2 : 183-192
ISSN : 2356-4113
Identifikasi Boraks, Formalin dan Kandungan Gizi serta Nilai Tipe pada Bakso yang
Dijual di Lingkungan Perguruan Tinggi di Kota Kupang
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi penambahan boraks, formalin dan uji
kandungan gizi serta TPC pada bakso daging sapi yang dijual di Lingkungan perguruan tinggi di Kota
Kupang. Boraks dan formalin merupakan agen anti bakteri yang dapat menghambat pertumbuhan
bakteri, dan apabila dicampurkan kedalam makanan dapat berbahaya bagi kesehatan karena boraks
dan formalin bersifat karsinogenik. Lokasi pengambilan sampel dilakukan di kantin Universitas di
Kota Kupang yaitu kantin Undana (2), kantin Unwira (3), kantin Politani (2) dan kantin PGRI (1),
total sampel pengujian yaitu 8 sampel. Pengujian boraks dan formalin dilakukan pada laboratorium
FKH Undana, dan diidentifikasikan menggunakan kit Easy Test®, pengujian kandungan gizi total
protein kasar dan lemak kasar dilakukan di laboratorium Kimia dan Pakan Fakultas Peternakan
Undana, serta pengujian TPC dilakukan pada laboratorium Bioreproduksi dan Kesehatan Ternak
Fakultas Peternakan Undana. Hasil penelitian menunjukkan negatif untuk identifikasi boraks dan
formalin. Berdasarkan SNI 01-3818-1995, standar yang ditetapkan untuk kandungan protein adalah
minimal 9,0%, dan lemak maksimal 2,0%. Hasil pengujian protein menunjukkan 3 dari 8 sampel atau
37,5% sampel yang tidak memenuhi standar SNI. Hasil pengujian lemak terdapat 5 dari 8 sampel atau
62,5% sampel yang melebihi batas maksimum SNI. Berdasarkan SNI 01-3818-1995 batas cemaran
mikroba pada bakso adalah 1x10³, dan pada hasil penelitian ini didapatkan bahwa terdapat 3 sampel
dari 8 sampel atau sebanyak 37,5% sampel yang melebihi batas cemaran maksimum. Dari data diatas
dapat disimpulkan, 2 dari 8 sampel atau 25% dari total sampel bakso daging sapi yang dijual di
Lingkungan perguruang Tinggi di Kota Kupang aman dari bahaya boraks, formalin, dan kandungan
gizi serta bahaya mikroorganisme.
PENDAHULUAN
Bakso sapi merupakan salah satu hal ini terbukti dari survei yang dilakukan
jenis produk makanan yang banyak dikalangan mahasiswa, bahwa tingkat
dikonsumsi masyarakat Indonesia karena kesukaan terhadap bahan olahan daging
bakso merupakan salah satu bahan pangan yang paling tinggi adalah bakso.
sumber protein hewani alternatif yang Kualitas bakso ditentukan oleh
relatif murah, bila dibandingkan dengan daging yang digunakan sebagai
daging sapi, sehingga tingkat konsumsi bahan
masyarakat akan bakso sangat tinggi, gi, termasuk juga pada kalangan
termasuk juga pada kalangan mahasiswa/mahasiswi perguruan tinggi,
mahasiswa/mahasiswi perguruan tinggi, hal ini terbukti dari survei yang dilakukan
183
Jurnal Kajian Veteriner, Desember 2014 Vol. 2 No. 2 : 183-192
dikalangan mahasiswa, bahwa tingkat alasan yang muncul yang mendasari hal
kesukaan terhadap bahan olahan daging tersebut adalah karena bakso masih bisa
yang paling tinggi adalah bakso. dijangkau dari sisi ekonomi, gurih dan
Kualitas bakso ditentukan oleh mudah untuk didapat. Berdasarkan
daging yang digunakan sebagai pengujian yang dilakukan oleh Balai
bahan Pemeriksaan obat dan makanan (BPOM)
baku dan kandungan pati dalam bakso pada tahun 2009 sampai 2013, masih
tersebut. Bakso yang bermutu tinggi, terdapat sekitar 23% pedagang jajanan di
kadar pati rendah yaitu 15% dari total Kota Kupang yang menggunakan bahan
adonan. Semakin tinggi kandungan pati tambahan pangan berbahaya.
maka semakin rendah mutu bakso yang Pada tahun 2002, masyarakat
dihasilkan (Winarno, 2004). Standar dikejutkan dengan adanya penelitian oleh
Nasional Indonesia (SNI) menyatakan BPOM karena adanya kandungan zat
syarat mutu gizi bakso harus memiliki pengawet berbahaya seperti boraks dan
kandungan protein minimal 9,0%, lemak formalin dalam bahan makanan jajanan
maksimal 2,0%, dan air maksimal 7,0%. seperti bakso, mie basah, dan ikan asin
Bakso juga mengandung air yang yang beredar dipasaran. Boraks dan
cukup tinggi sehingga menyebabkan formalin merupakan bahan pengawet
bakso memiliki sifat mudah rusak, oleh berbahaya yang paling banyak ditemukan
karena itu perlu dilakukan usaha untuk pada makanan dan ternyata pemakaian
meningkatkan daya simpan bakso setelah bahan pengawet boraks dan formalin ini
pengolahan (Afrianto dan Liviawaty, masih terus dilakukan pada bahan pangan
1989). Sekarang ini banyak produsen sepanjang tahun. Pengujian yang
bakso yang sering menggunakan bahan dilakukan oleh BPOM pada tahun 2003
pengawet yang dicampurkan kedalam pada berbagai jenis makanan di Indonesia
bahan pembuatan bakso agar bakso dapat seperti bakso, tahu, mie basah, ikan asin
menghambat pertumbuhan dari bakteri menunjukkan bahwa kandungan boraks
sehingga bakso dapat bertahan lebih lama dan formalin paling banyak ditemukan
dan untuk meningkatkan masa simpannya pada bakso (BPOM, 2004).
tanpa mempedulikan kandungan gizi dari Hal tersebut mendasari perlunya
bakso tesebut. Telah diketahui formalin dilakukan pengujian pada bakso, dan
dan boraks ditambahkan pada makanan mahasiswa merupakan salah satu
seperti pada mie basah, bakso, tahu dan konsumen terbanyak bakso sehingga
ikan asin (Widyaningsih dan Murtini, identifikasi penggunaan boraks, formalin
2006). dan kandungan gizi serta TPC pada bakso
Bakso merupakan makanan yang daging sapi yang ada di lingkungan
banyak diminati dikalangan mahasiswa. perguruan tinggi di Kota Kupang
Beberapa hasil penelitian menunjukkan merupakan sebuah langkah awal
hasil olahan daging yang banyak digemari pencegahan penyakit.
oleh mahasiswa adalah bakso, beberapa
184
Jurnal Kajian Veteriner, Desember 2014 Vol. 2 No. 2 : 183-192
185
Pandie et al Jurnal Kajian Veteriner
186
Jurnal Kajian Veteriner, Desember 2014 Vol. 2 No. 2 : 183-192
Hasil pemeriksaan uji boraks, formalin, kandungan gizi dan nilai TPC pada 8
sampel dari tempat penjualan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan boraks dan formalin, kandungan gizi dan total bakteri pada bakso
yang dijual di lingkungan perguruan tinggi di Kota Kupang
Kode Kadungan Kadungan Kandungan Total
sampel formalin
boraks Gizi bakteri
PK LK
187
Jurnal Kajian Veteriner, Desember 2014 Vol. 2 No. 2 : 183-192
188
Pandie et al Jurnal Kajian Veteriner
189
Jurnal Kajian Veteriner, Desember 2014 Vol. 2 No. 2 : 183-192
Kesimpulan yang dapat diambil Hasil pengujian TPC pada bakso yang
berdasarkan rumusan masalah dalam dijual di lingkungan perguruan tinggi
penelitian ini adalah sebagai berikut: terdapat 37,5% sampel yang tidak
semua sampel bakso yang diperiksa bebas memenuhi standar batas maksimum
dari kandungan boraks dan formalin. Hasil cemaran mikroba. Hasil pengujian dari 8
pemeriksaan kandungan gizi, terdapat sampel hanya terdapat 2 sampel atau 25%
62,5% sampel yang memiliki nilai protein sampel yang baik dari kandungan kimia,
sesuai standar dan hanya 37,5% sampel kandungan gizi serta mikroorganisme.
yang memiliki nilai lemak sesuai standar.
DAFTAR PUSTAKA
190
Jurnal Kajian Veteriner, Desember 2014 Vol. 2 No. 2 : 183-192
Faradila., Alioes, Y., dan Elmatris. 2014, Identifikasi Formalin pada Bakso yang Dijual
pada Beberapa Tempat di Kota Padang, Jurnal Kesehatan Andalas, 3:156-157.
Fluka. 2001, Chemical-Biokemika, Fluka, Switzerland.
Forsythe, S.J., dan. Hayes, P.R. 1998, ‘Food Hygiene, Microbiology and HACCP’, in
Forsythe, S.J, Chapman and Hall Food Science Book, 3th ed., Gaithersburg,
Maryland, USA.
Fox, P.F., Guinee, T.P., Cogan, T.M., dan P.L.H. McSweeney. 2000, Fundamentals
of Cheese Science, Aspen Publication, London, UK.
Godam. 2001, ‘Isi Kandungan Gizi Usus Sapi - Komposisi Nutrisi Bahan Makanan’
diakses pada 31 Desember 2014, <http://www.organisasi.org/1970/01/isi-
kandungan-gizi-usus-sapi-komposisi-nutrisi-bahan-makanan.html>.
Habsah. 2012, ‘Gambaran Pengetahuan Pedagang Mi Basah Terhadap Perilaku
Penambahan Boraks dan Formalin pada Mi Basah di Kantin-Kantin
Universitas X Depok Tahun 2012’, Skripsi, SKm., Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Indonesia, Jakarta
Hariyati, S., Rosita, E. dan Elza. 2008, Pengujian Mikrobiologi Pangan. Jurnal Badan
Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 9:1-9.
Koswara, S. 2009, Pengolahan Daging, ebook pangan, Bogor.
Muslim, A. 2010, ‘Kasus Pengawet serta Permasalahan dalam Pengolahan
Pangan’, diakses pada 18 Oktober 2014, <http://proseduralatpengujian
snikualitaskadar.blogspot.com/2010/11/kasus-pengawetserta-permasalahan-
dalam.html.pdf>.
Poedjiadi, A. 1994, Dasar-Dasar Biokimia, Universitas Indonesia-Press, Jakarta.
Price, J. F., dan Schweigert, B. S. 1971. The Science Of Meat and Meat Products.
WH Freeman Company, Price, J. F., and Schweigert, B. S, San Francisco, USA
Puspitojati, E. 2012, Bahaya Penggunaan Formalin pada Makanan, diakses pada 18
Juli 2014, <stppyogyakarta.ac.id/wp-content/uploads/2013/03/mie-formalin.
pdf>.
Retnaningtyas, N. E., Purwani, E., dan Purwoko, T. 2009, Pemanfaatan Ekstrak Buah
Mengkudu (Morinda Citriforia L) Dan Daun Pandan (Pandanus Amaryllifolius
Roxb) Sebagai Pengawet Alami Daging Dan Ikan Segar, LPPM UNS, Semarang.
Ridwanto, I. 2003, ‘Kandungan Gizi dan Palatabilitas Sosis Daging Sapi dengan
Substitusi Tepung Tulang Rawan Ayam Pedaging sebagai Bahan Pengisi’,
Skripsi, SPt, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Saparinto, C. dan Hidayati, D. 2006, Bahan Tambahan Pangan, Kanisius, Yogyakarta.
Setiono. 1992, ‘Kualitas Fisik dan Komposisi Kimia Bakso Daging Sapi, Ayam, dan
Kombinasinya dengan Variasi Aras Sodium Tripolyphospat, Skim Milk, dan
Asam Askorbat’, Skripsi, SPt, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah
Mada,Yogyakarta.
Silalahi, J., Meliala, I. dan Panjaitan, L. 2010, Pemeriksaan Boraks di dalam Bakso di
Medan, Majalah Kedokteran Indonesia, 11 November 2010, hal 521-525.
Sugiyatmi, Sri. 2006, ‘Analisis Faktor-Faktor Risiko Pencemaran Bahan Toksik Boraks
Dan Pewarna Pada Makanan Jajanan Tradisional Yang dijual Di Pasar-Pasar
Kota Semarang’, Tesis, MSc., Fakultas Kesehatan Lingkungan, Universitas
Diponegoro, Semarang.
191
Pandie et al Jurnal Kajian Veteriner
192