Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KUNJUNGAN INDUSTRI

PT. INDOFOOD SUKSES MAKMUR, Tbk Dan PT. SINAR SOSRO

KULIAH LAPANG II

DI SUSUN OLEH:

LISA APRILIANA LAU (17031071)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS AGROINDUSTRI

UNIVERSITAS MERCUBUANA YOGYAKARTA

2019
1. PENDAHULUAN

A . Alasan Pengolahan

Mie merupakan salah satu jenis makanan yang sangat populer di Asia,
khususnya Asia Timur dan Asia Tenggara. Menurut catatan sejarah, mie dibuat
pertama kali di daratan cina sekitar 2000 tahun yang lalu pada pemerintaha dinasti
Han. Dari Cina, mie berkembang dan menyebar ke jepang, korea, Taiwan, dan
negara-negara di Asia Tenggara termasuk indonesia.

Di Benua Eropa, mie mulai dikenal. Setelah Marcopolo berkunjung ke


Cina dan membawa Oleh-oleh mie. Selanjutnya, mie berubah menjadi pasta di
Eropa, seperti yang dikenal saat ini (Suyanti, 2008).

Dalam Standar Nasional (SNI) nomor 33511994, mie instan didefinisikan


sebagai produk makanan kering yang dibuat dari tepung trigu tanpa penambahan
bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinka, berbentuk khas
mie dan siap di hidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih
paling lama 4 menit.

Mie instan umumnya dikenal sebagai ramen. Mie ini dibuat dengan
beberapa proses setelah diperoleh mie segar. Tahap-tahap tersebut adalah
pengukusan, pembentukan, dan pengeringan. Kadar air mie instan umumnya
mencapai 5-8 % sehingga memiliki daya simpan yang lama. Berdasarkan proses
pengeringan, mie dibedakan menjadi dua yaitu mie instan dan mie kering.
Pengeringan mie instan dengan menggunakan minyak goreng sebagai median
pengerigan (instant atau fried noodle). Sedangkan mie kering pengeringanya
dengan menggunakan udara panas (dried noodle). Mie instan mampu menyerap
hingga 20% selama penggorengan. Sehingga mie instant memiliki kenggulan rasa
banding mie jenis lain.

Namun demikian, mie instant disyaratkan agar pada saat perebusan tidak
ada minyak yang terlepas ke dalam air dan hasilnya mie harus cukup kompak dan
permukaanya tidak lengket (Astawan, 1999). Bahan penting yang digunakan
dalam proses pembuatan mie instan adalah tepung terigu, garam, (1,5-2,0% dari
berat tepung terigu) dan air alkali. Garam biasanya merupakan campuran yang
seimbang dari sodium karbonat dan potasium karbonat sering digunakan. Garam
berperan dalam memeri rasa, memperkuat tekstur mie, meningkatkan fleksibelitas
dan elastisitas serta mengikat air.

B .Bahan Baku

Tepung Terigu Bahan baku merupakan satu faktor penting yang harus ada
dalam suatu proses produksi. Hal ini erat kaitannya dengan penyediaan bahan
mentah serta pemetaan atau proyeksi ketersediaan bahan mentah yang dimiliki
oleh suatu perusahaan. Bahan baku utama untuk pembuatan mi instan Pt.
Indofood sukses makmur, tbk adalah tepung terigu.

Menurut Matz (1972), tepung terigu merupakan tepung yang diperoleh


dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Keistimewaan tepung terigu
jika dibanding dengan serealia lainnya adalah kemampuannya dalam membentuk
gluten pada adonan ini menyebabkan elastis atau tidak mudah hancur pada proses
pencetakan dan pemasakan. Mutu terigu yang dikehendaki adalah terigu yang
mempunyai kandungan air 14%; kadar protein 8-12%; kadar abu 0,25-1,60%; dan
gluten basah 24-36%. Adanya kandungan tepung terigu tersebut maka fungsi
tepung terigu membentuk jaringan dan kerangka dari mi sebagai akibat dari
pembentukan gluten. Protein yang ada di dalam tepung terigu yang tidak larut
dalam air akan menyerap air dan ketika diaduk/diulen akan membentuk gluten
yang akan menahan gas CO2 hasil reaksi ragi dengan pati di dalam tepung.
Adapun komposisi kimia tepung terigu

Bahan baku tepung terigu yang digunakan oleh Pt. Indofood sukses
makmur, tbk diperoleh dari perusahaan yang masih satu grup yaitu PT Bogasari
Flours Mills yang didatangkan dari Jakarta dan Surabaya.
PT. Indofood sukses makmur, tbk menggunakan tiga jenis tepung terigu
sebagai bahan baku utama, yaitu strong flour (tepung keras cap Cakra Kembar),
medium flour (tepung setengah keras cap Segitiga Biru) dan soft flour (tepung
lunak cap Segitiga Hijau). Ketiga jenis tepung tersebut bukan dianggap sebagai
kelas-kelas mutu tepung, tetapi mempunyai klasifikasi khusus sehingga akan
disesuaikan untuk tujuan penggunaan berbeda. Ketiga jenis tepung tersebut sudah
mengandung gluten sehingga mempunyai kadar protein tertentu. Hal ini
dimaksudkan untuk memudahkan penanganan dalam proses pembuatan mi instan.

C . Cara Pengolahan

PT. Indofood sukses makmur, tbk telah menerapkan proses produksi


berda-sarkan manajemen keamanan pangan sesuai standar ISO 22000:2005.
Dalam manajemen kualitas, Pt. Indofood sukses makmur, tbk juga telah mengan-
tongi sertifikat internasional ISO 9001:2008.Untuk itu tidak perlu diagukan
produk Pt. Indofood sukses makmur, tbk yang sudah jelas aman dan berkualitas
unggul. Sertifikat tersebut bukan serta-merta diberikan.Sebagai bahan
pertimbangan, maka PT Indofood sukses makmur, tbk sebisa mungkin
menerapkan standar untuk mengolah produknya.Cara-cara yang dilakukan harus
bersifat higinies dan ramah lingkungan.

D . Produk

PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. memiliki orientasi pasar,


dimana produksi yang dilakukan oleh perusahaan disesuaikan dengan
permintaan pasar. Perusahaan selalu berusaha memenuhi kebutuhan
konsumen, baik dalam kuantitas maupun kualitas produk. Oleh karena itu,
perusahaan selalu mengembangkan inovasi guna memenuhi kepuasan
pelanggan, khususnya selera konsumen. Produk yang dihasilkan PT Indofood
CBP Sukses Makmur Tbk. divisi mi instan terdiri dari 2 kelompok besar yaitu
:
1. Bag Noodle, yaitu mie instan dalam kemasan bungkus; dan
2. Mie telor, yaitu mi yang dalam proses pembuatannya tidak digoreng
melainkan dikeringkan.

Pengemasan mie adalah proses penyatuan dan pembungkusan mie, bumbu,


minyak bumbu dan solid ingredient lainya dengan menggunakan etiket sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. Tujuan dari proses pengemasan adalah
untuk melindungi mie dari kemungkinan-kemungkinan tercemar atau rusak
sehingga mie tidak mengalami penurunan mutu ketika sampai kepada
konsumen. Setelah dikemas, selanjutnya mie tersebut akan dimasukkan ke
dalam karton. Setelah mie dimasukkan ke dalam karton seluruhnya, karton
akan direkatkan dan kemudian menuju gudang untuk disalurkan.
II . TINJAUAN PUSTAKA
Mie merupakan bahan pangan yang berbentuk pilinan memanjang dengan
diameter 0,07- 1,05 inci yang terbuat dari tepung terigu dengan atau tanpa
tambahan kuning telur (Beans et al. 1974). Mie diperkirakan berasal dari daratan
Cina. Hal ini terlihat dari tradisi menyajikan mie pada perayaan ulang tahun
sebagai simbol untuk umur yang panjang. Marcopolo adalah orang yang
memperkenalkan mie pertama kali di luar daratan Cina, dengan membawanya ke
Italia dan mulai merambah ke negara lain (Juliano dan Hicks 1990). Di Indonesia
saat ini mie telah menjadi salah satu pangan alternatif utama setelah nasi. Dilihat
dari segi nilai gizi, mie dapat dikatakan sebagai pengganti nasi, makanan
tambahan, dan sebagai cadangan pangan darurat (sebagai sumber energi), ataupun
sebagai subsitusi makanan pokok cukup besar. Terdapat berbagai macam jenis
mie menurut proses pengolahannya (Winarno 1992), yaitu: a. Mie basah mentah,
merupakan untaian mie hasil dari pemotongan lembaran adonan tanpa perlakuan
pengolahan lanjutan. Mie jenis ini biasa digunakan untuk mie ayam. Kadar air mie
basah mentah sekitar 35 % dan biasanya ditaburi dengan tapioka untuk menjaga
agar untaian mie tidak saling lengket satu sama lain. b. Mie basah matang, disebut
juga dengan mie kuning. Mie jenis ini dihasilkan dari mie mentah yang dikukus
atau direbus. Mie dengan kadar air sekitar 52 % ini biasa digunakan untuk soto
mie. Mie basah matang biasa dicampurkan dengan minyak sayur untuk mencegah
untaian mie lengket satu sama lain. c. Mie kering, merupakan mie mentah yang
dikeringkan hingga kadar airnya sekitar 10 %. Mie ini juga biasa disebut mie telur
karena umumnya ditambahkan telur pada pembuatannya. d. Mie instan,
merupakan mie mentah yang dikukus kemudian dikeringkan sehingga teksturnya
menjadi porous dan mudah direhidrasi. Menurut Standar Nasional Indonesia
(SNI) 01-3551-2000 yang dikeluarkan oleh Dewan Standarisasi Nasional, mie
instan terbuat dari adonan terigu atau tepung beras atau tepung lainnya sebagai
bahan utama dengan atau tanpa penambahan bahan lainnya serta dapat diberi
perlakuan dengan bahan alkali. Instan dicirikan dengan adanya penambahan
bumbu dan memerlukan proses rehidrasi untuk siap dikonsumsi. Mie instan
pertama kali diperkenalkan di Jepang pada tahun 1958 dan Korea pada tahun 1963
(Kim 1996). Mie instan siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air
mendidih paling lama selama empat menit. Mie instan yang diproses dengan
teknik penggorengan memiliki kadar air 2-5 % dan kadar lemak 15-20 %,
sedangkan mie instan yang dikeringkan menggunakan udara panas memiliki kadar
air 8-12 % dan kadar lemak 3 % (Astawan 2008). Mutu mie instan yang baik
memiliki karakteristik gigitan relatif kuat, kenyal, permukaan tidak lengket, dan
tekstur yang sangat bergantung pada komposisi mie itu sendiri (Koswara 2005).
Dewan Standarisasi Nasional membuat syarat standar mutu mie instan untuk
menjadi keamanan mie instan yang diperdagangkan dan harus dipenuhi oleh
setiap produsen
III . PROSES PENGOLAHAN
A . Proses Produksi

Tahapan pembuatan mi terdiri dari tahap pencampuran (mixing), pembentukan le


mbaran (roll-sheeting), pembentukan untaian mi (slitting), pemotongan
danpelipatan(cuttingandfolding), pengukusan (steaming), penggorengan (frying),
pendinginan (cooling) serta pengemasan(packing) (Anonim, 2008).
Tahap pencampuran bertujuan agar hidrasi tepung dengan air berlangsung secara
merata dan menarik seratserat gluten. Untuk mendapatkan adonan yang
baikharusdiperhatikan jumlah penambahan air (28–38%), waktu pengadukan (15-
25 menit), dan suhu adonan (24–400C) (Anonim, 2008). Proses roll-pressing/roll-
sheeting(pembentukanlembaran)bertujuanuntukmenghaluskan seratserat gluten da
n membuat lembaran adonan. Pasta yang diperes sebaiknya tidakbersuhu rendah y
aitu kurang dari 250C, karena pada suhu tersebut menyebabkan lembaran pasta
pecah-pecah dan kasar. Mutu lembaran pasta yang demikian akan menghasilkan
mi yang mudah patah. Tebal akhir pasta sekitar 1,2–2 mm. Di akhir proses
pembentukan lembaran, lembar adonan yang tipis dipotong memanjang selebar 1–
2 mm dengan roll pemotong mi, dan selanjutnya dipotong melintang pada panjang
tertentu, sehingga dalam keadaan kering menghasilkan berat standar
(Anonim, 2008). Setelah pembentukan mi dilakukan proses pengukusan. Pada
proses ini terjadi gelatinisasi pati dan koagulasi gluten sehingga dengan terjadinya
dehidrasi air dari gluten akan menyebabkan timbulnya kekenyalan mi. Hal ini
disebabkan oleh putusnya ikatan hidrogen, sehingga rantai ikatan kompleks pati
dan gluten lebih rapat. Pada waktu sebelum dikukus, ikatan bersifat lunak dan
fleksibel, tetapi setelah dikukus menjadi keras dan kuat (Anonim, 2008).
Pengukusan dengan pemanasan akan mengakibatkan perombakan struktur
patidanpenurunan integritas granula sehingga terjadi gelatinisasi. Secara alami sen
yawa pati bersifat tidaklarut dalam air tetapi menyerap air 15sampai30%. Dengan
peningkatan suhu, ikatan H antara molekul amilosa dan molekul air
cenderung lepas. Molekul air pada tingkat energi lebih tinggi dapat
memperlemah struktur pati dan secara bertingkat terjadi hidrolisis
molekpati.Selamamengembang granula pati melepaskan amilosa dan beberapa mo
lekul amilopektin yang mempunyaiderajat polimerisasi lebih kecil dan meninggal
kan granula secara difusi (Kerr, 1950). Pengeringan adalah pengurangan
sejumlah massa air dari suatu bahan. Pengeringan merupakan proses
penting dalam produksi pertanian yang bertujuan untuk
meningkatkannilaiekonomi produk, mengawetkan produk selama penyimpanan,
memantapkan kualitas seperti flavor,nilai nutrisi serta mengurangi volume produk
(Matz, 1984).
Berdasarkan proses pengeringan, dikenal dua macam mi instan. Pengeringan deng
an carapenggorengan menghasilkan mi instan goreng (instan fried noodle), sedang
kan pengeringandenganudara panas disebut mi instan kering (instan dried noodle).
Mi instan goreng mampu menyeraminyak hingga 20% selama penggorengan (dal
am proses pembuatan mi) sehingga mi instan goreng memiliki keunggulan rasa
dibandingkan mijenis lain.

Namundemikianmiegorengdisyaratkan agar pada saat perebusan tidak ada minyak


yang terlepas ke dalam air dan hasilnya miharus cukup kompak dan permukaan ti
dak lengket (Made Astawan, 2003). Setelah pengukusan, mi digoreng dengan
minyak pada suhu 140–1500C selama 60-120 detik. Tujuannya agar terjadi
dehidrasi lebih sempurna sehingga kadar airnya menjadi 3–5%. Suhu minyak
yang tinggi menyebabkan air menguap dengan cepat dan menghasilkan pori-pori
halus pada permukaan mi, sehingga waktu rehidrasi dipersingkat. Teknik tersebut
biasa dipakai dalam pembuatan mi instan (Anonim, 2008). Setelah digoreng, mi
ditiriskan dengan cepat hingga suhu 400C dengan kipas angin yang kuat pada ban
berjalan. Proses tersebut bertujuan agar minyak memadat dan menempel pada mi.
Selain itu juga membuat tekstur mi menjadi keras. Pendinginan harus dilakukan
sempurna, karena jika uap air berkondensasi akan menyebabkan tumbuhnya jamur
(Anonim, 2008).
B . Diagram Alir

Tepung Terigu

Tepung Terigu 300 kg Screw Conveyor CCP

(pengayakan)
Larutan Alkali + Air Mixing (12 – 15 menit)
BUKAN CCP

Roll Sheeting (ketebalan 1,12 ± 0,05 mm )

Roll Slitting
CCP
Steaming (90ºC-100º C)

Cutting & Folding


Minyak goreng
dengan FFA Frying suhu 110ºC, 130ºC, 150ºC CCP
maks. 0,25 %
Cooling < 40ºC, ± 100-300 detik

Seasoning + Etiket Packing

Mi Kemasan plastik

Cartoning

Mi Instan
C . Pengawasan Mutu

Berdasarkan SNI 0135512000 yang dimaksud mi instan adalah produk


yang terbuat dari adonan tepung dengan atau tanpa ditambah bahanbahan
tambahan yang dikeringkan dengan cara penggorengan dan dimasak setelah
direndam dalam air mendidih selama 4 menit. Syarat mutu mi instan adalah
sebagai berikut :
Tabel . Syarat Mutu Mi Instan Menurut SNI 01-3551-2000
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan
Tekstur - Normal/dapat diterima
Aroma - Normal/dapat diterima
Rasa - Normal/dapat diterima
Warna - Normal/dapat diterima
2. Benda asing2) - Tidak boleh ada
3. Keutuhan1) % b/b Min 90
4. Kadar Air
Proses Penggorengan % b/b Maks. 10,0
Proses Pengeringan % b/b Maks. 14,5
5. Kadar Protein
Mi dari Terigu Min 8
Mi bukan dari Terigu Min 4
6. Bilangan asam1) mg KOH/g minyak Mak 2
7. Cemaran Logam
Timbal (Pb) mg/kg Mak 2
Raksa (Hg) mg/kg Mak 0,05
8. Arsen (As) 2) mg/kg Mak 0,5
2)
9. Cemaran mikroba
Angka lempeng total koloni/g Mak 1 x 105
E. colli APM/g <3
Salmonella APM/g negatif/25 g
Kapang koloni/g mak 1 x 103
Sumber : Dewan Stadarisasi Nasional, 2000

Keterangan :
1)
= berlaku untuk keping mi
2)
= berlaku untuk keping mi dan bumbunya
IV. TATA LETAK RUANG PRODUKSI
A . Tata Letak

Tata letak pabrik adalah suatu landasan utama dalam dunia industri. Tata
letak pabrik (plant layout) atau tata letak fasilitas (facilities layout) dapat
didefinisikan sebagai tata cara pengaturan fasilitas-fasilitas fisik pabrik guna
menunjang kelancaran proses produksi. Dalam tata letak pabrik ada dua hal
yang diatur letaknya yaitu pengaturan mesin (machine layout) dan pengaturan
departemen yang ada dari pabrik (department layout). Pada umumnya tata
letak pabrik yang terencana dengan baik akan ikut menentukan efisiensi dan
dalam beberapa hal akan juga menjaga kelangsungan hidup ataupun
kesuksesan kerja suatu industri. Layout proses adalah penyusunan layout
dimana alat yang sejenis atau yang mempunyai fungsi sama ditempatkan
dalam bagian yang sama. Pengoperasian pabrik secara efisien dapat menekan
biaya produksi dan operasi secara keseluruhan tanpa mengabaikan kualitas
produk yang dihasilkan. layout yang baik mengakibatkan setiap aktivitas
terencana dan memiliki interelasi antara satu dengan yang lainnya.

Pada gambar diatas PT. Indofood CBP Sukses Makmur Divisi Noodle
Cirebon memiliki urutan proses pengerjaan yang sama dan tetap. Dalam tata
letak produk ini pusat-pusat kegiatan, mesin-mesin dan peralatan disusun
membentuk suatu lini pengerjaan yang berbentuk garis lurus

B . Pembahasan
a. Penuangan dalam Screw Conveyor/ Pengayakan

Bahan-bahan seperti tepung terigu dan tepung tapioka dituangkan ke


dalam mesin screw conveyor. Fungsi dari mesin screw conveyor yaitu
mengayak tepung terigu dan tepung tapioka sehingga bebas dari cemaran fisik
(kerikil, kutu, benang, dll) dan menaikkan tepung terigu dan tepung tapioka ke
dalam mesin mixer. Ayakan yang digunakan untuk menyaring tepung terigu
dan tepung tapioka adalah 20 mesh. Mesin screw berjalan karena adanya
conveyor yang digerakkan oleh motor sehingga tepung akan terhisap keatas
menuju mesin mixer. Lama proses untuk 1 batch tepung yaitu sebanyak 12 zak
(300 kg) yaitu antara 12-15 menit. Agar dihasilkan mie yang berkualitas baik
dan sesuai dengan harapan pelanggan. Pengendalian mutu meliputi cemaran
benda asing, setiap shift diidentifikasi benda-benda asing apa yang ada serta
pengamatan warna dan aroma. Standar mutu tepung ayakan meliput itidak ada
benda asing, warna fisik normal, aroma tidak tercemar bau benda asing. Jika
sesuai standar maka ayakan tepung bisa masuk keproses selanjutnya, dan
ayakan tepung yang tidak sesuai standar bila terdapat adanya benda asing
masih dapat diterima dengan membuang benda asing tersebut sebelum masuk
ke proses selanjutnya.

b. Mixing
Proses mixing yaitu proses pencampuran dan pengadukan bahan dasar
(tepung terigu) dan bahan penunjang seperti tepung tapioka, air alkali, untuk
memperoleh adonan yang homogen dan cukup kadar airnya. Prinsip dari proses
ini yaitu penguraian senyawa protein yang terkandung dalam tepung terigu
yang berlangsung secara enzimatis dan air sebagai medium pembantu. Pada
setiap line proses produksi terdiri dari dua mesin mixer agar proses produksi
dapat berjalan secara kontinyu.
Air alkali adalah larutan yang dibuat dari air murni yang telah
mengalami pendinginan (chilling water) yang ditambah dengan sejumlah
garam dan ingredient lain termasuk zat pewarna (tartrazine). Air alkali dibuat
dalam tangki pencampur alkali yang di dalamnya terdapat alat pengaduk agar
larutan yang didapat bersifat homogen. dalam larutan alkali membutuhkan air
sebanyak 1720 liter, sehinga akan diperoleh larutan alkali yang dapat
digunakan untuk 20 batch. Pembuatan larutan alkali ini memerlukan
pengadukan selama 40 menit. Larutan alkali ini akan memberikan rasa dan
aroma, warna kuning dan kekukuhan serta keelastisan tekstur mi. Selain itu,
larutan alkali juga dapat memodifikasi lembaran dan karateristik pemasakan.
Pada waktu proses mixing berlangsung hal-hal yang harus diperhatikan
adalah homogenitas adonan, dan kadar air adonan agar adonan yang terbentuk
sesuai dengan standar yang ada. Karena homogenitas adonan sangat
mempengaruhi kualitas dari adonan pada proses selanjutnya. Homogenitas
adonan yaitu terbentuk adonan yang kalis / seluruh tepung dapat tercampur
semua dengan air alkali sehingga dihasilkan adonan tidak perau, patah dan
lembek tapi cukup dengan kadar air yaitu 31-35%. Waktu mixing dibagi
menjadi 2, yaitu mixing pertaman dengan kecepatan mesin yang lebih tingggi
atau lebih cepat dibandingkan mixing pada waktu ke 2. Waktu mixing pertama
lebih lama dibandingkan dengan waktu mixing ke dua, yaitu 8-9 menit dan
waktu kedua yaitu 6-5 menit. Total waktu proses mixing sampai terbentuk
adonan yang kalis antara 12 - 15 menit. Jika sudah sesuai dengan standar maka
adonan bisa masuk ke proses selanjutnya, jika tidak standar misal adonan
terlalu pero, maka bisa di tambahkan air/larutan alkali dan jika adonan terlalu
lembek maka bisa ditambahkan tepung dengan menambah waktu mixing
sehingga didapat adonan yang homogen.
Tahap pencampuran bertujuan agar hidrasi tepung dengan air
berlangsung secara merata dan menarik serat-serat gluten. Pada waktu proses
mixing berlangsung hal-hal yang harus diperhatikan adalah homogenitas
adonan, dan kadar air adonan agar adonan yang terbentuk sesuai dengan
standar yang ada. Karena homogenitas adonan sangat mempengaruhi kualitas
dari adonan pada proses selanjutnya. Homogenitas adonan yaitu terbentuk
adonan yang kalis / seluruh tepung dapat tercampur semua dengan air alkali
sehingga dihasilkan adonan yang tidak perau, patah dan lembek dengan kadar
air yaitu 31-35%.

c. Roll Sheeting dan Slitting


Proses roll sheeting yaitu proses dimana adonan dibentuk menjadi
lembaranlembaran mi melalui beberapa roll sheet sampai tercapai ketebalan
yang standar. Sedangkan proses slitting adalah proses pembentukan lembaran
mi menjadi untaian-untaian mi bergelombang. Tujuan sheeting adalah
membentuk struktur gluten dengan arah yang sama secara merata sehingga
lembaran adonan menjadi lembut dan elastis atau sering disebut dengan proses
pembentukan tekstur mi.
Pembentukan gelombang dan pembagi merupakan suatu proses
melewatkan untaian mi sesudah slitter ke dalam suatu jalan yang berbentuk
segi empat/mangkok slitter, sehingga terbentuk gelombang mi yang merata dan
terbagi dalam 8 jalur. Pengedalian mutu pada tahap pengrepresan adalah
disetiap roll press dengan melalui 7 rol yang berbeda ketebalanya, dilakukan
pengukuran dalam lembaran adonan setiap 2 jam dalam setiap shift.
Pengendalian mutu ini bertujuan untuk mengantisipasi agar dapat membentuk
lembaran yang lurus, homogen dan tidak keras serta mempunyai standar
ketebalan roll press akhir 1,25 ± 0,05 mm. Dalam proses Pressing ini jika
ketebalan adonan pada roll press sesuai dengan standar masuk ke proses
selanjutnya jika tidak memenuhi standar shettingan roll press harus di setel
ulang dengan cara menaikkan atau menurunkan ketebalan sett sesuai dengan
standar yang telah di tentukan.
Dalam standar nasional indonesia (SNI) No. 3551-1994, mi instan
didefinisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari terigu dengan
atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan
yang diijinkan, berbentuk khas mi dan siap dihidangkan setelah dimasak atau
diseduh dengan air mendidih paling lama 4 menit. Berdasarkan pengertian
tersebut, maka terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan
mi instan, yang salah satu diantaranya adalah porositas mi.
Porositas mi sangat berhubungan dengan waktu rehidrasi. Faktor ini
juga sangat terkait dengan ketebalan mi. Karena itu, proses sheeting merupakan
tahap yang cukup menentukan, selain faktor-faktor seperti sifat bahan baku,
tahap pengukusan dan penggorengan. Untuk mendapatkan porositas,
konsistensi, dan elastisitas yang tinggi, ke dalam formula juga dapat
ditambahkan bahan penunjang seperti monogliserida, lesitin, natrium karbonat
dan sebagainya (Papotto dan Zorn, 1986).

d. Steaming
Steaming merupakan proses pengukusan untaian mi yang keluar dari
slittersecara kontinyu dengan menggunakan steam (uap air panas). Tujuan dari
proses ini adalah untuk memasak mi mentah menjadi mi masak dengan sifat
fisik tetap. Setelah pembentukan mi dilakukan proses pengukusan. Pada proses
ini terjadi gelatinisasi pati dan koagulasi gluten sehingga dengan terjadinya
dehidrasi air dari gluten akan menyebabkan timbulnya kekenyalan mi. Hal ini
disebabkan oleh putusnya ikatan hidrogen, sehingga rantai ikatan kompleks
pati dan gluten lebih rapat. Pada waktu sebelum dikukus, ikatan bersifat lunak
dan fleksibel, tetapi setelah dikukus menjadi keras dan kuat.
Alat yang digunakan untuk proses steaming adalah steamer. Suhu dry
steamer dikondisikan pada suhu 90-100ºC dengan tekanan in 0,2 kg/cm3dan
out 0,3 kg/cm3selama 70-73 detik. Uap air panas yang berada pada steamer
berasal dari steam boiler yang dilewatkan / dihembuskan melalui pipa steam.
Steam box yang digunakan adalah
Tekanan dan suhu yang digunakan pada proses ini harus selalu
dilakukan pengecekan setiap saat agar mi yang dihasilkan tidak menggumpal.
Menggumpal atau tidaknya sangat ditentukan oleh suhu dan tekanan yang
digunakan, jika kedua faktor tersebut sesuai standar maka akan terjadi proses
gelatinisasi yang sempurna. Tekanan dapat diatur dengan cara membuka palve
sedikit demi sedikit sampai tekanan sesuai standar, dan jika tekanan terlalu
tinggi melebihi batas standar maka palve dapat ditutup dengan kata lain masih
bisa dilalui uap air panas. Hal ini harus dilakukan karena tekanan dari steam
boiler adalah 7 bar.

e. Cutting dan Folding (Pemotongan dan Pelipatan)


Cutting adalah proses pemotongan untaian-untain mi bergelombang
dengan ukuran 22 cm sesuai dengan standar, sedangkan folding merupakan
proses pelipatan mi menjadi dua lipat yang sama panjangnya sehingga ukuran
mie menjadi 11 cm. Alat yang digunakan untuk memotong mi ini adalah cutter.
Cutter yang digunakan untuk memotong mi dilengkapi dengan roller
memanjang dan terdapat pisau yang panjang. Untaian mi yang keluar dari
conveyor steam box akan melawati roller kecil yang melintang yang lebih
menonjol dibandingkan dengan conveyor yang kan melepaskan untaian mi dari
conveyor steam box. Setelah terjadi proses pemotongan, mi akan dilipat
menjadi dua bagian yang sama panjang dengan bantuan cangkulan. Gerakan
cangkulan / pelipatan mi dengan cara menekan potongan mi tepat dibagian
tengah.

f. Frying

Frying merupakan proses penggorengan dengan pemberian sejumlah


panas pada bahan dengan media minyak / lemak. Suhu frying yang digunakan
melalui 3 tahapan yaitu dimulai dari suhu awal kemudian digunakan suhu
tengah dan suhu akhir dengan tujuan agar diperoleh hasil penggorengan mi
dengan kematangan yang sempurna. Pada proses frying penilaian suhu harus
diperhatikan, standar suhu awal 100 - 110oC, suhu tengah 120-130oC, dan
suhu akhir 140-150oC karena untuk menghindari adanya peristiwa case
hardening (matang bagian permukaan saja) dengan waktu frying selama 81-
87 detik. Tujuan proses frying ini yaitu untuk mengawetkan produk dengan
mengurangi kadar air bahan dari kadar air 30% sampai 3% dan kemantapan
pati tergelatinisasi. Suhu minyak yang tinggi akan menyebabkan air menguap
dengan cepat dan membentuk pori-pori halus yang dapat mempercepat proses
rehidrasi (penyerapan air pada saat dimasak).
Pada proses ini terjadi proses transfer panas dan transfer masa yang
menyebabkan adanya perubahan sifat fisikawi, kimiawi, dan mikrobiologi.
Perubahan fisikawi yaitu untaian mi menjadi porous, karena adanya panas
sehingga CO2 terperangkap dalam mi yang mengakibatkan terjadi
pengembangan. Pengembangan dari CO2 tersebut mendesak mi untuk
menggelembung dan porous serta membebaskan partikel air yang terdapat
pada mi. Selain itu, inderawi juga akan berubah pula yaitu kenampakan yang
lebih menarik, lebih beraroma, dan lebih enak / rasa gurih pada produk.
Perubahankimiawi yaitu terjadi reaksi maillard pada proses ini. Reaksi
maillard adalah reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan
gugus amina primer (protein). Gugus amina primer biasanya terdapat pada
bahan awal yaitu sebagai asam amino. Reaksi tersebut menghasilkan warna
coklat, yang sering dikehendaki atau kadang malah menjadi pertanda
penurunan mutu. Semakin tinggi pH dan suhu, maka warna coklat akan
semakin terbentuk. reaksimallard juga dikenal sebagai
“pencoklatan/browning”.
Pengendalian mutu minyak yang digunakan pada proses frying
dilakukan dengan penilaian kadar Free Fatty Acid (FFA) atau kandungan
asam lemaknya dengan pengambilan sampel 2x setiap shift pada tangki
frying. Pengendalian mutu pada proses frying juga dilakukan dengan
penilaian waktu, suhu, level minyak goreng dan adanya cemaran. Standar
FFA minyak goreng maksimal 0,1 pada waktu frying 76-80 detik. Tinggi
minyak goreng pada pengorengan mi instan 3,0-4,0 cmdiatas mangkuk, jika
tinggi minyak kurang dari standar maka minyak dalam frying harus ditambah.
Hal ini bertujuan agar mi instan yang dihasilkan matang secara merata.
Dalam proses penggorengan ini jika memenuhi standar maka masuk ke
proses selanjutnya yaitu cooling jika tidak memenuhi standar bisa menaikan/
mengurangi suhu penggorengan. Pengendalian mutu pada proses frying juga
dilakukan pada sisa minyak goreng yang dihasilkan. Jika dalam proses
pengorengan pada akhir produksi masih ada sisa minyak goreng di frying
dengan kadar FFA > 0,245 % maka minyak tersebut akan disimpan di tangki
daily, dan minyak goreng disebut minyak lama. Minyak goreng ini dapat
dipergunakan kembali sebagai bahan campuran minyak goreng untuk proses
produksi baik pada awal produksi maupun selama proses berlangsung. Jika
memenuhi standar minyak goreng bisa di gunakan kembali, jika tidak sesuai
standar minyak tersebut ditarik kemudian ditampung dalam tangki untuk
digunakan lagi sebagai campuran minyak baru.
Setelah digoreng, mi ditiriskan dengan cepat hingga suhu 40oC dengan
kipas angin yang kuat pada ban berjalan. Proses tersebut bertujuan agar minyak
memadat dan menempel pada mi. Selain itu juga membuat tekstur mi menjadi
keras. Pendinginan harus dilakukan sempurna, karena jika uap air
berkondensasi akan menyebabkan tumbuhnya jamur.

g. Cooling
Cooling adalah proses pendinginan mi setelah proses pengorengan
yang dilakukan dengan cara mengangkut mi ke dalam ruang atau lorong yang
dilengkapi dengan sejumlah kipas untuk menghembuskan sejumlah udara
segar. proses pendinginan mi dilakukan selama 165 detik, yang bertujuan untuk
mendinginkan mi panas hingga diperoleh suhu mendekati suhu kamar yaitu ±
30-32ºC sebelum dikemas dengan etiket. Proses ini, mikrobia tidak dapat
tumbuh karena terbentuk lapisan minyak pada permukaan mi instan.
Selanjutnya mie yang telah digoreng didinginkan dengan
menggunakan kipas angin dan mesin pendingin. Mesin ini bekerja dengan
meniupkan angin ke arah mie panas yang bergerak melalui ban berjalan. Proses
pendinginan ini akan menyebabkan pengerasan minyak yang terserap dan
menempel pada mie sehingga mie pun menjadi keras. Apabila proses
pendinginannya tidak sempurna, uap air yang tersisa akan mengembun dan
menempel pada permukaan mie sehingga memicu tumbuhnya jamur.
Pengendalian proses pendinginan dengan memperhatikan suhu dan waktu
pendinginan, pengendalian mie secara periodik setiap satu jam sekali, bentuk
mie instan simetris minimal bisa berdiri tiga sisi. Secara organoleptik,
kematangan mie, bentuk mie, warna mie, tidak ada cemaran fisik, kimia,
biologi. Selain itu juga dianalisa kadar air, kadar lemak. Standar suhu
pendinginan max 45°C , waktu 120-124 detik, kadar air max 3,5% dan kadar
lemak 15 – 19%. Jika dalam proses pendinginan ini memenuhi standar maka
masuk keproses pengemasan, jika tidak sesuai dengan standar suhu dinaikkan
atau di turunkan.
h. Packing
Packing atau pengemasan mi adalah pembungkus mi, saus, minyak
bumbu dan lain lain dengan menggunakan etiket sesuai dengan standar yang
telah ditentukan. Tujuan dari pengemasan adalah untuk melindungi dari
kemungkinan tercemar atau rusak misalnya berupa debu dan kotoran tangan,
kelembaban oksigen di udara dan sinar matahari atau sinar lainnya. Sehingga
mi tidak mengalami penurunan kualitas sampai ke tangan konsumen.
V . SANITASI

1. Sanitasi Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk proses produksi hampir semuanya terbuat
dari bahan stainless steel sehingga tidak mudah berkarat, mudah untuk
dibersihkan dan tahan terhadap garam. Pada industri pengolahan makanan
persyaratan teknis higienis peralatan/ mesin antara lain:
a) Permukaan yang berhubungan dengan makanan harus halus, tidak
berlubang/bercelah, tak mengelupas dan tak menyerap air.
b) Alat tidak mencemari hasil produksi dengan jasad renik, unsur logam
yang lepas, minyak pelumas, bahan bakar dan lain-lainnya.
c) Alat tidak mempunyai sudut mati sehingga mudah dibersihkan.
Sumber : PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk, Noodle Division
Cabang Cirebon.
Sanitasi peralatan dilakukan setiap 1 kali/per shift baik sebelum dan
sesudah mesin digunakan. Selain itu, mesin yang tidak digunakan juga
dibersihkan untuk menghindari kontaminasi silang. Pembersihan total semua
peralatan/ mesin dilakukan setiap satu minggu sekali oleh karyawan bagian
produksi.

2. Sanitasi Selama Proses Produksi


Sanitasi selama proses produksi berlangsung harus selalu dilakukan agar
area di sekitar peralatan / mesin tetap bersih. Pada saat selesai proses
pengayakan dari mesin screw conveyor harus dibersihkan dengan
mengambil kotoran kotoran seperti kerikil, benang, kutu dari saringan dan
membersihan area di sekitarnya dengan menyapu sisa-sisa tepung yang
berceceran, sak tepung terigu dan tepung tapioka dirapikan dan secepat
mungkin dikirim ke gudang penyimpanan scrap sak agar tidak mengganggu
proses selanjutnya. Sanitasi ini dilakukan setiap hari baik pada waktu setelah
proses maupun akan akan dilakukan proses produksi.
Setelah mesin mixer selesai digunakan baling-baling dibersihkan dari
sisa-sisa adonan yang menempel, lantai di sekitar mesin juga dibersihkan agar
tidak terjadi kontaminasi silang. Di samping itu, tangki penyimpanan larutan
alkali juga harus dibersihkan dan pipa spray air alkali. Pada waktu proses
pembentukan lembaran adonan adanya sisa-sisa serbuk adonan di bawah
mesin juga harus dibersihkan pada waktu proses produksi selesai agar proses
produksi berikutnya dapat berlangsung secepat mungkin begitu juga pada
mesin slitter. Pembersihan area di sekitar mesin steam harus dilakukan setiap
hari dengan cara membersihkan saluran air di bawah mesin dan mengepel
lantai agar tidak terjadi genangan air di sekitar area proses produksi yang
dapat menimbulkan kontaminasi silang. Selain itu, mi basah yang jatuh juga
harus dibersihkan dengan menempatkan pada plastik yang kemudian
dialokasikan ke tempat penimbunan scrap mi basah.

Mi yang jatuh selama proses baik itu pada waktu cutter, folding, maupun
pada saat frying secepat mungkin dibersihkan setelah proses produksi selesai.
Mi dari sisa proses produksi yang tidak sempurna dikategorikan menjadi dua
yaitu HP dan HH. HP (Hancur Patah) merupakan mi yang tidak terpotong
dengan baik / lipatan mi tidak sesuai dengan standar yang masih dalam
keadaan bersih. Sedangkan HH (Hancur Halus) yaitu serbuk / potongan mi
kecil-kecil yang sudah jatuh ke lantai. HH juga dibersihkan dan ditempatkan
dalam plastik yang kemudian digiling menjadi pakan ternak.

3. Sanitasi Bangunan
Sanitasi bangunan meliputi; sanitasi lantai, ventilasi. Sanitasi lantai
dan dinding dilakukan setiap setiap shift dengan cara membersihkan kotoran-
kotoran yang menempel pada dinding, membersihkan, mengepel lantai dan
dinding di semua area pabrik.
4. Sanitasi Tenaga Kerja
Sanitasi tenaga kerja dilakukan untuk mencegah kontaminasi terhadap
produk karena karyawan bersentuhan langsung dengan produk :

a) Setiap pekerja/karyawan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk


harus menggunakan jas lab/GMP, sepatu boot/sepatu khusus
produksi, masker dan tutup kepala sebelum memasuki ruang
produksi.

b) Setiap pekerja/karyawan harus mencuci tangan dengan sabun


antiseptik dan membilas dengan alkohol 70% sebelum dan sesudah
memulai pekerjaan.

c) Apabila hendak meninggalkan ruang produksi, pekerja/karyawan harus


meninggalkan tutup kepala, jas lab dan masker pada tempat yang
disediakan.

d) Setiap pekerja dilarang makan, minum dan merokok selama berada di


pabrik kecuali kantin.

e) Setiap pekerja tidak boleh menggaruk, mengorek telinga, hidung dan


bagian tubuh yang lain selama proses produksi berlangsung.

f) Setiap pekerja / karyawan tidak boleh menggunakan assesoris seperti


gelang, cincin, kalung dan jam tangan di dalam ruang proses produksi.

g) Apabila pekerja sakit flu, batuk, demam, luka dibagian tubuh harus diobati
sampai tuntas.
KESIMPULAN

1. Produk mi instan yang di produksi di


PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Divisi
NoodleCabang Semarang yaitu; Indomie, Supermi, Sarimi, Sakura dan Ni
kimiku.
2. Tahap-
tahap proses produksi mi instan pada PT. Indofood Sukses Makmur Tbk.
Divisi
Noodle meliputi : penuangan tepung ke mesin screw conveyor, mixing, rol
lsheeting dan slitig,steaming, frying, cooling dan packing.
3. Bahanbahan yang digunakan PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Divisi
Noodle Cabang
Semarang untuk memproduksi mi instan yaitu; tepung terigu, tepung tapio
ka, dan air alkali (air,
garam dapur, ingredien lainnya dan pewarna kuning).

Anda mungkin juga menyukai