Anda di halaman 1dari 28

PROSES PENGOLAHAN CRUMB RUBBER

1. Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam proses pengolahan karet Crumb Rubber
adalah bahan baku karet dalam bentuk padatan. Proses pengolahan karet Crumb
Rubber sendiri adalah proses pengolahan bahan baku karet (dalam bentuk padatan)
dengan cara peremahan, pemblendingan, dan pengeringan yang bertujuan untuk
mendapatkan karet kering dalam bentuk kemasan tertentu sesuai permintaan
konsumen. Lateks berbentuk cair di 3 jam pertama, setelah itu lateks akan
membeku secara alami dan berubah bentuk menjadi padatan. Lateks yang sudah
menggumpal (sering disebut juga Kompo) diolah di Pabrik Pengolahan Crumb
Rubber. Untuk mempercepat pembekuan lateks maka dilakukan penambahan
koagulan (biasanya Formic Acid) kedalam lateks.
Detailnya, 2 jenis bahan baku yang diterima di Pabrik Pengolahan Karet Crumb
Rubber adalah:

a. Cup Lump (Lump Mangkok)


Cup Lump atau populer juga dengan sebutan "Lump Mangkok" adalah
bekuan lateks yang menggumpal secara alami didalam mangkok pengumpul lateks.
Lateks akan membeku secara alami dalam waktu kurang lebih 3 jam.

Gambar 1. Cup Lump


Cup lump ini memiliki Kadar Karet Kering (KKK) sebesar 60% - 90%
tergantung dari kekeringannya. Semakin kering maka Kadar Karet Kering juga
akan semakin tinggi. Kadar Karet Kering ini menggambarkan kandungan partikel
karet yang terdapat dalam Cup Lump. Secara visual Cup Lump berwarna putih dan
akan menjadi kuning kecoklatan seiring bertambahnya umur penyimpanan.

b. Slab
Slab adalah bekuan lateks yang digumpalkan dengan sengaja dengan cara
menambah zat koagulan/penggumpal. Koagulan yang biasa digunakan (dan
disarankan) adalah asam semut (Formic Acid). Namun masih banyak pemasok yang
menggunakan bahan lain sebagai koagulan seperti: air kotor, air baterai, pupuk, dan
lain-lain yang dapat menurunkan parameter mutu yang dipersyaratkan. Pemasok
mencoba semua cara (halal/maupun tidak halal) untuk mengurangi biaya produksi
dan tidak memikirkan akibat selanjutnya yang akan dialami pabrik yang dipasok.

Gambar 2. Slab

Slab ini biasanya berbentuk bantalan dengan ukuran 40 x 30 x 10 cm. Kadar


Karet Kering yang terdapat dalam slab bervariasi antara 30% - 60%. Nilai ini lebih
rendah bila dibandingkan dengan Kadar Karet Kering Cup Lump (60% - 90%). Slab
ini dibuat dengan cara mengumpulkan lateks cair kedalam wadah-wadah cetakan
(untuk membentuk bantalan) dan diberi koagulan/penggumpal (biasanya formic
acid) yang mempercepat proses penggumpalan.
Slab memiliki karakter mutu yang kurang baik bila dibandingkan dengan
Cup Lump. Untuk itu dalam proses pengolahan nantinya perlu dibuat perbandingan
campuran antara Slab dan Cup Lump. Perbandingan 1 Slab dan 3 Cup Lump
memberikan hasil yang baik bagi produk. Semakin banyak komposisi Cup Lump
maka semakin baik juga karakter mutu yang akan dihasilkan.
Sebelum memasuki pabrik bahan baku (Slab dan Cup Lump) ini ditimbang
terlebih dahulu. Tujuan penimbangan ini tentunya untuk mengetahui berat basah
bahan baku yang masuk kedalam pabrik. Laboratorium kemudian akan memeriksa
Kadar Karet Kering bahan baku karet tersebut untuk dapat mengetahui berat kering
yang diterima oleh pabrik. Ketika menimbang menggunakan timbangan digital
dengan kapasitas maks 30 Ton. Apabila sistem digital mengalami kerusakan dapat
diganti dengan sistem manual. Setiap 1 tahun sekali timbangan ini akan dikalibrasi
oleh Badan Meterologi untuk memastikan keakuratannya.

Gambar 3. Proses Penimbangan di Stasiun


Timbangan Bahan Baku

Truk yang masuk dicatat dulu nomor polisinya kemudian ditimbang dan
beratnya menjadi berat bruto. Truk kemudian masuk kedalam loading ramp dan
melakukan unloading muatannya. Setelah unloading, truk pengangkut ditimbang
lagi dan beratnya menjadi berat netto. Berat muatan didalam truk adalah Berat
Bruto dikurangi dengan Berat Netto dan disebut dengan Berat Tarra. Berat Tarra
inilah yang menjadi berat bahan baku yang diterima oleh pabrik. Hasil
penimbangan selanjutnya dicetak dan dan 1 kopiannya diberikan kepada si
pengirim.

Gambar 4. Loading Ramp tempat Bahan Baku di


unloading dari Truk Pengangkut

Penimbangan bahan baku dilakukan terpisah menurut jenis bahan baku yang
diterima dan dibedakan menurut si pengirim bahan baku. Tidak dibenarkan Cup
Lump dan Slab ditimbang bersamaan. Ini dibuat karena kedua jenis bahan baku ini
memiliki karakter yang berbeda. Kadar Karet Kering kedua bahan baku ini juga
berbeda. Akan lebih mudah nantinya memeriksa Kadar Karet Kering apabila bahan
baku yang diterima sudah dipisahkan dari awal penerimaan.
Proses unloading muatan dilakukan dengan memperhatikan kaidah First In
First Out (FIFO) sehingga perlu mengatur letak dari muatan yang akan dionload
agar kaidah FIFO tadi terlaksana. Bahan yang pertama datang adalah bahan yang
pertama diolah dan selanjutnya bahan yang datang kemudian akan diolah
kemudian. Peletakan bahan baku yang sembarangan akan memberi kesulitan dalam
melaksanakan kaidah FIFO ini.
Gambar 5. Proses Unloading Bahan Baku dari Truk
Pengangkut

Biasanya proses unloading bahan baku dari truk ke lantai loading ramp
dilakukan oleh tenaga yang dibawa oleh pengangkutan itu sendiri atau tenaga pihak
ke-3 dari sekitar lingkungan pabrik. Pihak ke-3 biasanya juga adalah warga
setempat yang bergabung dalam suatu serikat/organisasi . Ini berlaku di pabrik
tempat saya bekerja tetapi kondisi yang berbeda bisa saja terjadi di pabrik yang lain.
Di tempat saya bekerja tidak ada karyawan sendiri yang ditugaskan untuk kegiatan
unloading ini. Pada proses unloading juga harus diusahakan agar slab dan cup lumb
benar benar diletakkan terpisah agar pada proses selanjutnya perbandingan 1 Slab
dan 3 Cup Lump dapat dengan mudah dilaksanakan.
Bahan baku yang turun dari Truk selanjutnya ditimbun sementara di lantai
Loading Ramp sebelum masuk ke proses pengolahan. Penimbunan dilakukan
dengan membagi bahan baku kedalam kelompok menurut umurnya untuk
menjamin sistem FIFO berjalan. Bahan baku yang diterima juga akan disortir dari
benda-benda non karet (kontaminasi). Contoh benda-benda kontaminasi ini antara
lain: tali plastik, pecahan mangkok lateks, tali rafia, scrap/getah tarik, potongan
kayu, daun-daun, sobekan goni plastik, dan lain-lain. Benda-benda (kontaminasi)
ini akan dikumpulkan dan dikembalikan kepengirim.
2. Bak Blending I
Bahan baku yang ditimbun dilantai Loading Ramp selanjutnya dimasukkan ke
dalam Bak Blending I. Bak blending I ini merupakan proses pengolahan pertama
yang bertujuan untuk mempermudah pencampuran antara Slab dan Cup Lump.

Gambar 6. Bak Blending I

Bak blending diisi air yang fungsinya mencuci bahan baku. Pencucian ini
bertujuan untuk mengurangi kontaminasi. Air akan diganti secara berkala (biasanya
seminggu sekali) untuk menjamin efektifitas pencucian bahan baku.

3. Prebreaker
Dengan Bucket Conveyor, bahan baku dipindahkan dari Bak Blending I ke
mesin Prebreaker. Di Prebreaker bahan baku tadi akan diremahkan menjadi ukuran-
ukuran yang lebih kecil. Apabila ukuran sebelumnya seukuran "bantal tidur" maka
setelah lewat dari Prebreaker ukurannya akan menjadi seukuran "jempol kaki".
Gambar 7. Mesin Prebreaker

Sesuai dengan sebutannya yaitu Pabrik Crumb Rubber maka proses yang
dominan terjadi di pabrik adalah proses peremahan. Peremahan bertujuan untuk
memperluas bidang permukaan sehingga pencucian menjadi lebih efektif. Pada saat
proses peremahan ini juga akan terjadi " tekanan" terhadap bahan baku yang akan
memaksa kontaminasi memisahkan diri dari bahan baku.
Berikut beberapa bocoran spesifikasi mesin (Pabrik Crumb Rubber dengan
kapasitas 30 Ton Karet Kering/hari).
Tabel 1. Spesifikasi Mesin Prebreaker

Kapasitas mesin = 4.000 - 5.000 Kg/Jam


Prebreaker

Daya motor = 37 KW

Putaran motor = 1.500 Rpm

Tenaga motor = 50 HP

4. Bak Blending II
Remahan-remahan yang keluar dari Prebreaker selanjutnya masuk ke dalam
Bak Blending II. Mirip dengan fungsi Bak Blending I maka Bak Blending II juga
berfungsi sebagai pencampur. Seluruh remahan-remahan akan diaduk sehingga
diharapkan bahan baku menjadi homogen.
Gambar 8. Bak Blending II

Air yang ada dalam bak blending yang menjadi media pencampur. Agar
produk akhir homogen (sama karakter mutunya disetiap bagian produk), maka
bahan yang sebelumnya memiliki karakter berbeda akibat adanya Cup Lump dan
Slab, jenis tanaman, proses pertumbuhan, perawatan tanaman harus melewati
proses-proses tertentu. Salah satu proses menghomogenkan tadi terjadi di Bak
Blending.
5. Hammer mill
Bucket Conveyor kemudian akan memindahkan remahan di Bak Blending
II ke mesin Hammer Mill. Mirip dengan fungsi Prebreaker maka Hammer Mill juga
berfungsi untuk meremahkan bahan baku yang ada di Bak Blending II. Remahan
yang sebelumnya berukuran sebesar "jempol kaki" akan diperkecil lagi ukurannya
menjadi 0,5 - 1 cm. Ternyata untuk mempermudah proses selanjutnya ukuran
remahan yang dihasilkan Prebreaker masih terlalu besar sehingga perlu diperkecil
lagi dengan Hammer Mill. Hammer Mill juga memiliki tujuan yang sama dengan
Prebreaker yaitu memperluas bidang permukaan bahan baku.
Gambar 9. Mesin Hammer Mill

Semakin luas permukaan bahan baku maka bidang kontak air dengan bahan
baku juga akan semakin besar sehingga proses pecucian menjadi lebih optimal. Di
Hammer Mill bahan baku diremahkan dengan mekanisme "pemukulan".
Pemukulan ini juga akan memaksa kontaminasi memisahkan diri dari bahan baku.
Berikut beberapa bocoran spesifikasi mesin Hammer Mill (Pabrik Crumb Rubber
dengan kapasitas 30 Ton Karet Kering/hari).
Tabel.2 Spesifikasi Mesin Hummer Mill

Kapasitas mesin Hammer = 3.000 Kg/Jam


Mill

Daya motor = 100 KW

Putaran motor = 1475 Rpm

Tenaga motor = 135 HP

6. Bak Blending III


Bak blending III selanjutnya menerima hasil remahan yang keluar dari
mesin Hammer Mill. Fungsinya hampir sama dengan fungsi Bak Blending yang
sebelumnya yaitu sebagai pencampur dan pencuci untuk mengurangi kontaminasi
yang masih ada.
Gambar 10. Bak Blending III

Bak Blending III juga berfungsi sebagai media transportasi dari Hammer
Mill ke mesin proses selanjutnya.
7. Remahan
Tujuan utama penggilingan remahan adalah untuk mendapatkan
keseragaman bahan baku dengan proses mikro dan menjadikannya dalam bentuk
lembaran. Proses ini sering juga disebut proses Mikro Blending. Sebelumnya saya
pernah menjelaskan proses Makro Blending yang terjadi di Bak Makro Blending 1,
2 dan 3. Makro Blending dan Mikro Blending sama-sama bertujuan untuk
mendapatkan keseragaman/homogenitas bahan baku. Pada proses Makro Blending
proses pencampuran dilakukan dengan cara mengaduk/mixering remahan/bahan
baku. Proses ini mirip dengan proses membuat adonan campuran beton, yakni
dengan mengaduk semen, pasir, kerikil sehingga didapatkan campuran yang
homogen. Sedangkan pada Proses Mikro Blending kegiatan menghomogenkan
terjadi dengan cara menggiling remahan yang diatur sedemikian rupa sehingga
remahan saling "tindih" satu sama lain didalam penggilingan. Proses "saling tindih"
ini memaksa remahan-remahan karet untuk menjadi satu bagian yang akhirnya akan
menjadi bentuk lembaran. Proses menggiling telur, mentega, dan tepung untuk
mendapatkan adonan roti yang homogen merupakan proses yang mirip dengan
proses Mikro Blending.
Penggilingan dilakukan dengan menggunakan mesin giling Crepper. Roll
Gilingan Crepper dibuat berulir/motif bunga agar efek pemerasan terjadi pada
bahan baku. Agar didapatkan jaminan bahwa setiap remahan karet sudah menjadi
sebuah kesatuan maka perlu dilakukan penggilingan berulang-ulang. Dalam
pengolahan ini menggunakan 6 mesin Crepper sehingga diperlukan 6 kali
penggilingan yang dilakukan berurut dari Crepper yang ke-1 hingga Crepper yang
ke-6. Dengan 5 mesin Crepper jumbo yang memiliki tekanan dan luas kontak yang
lebih besar memungkinkan penggilingan hanya dilakukan 6 kali. Dulu ketika pabrik
kami hanya menggunakan 2 buah mesin Crepper jumbo, kami harus menggiling
sampai 8 kali (ada 6 buah Crepper Non Jumbo) untuk mendapatkan hasil yang
homogen.

Gambar 11. Bucket Conveyor memindahkan


remahan dari Bak Blending 3 ke Crepper no. 1

Penggilingan dilakukan sambil menyemprotkan air sehingga kotoran-


kotoran yang keluar oleh proses penggilingan terbuang oleh proses pencucian.
Proses perpindahan bahan dari 1 gilingan ke gilingan berikutnya dilakukan secara
manual oleh Operator Gilingan (kami juga menyebutnya "Operator Crepper").
Setiap mesin Crepper dijaga oleh 1 orang Operator Crepper. Operator Crepper ini
juga bertugas untuk melipat lembaran sebelum masuk kedalam Crepper. Lembaran
yang terlipat inilah yang akan membuat remahan-remahan karet saling "tindih"
pada saat digiling. Namun lembaran yang terlipat hanya bisa digiling di Crepper
Jumbo (yang 5 buah). Pada Crepper terakhir (sering juga disebut Crepper Finisher)
proses pelipatan lembaran tidak diperlukan lagi.
Gambar 12. Remahan sudah mulai berbentuk lembaran
setelah digiling

Gambar 13. Lembaran yang sudah terbentuk setelah


melewati Crepper Finisher
Gambar 14. Lembaran yang sudah digulung dan menjadi
Blangket

Gambar 15. Blangket akan dipindahkan ke Gudang Maturasi

Hasil akhir dari penggilingan remahan-remahan tadi akan diperoleh


lembaran selebar kurang lebih 60 cm dengan ketebalan 6 - 7 mm. Karet yang
sebelumnya berupa remahan kini telah berubah menjadi lembaran yang homogen.
Selanjutnya lembaran yang mirip selendang ini digulung kemudian dikirim ke
Gudang Maturasi untuk proses "Pemeraman". 1 buah gulungan memiliki berat
kurang lebih 24 kg (Berat sebelum maturasi). Gulungan ini ditempat saya sering
disebut juga dengan nama "Blangket". Kadar Karet Kering dalam Blangket yang
baru dihasilkan adalah sekitar 70% (nilai sebelum maturasi).
8. Maturasi (Pemeraman)
Blangket yang dihasilkan oleh mesin Crepper selanjutnya dibawa
ke Gudang Maturasi untuk proses "Pemeraman". Dipabrik lain proses pemeraman
ini dilakukan dengan menggantungkan lembaran namun di Pabrik tempat saya
bekerja proses pemeraman dilakukan dengan menyusun blangket-blangket dalam
Gudang Maturasi. Proses Maturasi berlangsung selamat 6 - 8 hari. Biasanya hasil
terbaik didapatkan ketika blangket sudah dimaturasi selama 8 hari. Maturasi yang
lebih dari 8 hari juga akan memberikan hasil yang lebih baik. Bahan baku karet
akan menjadi lebih cepat kering dalam proses Dryer dan kemungkinan terjadinya
cacat (white spot) lebih sedikit. Penambahan umur maturasi tentunya akan
berpengaruh kepada kebutuhan luas Gudang Maturasi. Kami memiliki Gudang
Maturasi yang didisain untuk waktu maturasi 8 hari.

Gambar 16. Blangket disusun dalam Gudang Maturasi

Penyusunan blangket di Gudang Maturasi diatur sedemikian rupa sehingga


setiap blanket dapat diidetifikasi menurut umurnya. Untuk itu perlu
dibuatkan papan identifikasi yang diletakkan disetiap kelompok blangket. Gudang
maturasi juga harus dilengkapi dengan drainase yang baik. Blangket baru masih
dalam keadaan basah dan bisa menimbulkan genangan air. Kondisi yang basah akan
membuat kelembaban gudang maturasi menjadi tinggi. Semangkin tinggi
kelembaban akan menambah kebutuhan waktu untuk maturasi. Blangket
memerlukan suhu normal untuk kebutuhan maturasi (tidak boleh terlalu tinggi dan
tidak boleh terlalu rendah.
Tujuan dari maturasi ini untuk mempertahankan nilai PRI dan turut serta
dalam mengurangi Kadar Air dalam Blangket. Biasanya Kadar Karet Kering setelah
maturasi selama 8 hari adalah 80 - 90%. Nilai PRI adalah ukuran dari besarnya sifat
plastisitas (keliatan/kekenyalan) karet yang masih tersimpan bila karet tersebut
dipanaskan selama 30 menit pada suhu 140 derajat Celcius. Pengujian PRI
dilakukan untuk mengukur degradasi (penurunan) ketahanan karet mentah terhadap
oksidasi pada suhu tinggi. Nilai lebih dari 80% menunjukkan bahwa ketahanan
karet mentah terhadap oksidasi adalah besar. Dengan mengetahui nilai PRI dapat
diperkirakan mudah tidaknya karet menjadi lunak dan lengket-lengket jika lama
disimpan atau dipanaskan. Hal ini penting nantinya pada proses vulkanisasi karet
pembuatan barang jadi, agar diperoleh sifat karet yang lebih kuat dan teguh.
9. Schreding (Peremahan)
Sebelum memasuki proses pengeringan, blangket akan diremahkan dulu
dengan mesin Schreder. Tujuan peremahan ini adalah untuk mendapatkan luasan
permukaan yang cukup bagi bahan baku untuk kontak dengan udara panas di mesin
Dryer.

Gambar 17. Mesin Schreder sedang meremahkan


blangket

Bentuk remahan juga memungkinkan bahan baku dapat dicetak didalam Box
Dryer (sering juga disebut dengan trolley),sehingga memudahkan dalam proses
pengepakan.
10. Drying (Pengeringan)
Remahan-remahan yang dihasilkan oleh Schreder selanjutnya akan masuk
ke bak panjang berisi air bersih (berfungsi sebagian pencuci dan media transport)
didepan Schreder. Dari bak tersebut remahan kemudian dipindahkan melalui pipa
dengan pompa Hidro Cyclon ke Box Dryer. Ada 2 orang yang bertugas untuk
memastikan remahan masuk kedalam Box Dryer dengan baik dan benar (posisinya
disebelah kanan dan kiri dari box dryer).

Gambar 18. Proses pemindahan remahan dari Bak Schreder ke Box Dryer
dengan Hidro Cyclone

Sebuah Box Dryer memiliki kapasitas 120 Kg Kering. Remahan harus


masuk kedalam box dengan cara yang alami dan tidak boleh ada penekanan
terhadap remahan. Hal ini untuk menghidari terjadi pemadatan didalam remahan.
Remahan yang padat menyulitkan udara panas untuk menyentuh seluruh
permukaan remahan. Akibatnya pengeringan menjadi tidak sempurna. Kepadatan
remahan didalam box dryrer harus diatur sedemikian rupa sehingga masih dapat
terjadi sirkulasi udara panas diantara celah-celah remahan pada saat pengeringan
didalam dryer.
Pengeringan bertujuan untuk mendapatkan produk SIR 10 yang bebas dari
kadar air. Kadar air yang lebih tinggi akan menurunkan ketahanan produk terhadap
pembusukan. Kandungan air memungkinkan produk ditumbuhi oleh jamur.
Menghilangkan kandungan air akan meningkatkan keawetan dari produk dan
menjadi syarat agar dapat diolah pada proses selanjutnya. Produk SIR 10 sendiri
adalah produk yang setengah jadi dan akan diproses lebih lanjut menjadi produk
bahan jadi seperti ban mobil, belt conveyor, dock fender dan lain sebagainya.

Gambar 19. Mesin Dryer

Suhu pengeringan diatur pada suhu 110 - 126 derajat celcius. Total waktu
pengeringan yang dilakukan adalah selama kurang lebih 4 jam. Operator dryer
bertugas menjaga agar remahan benar-benar kering optimal. Kondisi remahan yang
kurang kering biasanya memberikan akibat white spot ataupun virgin rubber pada
produk akhir (bandela). Sedangkan bila suhu pengeringan terlalu tinggi atau waktu
pengeringan terlalu lama maka hasil yang keluar dari dryer menjadi berlendir dan
lengket-lengket. Kondisi karet berlendir dan lengket ini merupakan gambaran awal
bahwa parameter mutu PRI (Plasticity Retention Index) gagal didapatkan. Proses
pengeringan di dalam Dryer menggunakan udara panas. Udara panas ini dihasilkan
oleh Heat Echanger. Komponen pemanas yang terdapat pada Heat Exchager adalah
susunan pipa yang berisi oli panas. Udara yang melewati pipa berisi oli panas inilah
kemudian yang berubah menjadi udara panas dan kemudian diteruskan ke dalam
dryer untuk mengeringkan remahan karet didalam box dryer. Udara tersebut
selanjutnya disirkulasikan lagi ke Heat Exchanger sehingga dengan proses sirkulasi
ini didapatkan suhu dryer yang stabil.
Oil panas yang ada didalam pipa merupakan oli panas yang mengalir dan
bersirkulasi dari Thermal Oil Heater dan Heat Exchanger. Thermal Oil Heater
berfungsi memanaskan oli yang terdapat didalam pipa. Oli panas ini selanjutnya
dipompakan ke Heat Exchanger. Dari Heat Exchanger oli panas tersebut kembali
lagi untuk dipanaskan di Thermal Oil Heater (TOH) dan begitu seterusnya. Bahan
bakar yang digunakan oleh TOH adalah berupa Cangkang Sawit. Kami
mengambilnya dari Pabrik Kelapa Sawit yang masih merupakan unit kerja dalam
perusahaan kami.

Gambar 20. Mesin Thermal Oil Heater (TOH)

Sebelum ada TOH ini, pabrik tempat saya bekerja menggunakan Burner
untuk menghasilkan udara panas. Burner ini menggunakan bahan bakar minyak
solar. Harga minyak solar untuk industri yang semangkin tinggi membuat
perusahaan mengambil langkah mencari alternatif sumber energi baru. Hitachi
kemudian menawarkan konsep Thermal Oil Heater yang menggunakan bahan bakar
berupa cangkang sawit. Harga cangkang sawit jelas jauh lebih murah bila
dibandingkan dengan minyak solar . Investasi awal untuk membangun TOH ini
memang cukup besar, tapi keuntungan yang didapatkan dari perbedaan antara harga
cangkang dan solar menjadikan TOH ini sangat layak dalam penilaian ekonomis.

11. Packing (Pengepakan)


Setelah Box yang berisi remahan keluar dari mesin Dryer, maka selanjutnya
box dryer akan didinginkan isinya sampai 40 derajat Celcius. Pendinginan ini
dibutuhkan untuk menghindari:
1.Tumbuhnya jamur pada hasil akhir. Hasil akhir akan dibungkus dengan
plastik. Suhu yang panas akan berakibat mengembunnya udara yang ada
didalam plastik. Embun ini dapat memicu timbulnya penjamuran.
2. Plastik pembukus produk dapat meleleh sehingga produk akan menjadi
lengket satu sama lain.
3.Nilai Plasticity Retention Index (PRI) akan turun akibat panas yang tertahan
dalam kemasan.
Sebelum dibawa ke proses packing, Box Dryer terlebih dahulu dikeluarkan
isinya (berupa remahan berbentuk bantalan yang telah kering) dan diletakkan ke
meja sortasi. Hasil yang keluar dari Dryer akan dipisahkan secara visual antara hasil
yang memenuhi spesifikasi dan hasil yang keluar dari spesifikasi/out spek. Hasil
yang out spek biasanya adalah hasil yang masih mengandung karet mentah/virgin
rubber/white spot (ditandai bintik putih dan bau yang menyengat), atau bisa juga
hasil yang terlalu matang (lembek dan lengket). Di meja sortasi dilakukan juga
pemeriksan terhadap kontaminasi (mis: serpihan kayu, plastik atau logam).

Gambar 21. Pekerja sedang memindahkan isi box


dryer ke meja sortasi

Hasil yang telah lewat sortasi selanjutnya ditimbang sebanyak 35 kg dan


selanjutnya dilewatkan ke Metal Detector. Metal Detector akan memeriksa
kandungan logam pada produk. Kontaminasi logam harus dihindari.
Hasil keluaran dryer selanjutnya akan dicetak menjadi bentuk kotak memanjang
dengan berat 35 kg. Pencetakannya dilakukan dengan mesin Press Bale. Remahan-
remahan akan di tekan dalam sebuah cetakan hingga didapatkan ukuran 17 cm x 36
cm x 72 cm. Hasil cetakan ini disebut dengan Bandela atau sering juga disebut Bale.
Bandela tersebut selanjutnya akan dibelah dalam arah memanjang (tidak sampai
terbelah 2) untuk memeriksa apakah bandela bebas dari kondisi bintik putih
(Whitespot). Karet mentah dalam bandela biasanya akan menimbulkan bekas bintik
putih (White spot). Apabila ditemukan bintik putih (white spot) maka Bandela
harus segera disingkirkan (out spek). Setelah bandela diyakini bebas dari white spot
maka bandela sudah siap untuk dibungkus dengan pembungkus plasitk.

Gambar 22. Penimbangan untuk mendapatkan


berat 1 bandela (35 kg)

Gambar 23. Bandela dilewatkan ke Metal Detector untuk


memeriksa kandungan logam.
Gambar 24. Remahan selanjutnya dicetak pada mesin Press
Bale

Gambar 25. Bandela dibelah untuk memeriksa kontaminasi yang


ada didalam bandela

Gambar 26. Bandela dibungkus dengan


plastik
Gambar 27. Bandela disusun ke dalam
Forming Box

Bandela yang sudah dibungkus dengan plastik selanjutnya akan disusun ke


dalam Forming Box. Mula-mula alas Forming Box dilapisi dengan plastik polietilen
yang memiliki ketebalan 0,10 - 0,15 mm, kemudian bandela disusun diatas alas peti.
Bandela disusun sebanyak enam lapis dengan 6 buah bandela untuk tiap lapisannya.
Artinya akan ada 36 bandela dalam 1 Forming Box. Antara setiap lapisnya diberi
alas plastik interlayer yang merupakan satu potong (utuh) dalam setiap kemasan.
Kemasan Shrink Wrapped Jumbo Pallet (SW/JP) beralaskan Tapak Kayu.
Syarat kayu yang digunakan sebagai tapak SW/JP adalah kayu Meranti II atau kayu
sembarang no. 1 atau kayu karet yang memenuhi persyaratan dengan warna merah
atau kuning dengan berat jenis > 0,6 dan tidak berjamur/lapuk. Kayu yang
digunakan harus difumigasi. Kadar air kayu diharapkan dibawah 20% sehingga
fumigasi lebih efektif. Kayu harus diketam bagian luar dan dalam, bebas dari
serpihan atau serbuk kayu. Arah paku harus menuju arah luar dengan pengertian
kepala paku dan mata paku tidak boleh menonjol.
Sesudah seluruh bandela tersusun dalam Forming Box, maka diatas susunan
bandela diletakkan tutup papan yang ukurannya persis sama dengan ukuran
Forming Box sehingga apabila ditekan dapat masuk ke dalam Forming Box. Diatas
tutup papan tersebut diletakkan beban seberat 2 Ton selama 36 - 48 jam sehingga
apabila beban tersebut diangkat maka diperoleh suatu susunan bandela yang padat
dan rapi.
Selanjutnya plastik pengemas dalam bentuk kantung diselubungkan pada
susunan Bandela yang telah padat dan rapi tersebut dan dipanaskan dengan shrink
fast gun yang bahan bakarnya elpiji sampai plastik pembungkus menyusut dengan
rapat.Susunan Bandela yang padat dan rapi tersebut selanjutnya disebut dengan
Pallet. Setiap palet terdiri dari 36 bandela sehingga berat untuk 1 palet adalah 1260
kg. Palet-palet inilah yang menjadi produk akhir di pabrik kami. Palet-palet
kemudian disimpan di dalam gudang penyimpanan menunggu Order Pengiriman
dari Bagian Penjualan.

3.2 Diagram Alir Pembuatan Crumb Rubber

BAHAN BAKU DRYING

BAK BLENDING I PACKING

PREBREAKER

BAK BLENDING
II

HAMMER MILL

BAK BLENDING
III

REMAHAN

MATURASI

SCHREDING
Gambar 28. Diagram Alir Pembuatan Crumb Rubber.

3.3. STANDAR MUTU

Standar mutu karet remah (Crumb Rubber) Indonesia tercantum pada


Standar Nasional Indonesia (SNI) 1903-2011 tentang Standard Indonesia Rubber
(SIR) sebagai berikut.
Tabel 3. Spesifikasi mutu karet SIR 20CV berdasarkan SNI 1903-2011.
Jenis uji/karakteristik Satuan SIR 20CV
Kadar kotoran (b/b), maks % 0,16
Kadar abu (b/b), maks % 1,00
PRI, min - 40
Po, min - -
Kadar nitrogen (b/b), maks % 0,60
Viskositas mooney - 55-67
Sumber: Badan Standarisasi Nasional, (2011).
Menurut penelitian Vachlepi dan Suwardin, (2015) menyatakan
bahwasannya standar mutu karet remah (Crumb Rubber) dengan karakteristik Po
(plastisitas awal) walaupun tidak tertera pada SNI namun memiliki pengaruh
terhadap mutu karet remah (Crumb Rubber). Nilai Po karet alam selama
penyimpanan berkisar 33-37. Namun ketika digunakan perlakuan penggunaan
bahan pemantap baik hidrazin ataupun HNS dapat menurunkan nilai Po karet
tersebut. Pada penambahan HNS dapat menurunkan nilai Po sekitar 32-34
sedangkan dengan hidrazin dapat lebih rendah yaitu sebesar 31-24. Merujuk pada
penelitian tersebut diperoleh bahwasannya penambahan bahan pemantap dalam
keret dapat mempengaruhi nilai Po. Penurunan nilai Po pada karet dengan
penambahan bahan pemantap berfungsi untuk mencegah terbentuknya microgel,
yaitu ikatan dalam individu partikel karet (intra particle crosslink).
Nilai PRI (plasticity retention index) mempengaruhi mutu karet remah yang
diakibatkan oleh lama penyimpanan. Kondisi lingkungan (suhu, pH, dan oksigen
dalam udara) selama penyimpanan yang mempengaruhi sensibilitas karet alam
terhadap oksidasi suhu tinggi. Faktor utama yang mempengaruhi nilai PRI adalah
pertimbangan antara pro-oksidan dan antioksidan yang terdapat pada karet. Adanya
pro-oksidan dan antioksidan akan mencegah terjadinya proses oksidasi pada karet
sehingga parameter PRI tersebut berkaitan untuk mengetahui tingkat sensitivitas
karet alam terhadap oksidasi suhu tinggi. Analisa yang dilakukan oleh penelitian
Vachlepi dan Suwardin, (2015) bahwasannya nilai PRI karet semua perlakuan
memenuhi SIR 20CV sesuai SNI 1903-2011 baik dengan penambahan bahan
pemantap hidrazin dan HNS yaitu 63-80 dan 71-81 dimana nilai tersebut memenuhi
standar mutu yang ditetapkan yaitu minimal 40. Nilai PRI yang tinggi menunjukkan
bahwa karet alam tahan terhadap suhu tinggi.
Selain itu parameter viskositas mooney juga merupakan salah satu
standar mutu karet remah (Crumb Rubber). Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Vachlepi, (2018) Parameter viskositas Mooney menggambarkan panjang rantai
molekul karet. Parameter mutu ini memegang peranan penting dalam proses
pencampuran ketika pembuatan kompon, baik untuk tingkat dispersi bahan-bahan
kimia di dalam karet maupun energi yang diperlukan untuk penggilingan di mesin
pencampur. Viskositas yang terlalu tinggi menyebabkan tingginya konsumsi daya
mesin pemproses. Sebaliknya jika viskositasnya sangat rendah, menyebabkan
rendahnya gaya geser pada pencampuran yang berakibat material cenderung
beraglomerasi maka homogenitasnya rendah. Viskositas Mooney biasanya
digunakan juga sebagai indikator teknologi untuk mengetahui karakterisasi partikel
karet ditinjau dari kemampuannya saat pemprosesan lebih lanjut, termasuk pada
saat pembuatan kompon.

3.4 Manfaat Pengolahan Karet Remah (Crumb Rubber)


Karet remah (Crumb Rubber) adalah industri yang mengolah lateks yang
berupa bokar sebagai bahan baku untuk menjadi Crumb Rubber. Pabrik yang
bergerak dibidang perkaretan yang mengolah bahan baku karet berasal dari petani
karet lalu diterima oleh pabrik dalam bentuk slabs, lump, cuplimp, dan sit angin
atau lebih dikenal dengan “BOKAR” (Bahan Olahan Karet Rakyat) menjadi produk
setengah jadi berkualitas ekspor.
Adapun manfaat pengolahan karet remah (Crumb Rubber) yaitu
untuk mengurangi jumlah limbah karet yang terbuang ke lingkungan, dan
pemakaian kembali limbah pada karet tertentu, sehingga dapat menekan
harga karet sebagai salah satu komponen penting penentu harga produk jadi yang
dihasilkan. Dalam produk tertentu, penggunaan karet bertujuan memberikan sifat
tertentu yang diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA
Damayanti,Y.2014. Pengolahan Bahan Bahan Baku Karet. Jurnal Polsri. 1(1) : 4-
27.
Edison,R. 2007. Uji Coba Penggunaan Zeolit Untuk Penjernih Air yang Digunakan
pada Proses Pengolahan Lateks Menjadi Karet Remah. Jurnal Zeolit
Indonesia . 6 (1) : 1-9.
Hidayoko,G., dan W.Okta. 2014. Pengaruh Penggunaan Jenis Bahan Penggumpal
Lateks Terhadap Mutu Sir 20. Jurnal Agritepa. 1(1) : 119-130.
Suwardin,D., 2015. Evaluasi Kinerja Pengelolaan Pabrik Karet Remah: Studi Kasus
di Sumatera Selatan. Jurnal Agro Industri Perkebunan. 3(2) : 108-121.
Vachlepi,A., dan D, Suwardin. 2014. Pengeringan Karet Remah Berbasis Sumber
Energi Biomassa. Jurnal Warta Perkaretan. 33(2) : 103-112.

Rangkuti,L.A., R,M,A.Jabar.,dan G,Rosnani. 2014. Peningkatan Kualitas Produk


Crumb Rubber Dengan Menggunakan Metode Quality Function
Deployment. Jurnal Teknik Industri FT USU. 5(1) : 31-36.

Anda mungkin juga menyukai