 3 (50%) 5 (83,3%) 0 (0%)

Daging sapi 71 50 (70,4%) 34 (48%) ` 6 (8,5%)

Daging ayam 78 61 (78,2%) 53 (68%) 5 (6,4%)

Daging kerbau 3 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)

Daging kuda 1 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)

Daging olahan 3 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)

Susu 3 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)

Depot Daging kambg 2 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)

Swalayan Daging sapi 5 5 (100%) 5 (100%) 1 (20%)

Daging ayam 5 5 (100%) 4 (80%) 1 (20%)

Daging olahan 8 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)

Susu 65 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)

Jumlah 296 143 (48,3%) 118 (39,9%) 19 (6,4%)

(SNI) No.01-7388-2009 dalam satuan koloni/gram atau koloni/ml ; sampel daging


segar : TPC 1x106, Coliform 1x102, E.coli 1x101, daging olahan : TPC 1x105,
Coliform 10, E.coli <3 dan susu pasteurisasi : TPC 5x104, Coliform 10, E.coli <3.
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 2014 ISSN : 0854-901X

Tabel 3.
Hasil uji cemaran mikroba (TPC, Coliform, E.coli) sampel daging dan susu
asal Provinsi NTT berdasarkan lokasi pengambilan sampel
Provinsi Lokasi Jenis Jumlah Cemaran mikroba
sampel sampel (Jumlah sampel > BMCM)
TPC Coliform E.coli
NTT RPH Daging Babi 33 11 (33%) 6 (19%) 0 (0%)
Daging Sapi 60 19 (32%) 5 (8,3%) 2 (3,3%)
Pasar Daging babi 15 1 (6,7%) 4 (27%) 1 (6,7%)
Daging sapi 28 2 (7,2%) 0 (0%) 1 (3,6%)
Daging ayam 105 60 (57%) 50 (48%) 2 (2%)
Dag. kambing 9 1 (11%) 3 (33%) 0 (0%)
Depot Daging babi 5 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)
Daging sapi 10 2 (20%) 0 (0%) 0 (0%)
Daging ayam 6 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)
Dag.kambing 5 5 (100%) 1 (20%) 0 (0%)
Daging olahan 2 2 (100%) 0 (0%) 0 (0%)
Swalayan Daging sapi 10 2 (20%) 9 (90%) 0 (0%)
Daging ayam 10 10 (100%) 9 (90%) 0 (0%)
Daging olahan 23 6 (26%) 3 (13%) 0 (0%)
Susu 25 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)
Jumlah 346 121 (35%) 90 (26%) 6 (1,7%)
Ket : Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) dalam Standard Nasional
Indonesia (SNI) No.01-7388-2009 dalam satuan koloni/gram atau koloni/ml ;
sampel daging segar : TPC 1x106, Coliform 1x102, E.coli 1x101, daging olahan :
TPC 1x105, Coliform 10, E.coli <3 dan susu pasteurisasi : TPC 5x104, Coliform 10,
E.coli <3.
Semua sampel daging segar, makrolida masih ditemukan pada
daging olahan, susu dan telur sampel telur ayam, itik dan puyuh
tidak terkontaminasi (negatif) (0,3-9,15%), sedangkan sampel
bakteri Salmonella sp. Sedangkan daging dan susu tidak ditemukan
beberapa sampel daging segar residu antibiotika. Residu
yaitu sebanyak 2 (1,9%) antibiotika yang paling banyak
terkontaminasi bakteri ditemukan yaitu golongan
Staphylococcus aureus. Semua aminoglikosida dan makrolida
sampel daging dan susu tidak pada pada sampel telur. Residu
terkontaminasi (negatif) bakteri golongan aminoglikosida pada
Campylobacter sp. telur ayam, telur itik dan telur
puyuh masing-masing 8,4%,
Sementara itu, hasil uji residu
2,66% dan 9,15%. Sedangkan
antibiotika terhadap sampel
residu golongan makrolida pada
daging, susu dan telur yang
sampel telur ayam sebanyak
berasal dari Provinsi Bali, NTB dan
2,8%, telur itik 0,89% dan telur
NTT, menunjukkan bahwa residu
puyuh 7,89%. Hasil selengkapnya
antibiotika golongan penisillin,
tetrasiklin. Aminoglikosida dan disajikan dalam gambar 2 di
bawah ini.
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 2014 ISSN : 0854-901X

10
9
8
7
6 Penisillin

5 Tetrasiklin
4 Aminoglikosida
3 Makrolida
2
1
0
Daging Telur ayam Telur itik Telur puyuh susu

Gambar 2,
Prosentase residu antibiotika pada sampel daging dan telur asal provinsi
Bali, NTB dan NTT

PEMBAHASAN dari 1131 sampel pangan asal


hewan (PAH) khususnya daging
Cemaran mikroba adalah segar yang berasal dari wilayah
kontaminan dalam pangan asal Bali, NTB dan NTT tercemar
hewan berupa mikroorganisme mikroba terutama TPC melebihi
yang dikatagorikan dapat batas maksimum cemaran
membahayakan kesehatan mikroba (BMCM) yang ditetapkan
manusia jika jumlahnya melebihi dalam SNI yaitu 1x106
batas maksimum yang koloni/gram. Demikian juga hasil
dipersyaratkan dalam Standar uji terhadap bakteri Coliform, rata-
Nasional Indonesia (SNI). Jenis rata sebanyak 33% sampel
cemaran mikroba yang daging segar tercemar bakteri
dikatagorikan membahayakan Coliform melebihi BMCM yang
sesuai SNI 7388-2009 pada ditetapkan dalam SNI yaitu 1x102
daging, telur dan susu adalah koloni/gram dan tercemar bakteri
TPC, Coliform. Escherichia coli, E.coli berkisar antara 1,6%-6,4%
Staphylococcus .aureus, melebihi BMCM yaitu 1x101
Salmonella sp, Campylobacter sp, koloni/gram.
Listeria monocytogenes
(Anon.,2009). Bakteri ini merupakan mikroba
indikator tingkat kontaminasi.
Berdasarkan data hasil pengujian Bakteri Coliform umumnya tidak
cemaran mikroba yang tersaji bersifat patogen, namun apabila
dalam tabel di atas, terlihat bahwa ditemukan, maka diasumsikan
terjadi cemaran cukup tinggi yaitu bahwa air yang digunakan dalam
rata-rata sebanyak 38,6% - 67,7% proses penyediaan daging telah
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 2014 ISSN : 0854-901X

terkontaminasi feses. Bakteri baik fisik (bangunan dan


Coliform seperti bakteri lainnya peralatan), sumber daya manusia
dapat dimusnahkan dengan cara serta prosedur teknis
memasak air hingga mendidih pelaksanaanya. Hal ini dibuktikan
atau perlakuan dengan klorin. dengan tidak semua RPH memilki
Sedangkan strain E.coli ada yang nomor kontrol veteriner (NKV)
patogen dan non patogen. Bakteri sebagai standard pelaksanaan
E.coli non patogen banyak higiene dan sanitasi pada sebuah
ditemukan dalam usus besar RPH.
manusia sebagai flora normal dan
berperan dalam pencemaran Kontaminasi mikroba juga dapat
pangan dengan menghasilkan terjadi pada alat pengangkut
vitamin K dari bahan yang belum daging. Hasil pengamatan selama
dicerna dalam usus besar. Strain surveilans bahwa sebagian besar
patogen E.coli dapat daging segar diangkut dari RPH
menyebabkan kasus diare berat menuju pasar menggunakan mobil
pada semua kelompok usia bak terbuka, sehingga daging
melalui endotoksin yang mudah tercemar mikroba.
dihasilkannya (SNI 7388, 2009) Demikian juga situasi di pasar
tradisional, sebagian besar pasar
Dengan demikian, secara umum tidak memiliki kios daging, banyak
hasil uji ini menunjukkan bahwa pedagang yang meletakkan
tingkat hygiene daging segar daging di atas meja kayu yang
tersebut relatif masih rendah. beralaskan plastik, hanya
Sedangkan daging olahan dan sebagian kecil yang beralaskan
susu relatif lebih higienis karena porselin. Situasi di pasar
telah melalui proses pemanasan. tradisional dengan segala kegiatan
dan kondisi lingkungannya
Dari hasil uji juga terlihat bahwa, memiliki potensi banyak
daging segar sudah tercemar penyimpangan atau ketidak-
mikroba mulai dari rumah potong asuhan . Disadari bahwa untuk
hewan (RPH), selanjutnya di pasar dapat mewujudkan penyediaan
tradisional, depot daging maupun pangan asal hewan yang aman,
swalayan. Daging dikenal sebagai sehat, utuh dan halal (ASUH) di
bahan makanan yang mudah pasar tradisional kenyataannya
rusak (perishable food). Untuk relatif berat mengingat
dapat menghasilkan daging yang permasalahan yang dihadapi tidak
aman, sehat, utuh dan halal sekedar masalah teknis tetapi juga
(ASUH) maka proses produksi masalah sosial yang justru lebih
daging di RPH harus memenuhi dominan (Anon, 2013).
persyaratan teknis, mengingat
RPH merupakan lokasi tranformasi Namun demikian semua sampel
dari ternak hidup menjadi produk pangan asal hewan yang diperiksa
pangan (daging) (Anon,1997). tidak tercemar bakteri patogen
Berdasarkan hasil pemantauan, seperti Salmonella sp dan
sebagian besar kondisi RPH di Campylobacter sp, hanya ada 2
Provinsi Bali, NTB dan NTT saat sampel yang tercemar bakteri
ini cukup memprihatinkan dan S.aureus melebihi BMCM yang
tidak memenuhi persyaratan teknis ditetapkan dalam SNI yaitu 1x102
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 2014 ISSN : 0854-901X

koloni/gram. Berdasarakan SNI maupun puyuh dipelihara secara


7388:2009, bakteri Salmonella sp intensif dan dalam kurun waktu
dan Campylobacter sp adalah yang cukup lama sehingga seluruh
bakteri yang tidak boleh berada waktu hidupnya mendapatkan
dalam pangan. Bateri Salmonella antibiotika yang ditambahkan
terdapat dimana-mana dan dikenal dalam pakan maupun dalam
sebagai agen yang zoonotic. minuman. Antibiotika golongan
Salmonella adalah penyebab aminoglikosida (streptomysin)
foodborne disease dan yang dikombinasi dengan penisillin
Campylobacter jejuni dikenal banyak dipergunakan pada ternak
sebagai patogen enterik yang unggas dan babi. Antibiotikia
penting. Bakteri ini merupakan golongan makrolida terutama
patogen utama penyebab tilosin sering dipergunakan
keguguran dan enteritis pada sapi sebagai anti-mikoplasma dan anti-
dan kambing. Diare berdarah treponema, sedangkan antibiotika
disebakan karena sifat golongan penisillin merupakan
Campylobacter yang invasif yaitu senyawa antibakterial yang cukup
dapat masuk ke lapisan usus potensial dan efektif terhadap
halus dan akan mengeluarkan berbagai spesies Gram negatif
toksin yang merusak mukosa usus dan Gram positif. Antibiotika
tersebut (SNI 7388, 2009). golongan penisillin juga sering
ditambahkan dalam pakan dan
Selain diuji terhadap cemaran efektif untuk menstimulasi laju
mikroda, sampel pangan asal pertumbuhan, berat dan komposisi
hewan juga diuji terhadap residu karkas dan efisiensi konversi
antibiotika. Residu merupakan pakan pada ternak muda
bahan-bahan obat atau zat kimia (Soeparno, 1994).
dan hasil metabolit yang tertimbun
dan tersimpan di dalam sel, Penggunaan antibiotika tersebut
jaringan atau organ serta mempunyai peranan yang cukup
kandungan yang tidak diinginkan penting, tidak hanya untuk
dan tertinggal dalam makanan menjamin kesehatan ternak tetapi
atau lingkungan sekitar (Anon., juga mencegah terjadinya
2005). Hasil uji residu antibiotika transmisi penyakit dari hewan ke
menunjukkan bahwa residu manusia (zoonosis) dan
antibiotika golongan penisillin, meningkatkan efisiensi sistem
tetrasiklin, aminoglikosida dan produksi. Namun demikian,
makrolida masih ditemukan pada aplikasinya harus disertai dengan
sampel pangan asal hewan. kontrol yang baik agar tidak
menimbulkan residu pada pangan
Residu antibiotika banyak asal hewan. Pangan asal hewan
ditemukan pada sampel telur baik yang mengandung residu, apabila
telur ayam, telur itik maupun telur dikonsumsi dapat menyebabkan
puyuh (0,3-9,15%). Hal ini bisa gangguan kesehatan pada
terjadi mengingat ayam petelur, itik manusia.
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 2014 ISSN : 0854-901X

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat higiene pangan asal hewan
khususnya daging segar yang beredar di wilayah Provinsi Bali, NTB dan NTT relatif
masih rendah bila dibandingkan dengan persyaratan yang ditetapkan dalam
Standard Nasional Indonesia (SNI). Rendahnya higiene daging karena masih
tingginya total jumlah kuman (TPC) dan bakteri Coliform yang mencemari daging
pada mata rantai penyediaan pangan yaitu rumah potong hewan (RPH), pasar
tradisional, depot daging dan swalayan.
2. Dengan masih ditemukannya residu antibiotika pada pangan asal hewan khususnya
telur mengindikasikan bahwa pemakaian antibiotika dipeternakan ayam, itik dan
puyuh masih cukup tinggi.

Saran
Untuk dapat menyediakan pangan asal hewan terutama daging segar yang memenuhi
standar jaminan mutu (ASUH), disarankan kepada Pemerintah Pusat dan Daerah
melalui Dinas Peternakan agar meningkatkan higiene dan sanitasi mata rantai
penyediaan daging dengan cara merevitalisasi RPH dan pembuatan kios-kios daging di
pasar tradisional.
Petugas juga perlu melakukan pengawasan terhadap peredaran dan pemakaian obat-
obatan di peternakan untuk menghindari adanya residu pada pangan asal hewan.

UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Kepala Balai Besar Veteriner
Denpasar yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan surveilans ini, dan juga
seluruh staf medik dan paramedik yang telah membantu dalam pengambilan dan
pengujian sampel. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Dinas Peternakan
Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali , NTB dan NTT atas bantuan dan
kerjasamanya selama surveilans berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 1991. Pola Pengembangan dan Pembinaan Kesehatan Masyarakat Veteriner. Manual
Kesmavet No.40/1991-92. Direktorat Bina Kesehatan Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan.
Departemen Pertanian Jakarta.
Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 2014 ISSN : 0854-901X

Anonimus, 1997. Manual Kesmavet. Pedoman pembinaan Kesmavet. No. 47 Hal.40.

Anonimus, 2005. Foodborne Disease Salmonellosis. Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner.


Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. Departemen Pertanian.

Anonimus, 2013. Pedoman Pelaksanaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (TP) Tahun 2013.
Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner Dan Pasca Panen Direktorat Jenderal Peternakan Dan
Kesehtan Hewan. Kementerian Pertanian.

Murdiati, T.B., and S.Bahri, 1991. Pola Penggunaan Antibiotika Dalam Peternakan Ayam Di Jawa Barat,
Kemungkinan Hubungan Dengan Masalah Residu. Preceeding Kongres Ilmiah ke-8 ISFI. Jakarta

Soeparno, 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan Ke dua. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Standar Nasional Indonesia (SNI) 2897, 2008. Metode pengujian cemaran mikroba dalam daging, telur,
dan susu, serta hasil olahannya. ICS 67.050 Badan Standardisasi Nasional.

Standar Nasional Indonesia (SNI) 7424, 2008. Metode uji tapis (screening test) residu antibiotika pada
daging, telur, dan susu secara bioassay. ICS 67.050 Badan Standardisasi Nasional.

Standar Nasional Indonesia (SNI) 7388, 2009. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dalam Pangan. ICS
67.220.20 Badan Standardisasi Nasional.

Winarno, F.G. (1997). Keamanan Pangan. Naskah Akademis. Institut Pertanian Bogor

Anda mungkin juga menyukai