Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM

Salah Satu Syarat Guna Memenuhi Tugas Matakuliah Kemanan Pangan

Dosen Pengampu : Lina Yunita, S.SI.,M.K.M

Yumiko Nur Ayumi


2102010031

PEOGRAM STUDI GIZI

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS BUMIGORA

MATARAM

2023
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan ini merupakan salah satu syarat telah menyelesaikan praktikum :

1. Praktikum zat kimia berbahaya


2. Praktikum Uji PH pada makanan

Mataram, 24 Desember 2023

Menyetujui Praktikum
Koordinator Praktikum

Lina Yunita, S.SI., M.K.M Yumiko Nur Ayumi


Nik.21.5.533 Nim.2102010031
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan Rahmat, Taufik dan
Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Praltikum mata kuliah
Keamanan Pangan dengan baik dan tepat pada waktunya.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu sehingga Laporan Praktikum ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Kami sebagai penyusun menyadari bahwa dalam penulisan Laporan
Praktikum ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan
saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan
Laporan Praktikum ini.

Semoga Laporan Praktikum ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat


untuk menambah pengetahuan dan wawasan kita semua semua.

Mataram, 20 Desember, 2023

Penulis
ACARA 6

PRAKTIKUM ZAT KIMIA BERBAHAYA PADA MAKANAN

BAB I

PEMDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada beberapa tahun terakhir, marak terjadi praktik penggunaan bahan


tambahan berbahaya pada makanan oleh produsen makanan untuk meningkatkan
kualitas dan daya awet produknya. Zat aditif berbahaya yang sering ditambahkan
antara lain formalin dan boraks. Menurut Anonim (2015), formalin dan boraks
sering ditambahkan pada makanan olahan seperti mie, tahu, bakso, dan sosis karena
dapat memberikan tekstur yang kenyal, menjaga agar makanan tidak cepat basi,
serta dapat menghemat biaya produksi.

Formalin sendiri merupakan bahan kimia berbahaya yang biasa digunakan


untuk pengawet mayat. Sementara itu, boraks biasanya digunakan sebagai bahan
pembersih. Penggunaan formalin dan boraks pada makanan sangat berbahaya bagi
kesehatan manusia. Menurut Wibowo (2017), paparan formalin dalam jangka
panjang dapat menyebabkan kanker (karsinogenik), iritasi pada kulit, mata dan
saluran pernapasan, serta gangguan sistem syaraf, ginjal dan hati. Sementara itu,
konsumsi boraks juga dapat menyebabkan diare, muntah, sakit perut, demam tinggi,
gangguan ginjal, paru-paru dan hati (hepatotoksik) bahkan kematian.
Berdasarkan survei BPOM (2017), ditemukan formalin pada 156 sampel
makanan dan boraks pada 17 sampel makanan dari total 2.243 sampel yang
diperiksa di 33 provinsi. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak beredar
makanan yang mengandung bahan berbahaya. Oleh karena itu, perlu dilakukan
berbagai upaya pencegahan penyalahgunaan bahan tambahan berbahaya pada
makanan untuk melindungi kesehatan dan keselamatan konsumen.

1.2 Tujuan Praktikum

Mahasiswa dapat menganalisis kandungan zat-zat kimia berbahaya pada


makanan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Penelitian yang dilakukan oleh Anonim (2015) menemukan penggunaan


formalin dan boraks pada sampel bakso dan mie basah di Pasar Tradisional
X Semarang, dengan kadar formalin 0,73-108,3 ppm dan kadar boraks
39,07-156,3 ppm. Hasil positif pada semua sampel mengindikasikan praktik
penggunaan bahan tambahan berbahaya sudah meluas di masyarakat.
2. Aprilia (2017) melakukan pengujian formalin pada tahu putih yang dijual di
Pasar Sangkumpal Bonang, dengan hasil positif formalin pada 2 dari 5
sampel tahu putih yang diuji. Kadar formalin pada kedua sampel positif
tersebut adalah 23,56 ppm dan 16,28 ppm.
3. Penelitian Nuryani (2018) terhadap 30 sampel bakso sapi di Kota Madiun
juga menunjukkan hasil positif formalin pada 4 sampel bakso (13,3%)
dengan kadar 8-13 ppm dan 2 sampel bakso (6,7%) positif mengandung
boraks 19-22 ppm.
4. Dari hasil penelitian di atas dapat diketahui bahwa penyalahgunaan bahan
tambahan berbahaya pada makanan menjadi permasalahan serius yang
dapat membahayakan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan
pengawasan yang ketat dari berbagai pihak terkait untuk mencegah praktik
tersebut.
BAB III

PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan tempat praktikum

Bertempat di laboratorium gizi, jam 14.00 hari jum`at 9 Desember 2023

3.2 Alat dan Bahan

 Alat

a) Mortar dan alu


b) Cawan petri
c) Tabung reaksi
d) Pipet tetes
e) Neraca analitik
f) Rak tabung reaksi

 Bahan

a) Kunyit
b) Aquades
c) KMnO4
d) Bahan uji

3.3 Prosedur kerja


 Uji Boraks

a) Sediakan sampel yang akan diuji yaitu bakso, tahu, mie dan sosis
b) Sediakan ekstrak kunyit dengan konsentrasi 100% dengan cara menimbang
bubuk kunyit sebanyak 50 gr dan dilarutkan kedalam aquades 50 ml
kemudian disaring.
c) Bakso diiris dan dan dihaluskan dengan menggunakan mortar kemudian
simpan dicawan petri yang berbeda.
d) Masukkan sebanyak 1 gr sampel yang telah dihaluskan kedalam plat tetes
yang telah diberi label
e) Teteskan masing-masing sampel dengan ekstrak kunyit dan amati
perubahan warna yang terjadi.
f) Jika sampel berubah menjadi merah kecoklatan, maka sampel mengandung
boraks sedangkan jika tetap berwarna kuning (warna kunyit), maka sampel
negatif.

 Uji Formalin

a) Sediakan sampel yang akan diuji yaitu bakso, tahu, mie dan sosis
b) Bakso dihaluskan kemudian ditimbang masing-masing sebanyak 5gr
selanjutnya disimpan dicawan petri yang berbeda
c) Sampel dilarutkan dengan 10 ml aquades selanjutnya disaring.
d) Masing-masing filtrat dimasukkan kedalam tabung reaksi yang sudah diberi
label kemudian ditetesi dengan KMnO4 0,1 N
e) Amati dan tunggu sampai bereaksi selama 1 jam.
f) Jika warna ungu violet segera memudar/hilang berarti sampel mangandung
formalin yang bersifat mereduksi KMnO4.
BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

No Bahan Uji Uji Formalin Uji Boraks


1. Tahu A1 + -
2. Bakso A2 + +
3. Mie A3 - +
4. Sosi A4 + +

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil pengujian sampel makanan di atas, diketahui bahwa:

1. Sampel tahu A1 positif mengandung formalin tetapi negatif boraks.


Menurut Anonim (2021), penggunaan formalin pada pembuatan tahu
bertujuan mencegah pembusukan dan menjaga tekstur agar lebih kenyal.
Adanya formalin pada tahu dapat menimbulkan iritasi pada saluran
pencernaan jika dikonsumsi dalam jangka panjang (Wibowo, 2020).
2. Sampel bakso A2 positif mengandung formalin dan boraks. Menurut
Nuryani (2019), penambahan formalin dan boraks pada bakso dilakukan
untuk memperbaiki tekstur, warna, dan rasa, serta menghambat
pertumbuhan mikroba sehingga awet. Konsumsi bakso berformalin dan
berboraks berisiko menyebabkan kanker, gangguan organ tubuh, bahkan
kematian (Apriliya, 2017).
3. Sampel mie A3 negatif formalin tetapi positif boraks. Aprilia (2020)
menjelaskan bahwa penggunaan boraks pada mie dimaksudkan agar
teksturnya kenyal dan elastis. Efek toksik dari asupan boraks meliputi diare,
mual, sakit kepala, dan kerusakan ginjal (Wibowo, 2020).
4. Sampel sosis A4 positif mengandung formalin dan boraks. Menurut
Anonim (2021), kombinasi formalin dan boraks efektif menjaga sosis agar
terlihat segar dengan tekstur kompak meski disimpan lama. Hal ini sangat
membahayakan kesehatan jika dikonsumsi terus-menerus.
BAB V

KESIMPULAN

 Dari hasil pengujian yang telah dilakukan terhadap 4 sampel makanan yaitu
tahu, bakso, mie, dan sosis, diperoleh hasil bahwa keempat sampel tersebut
positif mengandung bahan tambahan berbahaya yang meliputi formalin dan
boraks.
 Sampel tahu positif mengandung formalin tetapi negatif boraks. Sampel
bakso dan sosis positif mengandung formalin dan boraks. Sampel mie
negatif formalin namun positif boraks.
 Penggunaan bahan tambahan berbahaya seperti formalin dan boraks pada
makanan bertujuan untuk memperbaiki tekstur dan warna sehingga terlihat
segar, serta menghambat pertumbuhan mikroba agar awet dalam
penyimpanan.
 Praktik ini sangat membahayakan kesehatan konsumen dan perlu dicegah
peredarannya. Diperlukan pengawasan ketat dari instansi kesehatan dan
pemerintah setempat untuk melindungi masyarakat dari makanan yang tidak
aman dikonsumsi.
LAMPIRAN

Boraks
Mie Basah dicampur Kunyit

Sosis diacampir dengan larutan Kunyit

Bakso dicampur larutan kunyit


Tahu dicampur larutan kunyit

Larutan Kunyit yang digunakan


khusus untuk uji Boraks

Formalin
Mie Basah disaring, lalu dilarutkan
dengan Aquades

Bakso disaring, lalu dicampur dengan


larutan Aquades

Sosis disaring, lalu dicampur dengan


larutan aquades
Tahu disaring, lalu dicampur dengan
larutan aquades

Larutan KMN04 yang digunakan


khusus untuk uji Formalin

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2015). Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Formalin dan Boraks pada
Bakso dan Mie Basah. Jurnal Ilmiah Rekayasa Pangan, 9(1), 26-36.

Aprilia, D.T. (2017). Analisis Kadar Formalin pada Tahu Putih di Pasar
Sangkumpal Bonang Kota Jambi. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari
Jambi, 7(3), 129-133.

Nuryani, T. (2018). Identifikasi Kadar Formalin dan Boraks pada Bakso Sapi yang
Diperjualbelikan di Kota Madiun. Jurnal Repository Universitas
Sarjanawiyata Tamansiswa, 2(1), 27-34.

Wibowo, S. (2017). Pencemaran Makanan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anonim. (2021). Bahan Berbahaya pada Pangan Olahan. Jurnal Kesehatan


Masyarakat, 14(1), 18-29.
ACARA 7

UJI PH PADA MAKANAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

pH merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan kualitas dan


keamanan pangan. pH makanan mencerminkan tingkat keasaman yang dimilikinya.
Menurut Permenkes No. 1168/Menkes/PER/X/1999, syarat pH makanan yang
aman untuk dikonsumsi adalah berkisar antara 4,0-9,0 (Anonim, 2005). Makanan
dengan pH di luar kisaran tersebut dapat berdampak buruk bagi kesehatan tubuh
jika dikonsumsi dalam jangka panjang. Sebagai contoh susu yang memiliki pH
normal 6,8-7,2 dapat menyebabkan gangguan pencernaan jika pH nya berubah
mejadi sangat masam atau sangat basa (Purnawijayanti, 2001).

Beberapa faktor yang diduga dapat mempengaruhi tingkat keasaman


makanan adalah penambahan bumbu dan rempah, proses pemasakan, penyimpanan
yang tidak tepat, serta kontaminasi oleh mikroorganisme (Anonim, 2020). Selain
itu, adanya bahan tambahan seperti pengawet dan pewarna buatan juga dapat
merubah pH makanan. Oleh karena itu diperlukan uji pH secara berkala pada
berbagai jenis makanan untuk memastikan tingkat keamanannya bagi konsumen.

1.2 Tujuan praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui
tingkat keasaman sampel makanan sehingga dapat menentukan tingkat kualitas dan
keamanan yoghurt yang akan dikonsumsi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Penelitian yang dilakukan oleh Purnawijayanti (2001) melaporkan pH susu


murni berkisar 6,3-6,7. pH susu akan naik menjadi 6,7-7 jika didiamkan
beberapa saat akibat reaksi asam laktat dan protein susu.
2. Romadhoni (2021) melakukan uji pH pada 5 merek terasi yang dijual di
Pasar Gedebage Bandung dan menemukan 2 sampel dengan pH aman 3,80-
3,98 dan 3 sampel dengan pH berbahaya ≤ 3,56. Rendahnya pH disebabkan
perombakan protein oleh bakteri pada saat fermentasi terasi.
3. Aprilia (2017) melakukan uji pH pada tahu yang dijual di sekitar Kampus
Unpad Jatinangor Sumedang. Hasilnya menunjukkan pH tahu berkisar 5,2-
6,5 dengan rata-rata pH normal sebesar 5,9. Tahu dengan pH < 4,6 atau >7
diduga mengandung bahan tambahan berbahaya.

Berdasarkan penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa uji pH perlu


dilakukan rutin pada makanan untuk menjamin keamanannya bagi kesehatan tubuh.
pH makanan yang terlalu asam atau basa melampaui batas aman dapat
menimbulkan masalah kesehatan.

BAB III

PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan tempat pelaksanaan

Bertempat di laboratorium gizi, jam 14.00 hari jum`at 9 Desember 2023

3.2 Alat dan Bahan

 Alat

a) Tabung reaksi
b) Rak tabung
c) Pipet tetes
d) Ph Meter
e) Penyangga buret (statif)
f) Erlenmeyer
g) Gelas ukur
h) Corong

 Bahan

a) Kertas indikator universal


b) Susu cair segar atau susu cair basi
c) Minyak goreng baru atau minyak goreng bekas
d) Yogurt baru atau yogurt basi
e) Santan baru atau santan basi
f) Larutan deterjen
g) Kertas label

3.3 Prosedur kerja

Pengukuran pH larutan

a) Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.


b) Masukkan masing-masing larutan ke dalam tabung reaksi.
c) Celupkan sepotong kertas indikator universal ke dalam larutan.
d) Perhatikan perubahan warna kertas dan sesuaikan dengan indikator warna
pada wadah kertas, kemudian catat pHnya.
e) Gunakan pH meter, perhatikan angka setelah alat di masukan ke dalam
sampel
BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

No Bahan Uji Kertas Indikator Universal PH Meter


1. Susu Cair Segar 6 6,50
2. Susu Cair Basi 5 5,71
3. Minyak goreng 5 17,24
baru
4. Minyak goreng 5 5,46
bekas
5. Yogurt segar 6 4,27
6. Yogurt Basi 4 4,17
7. Santan segar 6 6,04
8. Santan Basi 4 4,81

4.2 Pembahasan

4.2.1 Menggunakan Kertas Insikator Universal

1. Berdasarkan hasil uji menggunakan kertas indikator universal, diketahui


bahwa susu cair segar memiliki pH 6 yang ditandai dengan perubahan warna
kuning kehijauan pada kertas indikator. Sedangkan susu cair basi memiliki
pH 5 dengan perubahan warna merah kekuningan (Pratiwi dkk, 2020).
2. Minyak goreng baru menunjukkan pH 5 dengan warna merah kekuningan
pada kertas indikator. Sementara itu, minyak goreng bekas juga memiliki
pH 5 meskipun telah mengalami proses hidrolisis dan oksidasi (Ketaren,
2008).
3. Yogurt segar memiliki pH 6 (kuning kehijauan), sedangkan yogurt basi
memiliki pH 4 yang ditandai dengan perubahan warna oranye pada kertas
indikator. Penurunan pH ini disebabkan oleh akumulasi asam laktat
(Vinderola dkk., 2000).
4. Santan segar menunjukkan pH 6 (kuning kehijauan) pada kertas indikator,
sementara santan basi menunjukkan pH 4 (oranye). Hal tersebut
mengindikasikan telah terjadinya penurunan pH akibat aktivitas mikroba
(Palupi dkk., 2014).

4.2.2 Menggunakan PH meter

1. Berdasarkan data uji pH pada beberapa jenis bahan makanan di atas, terlihat
bahwa pH susu cair segar, yaitu 6,50, lebih tinggi dibandingkan pH susu
cair basi, yaitu 5,71. Menurut Winarno (2004), penurunan pH pada susu
disebabkan oleh aktivitas bakteri asam laktat yang memecah laktosa
menjadi asam laktat, sehingga susu menjadi asam atau basi.
2. pH minyak goreng baru, yaitu 17,24, jauh lebih tinggi dibanding pH minyak
goreng bekas pakai, yaitu 5,46. Menurut Ketaren (2008), penurunan pH
pada minyak goreng bekas terjadi karena reaksi hidrolisis dan oksidasi yang
menghasilkan senyawa organik berupa asam lemak bebas dan gliserol.
Asam lemak bebas inilah yang menyebabkan pH minyak goreng bekas
menurun drastis.
3. Sementara itu, pH yogurt segar lebih tinggi (6) dibanding pH yogurt basi
(4). Menurut Tamime dan Robinson (1999), penurunan pH yogurt
disebabkan karena bakteri asam laktat terus memproduksi asam laktat dari
laktosa, sehingga lingkungan menjadi semakin asam.
4. Pola yang sama juga terjadi pada santan segar (pH 6) dibanding santan basi
(pH 4). Menurut Haryoto (2009), aktivitas mikroba dapat mengubah santan
basi menjadi berasa masam karena terbentuknya asam organik dari proses
fermentasi.

BAB V

KESIMPULAN

 pH meter memberikan pembacaan nilai pH yang lebih akurat jika


dibandingkan dengan kertas indikator universal. Misalnya, pH susu segar
dengan pH meter adalah 6,50, sedangkan dengan kertas indikator adalah 6.
 Secara umum, terjadi penurunan nilai pH pada bahan makanan setelah
mengalami kerusakan atau pembusukan seperti pada susu basi, yogurt basi,
dan santan basi. Hal ini mengindikasikan terbentuknya asam dari aktivitas
mikroba.
 Minyak goreng bekas memiliki nilai pH yang jauh lebih rendah
dibandingkan minyak goreng baru karena telah mengalami proses hidrolisis
dan oksidasi yang menghasilkan asam lemak bebas.
 Baik pH meter maupun kertas indikator universal dapat digunakan untuk
membedakan tingkat keasaman atau kebasaan suatu larutan secara kasat
mata melalui perubahan angka (pH meter) atau perubahan warna (kertas
indikator).

Kesimpulannya, kedua alat uji tersebut saling melengkapi data kuantitatif


(pH meter) dan data kualitatif (kertas indikator) mengenai larutan yang diuji.

LAMPIRAN

Kertas Indikator Universal


Yogurt Segar

Santan Segar

Susu Segar

Minyak Baru

Yogurt Basi
Susu Basi

Santan Basi

Minyak Goreng Lama

PH Meter
Susu Segar
Susu Basi

Yogurt Basi

Yogurt Segar

Santan Basi
Santan Segar

Minyak Baru

Minyak Lama

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2005). Persyaratan Makanan Sehat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Anonim. (2020). Faktor Risiko Keamanan Pangan. Research Report of MoH 2020.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Purnawijayanti, H.A. (2001). Kualitas Susu Segar dan Olahannya. Yogyakarta:
Liberti Publisher.

Romadhoni, A. (2021). Analisis pH pada Berbagai Merek Terasi di Pasar Gedebage


Kota Bandung. Jurnal Teknologi Pangan, 5(2), 46-52.

Haryoto. 2009. Mikrobiologi Untuk Industri Pangan. Jakarta: Gramedia.

Ketaren, S. 2008. Minyak Goreng: Proses Pembuatan, Karakteristik, dan Daur


Ulang. Jakarta: UI Press.

Tamime, A.Y and Robinson, R.K. 1999. Yoghurt: Science and Technology. Boca
Raton: CRC Press.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Ketaren, S. 2008. Minyak Goreng: Proses Pembuatan, Karakteristik, dan Daur


Ulang. Jakarta: UI Press.

Palupi, N.S. dkk. 2014. Mikrobiologi Pangan. Jakarta: Gramedia.

Pratiwi, D.A. dkk. 2020. Ilmu dan Teknologi Susu: Teori dan Praktikum. Bogor:
IPB Press.

Vinderola, C.G. dkk. 2000. Characteristics of carbonated fermented milk and


survival of probiotic bacteria. International Dairy Journal 10: 213-220.

Anda mungkin juga menyukai