Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN

ENVIRONMENTAL HEALTH LABORATORY

PENGAWET MAKANAN

OLEH :

INDRI LELYNA ANAMEVIA


191313251368

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN LINGKUNGAN

STIKES WIDYAGAMA HUSADA

MALANG

2021
Lembar persetujuan

Laporan

Environmental health laboratory

Pengawet Makanan

Disusun oleh :

INDRI LELYNA ANAMEVIA

NIM. 191313251369

Malang, Juni 2021

Menyetujui untuk diuji

Septia Dwi Cahyani, S.KL., M.KL.


NIDN
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia dalam kehidupan seharinya.

Sebagai kebutuhan dasar, makanan tersebut harus mengandung zat gizi

untuk dapat memenuhi fungsinya dan aman, bahan pengawet dan pewarna

tampaknya sudah tidak bisa dipisahkan dari berbagai jenis makanan dan

minuman olahan (Tahir dkk, 2019).

Menurut FAO (Food and Agriculture Organization) Bahan Tambahan Pangan

(BTP) adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan

dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan,

pengemasan, dan penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki

warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan

dan bukan merupakan bahan (Ingridient) utama. Pemakaian bahan

tambahan pangan di Indonesia diatur oleh Departemen Kesehatan,

sementara pengawasannya di lakukan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan

(Tahir dkk, 2019).

Dalam kehidupan sehari-hari BTP sudah digunakan secara umum oleh

masyarakat, termasuk dalam pembuatan pangan jajanan. Masih banyak

produsen pangan yang menggunakan bahan tambahan yang beracun atau

berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya tidak boleh digunakan dalam

pangan. Dengan kenyataan ini sebenarnya yang dirugikan tidak hanya

konsumen, melainkan juga para pedagang yang bersih, yaitu yang tidak

menambahkan bahan berbahaya untuk makanan yang mereka jual, karena

dengan berkembangnya isu yang ada maka dagangan mereka ikut tidak
laku seperti halnya barang dagangan, pedagang nakal yang menambahkan

bahan berbahaya dalam makanan yang mereka jual (Sartono, 2012)

Pemerintah sendiri telah mengeluarkan berbagai aturan yang diperlukan

untuk mengatur pemakaian BTP secara optimal. Adapun bahan kimia

berbahaya yang bukan ditujukan untuk makanan, justru ditambahkan

kedalam makanan adalah formalin, boraks, rhodamin B dan methanil yellow.

Diantara beberapa jenis bahan kimia berbahaya tersebut yang paling sering

digunakan secara bebas di masyarakat adalah formalin dan boraks

(Saputrayadi dkk, 2018).

Boraks atau natrium tetraborat biasanya digunakan untuk bahan pembuat

deterjen dan antiseptik. Makanan yang mengandung boraks apabila

dikonsumsi tidak memberikan efek buruk secara langsung, tetapi boraks

akan menumpuk sedikit demi sedikit karena diserap dalam tubuh konsumen

secara kumulatif (Rahman dkk, 2020). Sedangkan Formalin merupakan

bahan tambahan pangan kimia yang penggunaannya dilarang karena

berbahaya bagi kesehatan manusia. Hal tersebut karena formalin dapat

menyebabkan efek langsung pada kesehatan manusia seperti iritasi, alergi,

kemerahan, sakit dada, jantung berdebar, mata berair, pusing, mual,

muntah, sakit perut, dan diare (Sebayang dkk, 2020)

Untuk mengetahui suatu bahan pangan mengandung pengawet makanan

berbahaya (boraks & formalin) atau tidak perlu dilakukannya pemeriksaan.

1.2 Tujuan Praktikum

1. Mengetahui cara pemeriksaan kandungan pengawet makanan berbahaya

(boraks & formalin).

2. Menganalisa hasil pemeriksaan kandungan pengawet makanan

berbahaya (boraks & formalin).


3. Mengetahui kadar kandungan pengawet makanan berbahaya (boraks &

formalin) pada makanan.


BAB II

METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tanggal

a) Pengambilan sampel (Boraks)

1) Cilok

a. Hari/Tanggal : Senin, 07 Juni 2021

b. Jam : 21.30 WIB

c. Tempat : Rest area Karang Ploso

2) Krupuk

a. Hari/Tanggal : Minggu, 06 Juni 2021

b. Jam : 05.00 WIB

c. Tempat : Pamekasan

b) Pengambilan sampel (Formalin)

1) Tahu Putih

a. Hari/Tanggal : Selasa, 08 Juni 2021

b. Jam : 06.45 WIB

c. Tempat : Mojolangu

2) Gula Merah (Formalin)

a. Hari/Tanggal : Sabtu, 05 Juni 2021

b. Jam : 17.50 WIB

c. Tempat : Jalan Sudimoro

c) Pemeriksaan

a. Hari/Tanggal : Selasa, 08 Juni 2021

b. Jam : 10.00 - Selesai

c. Tempat : Laboratorium Kesehatan Lingkungan


d. Pemeriksa :

1. Chalimatul Khusna

2. Dichi Gunawan

3. Gilang Dewi Fauziah Hazainudin

4. Indri Lelyna AnaMevia

5. Sebastian Ruli

6. Silvia Meilani

2.2 Alat dan Bahan

2.2.1 Alat dan Bahan (Boraks)

a) Beaker glass

b) Gelas ukur

c) Tabung reaksi

d) Pipet

e) Mortar dan pestle

f) Rak tabung

g) Timbangan digital

h) Sampel uji

i) Aquades

j) Tisu

k) Alumunium foil

l) Handscoon

m) Boraks test

n) Colour chart boraks

2.2.2 Alat dan Bahan (Formalin)

a) Beaker glass

b) Gelas ukur
c) Tabung reaksi

d) Pipet

e) Mortar dan pestle

f) Rak tabung

g) Timbangan digital

h) Suntikan plastik

i) Komparator geser

j) Sampel uji

k) Aquades

l) Tisu

m) Alumunium foil

n) Handscoon

o) Reagen Fo-1 28ml

p) Reagen Fo-2 3 gram

q) Colour chart formalin

2.3 Preparasi Sampel (Boraks dan Formalin)

a) Menyiapkan sampel makanan yang akan di periksa kandungan

boraks dan formalinnya.

b) Memotong sampel menjadi bagian-bagian kecil (dicacah).

c) Menghaluskan sampel mengunakan mortar dan pestle.

2.4 Prosedur Praktikum

a) Boraks

1) Memasukkan sampel makanan 25 gram dan aquades 50 ml ke

dalam beaker glass dengan mengaduknya sampai larut.

2) Menunggu beberapa menit sampai laruran sampel

mengendap.
3) Mengambil bagian atas sampel yang sudah mengendap

sebanyak 5 ml dan dimasukkan kedalam tabung reaksi.

4) Menambahkan 3 tetes reagen dan diaduk sampai tercampur

5) Menyiapkan cucurmin paper, kemudian meneteskan sampel

pada permukaannya 1-2 tetes dan di angin-anginkan.

6) Membandingakannya dengan deret standart warna boraks.

7) Mencatat hasil pemeriksaan.

b) Formalin

1) Memasukkan sampel makanan 25 gram dan aquades 50

ml ke dalam beaker glass dengan mengaduknya sampai

larut.

2) Menunggu beberapa menit sampai larutan mengendap

3) Mengambil bagian atas sampel yang sudah mengendap

sebanyak 5 ml dan dimasukan kedalam tabung reaksi.

4) Menambahkan 5 tetes reagen Fo-1 kemudian di aduk.

5) Menambahkan 1 level microspoon hijau (peres) yang

terdapat pada tutup reagen Fo-2.

6) Meletakkan sampel uji ke dalam rak tabung dan di

diamkan selama 5 menit.

7) Membandingkan sampel uji dengan komparator geser

untuk mengetagui kadar formalinnya.

8) Mencatat hasil pemeriksaan.


BAB III

HASIL PRAKTIKUM

3.1 Data Hasil Pemeriksaan

Pemeriksaan kandungan pengawet makanan (Boraks & Formalin) pada

sampel yang telah di siapkan dilakukan:

Hari/Tanggal : Selasa, 08 Juni 2021

Jam : 10.00 - Selesai

Tempat : Laboratorium Kesehatan Lingkungan STIKES Widyagama Husada

Malang.

3.1.1 Tabel hasil pemeriksaan kandungan boraks pada makanan.

No Jenis Sampel Hasil Keterangan

Pengawet
1 Boraks Cilok Kandungan

boraks pada

sampel cilok

adalah 50 mg/l.
2 Boraks Krupuk Kandungan

boraks pada

sampel kerupuk

adalah 0 mg/l.

Pada tabel 3.1.1 hasil pemeriksaan kandungan boraks pada makanan cilok

dan kerupuk diketahui bahwa pada sampel makanan cilok mengandung

boraks dengan kadar 50 mg/l. Sedangkan pada kerupuk tidak menunjukan

adanya kandungan boraks dengan hasil pemeriksaan yang di dapatkan 0

mg/l.

3.1.2 Tabel hasil pemeriksaan kandungan formalin pada makanan.

No Jenis Sampel Hasil Keterangan


Pengawet
1 Formalin Tahu Kandungan
Putih formalin pada
sampel tahu putih
adalah 0,1 mg/l

2 Formalin Gula Kandungan


Merah formalin pada
sampel gula
merah adalah
0,25 mg/l.
Pada tabel 3.1.2 hasil pemeriksaan kandungan formalin pada makanan tahu

putih dan gula merah diketahui bahwa pada sampel makanan tahu putih

mengandung formalin dengan kadar 0,1 mg/l. Sedangkan pada sampel gula

merah mengandung formalin dengan kadar lebih tinggi dari tahu putih yaitu

0,25 mg/l.

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Analisa Prosedur

Praktikum pemeriksaan kandungan pengawet makanan berbahaya (Boraks

& Formalin) di laksanakan di Laboratorium Kesehatan Lingkungan STIKES

Widyagama Husada Malang mengunakan metode colorimetric. Metode

colorimetric yaitu suatu metode yang terjadi karena adanya perubahan

warna akibat adanya ion/senyawa (Satheshkumar dkk, 2014). Dimana

dengan 2 sampel makanan untuk pemeriksaan kandungan boraks yaitu

sampel makanan cilok dan sampel kerupuk. Sedangkan pada pemeriksaan

kandungan formalin mengunakan 2 sampel yaitu sampel makanan tahu

putih dan sampel gula merah. Boraks bersifat toksik bagi sel, berisiko

terhadap kesehatan manusia yang mengonsumsi makanan mengandung

boraks. Keracunan kronis akibat boraks karena absorpsi dalam waktu lama

(istiqoma dkk, 2016). Sedangkan Efek toksik formalin yang tinggi dan

bersifat karsinogenik maka Badan Pengawasan Obat Dan Makanan (BPOM)

melarang penambahan formalin dalam makanan (Sebayang dkk,2020)

Pada praktikum ini diawali dengan memotong masing-masing sampel

makanan menjadi bagian kecil-kecil. Kemudian menghaluskan mengunakan


mortar dan pestle. Sampel yang sudah dihaluskan di masukkan kedalam

beaker glass dengan takaran 25 gram dan di tambahkan aquades 50 ml.

Fungsi dari aquades disini adalah untuk melarutkan sampel agar terjadi

pengendapan dengan di biarkan selama beberapa menit. Pengendapan

merupakan salah satu metode pemisahan unsur-unsur logam yang terlarut

yang banyak digunakan. Pengendapan dilakukan dengan mengubah ion

logam yang akan dipisahkan menjadi suatu fasa baru yaitu dalam bentuk

padatan (endapan) (Kristyaka, 2018). Endapan di ambil 5 ml untuk dilakukan

proses pemeriksaan.

Pada pemeriksaan kandungan boraks endapan dalam tabung reaksi

masing-masing di beri 3 tetes reagen boraks dan di aduk sampai tercampur.

Pemeriksaan selanjutnya dilakukan dengan meneteskan sampel pada

permukaan curcumin paper 1 sampai 2 tetes kemudian di angin-anginkan.

Tahap terakhir pemeriksaan yaitu apabila ada warna yang muncul pada

curcumin paper yang telah di tetesi sampel maka sampel makanan yang

digunakan positif mengandung boraks. Hal ini bisa di simpulkan dengan

membandingkan curcumin paper dengan standar warna boraks yang

disediakan.

Sedangkan pada pemeriksaan formalin endapan dalam tabung reaksi

masing-masing di beri 5 tetes reagen Fo-1 dan di aduk hingga tercampur.

Dalam penambahan reagen ini posisi harus tegak lurus. Selanjutnya

menambahkan 1 level microspoon hijau (peres) yang ada pada tutup reagen

Fo-2. Berbeda dengan perlakuan pada pemeriksaan boraks, setelah

penambahan reagen pada pemeriksaan formalin ini maka sampel di

diamkan selama 5 menit kemudian dilanjutkan dengan memasukkan kedua

sampel pada komparator geser dan digeser sepanjang skala warna sampai

mendapatkan warna yang cocok dengan sampel.


4.2 Analisa Hasil

Praktikum pemeriksaan bahan pengawet makanan berbahaya (boraks &

formalin) pada 2 sampel untuk pemeriksaan boraks dan 2 sampel untuk

pemeriksaan formalin mendapatkan hasil yang berbeda setiap sampel

dimana sampel boraks pada makanan cilok mengandung 50mg/l boraks dan

makanan kerupuk yang tidak mengandung boraks dengan hasil 0mg/l.

Sedangkan pada sampel formalin pada makanan tahu putih mengandung

0,1 mg/l formalin lebih rendah dibandingkan dengan sampel makanan gula

merah yang mengandung 0,25mg/l formalin.

Boraks dan formalin adalah bahan kimia baik dalam bentuk tunggal maupun

campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup

secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat racun,

karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi (Heriyanti dkk,2019).

Formalin dalam makanan dapat menyebabkan iritasi di membran mukosa

serta bersifat racun. Formalin dapat menyebabkan pertumbuhan sel yang

tidak terkendali seperti menyebabkan kanker perut, kanker paru-paru, dan

pernafasan. Tikus yang terpapar formalin 6 sampai 15 ppm dapat

menyebabkan perkembangan karsinoma sel skuamosa di lubang hidung.

Selain itu, formalin dapat menyebabkan kerusakan pada mata, peradangan

pada lapisan mulut, dan saluran pencermaan, serta nekrosis mukosa di

saluran pencernaan (Goon & Munmun, 2014). Sedangkan sering

mengkonsumsi boraks dapat mengganggu gerak pencernaan usus, depresi,

kekacauan mental ,dan kelainan pada susunan saraf. Mengonsumsi boraks

pada makanan tidak langsung dapat berdampak buruk, yaitu boraks akan

tertimbun sedikit-sedikit dalam organ otak, hati dan testis. Boraks terserap

melalui pencernaan dan kulit. Boraks yang terserap tubuh dengan jumlah

kecil dikeluarkan dalam bentuk air kemih, tinja, dan sedikit melalui keringat.
Tak hanya mengganggu enzim-enzim metabolisme, namun borak juga

mengganggu alat reproduksi pria (Hastuti & Rusita, 2020).

Meskipun sebagian banyak orang sudah mengetahui terutama produsen

makanan bahwa zat ini berbahaya jika digunakan sebagai pengawet, namun

penggunaannya bukannya menurun namun malah semakin meningkat

dengan alasan harganya yang relatif murah dibandingkan dengan pengawet

yang tidak dilarang. Pemakaian boraks dan formalin oleh pedagang sebagai

bahan pengawet makanan dapat disebabkan karena kurangnya informasi

tentang bahaya pemakaiannya, tingkat kesadaran kesehatan masyarakat

yang masih rendah, harganya yang sangat murah dan lebih mudah untuk

diperoleh serta efektif digunakan sebagai pengawet walaupun hanya dalam

jumlah sedikit (Saputrayadi dkk, 2018).

Sampel-sampel yang digunakan merupakan makanan yang sering kita

jumpai atau malah sering kita makan. Oleh karena itu, sebagai konsumen

kita perlu waspada dengan adanya bahaya bahan-bahan pengawet yang

ada dalam makanan. Berikut merupakan ciri makanan jajanan yang

mengandung boraks dan formalin menurut (BPOM 2014 dalam Kholifah &

Utomo, 2018) :

1) Makanan mengandung boraks

a. Bakso : Teksturnya kenyal, dengan warna cenderung sedikit

putih dan rasanya sangat gurih.

b. Kerupuk : Teksturnya sangat renyah dan bisa menimbulkan

rasa getir.

2) Makanan mengandung formalin

a. Tidak rusak sampai 3 hari pada suhu kamar dan bertahan

lebih dari 15 hari pada suhu lemari es.

b. Bau menyengat dari formalin.


c. Mie basah tidak lengket dan tidak mudah putus.

d. Tahu memiliki tekstur sedikit keras, kenyal namun padat.

e. Ikan berformalin : Warna insang merah tua tidak cemerlang,

bukan merah segar, dan warna daging ikan putih bersih.

Tidak rusak sampai 3 hari pada suhu kamar.

f. Ikan asin berformalin : Bersih cerah dan tidak berbau khas

ikan asin. Tidak dihinggapi lalat di area berlalat, tidak rusak

sampai lebih dari 1 bulan pada suhu 250°C.

g. Bakso berformalin : Teksturnya sangat kenyal, tidak rusak

sampai 2 hari pada suhu kamar.

h. Ayam berformalin : Teksturnya kencang, tidak disukai lalat,

tidak rusak sampai 2 hari pada suhu kamar.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pemeriksaan bahan pengawet makanan berbahaya (boraks dan formalin)

mengunakan metode colometric dimana metode ini mengunakan perubahan

warna pada sampel yang telah diberi beberapa perlakuan. Hasil dari 2

sampel makanan pemeriksaan kandungan boraks menunjukkan adanya 1

sampel makanan yaitu cilok yang positif mengandung boraks dengan kadar

50mg/l. Sedangkan pada 2 sampel pemeriksaan formalin menunjukkan

kedua sampel positif mengandung formalin dengan kadar masing-masing

0,1mg/l untuk sampel tahu putih dan 0,25mg/l untuk sampel gula merah.

Adanya pedagang atau produsen yang masih memakai pengawet

berbahaya seperti formalin dan boraks dikarenakan kurangnya informasi

tentang bahaya pemakaiannya, tingkat kesadaran kesehatan masyarakat

yang masih rendah, harganya yang sangat murah dan lebih mudah untuk

diperoleh serta efektif digunakan sebagai pengawet walaupun hanya dalam

jumlah sedikit.

5.2 Saran

1. Sebagai konsumen kita harus lebih berhati-hati dalam memilih

jajanan di luar.

2. Bagi produsen harus lebih bijak dalam memilih bahan tambahan

pangan. Karena tindakan kita yang ceroboh dalam memilih bahan

tambahan pangan yang berbahaya akan merugikan orang lain.


DAFTAR PUSTAKA

Goon & Munmun. 2014. Fish Marketing Status with Formalin in Bangladesh.
International Journal of Public Health Science. 3(2):95-100.
Hastuti & Rusita. 2020. Deteksi Sederhana Boraks dan Formalin pada Makanan
Jajanan Anak dengan Bunga Terompet Ungu (Ruellia Tuberosa). Jurnal
Empathy. Vol 1(1) : 1-95.
Heriyanti dkk. 2019. Penguji Kandungan Boraks dan Formalin pada Makanan
dengan Menggunakan Simple Methods di Kelompok PKK km.13 pondok
Meja. Jurnal Karya Abdi Masyarakat. Vol 3(2) : 140-145.
Istiqoma dkk. 2016. Penambahan Boraks dalam Bakso dan Faktor Pendorong
Pengunaanya Bagi Pedagang Bakso di Kota Bengkulu. Jurnal Sain
Veteriner. Vol 34(1) : 1-8.

Kholifah & Utomo. 2018. Uji Boraks dan Formalin pada Jajanan di Sekitar
Universitas Yudharta Pasuruan. Jurnal Teknologi Pangan. Vol 9(1) : 10-
19.

Kristyaka, H, S, R. 2018. Optimasi Kondisi Proses Pengendapan Hidroksida


Logam-Logam Berat Kromium dan Nikel Secara Bertingkat Dalam Limbah
Cair Elektroplating. Jurnal Ilmiah Kanderang Tingang 9(2) : 150-165.

Rahman dkk. 2020. Analisis Of Borax in Ground Red Chilies in the Traditional
Markets of Jambi City. Jurnal Kimia dan Pendidikan. Vol 5(1) : 10-19.

Saputrayadi dkk. 2018. Analisis Kandungan Boraks dan Formalin pada Beberapa
Pedagang Bakso di Kota Mataram. Jurnal Argotek. Vol 5(2) : 107-116.

Sartono. 2012. Racun dan Keracunan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Satheshkumar dkk. 2014. Anion Induced Azo-Hydrazone Tautomerism for The


Selective Colorimetric Sensing of Fluoride Ion, Spectrochim. Acta, Part A,
128, 798-805.
Sebayang dkk. 2020. Pemberian Larutan Garam Terhadap Penurunan Kadar
Formalin Pada Tahu. Jurnal Keperawatan Silampari. Vol 3(2) : 587-596.

Tahir dkk. 2019. Identifikasi Pengawet dan Pewarna Berbahaya pada Bumbu
Giling yang di Perjual-Belikan di Pasar Daya Makassar. Jurnal Media
Laboran. Vol 9(1) : 21-28.
LAMPIRAN

Proses penghancuran dan penghalusan sampel

Mencampurkan sampel Proses Pengendapan Prengambilan sampel


Penambahan Reagen Pencampuran reagen

Pengambilan sampel untul di bandingkan Salah satu hasil

Anda mungkin juga menyukai