Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PANGAN

“MIE BASAH”

Dosen Pembimbing : 1. Zulfiana Dewi, SKM,. MP

2. Rahmani, STP,. MP

3. Ir. Hj. Ermina Syainah, MP

Disusun oleh :

Mardha Khairina

NIM : P07131118137

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia


Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Banjarmasin
Program Diploma III Jurusan Gizi
2019/2020
Praktikum : Teknologi Pangan

Pertemuan : 4 (Empat)

Judul Praktikum : Pembuatan Abon

Hasil / Tanggal : Rabu, 04 SSeptember 2019

Tempat : Lab ITP / Ilmu pangan Dasar

Dosen Pembimbing : 1. Zulfiana Dewi, SKM,. MP

2. Rahmani, STP,. MP

3. Ir. Hj. Ermina Syainah, MP

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia


Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Banjarmasin
Program Diploma III Jurusan Gizi
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mie menjadi salah satu makanan yang digemari oleh masyarakat sebagai pengganti
beras. Mie basah merupakan makanan yang digemari oleh masyarakat, karena rasanya yang
enak dan praktis. Mie yang beredar di pasaran dikenal beberapa jenis yaitu mie basah dan
mie kering. Mie kering merupakan mie yang berbentuk kering dengan kadar air yang
rendah sehingga lebih awet dibandingkan dengan mie mentah dan mie basah. Sedangkan
mie basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan dan memiliki kadar air yang
tinggi mencapai 52% sehingga memiliki daya tahan yang singkat. Mie basah merupakan
salah satu jenis mie yang dikenal luas oleh masyarakat dan sebagian besar diproduksi oleh
industri rumah tangga kecil dan menengah. Rasanya yang hambar membuat bahan
makanan ini dapat diolah dengan bumbu yang sesuai dengan selera. Biasanya dibuat dari
adonan terigu, air, garam, dan minyak(Widianingsih dan Murtini, 2006).
Mie merupakan salah satu produk yang banyak digemari oleh masyarakat
Indonesia. Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan mie adalah tepung terigu.
Sedangkan Indonesia tidak bisa memproduksi sendiri gandum sebagai penghasil tepung
terigu, karena iklim yang kurang cocok. Pada saat ini pola kehidupan masyarakat semakin
modern. Banyak masyarakat yang beralih untuk memilih makanan cepat saji yaitu salah
satunya adalah mie. Mie merupakan produk makanan yang dibuat dari tepung gandum atau
tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan
yang diizinkan, berbentuk khas mie yang tidak dikeringkan (Dewan Standarisasi Nasional,
1992).
Berbagai keunggulan yang dimiliki mie terutama dalam hal rasa, yang memiliki
berbagai macam pilihan, tekstur dan kenampakan yang menarik, harga terjangkau, praktis
dalam pengolahannya, serta memiliki kandungan gizi yang cukup baik (Ritantiyah, 2010).
Mampu membuat masyarakat banyak beralih pada mie sebagai pengganti nasi untuk
konsumsi setiap harinya.

Sifat khas mie adalah elastis dan kukuh dengan lapisan permukaan yang tidak
lembek dan tidak lengket. Tahapan proses pembuatan mie secara garis besar berupa
pencampuran (mixing), pengadukan, pemotongan dan pemasakan (Oh et al, 1983).
Praktikum kali ini akan membahas cara pembuatan mie basah yang baik dan
benar agar menghasilkan produk mie basah yang berkualitas, pada praktikum kali ini juga
akan mengukur elongasi mie basah yang telah dibuat.

1.2 Tujuan Praktikum


 Membuat mie basah
 Mengukur elongasi mie basah
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Mie
Mie merupakan bahan pangan yang berbentuk pilinan memanjang dengan diameter 0,07-
0,125 inchi yang dibuat dengan bahan baku terigu atau tanpa tambahan kuning telur (Beans et
al, 1974).
Mie basah adalah mie mentah yang sebelum dipasarkan mengalami perebusan dalam air
mendidih terlebih dahulu. Pembuatan mie basah secara tradisional dapat dilakukan dengan
bahan utama tepung terigu dan bahan pembantu seperti air, telur dan pewarna (Anonimf, 2005).
Mie basah dibedakan dengan mie jenis lain berdasarkan kadar air dan tingkat pemasakan
awalnya. Mie mentah yang belum direbus mengandung air sekitar 35 %, mie basah (mie
mentah yang direbus) mengandung air sekitar 52 %, mie kering (mie mentah yang dikeringkan)
sekitar 10 %, mie instan (mie mentah yang dikukus kemudian digoreng) sekitar 8 %, sedangkan
mie goreng (mie mentah yang digoreng) mengandung lipid sekitar 20 % (Krunger et al, 1996).
Mie basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan
dan sebelum dipasarkan. Kadara airnya dapat mencapai 52% sehingga daya tahan simpannya
relatif singkat (40 jam pada suhu kamar). Di Indonesia, mie basah dikenal sebagai mie kuning
atu mie bakso. Mie basah umumya dikemas dengan platik polipropilen (PP) atau polietilen
(PE). Polipropilen memiliki sifat kaku , kuat, ringan , daya tembus uap air rendah, tahan
tehadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan mengkilap. Oleh karena itu pengemasan dengan
menggunakan polipropilen diharapkan mampu menjaga kestabilan uap air produk lebih baik
dari paa pengemas dari bahan polietilen. (Made Astawan, 1999).
Sifat khas mie adalah elastis dan kukuh dengan lapisan permukaan yang tidak lembek
dan tidak lengket. Tahapan proses pembuatan mie secara garis besar berupa pencampuran
(mixing), pengadukan, pemotongan dan pemasakan (Oh et al, 1983).
Faktor yang harus diperhatikan dalam membuat adonan dalam pembuatan mie yang baik
adalah, jumlah air yang ditambahakan, lama pengadukan, dan suhunya. Pada awal
pencampuran terdapat pemecahan lapisan tipis air dan tepung. Semakin lama semua bagian
tepung terbasahi, oleh air dan menjadi gumpalan-gumpalan adonan. Adonan air tersebut juga
merupakan serat-serta gluten tertarik, disusun bersilang dan terbungkus dalam pati, sehingga
adonan menjadi lunak, harus serta elastis (Sunaryo,1985).
Karakteristik Mie
Mie merupakan salah satu jenis makanan yang paling populer di Asia khususnya Asia
Timur dan Asia Tenggara. Menurut legenda, mie pertama kali dibuat dan diproduksi oleh Cina
kira-kira 2000 tahun yang lalu di bawah kekuasaan dinasti Han. Dari Cina, mie berkembang
dan menyebar ke Jepang, Korea, Taiwan, Indochina dan Asia Tenggara, bahkan meluas ke
seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat dan daratan Eropa (Kuntaraf, 1984). Mie yang
pertama kali ditemukan oleh bangsa China berbahan baku beras dan tepung kacang-kacangan
(Puspasari, 2007).
Menurut Standar Industri Indonesia (SII 2046-90) yang dimaksud dengan mie merupakan
produk makanan yang dibuat dari tepung gandum atau tepung terigu dengan atau tanpa
penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan yang diizinkan, berbentuk khas mie
yang tidak dikeringkan.
Mie merupakan salah satu produk yang banyak disukai oleh semua kalangan masyarakat.
Mie yang disukai masyarakat Indonesia adalah mie dengan warna kuning, bentuk khas mie
yaitu berupa pilinan panjang yang dapat mengembang sampai batas tertentu dan lenting serta
ketika direbus tidak banyak padatan yang hilang (Setianingrum dan Marsono, 1999). Pada
pembuatan mie, tepung terigu dijadikan adonan tanpa fermentasi oleh ragi, dilebarkan menjadi
lembaran tipis, kemudian diiris panjang-panjang dan dikeringkan. Saat ini pengerjaan
pengirisan ini sudah dilakukan dengan menggunakan alat (Soediatama, 1993).
Dalam ilmu pangan, mie dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu mie segar atau mie
mentah, mie basah, mie kering, mie goreng dan mie instan. Beberapa jenis mie diatas, saat ini
telah dikonsumsi sebagai salah satu alternatif pengganti nasi. Hal ini tentu menguntungkan
ditinjau dari sudut penganekaragaman bahan pangan. Dengan menganekaragamkan konsumsi
bahan pangan, kita dapat terhindar dari ketergantungan pada suatu bahan pangan terpopuler
saat ini, yaitu beras (Astawan, 2004).
Standar mutu dalam mie dalam dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Standar Mutu Mie
Komposisi Zat Gizi yang terkandung Kriteria

Air Maksimal

Lemak Maksimal

Protein Maksimal
Karbohidrat Maksimal

Abu Maksimal

Serat kasar Maksimal

Kalori/100 gr Minimal

Bau dan rasa Normal tidak tengik

Warna Normal

Sumber: Standar Mutu Mie Departement Perindustrian RI, 2001

Jenis-Jenis Mie

Mie diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, diantaranya ukuran diameter produk,


bahan baku, cara pengolahan, dan karakteristik produk akhirnya. Berdasarkan bahan bakunya,
terdapat dua macam mie, yaitu mie yang bahan bakunya berasal dari tepung terutama tepung
terigu dan mie transparan (transparence noodle) dari bahan baku pati, misalnya soun dan bihun
(Puspasari, 2007).

Menurut (Astawan, 2006), berdasarkan kadar airnya serta tahap pengolahannya, mie dapat
dibagi menjadi 5 golongan, yaitu:

1. Mie mentah atau segar, dibuat langsung dari proses pemotongan lembaran adonan dengan
kadar air 35%. Penyimpanan dalam refrigerator dapat mempertahankan kesegaran mie ini
hingga 50-60 jam. Umunya digunakan untu bahan baku mie ayam.
2. Mie basah adalah mie mentah yang sebelum dipasarkan mengalami penggodokan dalam air
mendidih lebih dahulu dengan kadar air 52% sehingga daya tahan simpannya relatif singkat
(40 jam pada suhu kamar).
3. Mie kering adalah mie mentah yang langsung dikeringkan dengan kadar air 10%. Biasanya
jenis mie telor dan mie instan.
4. Mie goreng adalah mie mentah yang sebelum dipasarkan terlebih dahulu di goreng.
5. Mie instan atau mie siap hidang adalah mie mentah yang telah mengalami pengukusan dan
dikeringkan sehingga menjadi mie instan kering atau digoreng sehingga menjadi mie instan
goreng.
Bahan dasar pembuatan mie
Menurut Astawan (2006) Proses pembuatan mie memerlukan berbagai bahan-bahan dasar
yang wajib dimuat dalam pembuatan mie bahan-bahan tersebut bertujuan untuk antara lain
untuk menambah volume, memperbaiki mutu ataupun citrasa serta warna. Bahan-bahan yang
digunakan dalam pembuatan mie basah antara lain:
1. Tepung terigu
Tepung terigu diperoleh dari tepung gandum yang digiling. Gandum termasuk dalam
genus Triticum, tribe Hordea dan famili Graminae Species ada tiga grup yaitu diploid (n=7),
tetraploid (n=14) dan hexaploid (n=21). Gandum T aestivum L (common wheat) adalah
hexagonal mempunyai 3 genome, T compactum Host (club wheat) adalah tetraploid, dan
T.durum (durum wheat) diploid. Selain klasifikasi secara botani juga ada klasifikasi
berdasarkan sifat agronomi, tekstur dan warna biji. Hard wheat kandungan proteinnya 11-
17 % cocok untuk pembuatan roti, dan soft wheat kandungan proteinnya 6-11 %, dan
gluten yang lemah (weak gluten) sehingga cocok untuk pembuatan cake, cookies, biskuit.
Gandum durum cocok untuk pembuatan makaroni, spageti, dan lainnya hasil bentuk pasta
(Azwar et all, 1988).
Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mie. Tepung terigu diperoleh dari
biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Keistimewaan terigu diantara serealia lainnya
adalah kemampuannya membentuk gluten pada saat terigu dibasahi dengan air. Sifat elastis
gluten pada adonan mie menyebabkan mie yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses
pencetakan dan pemasakan. Pembuatan mie basah secara garis besar meliputi pencampuran
bahan, pengulenan adonan, pembentukan lembaran, pembentukan mie, perebusan dan
pendinginan. Sedangkan formulasi bahannya meliputi tepung terigu, tepung tapioka, air,
garam, soda abu dan minyak goreng (Astawan, 1999).
Tepung terigu memiliki kandungan pati sebesar 65-70%, protein 8-13%, lemak 0,8-1,5
%, serta abu dan air masing-masing 0,3-0,6 % dan 13-15,5 % (Kent Jones dan Amas, 1967).
Diantara komponen tersebut yang erat kaitannya dengan sifat khas mie adalah proteinnya
yaitu prolamin (gliadin) dan glutenin yang digolongkan sebagai protein pembentuk gluten
(Kent, 1967).
Tepung Cakra Kembar dari Bogasari terbuat dari 100% gandum jenis hard wheat,
sehingga kandungan proteinnya tinggi. Tepung ini sangat cocok untuk membuat berbagai
jenis roti. Mulai dari roti tawar, roti manis, roti Perancis (baquette), dan roti yang
membutuhkan proses peragian.. Selain roti, Cakra Kembar juga pas dijadikan bahan baku
mie berkualitas tinggi dengan rasa yang lezat. Tepung Kereta Kencana Emas dibuat dari
100% gandum hard wheat pilihan, disertai dengan pengawasan mutu yang ekstra ketat
untuk menjamin kekonsistenan kualitasnya. Kereta Kencana Emas, tepung terigu dengan
kandungan protein tinggi, menghasilkan roti dengan volume yang lebih besar, sedangkan
kadar abunya rendah membuat warna crumb roti lebih putih. Selain itu tepung ini juga cocok
untuk membuat mie yang mempunyai sifat kenyal dan tidak mudah putus (Anonim, 2007).
Gluten adalah campuran amorf (bentuk tak beraturan) dari protein yang terkandung
bersama pati dalam endosperma (dan juga tepung yang dibuat darinya) beberapa serealia,
terutama gandum, gandum hitam, dan jelai. Dari ketiganya, gandumlah yang paling tinggi
kandungan glutennya. Kandungan gluten dapat mencapai 80% dari total protein dalam
tepung, dan terdiri dari protein gliadin dan glutenin. Gluten membuat adonan kenyal dan
dapat mengembang karena bersifat kedap udara. Molekul gluten tidak larut dalam air dan
memiliki karakteristik chewiness (Anonim, 2007).
2. Telur
Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain daging, ikan dan susu.
Umumnya telur yang dikonsumsi berasal dari jenis-jenis burung, seperti ayam, bebek, dan angsa,
akan tetapi telur-telur yang lebih kecil seperti telur ikan kadang juga digunakan sebagai campuran
dalam hidangan (kaviar). Penambahan telur dimaksudkan untuk meningkatkan mutu protein
mie dan menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah putus. Putih telur
berfungsi untuk mencegah kekeruhan mie pada proses pemasakan. Kuning telur digunakan
sebagai pengemulsi, lechitin juga dapat mempercepat hidrasi air pada tepung dan
mengembangkan adonan (Astawan, 1999).
3. Air
Penambahan telur dimaksudkan untuk meningkatkan mutu protein mie dan
menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah putus. Putih telur berfungsi untuk
mencegah kekeruhan mie pada proses pemasakan. Kuning telur digunakan sebagai
pengemulsi, lechitin juga dapat mempercepat hidrasi air pada tepung dan mengembangkan
adonan (Astawan, 1999).
4. Garam dapur
Garam merupakan bahan yang selalu ada pada berbagai jenis masakan. Dalam ilmu
kimia, garam adalah senyawa ionik yang terdiri dari ion positif (kation) dan ion negatif
(anion), sehingga membentuk senyawa netral (tanpa bermuatan). Garam terbentuk dari hasil
reaksi asam dan basa. Penggunaan garam sangat penting dalam membuat mie karena akan
menguatkan gluten, dan menghambat pertumbuhan jamur serta menghambat aktivitas enzim
protease dan amilase sehingga adonan menjadi tidak lengket dan mengembang secara
berlebihan (Astawan, 1999).

Proses pengolahan Mie

1. Pencampuran bahan
Menurut Astawan (2006) tahap pencampuran bahan bertujuan untuk menghidrasi tepung
dengan air berlangsung secara merata dan menarik serat-serat gluten. Untuk mendapatkan
adonan yang baik harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Jumlah penambahan air (28–38 %)
Jika air yang ditambahkan kurang dari 28%, adonan menjadi keras, rapuh dan sulit
dibentuk menjadi lembaran. Jika air yang ditambahkan lebih dari 38%, adonan menjadi
basah dan lengket (Yustiareni, 2000).
b. Waktu pengadukan (15–25menit)
Apabila kurang dari 15 menit adonan menjadi lunak dan lengket, sedangkan bila lebih
dari 25 menit adonan menjadi keras, rapuh, dan kering (Badrudin, 1994)
c. Suhu adonan (24–40oC)
Apabila suhunya kurang dari 25oC adonan menjadi keras, rapuh, dan kasar, sedangkan
bila suhunya lebih dari 40oC adonan menjadi lengket dan mie kurang elastis (Badrudin,
1994).
2. Pembentukan lembaran
Pembentukan lembaran bertujuan untuk menghaluskan serat-serat gluten dan membuat
lembaran adonan. Pasta yang dipress sebaiknya tidak bersuhu rendah yaitu kurang dari
25oC, karena pada suhu tersebut menyebabkan lembaran pasta pecah-pecah dan kasar. Mutu
lembaran pasta yang demikian akan menghasilkan mie yang mudah patah. Tebal akhir pasta
sekitar 1,2 – 2 mm. Faktor yang mempengaruhi proses ini adalah suhu dan jarak antara roll.
Suhu yang baik adalah sekitar 37oC (Puspasari, 2007)
3. Pembentukan mie
Di akhir proses pembentukan lembaran, lembar adonan yang tipis dipotong
memenjang selebar 1 – 2 mm dengan rool pemotong mie, dan selanjutnya dipotong
melintang pada panjang tertentu, sehingga dalam keadaan kering menghasilkan berat
standar (Badrudin, 1994).
4. Perebusan atau pengukusan
Perebusan atau pengukusan (steaming) dengan uap air bertujuan untuk
menggelatinisasi pati dan mengkoagulasi gluten sehingga mie menjadi kenyal. Proses
gelatinisasi ini terjadi dalam beberapa tahap yaitu pembasahan, gelatinisasi, dan
solidifikasi (Badrudin, 1994).
a. Pembasahan
Mula-mula, mie mengalami pembasahan pada permukaannya sehingga mie bersifat
elastis dan tidak mudah patah (Badrudin, 1994).
b. Gelatinisasi
Setelah itu, mie tergelatinisasi karena penetrasi uap panas ke dalam mie sehingga
mie menjadi lentur atau liat. Gelatinisasi merupakan peristiwa pembengkakan granula
pati sehingga granula tersebut tidak dapat kembali pada posisi semula (Winarno, 1991).
Gelatinisasi ini membuat pati meleleh dan akan membentuk lapisan tipis (film) pada
permukaan mie yang dapat memberikan kelembutan mie, meningkatkan daya cerna
pati, dan mempengaruhi daya rehidrasi mie (Badrudin, 1994).
c. Solidifikasi
Penguapan air permukaan terjadi pada tahap solidifikasi sehingga mie menjadi
halus, kering, dan solid (kompak). Pati akan meliputi permukaan mie pada saat mie
tergelatinisasi. Fungsinya adalah sebagai pelindung pada saat penggorengan sehingga
mie tidak menyerap minyak terlalu banyak dan tekstur mie menjadi lembut, lunak, dan
elastis. Selain itu, pemborosan minyak pun dapat dikurangi. Tingkat kematangan mie
dapat dilihat dari pati yang tergelatinisai. Bila proses gelatinisasi tidak sempurna, maka
mie matang akan bersifat rapuh. Selain itu, bila produk dimasak dalam air, maka air
akan menjadi keruh karena larutnya pati yang belum tergelatinisasi. Mie seperti ini saat
digoreng akan membentuk gelembung udara dan tekstur mie yang terbentuk kurang
baik (Badrudin, 1994).
5. Penggorengan
Mie digoreng dengan minyak pada suhu 140 – 150 oC selama 60 sampai 120 detik.
Tujuannya agar terjadi dehidrasi lebih sempurna sehingga kadar airnya menjadi 3 – 5 %.
Suhu minyak yang tinggi menyebabkan air menguap dengan cepat dan menghasilkan pori-
pori halus pada permukaan mie, sehingga waktu rehidrasi dipersingkat. Pelumasan mie yang
telah direbus dengan minyak goreng dilakukan agar mie tidak menjadi lengket satu sama
lain, untuk memberikan citarasa, serta agar mie tampak mengkilap (Mugiarti, 2001).
6. Penirisan
Setelah digoreng, mie ditiriskan dengan cepat hingga suhu 40oC dengan kipas angin
yang kuat pada ban berjalan. Proses tersebut bertujuan agar minyak memadat dan menempel
pada mie. Selain itu juga membuat tekstur mie menjadi keras. Pendinginan harus dilakukan
sempurna, karena jika uap air berkondensasi akan menyebabkan tumbuhnya jamur.
Pengeringan dapat juga dilakukan menggunakan oven bersuhu 60oC sebagai pengganti
proses penggorengan, dan mie yang diproduksi dikemas dengan plastik (Puspasari, 2007)
Daya Simpan Mie
Di Indonesia mie basah banyak diproduksi dalam skala rumah tangga atau industri-industri
kecil. Jenis mie itulah yang baik dijumpai di pasar dan ditukang bakso, dan tukang mie kopyok,
suatu jenis makanan kaki lima. Mie basah pada umumnya dibuat oleh pabrik-pabrik kecil yang
jumlahnyanya cukup banyak dengan produksi bervariasi antara 500 – 1500 kg mie per hari.
Mie basah tidak tahan simpan. Bila dibuat serta ditangani dengan baik maka pada musim panas
atau musim kering mie basah dapat tahan simpan selama sekitar 36 jam. Pada musim penghujan
mie demikian hanya tahan selama kira-kira 20 – 22 jam. Keadaan tersebut disebabkan karena
mikroflora terutama jamur atau kapang pada umumnya lebih mudah tumbuh pada keadaan
lembab dan suhu yang tidak terlalu tinggi. Mie kering pada umumnya dapat disimpan sampai
beberapa bulan tergantungpada cara menyimpannya (Anonim, 2007).
Mi basah dapat digolongkan sebagia produk yang memiliki kadar air yang cukup tinggi
(± 60%), karena itu daya simpannya tidak lama, biasanya hanya sekitar 2 – 3 hari. Agar supaya
lebih awet, biasanya ditambahkan bahan pengawet (kalsium propinat) untuk mencegah mie
berlendir dan jamuran (Anonim, 2007).
Syarat Mutu Mie Basah
Mie merupakan makanan yang paling populer di Asia. Sekitar 40% dari konsumsi tepung
terigu di Asia digunakan untuk pembuatan mie. Di Indonesia pada tahun 1990, penggunaan
tepung terigu untuk pembuatan mie mencapai 60-70% (Kruger dan Matsuo, 1996). Hal ini
menunjukkan bahwa mie merupakan makanan yang paling populer di Asia khususnya
Indonesia hingga saat ini. Mie pertama kali dibuat dari bahan baku beras dan tepung kacang-
kacangan. Menurut Chamdani (2005) mie basah memiliki ketahanan masa simpan selama 36
jam.
Di Indonesia produk mie merupakan makanan yang banyak digunakan sebagai pengganti
nasi. Produk mie ini berbahan dasar tepung terigu yang berasal dari tanaman gandum. Menurut
Irviani dan nisa (2014), pada tahun 2012 impor gandum telah menembus angka 6.3 juta ton.
Upaya pelaksanaan diversifikasi pangan agar tidak tergantung kepada tepung terigu. Menurut
SNI 01-2987 (1992), mie basah adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau
tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk
khas mie yang tidak dikeringkan. Mutu mie basah berdasarkan SNI dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Syarat Mutu Mie Basah (SNI No.01-2987-1992)
Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan:
a) Bau Normal
b) Warna Normal
c) Rasa Normal
2. Kadar air % b/b 20-35
3. Abu % b/b Maksimum 3
4. Protein % b/b Maksimum 8
5. Bahan tambahan makanan:
a) Boraks Tidak boleh
b) Pewarna Yang diizinkan
c) Formalin Tidak boleh
6. Cemaran logam
a) Timbale (Pb) mg/kg Maksimum 1,0
b) Tembaga (Cu) mg/kg Maksimum 10,0
c) Seng (Zn) mg/kg Maksimum 40,0
d) Raksa (Hg) mg/kg Maksimum 0,05
7. Cemaran mikrobia
a) Angka lempeng Koloni/g Maksimum 1,0 x 106
total
b) E.Coli APM/g Maksimum 10
c) Kapang Koloni/g Maksimum 1,0 x 104

Mutu mie basah pada umumnya ditentukan berdasarkan pada warna, cooking time atau
waktu yang dibutuhkan untuk menghilangkan titik putih di bagian tengah dalam untaian mie
pada saat proses pemasakan dan tekstur. Mie harus nampak putih opaque (normal), meskipun
beberapa konsumen ada yang menghendaki mie berwarna tertentu, untuk itu adonan biasanya
ditambah zat pewarna. Mie yang sudah dimasak matang harus tetap utuh (firm) dan tidak boleh
ada solid yang berlarut dalam cairan pemasak, mie tidak boleh terlalu lengket atau kendor.
Tekstur mie dapat diketahui dari daya kekuatan menahan gigitan dan sapuan permukaan mie
dengan permukaan mulut. Faktor yang mempengaruhi hasil akhir mie basah diantaranya yaitu
banyaknya air, lama pengulenan, suhu dan lama perebusan (Irviani dan nisa 2014)
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat

1. Baskom
2. Mixer
3. Mesin pemotong
4. Roll
5. Panci
6. Kompor

3.2 Bahan

1. Terigu cakra kembar/kereta kencana (100 %) 1000 gram


2. Garam dapur (1%) 10 gram
3. Garam alkali (0,6%) 6 gram
4. Kalium karbonat (0,4%) 4 gram
5. Air (25%) 250 gram
6. Telur (10%) 100 gram
7. Minyak sayur secukupnya

3.3 Prosedur Kerja

1. Larutkan garam dapur dan garam alkali ( larutan kansui ), kemudian masukkan telur ;
aduk hingga rata
2. Aduk bahan kering ( tepung terigu )
3. Masukkan larutan kansui sedikit demi sedikit selama 1 menit
4. Matikan mixer, aduk dengan kecepatan 3 selama 5 menit
5. Masukkan adonan dalam roll prass sedikit demi sedikit, lakukan relaksasi 15 menit utk
mempermudah memotong / mencetak
6. Buat lembaran hingga ketebalan kurang lebih 1,75 mm
7. Masukkan ujung lembaran dalam mesin pemotong
8. Masak mie dengan air mendidih hingga setengah matang
9. Cuci dengan air mengalir hingga licin
10. Tiriskan hingga kering, tambahkan minyak sayur, lau campur hingga rata
3.4 Diagram Alir

Larutkan garam dapur dan garam alkali ( larutan kansui ), kemudian masukkan telur,
aduk hingga rata

Aduk bahan kering ( tepung terigu )

Masukkan larutan kansui sedikit demi sedikit selama 1 menit

Matikan mixer, aduk dengan kecepatan 3 selama 5 menit

Masukkan adonan dalam roll prass sedikit demi sedikit, lakukan relaksasi 15 menit
untuk mempermudah memotong / mencetak

Buat lembaran hingga ketebalan kurang lebih 1,75 mm

Masukkan ujung lembaran dalam mesin pemotong

Masak mie dengan air mendidih hingga setengah matang

Cuci dengan air mengalir hingga licin

Tiriskan hingga kering

Tambahkan minyak sayur, campur hingga rata
DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M., 2006. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta.
https://www.academia.edu/17237022/Laporan_mie. (Diakses tanggal 28 september 2019).
Astawan, M. 1999. Membuat Mie dan Bihun. Jakarta: Penebar Swadaya.
https://www.scribd.com/upload-
document?archive_doc=342337343&escape=false&metadata=%7B%22context%22%3A%2
2archive_view_restricted%22%2C%22page%22%3A%22read%22%2C%22action%22%3A
%22download%22%2C%22logged_in%22%3Atrue%2C%22platform%22%3A%22web%22
%7D. (Diakses tanggal 28 september 2019).

Astawan, M. 2004. Sehat Bersama Aneka Serat Pangan Alami. Jakarta: Tiga Serangkai.
https://www.academia.edu/17237022/Laporan_mie. (Diakses tanggal 28 september 2019).

Astawan, M. 2006. Membuat Mie dan Bihun. Jakarta: Penebar Swadaya.


http://gunasoraya.blogspot.com/2011/01/pembuatan-mie-basa.html. (Diakses tanggal 28
september 2019).
Badrudin, C. 1994. Modifikasi Tepung Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz) sebagai Bahan.
https://www.scribd.com/doc/223063172/Laporan-Mie-Basah. (Diakses tanggal 28 september
2019).

Mugiarti, 2001. Mempelajari Pengaruh Substitusi Tepung Kedelai pada Pembuatan Mie Basah
(Boiled Noodle). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
https://www.academia.edu/17237022/Laporan_mie. (Diakses tanggal 28 september 2019)

Puspasari, K. 2007. Aplikasi Teknologi dan Bahan Tambahan Pangan Untuk Meningkatkan
Umur Simpan Mie Basah Matang. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Bogor. https://www.scribd.com/doc/223063172/Laporan-Mie-Basah. (Diakses tanggal
28 september 2019).

Yustiareni, E. 2000. Kajian Substitusi Terigu oleh Tepung Garut dan Penambahan Tepung
Kedelai dalam Pembuatan Mie Kering. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Bogor. https://www.academia.edu/17237022/Laporan_mie. (Diakses tanggal
28 september 2019).

Anda mungkin juga menyukai