Anda di halaman 1dari 11

PEMBUATAN TEPUNG UBI KAYU DAN TEPUNG TAPIOKA

Dosen Penanggung Jawab


Linda Masniary Lubis, S.TP., M.Si.

Oleh:

Stella Muthia Arfan 190305007


Nahdha Ulia Aima 190305012
Irene Taminta Tarigan 190305024
Verysya Salsabila Adeliesta 190305025
Panurirang Is Is Gabriel Hutabarat 190305027

ITP A

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Singkong atau ubi kayu (Manihot utilissima Pohl) merupakan komoditas
tanaman pangan potensial yang dibudidayakan secara luas di Indonesia Bahkan
Indonesia menduduki posisi ke empat sebagai negara produsen ubi kayu terbesar
di dunia. Ubi kayu mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai alternatif
sumber pangan pokok untuk mendukung program ketahanan pangan yang terdapat
dalam Undang-undang nomor 7 tahun 1996 tentang usaha mewujudkan
ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga, dalam jumlah yang cukup, mutu
dan gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap
individu.
Meskipun memiliki potensi yang besar, pemanfaatan ubi kayu sebagai
bahan pangan relatif terbatas. Upaya untuk memperluas penggunaan ubi kayu
sebagai bahan pangan, dapat dilakukan melalui pengolahan dalam bentuk tepung.
Dibandingkan dengan ubi kayu segar, ubi kayu dalam bentuk tepung memiliki
masa simpan yang lebih panjang dan aplikasi penggunaan yang lebih luas. Selain
itu karakteristik tepung ini mendekati terigu, tetapi kandungan kalori pada
singkong jauh lebih rendah Sehingga tepung berbahan dasar singkong ini
diharapkan mampu menggantikan tepung terigu dengan kandungan protein rendah
untuk berbagai jenis cake. Namun, sebagai bahan pangan, ubi kayu mempunyai
beberapa kekurangan diantaranya kandungan protein yang rendah, mempunyai
kandungan asam sianida (HCN) yang berbahaya bagi kesehatan, rasa pahit dan
aroma yang kurang menyenangkan.

Tujuan Praktikum
Praktikum yang berjudul pembuatan tepung ubi kayu dan tepung tapioka
ini bertujuan untuk mengetahui proses pembuatan tepung ubi kayu dan tepung
tapioka, mengetahui karakteristik meliputi rendemen dan sifat sensoris dari tepung
ubi kayu dan tepung tapioka, dan untuk mengetahui pengaruh pemarutan yang
berulang terhadap rendemen tepung tapioka.

1
TINJAUAN LITERATUR

Tanaman singkong (Manihot utilissima Pohl.) merupakan tanaman


pertanian jenis umbi-umbian di Indonesia. Tanaman ini sangat populer untuk
dimanfaatkan sebagai bahan pangan terutama bagian daun dan umbinya. Di
Indonesia, singkong menjadi tanaman ketiga sebagai sumber karbohidrat setelah
padi dan jagung karena menghasilkan kalori tersebesar yaitu 160 kkal per 100 g.
Sebagai sumber tanaman dengan kandungan pati yang tinggi, singkong
mempunyai proporsi 25% amilosa dan 75% amilopektin. Selain dikonsumsi
langsung sebagai bahan makanan pokok, singkong juga mengalami modifikasi
menjadi produk pangan maupun non-pangan seperti tepung mocaf, sumber
bioetanol, sirup glukosa, dan tepung pati (Akbar dan Febriani, 2019).
Berdasarkan sifat fisik dan kimia, singkong memiliki panjang dengan rata-
rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis singkong
yang ditanam. Berdasarkan umur panennya yakni singkong berumur pendek
(genjah) dan singkong berumur panjang. Singkong berumur pendek berarti usia
sejak mulai tanam sampai musim panen relatif lebih singkat yakni berumur antara
5-8 bulan. Sedangkan singkong yang berumur panjang dipanen pada umur 9-10
bulan. Selain itu singkong dapat dipanen pada saat pertumbuhan daun bawah
mulai berkurang dan warna daun mulai menguning (Feliana, 2014).
Pati tersusun dari amilopektin (poly-α-1,4-D-glukopiranosida dan α-1,6-D-
glukopiranosida dan amilosa (poly-α-1,4-D-glukopiranosida) yang terdiri dari dua
gugus fungsional yaitu gugus hidroksil (-OH) dan ikatan eter (C-O-C). Tingginya
kandungan amilopektin dalam pati singkong menyebabkan pati memiliki sifat
mirip amilopektin yaitu sangat jernih, tidak mudah menggumpal, memiliki daya
pemekat yang tinggi, tidak mudah pecah, dan suhu gelatinisasi rendah. Pati yang
berkualitas baik berwarna putih dengan kadar air 10-13.5%. Sedangkan kadar air
dari pati singkong utuh sebesar 9.32%. Kadar air pada pati menunjukkan
kandungan air dalam pati, semakin banyak air dalam pati menunjukkan semakin
sedikit padatan kering dalam pati. Apabila lebih dari 14% pati akan
terkontaminasi mikroorganisme sehingga menyebabkan bau dan off flavour pada
pati (Kawijia, dkk., 2017).
Proses pembuatan tapioka atau tepung pati singkong secara umum terdiri
atas pengupasan kulit, pencucian, pemarutan, pemerasan atau ekstraksi,
pengendapan, penggilingan atau penepungan. Beberapa faktor yang menentukan
kualitas pati singkong yaitu tepung tapioka yang baik berwarna putih, memiliki
kadar air rendah sehingga tepung harus dijemur sampai kering benar. Selain itu
tanaman singkong yang dijadikan bahan baku berumur kurang dari 1 tahun
karena serat dan zat kayunya masih sedikit dan zat patinya masih banyak dan
memiliki tingkat kekentalan yang baik agar daya rekat tapioka tetap tinggi. Untuk
ini hindari penggunaan air yang berlebih dalam proses produksi (Mustafa, 2015).
Selain diolah menjadi tepung tapioka, singkong dapat diolah menjadi
tepung ubi kayu dengan metode pengolahan kering. Tepung ubi kayu atau tepung
gaplek mempunyai kandungan nutrisi antara lain energi 3000 kcal per kg, protein
kasar 3,3%, lemak kasar 5,3%, phospor 0,17%, dan kalsium 0,57% Berdasarkan
SNI 1996 mengenai standar kualitas tepung gaplek, kadar air tepung gaplek yang
baik berada pada kisaran 13%, kadar protein minimal sebesar 1,2%, derajat putih
minimal 85%, dan kandungan pati minimal 70% (Hartati, dkk., 2017).
BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat


Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah ubi kayu
sebanyak 8 kg dan air secukupnya, sedangkan alat-alat yang digunakan adalah
pisau, parutan, baskom, nampan, ayakan, blender, dan timbangan.

Prosedur Praktikum
Adapun prosedur praktikum pembuatan tepung ubi kayu dan tepung
tapioka ialah sebagai berikut :
1. Pembuatan Tepung Ubi Kayu
- Ubi kayu dikupas lalu dicuci bersih, dimana selama pengupasan bahan
harus tetap terendam dalam air.
- Setelah ubi dicuci bersih dipotong-potong/diiris setipis mungkin.
- Bahan dikeringkan sampai benar-benar kering (cirinya dapat dipatahkan).
- Setelah kering. Diblender atau dihancurkan kemudian diayak, sisa ayakan
diblender kembali hingga yang tinggal ampasnya.

2. Pembuatan Tepung Tapioka


- Ubi kayu dikupas dan dicuci bersih.
- Ubi kayu diparut dan ditambahi air untuk memudahkan pemarutan. (hasil
parutan kemudian diblender sebanyak 1 kali dan 2 kali).
- Bubur ubi kayu ditambah air bersih sambil diremas dan diaduk-aduk .
- Bubur disaring dengan kain saring sehingga diperoleh filtrat berwarna
putih atau kuning dan keruh. Kegiatan ekstraksi ini diulang 2-3 kali
berturut-turut atau sampai cairan yang keluar menjadi jernih.
- Filtrat diendapkan selama 3-5 jam.
- Bagian bening dari filtrat dibuang dan pati yang terendap ditambahkan air
bersih (1:1) diaduk merata dan didiamkan selama 1 jam, selanjutnya cairan
bening dibuang dan perlakuan ini diulang 2-3 kali.
- Endapan pati dikeringkan.
- Pati yang telah dikeringkan dihaluskan.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Adapun hasil yang didapatkan dari pembuatan tepung ubi kayu dan tepung
tepaioka dengan variasi jumlah pemarutan menghasilkan rendema, warna, dan
aroma yang mirip. Hasil dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil pengamatan
Perlakuan
Keterangan Tepung Tepung Tapioka Tepung Tapioka Tepung Tapioka
Ubi Kayu (1 kali parutan) (2 kali parutan) (3 kali parutan)
Rendemen 27% 12,5% 6,5% 8%
(%)
Warna Putih Putih cerah Putih cerah Putih
Tekstur Halus Halus Halus Halus
Aroma Khas ubi Khas ubi kayu Khas ubi kayu Khas ubi kayu
kayu

Gambar 2. Tepung Tapioka 1


Gambar 1. Tepung Ubi Kayu kali parutan

Gambar 3. Tepung Tapioka 2 Gambar 4. Tepung Tapioka 3


kali parutan kali parutan
Pembahasan
Praktikum pembuatan tepung ubi kayu dan tepung tapioka menggunakan
bahan utama berupa ubi kayu. Ubi kayu yang digunakan dalam setiap perlakuan
memiliki jumlah yang sama, yaitu sebanyak 2 kg. Pembuatan tepung ubi kayu
diawali dengan membersihkan ubi kayu terlebih dahulu, kemudian dicuci dan
dikupas kulitnya. Setelah proses pencucian dan pengupasan kulit, pembuatan
tepung ubi kayu dilanjutkan dengan proses pengecilan ukuran ubi kayu yang
dilakukan dengan cara dipotong atau diiris tipis. Ubi kayu yang diiris atau
dipotong tipis bertujuan untuk mempermudah proses pengeringan. Ubi kayu yang
dikeringkan harus menjadi benar-benar kering. Hal ini ditandai dengan mudahnya
ubi kayu untuk dipatahkan. Setelah benar-benar kering maka dapat dilakukan
proses penghalusan menggunakan blender hingga ubi kayu benar-benar halus.
Proses pembuatan tepung ubi kayu berbeda dengan proses pembuatan
tepung tapioka. Ubi kayu hanya diiris atau dipotong tipis-tipis pada pembuatan
tepung ubi kayu, sedangkan pada pembuatan tepung tapioka, ubi kayu harus
diparut dan diblender terlebih dahulu, kemudian disaring untuk memperoleh pati.
Pembuatan tepung tapioka menggunakan tiga jenis perlakuan yang berbeda pada
proses pemarutannya. Perlakuan pertama yaitu pemarutan ubi sebanyak satu kali
setelah pencucian. Perlakuan kedua yaitu pemarutan ubi sebanyak satu kali
kemudian dilanjutkan dengan diblender satu kali. Perlakuan ketiga yaitu
pemarutan ubi sebanyak satu kali dan dilanjutkan dengan diblender dua kali.
Selanjutnya, bubur ubi ditambahkan air sambil diremas dan diaduk. Bubur ubi
kemudian dapat disaring menggunakan kain saring hingga didapatkan filtrat yang
berwarna putih atau kuning dan keruh. Proses ekstraksi ini dapat dilakukan hingga
2-3 kali sampai menghasilkan warna yang jernih. Filtrat ini kemudian diendapkan
selama 3-5 jam. Setelah diendapkan selama beberapa jam, bagian bening fitrat
lalu dibuang. Pati yang terendap ditambahkan air bersih sebanyak 1:1 dan diaduk
merata, kemudian didiamkan lagi selama 1 jam. Proses ini dilakukan hingga 2-3
kali. Selanjutnya, hasil dari endapan dijemur untuk dikeringkan. Pati yang telah
benar-benar kering lalu dihaluskan dan menjadi tepung tapioka.
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, didapatkan hasil berupa
tepung ubi kayu yang memiliki rendemen, tekstur, warna, serta aroma yang cukup
baik. Hasil rendemen tepung ubi kayu yang diperoleh adalah sebesar 27%. Hasil
rendemen tersebut didapatkan dengan perbandingan berat hasil tepung ubi kayu
dengan berat awal ubi kayu. Berat awal ubi kayu adalah 2 kg, dan hasil tepung ubi
kayu yang didapatkan adalah sebesar 540 gram. Hasil organoleptik dari tepung
ubi kayu sangat baik. Warna, aroma, dan tekstur tepung dari hasil percobaan
mirip dengan tepung ubi kayu yang ada di pasaran, yaitu berwarna putih cerah,
bertekstur halus, dan beraroma khas ubi kayu tanpa adanya bau asam. Menurut
Ardianto, dkk., (2017), hasil organoleptik tepung ubi kayu yang baik didapatkan
dari proses pemilihan bahan baku dan proses pengeringan yang telah maksimal.
Tepung yang masih kurang kering umumnya akan mengeluarkan bau tidak sedap.
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, didapatkan tepung
tapioka dengan rendemen yang berbeda, namun uji organoleptik yang dilakukan
dari ketiga perlakuan tersebut memperoleh hasil yang sama. Pembuatan tepung
tapioka ini dilakukan dengan variasi pada proses penghalusannya dimana
dilakukan 1, 2, dan 3 kali penghalusan. Hasil rendemen pada perlakuan satu
sebesar 12,5%, pada perlakuan dua didapatkan hasil sebesar 8%, dan perlakuan
tiga didapatkan hasil sebesar 6,5%. Perbedaan hasil rendemen ini terjadi karena
perbedaan proses ekstraksi yang dilakukan. Perlakuan satu dilakukan ektraksi
hingga 4 kali pengulangan, sedangkan perlakuan dua dan tiga dilakukan ekstraksi
sebanyak 3 kali. Uji organoleptik ketiga perlakuan dalam pembuatan tepung
tapioka memiliki hasil yang sama yaitu warna putih, tekstur halus seperti tepung
pada umumnya, dan aroma khas ubi kayu tanpa adanya bau kurang sedap.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara rendemen
tepung ubi kayu dan rendemen tepung tapioka. Hal ini dapat disebabkan proses
pengolahan yang berbeda pula, terutama karena pelaksanaan dilakukan oleh orang
yang berbeda, sehingga rentan terjadi human error selama pembuatan tepung,
Perbedaan kualitas bahan yang digunakan untuk pembuatan juga mempengaruhi
hasil akhir tepung. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mustafa (2015), bahwa tinggi
rendahnya rendemen tepung yang dihasilkan ditentukan oleh bahan baku yang
digunakan. Faktor pengolahan juga sangat memberikan pengaruh yang besar pada
rendemen yang dihasilkan, misalnya sel pati yang tidak terekstraksi dengan
sempurna akibat proses pembuatan yang kurang tepat dan tidak optimal.
KESIMPULAN

1. Percobaan pembuatan tepung ubi kayu menunjukkan bahwa ubi kayu dapat
diolah menjadi tepung dengan menghasilkan rendemen sebesar 27% dan hasil
organoleptik yang baik, yaitu warna putih cerah, tekstur halus, serta aroma
khas ubi kayu.
2. Percobaan pembuatan tepung tapioka menunjukkan bahwa ubi kayu yang
diolah lebih lanjut dengan proses penghalusan dan proses ekstraksi yang
berbeda dapat menghasilkan tepung tapioka dengan rendemen yang berbeda
pula, yaitu sebesar 12,5%, 8%, 6,5%, serta hasil organoleptik berupa warna
yang putih, tekstur halus, dan aroma khas ubi kayu.
3. Perbedaan hasil rendemen antara tepung ubi kayu dan tepung tapioka
disebabkan oleh faktor proses pengolahan yang berbeda maupun kualitas bahan
yang digunakan, sedangkan perbedaan hasil rendemen antara ketiga perlakuan
tepung tapioka disebabkan oleh proses ekstraksi yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA

Akbar AK, Febriani AK. Uji kompresibilitas granul pati singkong dengan metode
granulasi basah. Journal of Pharmacy UMUS. 1(1): 7-11.
Ardianto, Jamaluddin, Wijaya M. 2015. Perubahan kadar air ubi kayu selama
pengeringan menggunakan pengering kabinet. Jurnal Pendidikan
Teknologi Pertanian. 3(2017): S112-S116.
Feliana F. 2014. Kandungan gizi dua jenis varietas singkong (Manihot esculenta)
berdasarkan umur panen di desa siney kecamatan tinombo selatan
kabupaten parigi moutong. Jurnal E-Jipbiol. 2(3): 1-14.
Hartati L, Syamsunihar A, Wijaya KA. 2017. Kajian agronomis dan kualitas
tepung berbahan ubi kayu lokal. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. 3(2):
247-255.
Kawijia, Atmaka W, Lestariana S. 2017. Studi karakteristik pati singkong utuh
berbasis edible film dengan modifikasi cross-linking asam sitrat. Jurnal
Teknologi Pertanian. 18(2): 143-152.
Mustafa, A. 2015. Analisis proses pembuatan pati ubi kayu (tapioka) berbasis
neraca massa. Agrointek. 9(2): 127-134.
LAMPIRAN

1. Proses pembuatan tepung ubi kayu

2. Proses pembuatan tepung tapioka

Anda mungkin juga menyukai