Anda di halaman 1dari 11

Bahan Tambahan Pangan Berbahaya

Dosen Penanggung Jawab

Linda Masniary Lubis STP., M. Si.

Oleh

Daniel Juliansen Sitorus (190305001)


Michael Paskah Joshua Ricardo (190305006)
Ghea Iga Adami (190305036)
ITP A

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Makanan merupakan kebutuhan pokok sehari–hari yang berperan
penting untuk kelangsungan hidup manusia. Aktivitas manusia akan
mengalami hambatan jika makanan yang dikonsumsi tidak cukup
dalam jumlah dan mutunya. Makanan dapat diperoleh dari tumbuhan
(nabati) dan hewan (hewani), dengan tujuan sebagai zat gizi bagi
tubuh yang dibutuhkan untuk mempertahankan hidup. Makanan juga
mempunyai peranan yang penting dalam kesehatan masyarakat, tetapi
adakalanya kesadaran masyarakat terhadap kualitas makanan terabaikan
karena beberapa faktor seperti daya beli yang masih rendah, atau
pemilihan dari produk makanan itu sendiri yang sering dikaitkan
dengan kandungan gizi dalam produk makanan.
Keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus ada pada
makanan yang akan dikonsumsi oleh setiap orang. Pangan yang berkualitas
dan aman dikonsumsi dapat berasal dari pasar tradisional maupun pasar
modern yang ada dikalangan masyarakat. Seiring dengan berkembangnya
ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi, makanan yang beredar di pasaran
semakin beragam. Untuk meningkatkan kualitas produk makanan agar dapat
bersaing dipasaran, maka perlu bahan tambahan pangan seperti pewarna,
pengawet, penyedap rasa dan aroma, antioksidan, pengental, dan pemanis.

Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dilakukannya percobaan pengujian bahan tambahan
pangan berbahaya adalah untuk mengetahui bahan tambahan pangan apa saja
yang tidak boleh digunakan, cara menganalisis keberadaan bahan tambahan
pangan tersebut, reaksi yang terjadi, serta dampak dari penggunaan bahan
tambahan pangan tersebut terhadap kesehatan.
TINJAUAN PUSTAKA

Keamanan pangan adalah hal yang harus diperhatikan karena dapat


berdampak pada kesehatan siapa saja, baik anak-anak maupun orang dewasa.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM), disepanjang tahun 2012 menunjukan angka insiden keracunan paling
tinggi sebesar 66,7% bila dibandingkan dengan penyebab lain seperti keracunan
obat dan kosmetik. Pencemaran kimia merupakan salah satu penyebab terjadinya
keracunan makanan. Umumnya cemaran kimia yang ditemukan dalam makanan
adalah kandungan bahan-bahan berbahaya seperti formalin, boraks, dan rhodamin
B. Bahan-bahan tersebut seharusnya tidak terdapat di dalam makanan karena
dapat membahayakan kesehatan. Alasan utama dari penggunaan bahan tambahan
pangan berbahaya tersebut adalah untuk menekan biaya produksi dan
memperpanjang masa simpan (Paratmanitya dan Aprilia, 2016).
Penggunaan formalin pada bahan makanan merupakan hal yang marak terjadi
di Indonesia dari dulu hingga sekarang. Formalin tidak hanya ditemukan dalam
produk yang beredar di pasar tradisional tetapi juga di beberapa pasar modern
(supermarket). Formalin digunakan sebagai zat yang berperan sebagai pengawet
makanan sehingga makanan lebih bertahan lama. Formalin yang dijual di pasar
umumnya mempunyai konsentrasi antara 37%-40% dan berfungsi sebagai
antibacterial agent sehingga mampu memperlambat aktivitas bakteri dalam
makanan yang mengandung protein. Formalin memiliki sifat antibakteri, tetapi
ketika masuk ke dalam tubuh akan bersifat mutagenik dan karsiogenik yang dapat
memicu timbulnya sel kanker dan cacatnya gen pada tubuh (Singgih, 2013).
Bahan tambahan makanan berbahaya lainnya adalah boraks (natrium
tetraborat deksahidrat) yang sedikit larut dalam air dingin dan sangat larut dalam
air panas. Boraks merupakan bahan kimia yang biasa digunakan sebagai pengawet
kayu, antiseptik kayu dan pengontrol kecoa. Boraks sering digunakan dalam
makanan sebagai bahan pengenyal, menambah kerenyahan makanan, serta
memperbaiki tekstur makanan. Penggunaan boraks dalam makanan dapat
berdampak sangat buruk pada kesehatan manusia. Boraks bersifat toksik dalam
sistem metabolisme tubuh karena akan terserap oleh darah dan tersimpan di dalam
hati. Sifat boraks yang sukar larut dalam air menjadikannya sebagai zat yang
bersifat kumulatif dan karsinogenik. Boraks yang terkonsumsi dapat
menyebabkan gangguan pada bayi, gangguan reproduksi, gangguan pada ginjal,
hati, dan testis, serta menimbulkan iritasi pada lambung. (Sajiman, dkk., 2015).
Rhodamin B merupakan zat pewarna yang berbentuk serbuk kristal berwarna
hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, dan mudah larut dalam larutan warna
merah terang berfluoresan serta biasa digunakan sebagai bahan pewarna tekstil
atau pakaian. Penambahan pewarna pada makanan biasanya bertujuan untuk
memperbaiki kualitas warna makanan sehingga makanan yang tadinya kurang
menarik menjadi lebih menarik. Akan tetapi, penggunaan pewarna yang tidak
semestinya dipakai dalam makanan sering kali terjadi, misalnya penggunaan
rhodamin B untuk tekstil dan kulit dipakai sebagai pewarna bahan makanan
(W, dkk., 2018).
BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah rak tabung
reaksi, pipet, propipet, pinset, pipet ukur, mortar, alu, stopwatch, sendok
penyu, komparator warna, dan gelas beaker. Adapun bahan yang digunakan
pada percobaan ini adalah aquades, bakso, cilok, kerupuk, kerupuk legendar,
tahu putih, ikan asin, ikan segar, mie telur, kue lapis singkong, kolang kaling,
arum manis, kerupuk suling, pereaksi boraks I dan II, reagen Fo-1 dan Fo-2,
serta pereaksi rhodamin B I, II, dan III.
Prosedur Percobaan
Adapun prosedur pengujian adanya bahan tambahan pangan berbahaya
pada makanan adalah sebagai berikut.
1. Prosedur Uji Boraks
- Sampel yang berbentuk padat dipotong terlebih dahulu hingga
ukurannya menjadi lebih kecil lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan aquades sebanyak 2-3 ml
- Sampel yang sudah diberi aquades kemudian ditambahkan pereaksi
boraks I sebanyak 10-20 tetes
- Setelah pereaksi ditambahkan, tabung reaksi dikocok selama beberapa
menit
- Setelah dilakukan pengocokan, diambil kertas perekasi boraks II dan
dicelupkan ujungnya ke dalam sampel
- Kertas perekasi boraks II diangin-anginkan kemudian dibiarkan
terkena cahaya matahari selama 10 menit
- Setelah 10 menit, diamati perubahan yang terjadi pada kertas pereaksi
boraks II
2. Prosedur Uji Formalin
- Sampel yang berbentuk padat dipotong terlebih dahulu hingga
ukurannya menjadi lebih kecil lalu ditambahkan aquades sebanyak 10-
15 ml kemudian dimasukkan ke dalam botol pereaksi
- Reagen Fo-1 dimasukkan sebanyak 5 tetes ke dalam botol pereaksi
lalu dihomogenkan
- Setelah homogen, ditambahkan reagen Fo-2 sebanyak 1 level
microspoon ke dalam sampel kemudian dihomogenkan lagi selama 1
menit dan di diamkan selama 5 menit
- Setelah 5 menit, bandingkan perubahan warna yang terjadi dengan
menggunakan komparator warna
3. Prosedur Uji Rhodamin B
- Sampel yang berbentuk padat dipotong terlebih dahulu hingga
ukurannya menjadi lebih kecil lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan aquades sebanyak 2-3 ml
- Pereaksi rhodamin B I ditambahkan ke dalam sampel sebanyak 10-20
tetes
- Ditambahkan pereaksi rhodamin B II sebanyak 5 tetes
- Ditambahkan pereaksi rhodamin B III sebanyak 10-20 tetes kemudian
dikocok dengan hati-hati dan diamati perubahan warna yang terjadi
pada sampel
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Adapun hasil pengamatan uji boraks pada berbagai sampel adalah
sebagai berikut.
No. Sampel Hasil
1 Bakso Negatif
2 Cilok Negatif
3 Kerupuk Positif
4 Kerupuk Legendar Positif

Adapun hasil pengamatan uji formalin pada berbagai sampel adalah


sebagai berikut.
No. Sampel Hasil
1 Tahu Putih Negatif
2 Ikan Asin Positif
3 Ikan Segar Positif
4 Mie Telur Negatif

Adapun hasil pengamatan uji rhodamin B pada berbagai sampel adalah


sebagai berikut.
No. Sampel Hasil
1 Kue Lapis Singkong Negatif
2 Kolang Kaling Positif
3 Arum Manis Positif
4 Kerupuk Suling Positif

Pembahasan
Berdasarkan video praktikum yang berjudul “Pengujian Borax,
Formalin, dan Rhodamin B pada Makanan (Praktikum HSM FKM UAD)”,
menunjukan hasil dimana pada uji boraks dengan sampel bakso, cilok,
kerupuk, dan kerupuk legendar didapati bahwa sampel kerupuk dan kerupuk
legendar positif boraks. Hal ini dapat diidentifikasi dari perubahan warna
yang terlihat pada kertas reaksi boraks II yang menunjukan warna kemerahan
atau merah pada sampel kerupuk dan kerupuk legendar. Boraks merupakan
zat pengawet yang banyak digunakan dalam industri pembuatan taksidermi,
insektarium dan herbarium, namun saat ini cenderung digunakan sebagai
bahan pengawet makanan. Menurut Falahudin, dkk (2016), penggunaan
boraks dalam makanan yang terkonsumsi dapat mengganggu daya kerja sel
dalam tubuh dan mengakibatkan penurunan aktivitas organ sehingga
penggunaan boraks sangat dilarang oleh pemerintah khususnya Departemen
Kesehatan sebab dampak negatif yang ditimbulkannya sangat besar.
Hasil pengujian formalin pada sampel tahu putih, ikan asin, ikan
segar, dan mie telur didapati bahwa ikan asin dan ikan segar positif formalin.
Hal ini dapat diindentifikasi dari perubahan warna yang menjadi merah tua
pada sampel ikan asin dan ikan segar yang dibandingkan dengan indikator
warna. Formalin merupakan zat berbahaya bagi tubuh dimana uap yang
terbentuk dari formalin dapat menimbulkan iritasi mata dan hidung, serta
gangguan saluran pernapasan. Menurut Kartini dan Mukti (2017), senyawa
formalin bereaksi cepat dengan asam amino sehingga menyebabkan protein
tubuh tidak dapat berfungsi. Formalin yang masuk ke tubuh manusia di
bawah ambang batas akan diurai dalam waktu 1,5 menit menjadi CO2.
Formalin yang masuk ke dalam tubuh tidak dapat dibuang melalui urine
sehingga mengakibatkan penumpukkan formalin (dengan konsentrasi tinggi)
pada ginjal dan dalam jangka panjang akan menimbulkan gangguan pada
ginjal. Jika kadar formalin dalam tubuh semakin tinggi, maka akan
menimbulkan kerusakan sel dan menyebabkan kanker.
Hasil pengujian rhodamin B pada sampel kue lapis singkong, kolang
kaling, arum manis, dan kerupuk suling didapati bahwa kolang kaling, arum
manis dan kerupuk suling positif rhodamin B. Hal ini dapat diidentifikasi dari
munculnya cincin ungu pada tabung reaksi yang berisi sampel kolang kaling,
arum manis dan kerupuk suling. Rhodamin B merupakan zat pewarna
berbentuk serbuk kristal berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau,
serta mudah larut dalam larutan warna merah terang berfluoresan dan
digunakan sebagai bahan pewarna tekstil, cat, ataupun kertas. Rhodamin B
dapat bersifat karsinogenik dan memacu pertumbuhan sel kanker jika
digunakan terus menerus. Menurut W, dkk (2018), sifat karsinogenik pada
rhodamin B disebabkan oleh unsur N+ dan Cl- yang bersifat sangat reaktif dan
berbahaya. Pengaruh negatif dari penggunaan rhodamin B bagi kesehatan
yaitu dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernapasan, kulit, mata, serta
saluran pencernaan dan penumpukannya dalam hati dapat menyebabkan
gangguan fungsi hati berupa kanker hati dan tumor hati.
KESIMPULAN

1. Boraks merupakan zat pengawet yang banyak digunakan dalam industri

pembuatan taksidermi, insektarium dan herbarium, namun saat ini cenderung

digunakan sebagai bahan pengawet makanan.

2. Formalin merupakan zat berbahaya bagi tubuh dimana uap yang terbentuk

dari formalin dapat menimbulkan iritasi mata dan hidung, serta gangguan

saluran pernapasan.

3. Rhodamin B merupakan zat pewarna berbentuk serbuk kristal berwarna hijau

atau ungu kemerahan, tidak berbau, serta mudah larut dalam larutan warna

merah terang berfluoresan dan digunakan sebagai bahan pewarna tekstil, cat,

ataupun kertas.
DAFTAR PUSTAKA

Falahudin I, Pane ER, Kurniati N. 2016. uji kandungan boraks pada pempek lenjer
yang dijual di Kelurahan Pahlawan. Jurnal Biota 2(2): 143-150.
Kartini W, Mukti BH. 2017. Uji kandungan rhodamin B dan formalin pada
jajanan anak di sekolah dasar Kota Banjarbaru. Dinamika Kesehatan:
Jurnal kebidanan dan Keperawatan. 8(1): 266-273.
Paratmanitya Y, Aprilia V. 2016. Kandungan bahan tambahan pangan berbahaya
pada makanan jajanan anak sekolah dasar di Kabupaten Bantul. Jurnal
Gizi dan Dietetik Indonesia. 4(1): 49-55.
Sajiman, Nurhamidi, Mahpolah. 2015. Kajian bahan berbahaya formalin, boraks,
rhodamin B dan methalyn yellow pada pangan jajanan anak sekolah di
Banjarbaru. Jurnal Skala Kesehatan. 6(1): 1-5.
Singgih H. 2013. Uji kandungan formalin pada ikan asin menggunakan sensor
warna dengan bantuan FMR (Formalin Main Reagent). Jurnal Eltek.
11(1): 55-70.
W ASL, Widayanti NP, Refi MAF. 2018. Identifikasi rhodamin B dalam saus
sambal yang beredar di pasar tradisional dan modern Kota Denpasar.
Jurnal Media Sains 2. 2(1): 8-13.
https://www.youtube.com/watch?v=yHvvRj5azI8&t=310s

Anda mungkin juga menyukai