Anda di halaman 1dari 11

PENGOLAHAN GANDUM MENJADI ROTI TAWAR

Oleh

Michael Paskah Joshua Ricardo


190305006
ITP A

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk yang memiliki


ketergantungan terhadap beras sebagai sumber energi. Jumlah penduduk yang
semakin bertambah dengan tingkat produksi beras yang menurun menyebabkan
impor beras harus dilakukan. Meskipun swasembada pangan pertama sejak
runtuhnya pemerintahan orde baru berhasil dicapai pada tahun 2008, usaha
diversifikasi pangan non beras harus terus dilakukan untuk mengurangi
ketergantungan pada beras dan pada saat yang sama meningkatkan probabilitas
keberhasilan pencapaian swasembada pangan yang berkelanjutan.  Produk pangan
sumber energi non beras selama ini telah dikenal baik dan sering dikonsumsi
masyarakat adalah produk-produk berbasis terigu seperti roti, mie, dan biskuit
Perlu diciptakan suatu produk pangan yang dapat memenuhi kriteria sebagai
pangan alternatif yang kaya akan energi protein. Misalnya saja diaplikasikan pada
makanan pagi atau sarapan siap saji, karena seiring dengan kemajuan teknologi
dan kehidupan masyarakat yang ingin serba cepat dan serba praktis, pola
makanpun ikut bergeser. Kegiatan sarapan pagi sering diabaikan kandungan
gizinya, bahkan seringkali dilewatkan karena masalah waktu. Padahal sarapan
sangat penting peranannya dalam mensuplai kadar gula darah serta zat gizi lain
bagi tubuh di pagi hari sehingga dapat meningkatkan produktivitas seseorang,
khususnya anak-anak, sehingga dapat menunjang prestasinya di sekolah. Oleh
karena itu, produk sarapan haruslah yang memiliki kandungan gizi yang lengkap
dan seimbang. Namun, saat ini sudah ada sediaan makanan yang lebih praktis,
yaitu sereal. Untuk penyiapannya cukup sederhana, kita hanya perlu
menambahkan air susu atau air panas ke dalam wadah yang berisi sereal.
Serealia adalah jenis tumbuhan golongan tanaman padi-padian/rumput-
rumputan (Gramineae) yang dibudidayakan untuk menghasilkan bulir-bulir berisi
biji-bijian sebagai sumber karbohidrat/pati. Pembudidayaan semua serealia adalah
sama. Semua adalah tanaman semusim; yang berarti satu kali tanam, satu kali
panen dan tumbuh baik di daerah beriklim sedang. Biji-bijian serealia terbagi
menjadi 2 kelas tergantung apakah sekamnya tetap tinggal pada biji sewaktu
ditumbuk. Gandum, rye dan jagung cenderung kehilangan sekamnya selama
penumbukan dan merupakan kariopsis telanjang, sedangkan padi, oat, dan barley
merupakan kariopsis terbungkus.

Gandum (Triticum sp.) termasuk dalam golongan serealia yang merupakan


bahan makanan sumber karbohidrat. Tanaman gandum sebenarnya jarang
ditemukan di Indonesia karena kondisi lingkungan fisik di Indonesia tidak cocok
untuk tanaman gandum yang merupakan tanaman subtropis. Akan tetapi
masyarakat Indonesia cenderung lebih menyukai produk olahan gandum seperti
mie instan bahkan lebih besar dari jagung dan ubi kayu.

Masyarakat Indonesia masih mengolah serealia terutama gandum hanya


sebagai makanan pokok dan bahan baku setengah jadi seperti tepung saja padahal
manfaat gandum sangat besar bagi kesehatan manusia. Pengolahan serealia secara
tepat dan menarik bisa menambah nilai mutu dan jual jenis bahan tersebut. Namun
masyarakat belum bisa melakukannya karena kurangnya pengetahuan secara
spesifik mengenai sifat- sifat serealia terutama tanaman gandum baik secara
biologis maupun kimiawi. Mempertimbangkan hal ini kami akan mengulas lebih
banyak lagi dalam makalah ini mengenai gandum yaitu sifat- sifat
kimia,fisiologis, fisikokimia dan mutu dari gandum. Selain itu pembuatan
makalah ini sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Teknologi Serealia dan
Tanaman Palawija.
BAGIAN-BAGIAN GANDUM
 Kadar Amilosa dan Amilopektin.
Granula pati gandum berbentuk elips dengan ukuran granula 2-35 µm.
Kandungan amilosa dalam pati gandum adalah 25% sedangkan amilopektinnya
sebesar 75%. Dalam produk makanan, amilopektin bersifat merangsang terjadinya
proses mekar (puffing) dimana produk makan yang berasal dari pati yang
kandungan amilopektinnya tinggi akan bersifat ringan, porus, garing dan renyah.
Hal ini dikarenakan amilopektin memiliki sifat mudah mengembang dan
membentuk koloid dalam air. Kebalikannya pati dengan kandungan amilosa
tinggi, cenderung menghasilkan produk yang keras, pejal, karena proses mekarnya
terjadi secara terbatas. Oleh karena itulah tepung gandum utuh cocok digunakan
untuk pembuatan roti dan kue karena pati gandum mengandung amilopektin yang
tinggi yang sangat berpengaruh terhadap swelling properties (sifat mengembang
pada pati).
Kadar amilosa pada gandum berhubungan dengan indeks glisemiknya dan
daya cerna pati. Kandungan amilosa dalam gandum utuh yang cukup tinggi yaitu
sebesar 25%, menyebabkan daya cerna pati serta indeks glisemik gandum yang
rendah. Indeks glisemik gandum utuh adalah 55-69. Indeks glisemik dan daya
cerna pati yang rendah menyebabkan proses pencernaan karbohidrat di dalam
tubuh lamban karena karbohidrat tidak langsung dicerna menjadi gula darah,
sehingga makanan olahan yang berasal dari gandum utuh sangat baik untuk
penederita diabetes mellitus.
 Kadar Protein
Gandum memiliki komponen gluten yang merupakan protein yang
menggumpal, elastis serta mengembang bila dicampur dengan air. Hal ini
disebabkan jika gluten pada gandum ditambahkan dengan air dalam perbandingan
tertentu, maka protein akan membentuk suatu massa atau adonan koloidal yang
plastis. Hal tersebut dapat menahan gas dan akan membentuk suatu struktur spons
bila dipanggang untuk mencapai suatu kehalusan yang memuaskan. Jenis tepung
gandum yang berbeda memerlukan jumlah pencampuran (air) yang berbeda.
Tepung terigu yang mempunyai kadar protein tinggi akan memerlukan air lebih
banyak agar gluten yang terbentuk dapat menyimpan gas sebanyak-banyaknya.
Eka (2009) menyebutkan bahwa gluten merupakan protein utama dalam
tepung terigu yang terdiri dari gliadin (20-25 %) dan glutenin (35-40%). Gliadin
dari gluten menyebabkan sifat viscous dari adonan dan glutenin menyebabkan
sifat viscoelastic dari adonan akibat adanya disulfide crosslinking. Keunikan sifat
protein dalam gandum menghasilkan roti yang ringan, kekuatan dan elastisitasnya
tinggi dan tekstur maupun rasa yang diinginkan. Pada pembuatan adonan yang
mengalami pemanasan, gluten memiliki kemampuan sebagai bahan yang dapat
membentuk adhesive (sifat lengket), cohesive mass (bahan-bahan dapat menjadi
padu), films, dan jaringan 3 dimensi. Penggunaan gluten dalam industri roti untuk
memberi kekuatan pada adonan, mampu menyimpan gas, membentuk struktur,
dan penyerapan air.
Gandum keras (hard) banyak mengandung gluten dan protein yang
dikandung gandum jenis ini sekitar 12-13%. Gandum keras digunakan sebagai
bahan baku terigu jenis hard flour yang menghasilkan adonan sukar meregang dan
mempunyai sifat menahan gas yang baik oleh karena itu cocok digunakan sebagai
bahan baku mie. Gandum lunak (soft) mengandung lebih sedikit glutein dan
kandungan proteinnya sebesar 9,5-11%.tepung terigu dari gandum lunak banyak
digunakan sebagai bahan baku roti dan kue.
 Suhu Gelatinisasi
Suhu Gelatinasi pada gandum adalah 53-640 C. Apabila granula pati
dipanaskan dalam air, ikatan hidrogen yang lemah dan tidak berbentuk
(amorphous) diputus dan granula akan mengembang karena adanya hidrasi
(masuknya air kedalam granula pati). Proses gelatinasi mula-mula terjadi dengan
adanya penambahan air yang akan memecahkan kristal amilosa dan mengganggu
strukturnya kemudian granula pati akan mengembang, volumenya mencapai 26-
30 kali lipat dari volume semula. Semakin tinggi suhu dan penambahan air,
amilosa mulai keluar dari granula pati dan tidak bisa mengembang lagi. Akhirnya
granula pecah dan semakin banyak air yang menyerangnya untuk melepaskan
gugus hidroksil, sehingga dihasilkan struktur gel koloidal dengan kadar amilosa
yang turun dan sebagian besar granula terdiri dari amilopektin.
MUTU GANDUM
Syarat Mutu Gandum dapat dilihat dari keadaan seperti berikut:
1.Mulus, tidak pecah atau terpotong.
2.Dilihat dari bentuk : lonjong seperti bentuk serealia pada umumnya.
3.Dilihat dari ukuran : berisi, tidak kosong pada bagian dalam.
4.Dilihat dari bau: tidak tengik
5.Penampakan: utuh
6.Hasil gilingan : bersih tidak tertinggal kulitnya.
Syarat dan mutu gandum yang diolah menjadi tepung terigu yang
memenuhi standar sebagai tepung siap konsumsi adalah sebagai berikut
( SNI 01-3751-2006):
Unsur Besi menentukan mutu gandum yang dihasilkan. Salah satu standar
mutu gandum yang bertalian dengan kandungan logam besi adalah wama putih
cerah dari gandum. Jika kandungan besi di dalam gandum relatif tinggi, maka
warna putih dari hasil penggilingan gandum cenderung kurang cerah (berwama
coklat); sebaliknya jika kandungan besi di dalam gandum relatif rendah, maka
warna putih dari hasil penggilingan gandum akan berwama cerah.
Penyimpanan gandum dilakukan untuk mempertahankan jumlah dan mutu
biji sebelum ditepungkan. Karakteristik biji gandum yang berkaitan erat dengan
penyimpanan adalah kadar air, aktivitas respirasi biji yang menghasilkan panas,
uap air, CO2, densitas serta sifat fisik biji yang melakukan perpindahan panas
secara konduksi. Kondisi yang mendukung perkembangan hama pada biji gandum
adalah pada suhu sekitar 30oC dengan kelembaban udara berkisar antara 40-80%.
Pada suhu di atas 40oC sebagian besar hama yang menyerang biji akan mati.
Untuk mencegah kerusakan biji yang disimpan maka diperlukan adanya
monitoring yang intensif terhadap kondisi ruang penyimpanan serta biji/tepung
gandum yang disimpan. Kontrol terhadap ruang penyimpanan meliputi kondisi
aerasi dan peralatan pendingin serta control visual terhadap hama yang muncul di
dalam gudang penyimpanan. Secara berkala diperlukan adanya fumigasi terhadap
biji/tepung yang disimpan. Kontrol kualitas juga harus dilakukan terhadap
biji/tepung secara rutin untuk mengtetahui perubahan sifat fisik dan fungsional
selama penyimpanan.
PENGOLAHAN GANDUM
Gandum merupakan salah satu bahan makanan yang bisa diolah dan
dikreasi menjadi berbagai menu makanan. Di Indonesia memang belum banyak
orang yang tertarik untuk mempelajari cara mengolah makanan dari gandum.
Sebagian besar masyarakat Indonesia hingga saat ini belum mengetahui cara
pengolahan hasil panen berbentuk biji gandum, baik untuk tujuan pemasaran
dalam bentuk bahan mentah maupun pemasaran bentuk siap konsumsi. Salah satu
produk olahan yang dapat dibuat dari gandum adalah roti.
Ada tiga sistem pembuatan roti yaitu: sponge and dough, straight
dough dan no time dough. Sistem sponge and dough terdiri dari dua langkah
pengadukan yaitu pembuatan sponge dan pembuatan dough. Keuntungan
menggunakan sistem sponge and dough adalah toleransi terhadap waktu
fermentasi lebih baik, volume roti lebih besar, sheft life lebih baik, dan aroma roti
lebih kuat. Sedangkan kerugiannya adalah toleransi terhadap waktu aduk lebih
pendek, peralatan lebih banyak, jumlah pekerja lebih banyak, kehilangan karena
fermentasi lebih banyak, dan waktu produksi lebih lama.
Sistem straight dough (cara langsung) adalah proses dimana bahan-bahan
diaduk bersama-sama dalam satu langkah. Keuntungan menggunakan sistem
straight dough adalah peralatan lebih sedikit, jumlah pekerja lebih sedikit,
kehilangan berat karena fermentasi lebih sedikit, waktuproduksi lebih pendek.
Sementara kerugian menggunakan sistem ini adalah toleransi terhadap waktu
fermentasi lebih pendek, dan kesalahan dalam proses mixing tidak dapat
diperbaiki.

Gambar 1. Straight dough


Sistem no time dough adalah proses langsung juga dengan waktu
fermentasi yang sesingkat mungkin atau ditiadakan sama sekali. Sistem no time
dough mempunyai keuntungan waktu produksi jauh lebih pendek, tidak
memerlukan ruangan untuk fermentasi, kehilangan berat karena fermentasi lebih
sedikit, tidak memerlukan banyak mixer dan pekerja, dan pemeliharaan alat lebih
ringan. Sedangkan kerugiannya yaitu aroma roti tidak ada, shelf life lebih pendek,
dan memakai lebih banyak bread improver.

Gambar 2. No time dough


Bahan baku untuk proses pembuatan roti dapat digolongkan menjadi tiga
kelompok, yaitu bahan pokok atau bahan utama seperti tepung terigu, ragi dan air,
bahan penambah rasa yaitu gula, garam, lemak dalam bentuk shortening /
mentega/margarin, susu dan telur, serta bahan tambahan berupa mineral yeast
food (MYF), malt, emulsifier, bahan untuk meningkatkan mutu adonan (dough
improver) dan pengawet terutama terhadap jamur.
Tepung terigu yang digunakan untuk adonan harus mampu menyerap air
dalam jumlah banyak untuk mencapai konsistensi adonan yang tepat, dan
memiliki elastisitas yang baik untuk menghasilkan roti dengan remah yang halus,
tekstur lembut dan volume yang besar. Tepung yang demikian  disebut tepung
keras (hard wheat). Tepung keras mengandung 12-13 % protein dan cocok untuk
pembuatan roti. Selanjutnya tepung ini  dicampur dengan gula. Gula pada roti
terutama berfungsi sebagai makanan ragi selama fermentasi sehingga dapat
dihasilkan karbondioksida dan alkohol. Gula juga dapat berfungsi untuk memberi
rasa manis, flavor dan warna kulit roti (crust). Selain itu gula juga berfungsi
sebagai pengempuk dan menjaga freshness roti karena sifatnya yang higroskopis
(menahan air) sehingga dapat memperbaiki masa simpan roti.
Semua bahan utama dan bahan tambahan dicampurkan dan diaduk
menjadi satu. Setelah dicampur bahan tersebut sampai  kalis maka adonan tersebut
siap untuk difermentasi. Ragi untuk roti dibuat dari sel khamir Saccharomyces
cereviceae. Dengan memfermentasi gula, khamir menghasilkan karbondioksida
yang digunakan untuk mengembangkan adonan. Ragi berfungsi untuk
mengembangkan adonan dengan memproduksi gas CO2, memperlunak gluten
dengan asam yang dihasilkan dan juga memberikan rasa dan aroma pada roti.
Menurut U.S. Wheat Associates (1983), Proses fermentasi dalam adonan
roti menyebabkan pengurangan senyawa gula sederhana dan nitrogen. Selain itu
juga dapat membentuk CO2, alkohol, dan asam ester. Proofing diperlukan agar
adonan mempunyai kelenturan dan ekstensibilitas yang baik. Waktu yang
diperlukan berkisar antara 50 – 70 menit tergantung pada macam dan jumlah
ingredient serta suhu fermentasi. Selama fermentasi, pH akan turun dari 5.3
menjadi 4.5 karena terjadi pembentukan asam-asam seperti asam cuka oleh
bakteri asam asetat dan asam laktat. Penurunan pH ini akan mempengaruhi hidrasi
dan pengembangan gluten dan laju kegiatan enzim .
Pada tahap selanjutnya setelah fermentasi adalah tahap pembentukan. Di
tahapan ini secara berurutan adonan dibagi dan dibulatkan, diistirahatkan,
dipulung, dimasukkan dalam loyang dan fermentasi akhir sebelum dipanggang
dan dikemas. Proses berikutnya adalah intermediete proofing, yaitu mendiamkan
adonan dalam ruang yang suhunya dipertahankan hangat selama 3-25 menit.
Adonan difermentasi dan dikembangkan lagi sehingga bertambah elastis dan
dapat mengembang setelah banyak kehilangan gas, teregang dan terkoyak pada
proses pembagian. Setelah didiamkan adonan siap dengan pemulungan. Proses
pemulungan terdiri dari proses pemipihan atau sheating, curling, dan rolling atau
penggulungan serta penutupan atau sealing. Setelah pemulungan adonan
dimasukkan ke dalam loyang yang telah dioles dengan lemak, agar roti tidak
lengket pada loyang. Selanjutnya dilakukan fermentasi akhir, yang bertujuan agar
adonan mencapai volume dan struktur remah yang optimum. Agar proses
pengembangan cepat fermentasi akhir ini biasanya dilakukan pada suhu sekitar
38 oC dengan kelembaban nisbi 75-85 %. Dalam proses ini ragi roti menguraikan
gula dalam adonan dan menghasilkan gas karbondioksida.
Proses terpenting dalam pembuatan roti tawar adalah pemanggangan.
Aktivitas biologis yang terjadi dalam adonan dihentikan oleh pemanggangan
disertai dengan hancurnya mikroorganisme dan enzim yang ada. Pada saat yang
sama substansi rasa terbentuk, meliputi karamelisasi gula, pirodekstrin dan
melanoidin sehingga menghasilkan produk dengan sifat organoleptik yang
dikehendaki. Dengan adanya gula maka waktu pembakaran dalam pemanggangan
harus sesingkat mungkin agar roti tidak menjadi hangus karena sisa gula yang
masih terdapat dalam adonan dapat mempercepat proses pembentu-kan warna
pada kulit roti. Dengan singkatnya waktu pembakaran tersebut, maka dipengaruhi
masih banyak uap air yang tertinggal dalam adonan, dan ini akan mengakibatkan
roti akan tetap empuk. Pada suhu sekitar 50-60 oC, aktivitas metabolisme khamir
meningkat, sampai terjadi perusakan khamir karena panas berlebihan. Pada saat
suhu mencapai sekitar 76 oC, alkohol dibebaskan serta menyebabkan peningkatan
tekanan dalam gelembung udara. Sejalan dengan terjadinya gelatinisasi pati,
struktur gluten mengalami kerusakan karena penarikan air oleh pati.  Di atas suhu
76 ºC terjadi penggumpalan gluten yang memberikan struktur crumb. Pada akhir
pembakaran , terjadi pembentukan crust serta aroma. Pembentukan crust terjadi
sebagai hasil reaksi maillard dan karamelisasi gula.
KESIMPULAN

Produk pangan sumber energi non beras selama ini telah dikenal baik dan
sering dikonsumsi masyarakat adalah produk-produk berbasis terigu seperti roti,
mie, dan biskuit perlu diciptakan suatu produk pangan yang dapat memenuhi
kriteria sebagai pangan alternatif yang kaya akan energi protein. Di Indonesia
memang belum banyak orang yang tertarik untuk mempelajari cara mengolah
makanan dari gandum. Sebagian besar masyarakat Indonesia hingga saat ini
belum mengetahui cara pengolahan hasil panen berbentuk biji gandum, baik untuk
tujuan pemasaran dalam bentuk bahan mentah maupun pemasaran bentuk siap
konsumsi. Salah satu produk olahan yang dapat dibuat dari gandum adalah roti.
DAFTAR PUSTAKA

U.S Wheat Asociates. 1983. Pedomana Pembuatan Kue dan Roti. Jakarta.
Djambatan.

Anda mungkin juga menyukai