Anda di halaman 1dari 22

PROSES PENGOLAHAN KARET CRUMB RUBBER, Bag 1

Saya akan mulai dari pengenalan tentang tanaman karet, selanjutnya pengenalan bahan baku
pabrik Crumb Rubber, lalu proses pengolahan, dan diakhiri proses pengepakan dan
pengiriman produk.
Sekilas tentang tanaman karet
Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Hevea braziliensis. Tanaman karet
mula-mula ditemukan di lembah-lembah sungai Amazone (Brazil). Ketika Christophel
Columbus menemukan benua Amerika pada tahun 1476, dia tercengang melihat penduduk
setempat (suku Indian) bermain bola dengan menggunakan suatu bahan yang dapat memantul
bila dijatuhkan ke tanah. Bola tersebut terbuat dari campuran akar, kayu, rumput, dan bahan
(lateks) yang kemudian dipanaskan diatas api dan dibulatkan menjadi bola. Jauh sebelum
tanaman karet ini populer, penduduk asli diberbagai tempat seperti Amerika Serikat, Asia dan
Afrika Selatan menggunakan pohon lain yang juga menghasilkan getah. Getah ini dihasilkan
dari tanaman Castillaelastica (family moraceae). Tanaman tersebut tidak dimanfaatkan lagi
karena kalah tenar dibandingkan tanaman karet. Di Indonesia sendiri tanaman karet dicoba
dibudidayakan pada tahun 1876 di ditanam pertama kali di Kebun Raya Bogor.

Gambar: Pohon Tanaman Karet


Tanaman karet dapat tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa bisa
mencapai 15 - 25 meter. Batangnya biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan diatas.
Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai anak daun
utama 3 - 20 cm. Panjang tangkai anak daun 3 - 10 cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar.
Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing, tepinya rata dan gundul.
Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jumlah biji biasanya ada 3 - 6 buah sesuai
dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dan memiliki kulit yang keras. Warnanya coklat
kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas. Tanaman karet adalah tanaman dengan
sifat dikotil sehingga akar tanaman ini merupakan akar tunggang (masih ingat pelajaran IPA
waktu SD kan?). Akar ini mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar.
Secara lengkap, struktur botani tanaman karet tersusun sebagi berikut

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphobiaceae

Genus : Hevea

Spesies : Hevea braziliensis


Tanaman karet memiliki sifat gugur daun sebagai respon terhadap kondisi lingkungan
yang kurang menguntungkan (kekurangan air/kemarau). Daun ini akan tumbuh
kembali pada awal musim hujan.

Budidaya tanaman karet memerlukan persyaratan tumbuh sebagai berikut:


o

Tinggi tempat 0 - 200 meter diatas permukaan laut

Curah hujan 1.500 - 3.000 mm/tahun

Bulan kering kurang dari 3 bulan

Kecepatan angin maksimum kurang atau sama dengan 30 km/jam

Kemiringan tanah kurang dari 10%

Tekstur tanah terdiri dari lempung berpasir dan liat berpasir

Batuan di permukaan maupun di dalam tanah maksimum 15%

pH tanah berkisar 4,3 - 5,0 (kondisi asam ya)

Drainase tanah sedang

Tanaman karet memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan komoditas lainnya,


yaitu:

Dapat tumbuh pada berbagai kondisi dan jenis lahan, serta masih mampu
dipanen hasilnya meskipun tanah tidak subur

Mampu membentuk ekologi hutan, yang pada umumnya terdapat pada daerah
lahan kering beriklim basah, sehingga karet cukup baik untuk menanggulangi
lahan kritis.

Dapat memberikan pendapatan harian bagi petani yang mengusahakan.


Prospek harganya juga cukup baik walaupun sering berfluktuasi/tidak stabil.

Gambar: Lateks dari Tanaman Karet


Tanaman karet ini apabila digores/disayat pada kulit batangnya akan mengeluarkan
cairan pekat berwarna putih yang disebut lateks. Lateks ini akan kering dan
menggumpal apabila dibiarkan lebih dari 2 jam. Pohon karet ini baru boleh dipanen
(untuk diambil lateksnya) setelah berusia 5 tahun dan memiliki usia produktif 25
sampai 30 tahun. Lateks inilah yang selanjutnya akan diolah menjadi bentuk baru
(produk barang jadi). Lateks yang masih dalam bentuk cairan menjadi bahan baku
produk balon karet mainan, permen karet, sarung tangan karet, kondom dan lain-lain.
Sedangkan lateks yang sudah kering (membeku, sering disebut kompo) menjadi
bahan baku ban mobil, conveyor belt, karet pelindung pada bodi mobil, dan lain-lain.

Proses Pengolahan Crumb Rubber, Bagian ke-2


Bahan baku yang digunakan dalam proses pengolahan karet Crumb Rubber adalah bahan
baku karet dalam bentuk padatan. Proses pengolahan karet Crumb Rubber sendiri adalah
proses pengolahan bahan baku karet (dalam bentuk padatan) dengan cara peremahan,
pemblendingan, dan pengeringan yang bertujuan untuk mendapatkan karet kering dalam
bentuk kemasan tertentu sesuai permintaan konsumen.
Lateks berbentuk cair di 3 jam pertama, setelah itu lateks akan membeku secara alami dan
berubah bentuk menjadi padatan. Diperusahaan tempatku bekerja, lateks (dalam bentuk cair)
diolah di 2 jenis pabrik pengolahan yaitu Pabrik Pengolahan Sheet (Getah Asap) dan Pabrik
Pengolahan Lateks Pusingan. Sementara untuk lateks yang sudah menggumpal (sering
disebut juga Kompo) diolah di Pabrik Pengolahan Crumb Rubber.
Untuk mempercepat pembekuan lateks maka dilakukan penambahan koagulan (biasanya
Formic Acid) kedalam lateks.
Detailnya, 2 jenis bahan baku yang diterima di Pabrik Pengolahan Karet Crumb Rubber
adalah:
1 Cup Lump (Lump Mangkok)
Cup Lump atau populer juga dengan sebutan "Lump Mangkok" adalah bekuan lateks yang
menggumpal secara alami didalam mangkok pengumpul lateks. Lateks akan membeku secara
alami dalam waktu kurang lebih 3 jam.

Gbr. Cup Lump


Cup lump ini memiliki Kadar Karet Kering (KKK) sebesar 60% - 90% tergantung dari
kekeringannya. Semakin kering maka Kadar Karet Kering juga akan semakin tinggi. Kadar
Karet Kering ini menggambarkan kandungan partikel karet yang terdapat dalam Cup Lump.
Secara visual Cup Lump berwarna putih dan akan menjadi kuning kecoklatan seiring
bertambahnya umur penyimpanan.
1 Slab
Slab adalah bekuan lateks yang digumpalkan dengan sengaja dengan cara menambah zat
koagulan/penggumpal. Koagulan yang biasa digunakan (dan disarankan) adalah asam semut
(Formic Acid). Namun masih banyak pemasok yang menggunakan bahan lain sebagai
koagulan seperti: air kotor, air baterai, pupuk, dan lain-lain yang dapat menurunkan
parameter mutu yang dipersyaratkan. Pemasok mencoba semua cara (halal/maupun tidak
halal) untuk mengurangi biaya produksi dan tidak memikirkan akibat selanjutnya yang akan
dialami pabrik yang dipasok.

Gbr. Slab
Slab ini biasanya berbentuk bantalan dengan ukuran 40 x 30 x 10 cm. Kadar Karet Kering
yang terdapat dalam slab bervariasi antara 30% - 60%. Nilai ini lebih rendah bila
dibandingkan dengan Kadar Karet Kering Cup Lump (60% - 90%). Slab ini dibuat dengan
cara mengumpulkan lateks cair kedalam wadah-wadah cetakan (untuk membentuk bantalan)
dan diberi koagulan/penggumpal (biasanya formic acid) yang mempercepat proses
penggumpalan.

Slab memiliki karakter mutu yang kurang baik bila dibandingkan dengan Cup Lump. Untuk
itu dalam proses pengolahan nantinya perlu dibuat perbandingan campuran antara Slab dan
Cup Lump. Perbandingan 1 Slab dan 3 Cup Lump memberikan hasil yang baik bagi produk.
Semakin banyak komposisi Cup Lump maka semakin baik juga karakter mutu yang akan
dihasilkan.
Sebelum memasuki pabrik bahan baku (Slab dan Cup Lump) ini ditimbang terlebih dahulu.
Tujuan penimbangan ini tentunya untuk mengetahui berat basah bahan baku yang masuk
kedalam pabrik. Laboratorium kemudian akan memeriksa Kadar Karet Kering bahan baku
karet tersebut untuk dapat mengetahui berat kering yang diterima oleh pabrik.
Pabrik ditempat saya bekerja menggunakan timbangan digital dengan kapasitas maks 30 Ton.
Apabila sistem digital mengalami kerusakan dapat diganti dengan sistem manual. Setiap 1
tahun sekali timbangan ini akan dikalibrasi oleh Badan Meterologi untuk memastikan
keakuratannya.

Gbr. Proses Penimbangan di Stasiun Timbangan Bahan Baku


Truk yang masuk dicatat dulu nomor polisinya kemudian ditimbang dan beratnya menjadi
berat bruto. Truk kemudian masuk kedalam loading ramp dan melakukan unloading
muatannya. Setelah unloading, truk pengangkut ditimbang lagi dan beratnya menjadi berat
netto. Berat muatan didalam truk adalah Berat Bruto dikurangi dengan Berat Netto dan
disebut dengan Berat Tarra. Berat Tarra inilah yang menjadi berat bahan baku yang diterima
oleh pabrik. Hasil penimbangan selanjutnya dicetak dan dan 1 kopiannya diberikan kepada si
pengirim.

Gbr. Loading Ramp tempat Bahan Baku di unloading dari Truk Pengangkut

Penimbangan bahan baku dilakukan terpisah menurut jenis bahan baku yang diterima dan
dibedakan menurut si pengirim bahan baku. Tidak dibenarkan Cup Lump dan Slab ditimbang
bersamaan. Ini dibuat karena kedua jenis bahan baku ini memiliki karakter yang berbeda.
Kadar Karet Kering kedua bahan baku ini juga berbeda. Akan lebih mudah nantinya
memeriksa Kadar Karet Kering apabila bahan baku yang diterima sudah dipisahkan dari awal
penerimaan.
Proses unloading muatan dilakukan dengan memperhatikan kaidah First In First Out (FIFO)
sehingga perlu mengatur letak dari muatan yang akan dionload agar kaidah FIFO tadi
terlaksana. Bahan yang pertama datang adalah bahan yang pertama diolah dan selanjutnya
bahan yang datang kemudian akan diolah kemudian. Peletakan bahan baku yang
sembarangan akan memberi kesulitan dalam melaksanakan kaidah FIFO ini.

Gbr. Proses Unloading Bahan Baku dari Truk Pengangkut


Biasanya proses unloading bahan baku dari truk ke lantai loading ramp dilakukan oleh tenaga
yang dibawa oleh pengangkutan itu sendiri atau tenaga pihak ke-3 dari sekitar lingkungan
pabrik. Pihak ke-3 biasanya juga adalah warga setempat yang bergabung dalam suatu
serikat/organisasi . Ini berlaku di pabrik tempat saya bekerja tetapi kondisi yang berbeda bisa
saja terjadi di pabrik yang lain. Di tempat saya bekerja tidak ada karyawan sendiri yang
ditugaskan untuk kegiatan unloading ini.
Pada proses unloading juga harus diusahakan agar slab dan cup lumb benar benar diletakkan
terpisah agar pada proses selanjutnya perbandingan 1 Slab dan 3 Cup Lump dapat dengan
mudah dilaksanakan.

Proses Pengolahan Karet Crumb Rubber Bagian ke-3


Sebelum kita mulai biarkan saya membawa anda kembali ke postingan saya yang
sebelumnya. Disitu saya telah menjelaskan bahwa bahan baku yang turun dari Truk
selanjutnya ditimbun sementara di lantai Loading Ramp sebelum masuk ke proses
pengolahan. Penimbunan dilakukan dengan membagi bahan baku kedalam kelompok
menurut umurnya untuk menjamin sistem FIFO berjalan. Bahan baku yang diterima juga
akan disortir dari benda-benda non karet (kontaminasi). Contoh benda-benda kontaminasi ini
antara lain: tali plastik, pecahan mangkok lateks, tali rafia, scrap/getah tarik, potongan kayu,
daun-daun, sobekan goni plastik, dan lain-lain. Benda-benda (kontaminasi) ini akan
dikumpulkan dan dikembalikan kepengirim.

Pada postingan saya kali ini saya akan membahas proses mulai dari Bak Blending I,
Prebreaker, Bak Blending II, Hammer Mill dan diakhiri Bak Blending III. Seluruh proses ini
bertujuan untuk mengurangi kontaminasi dan menghomogenkan dengan cara
meremahkannya, mixering (pengadukan) dan pencucian.

Gbr. Layout proses yang kita bahas dalam tulisan kali ini.
Proses transportasi material yang diolah dari satu peralatan ke peralatan berikutnya dilakukan
oleh Bucket Conveyor. Proses yang berbeda mungkin akan anda jumpai dipabrik yang lain.
Tetapi dalam tulisan ini saya hanya akan menjelaskan apa yang ada di pabrik tempat saya
bekerja.
Bak Blending I
Bahan baku yang ditimbun dilantai Loading Ramp selanjutnya dimasukkan ke dalam Bak
Blending I. Bak blending I ini merupakan proses pengolahan pertama yang bertujuan untuk
mempermudah pencampuran antara Slab dan Cup Lump.

Gbr. Bak Blending I


Bak blending diisi air yang fungsinya mencuci bahan baku. Pencucian ini bertujuan untuk
mengurangi kontaminasi. Air akan diganti secara berkala (biasanya seminggu sekali) untuk
menjamin efektifitas pencucian bahan baku.
Prebreaker
Dengan Bucket Conveyor, bahan baku dipindahkan dari Bak Blending I ke mesin Prebreaker.
Di Prebreaker bahan baku tadi akan diremahkan menjadi ukuran-ukuran yang lebih kecil.

Apabila ukuran sebelumnya seukuran "bantal tidur" maka setelah lewat dari Prebreaker
ukurannya akan menjadi seukuran "jempol kaki".

Gbr. Mesin Prebreaker


Sesuai dengan sebutannya yaitu Pabrik Crumb Rubber maka proses yang dominan terjadi di
pabrik adalah proses peremahan. Peremahan bertujuan untuk memperluas bidang permukaan
sehingga pencucian menjadi lebih efektif. Pada saat proses peremahan ini juga akan terjadi "
tekanan" terhadap bahan baku yang akan memaksa kontaminasi memisahkan diri dari bahan
baku.
Berikut beberapa bocoran spesifikasi mesin Prebreaker yang ada di Pabrik tempat saya
bekerja (Pabrik Crumb Rubber dengan kapasitas 30 Ton Karet Kering/hari).
Kapasitas mesin
Prebreaker

= 4.000 - 5.000
Kg/Jam

Daya motor

= 37 KW

Putaran motor

= 1.500 Rpm

Tenaga motor

= 50 HP

Bak Blending II
Remahan-remahan yang keluar dari Prebreaker selanjutnya masuk ke dalam Bak Blending II.
Mirip dengan fungsi Bak Blending I maka Bak Blending II juga berfungsi sebagai
pencampur. Seluruh remahan-remahan akan diaduk sehingga diharapkan bahan baku menjadi
homogen.

Gbr. Bak Blending II


Air yang ada dalam bak blending yang menjadi media pencampur. Agar produk akhir
homogen (sama karakter mutunya disetiap bagian produk), maka bahan yang sebelumnya
memiliki karakter berbeda akibat adanya Cup Lump dan Slab, jenis tanaman, proses
pertumbuhan, perawatan tanaman harus melewati proses-proses tertentu. Salah satu proses
menghomogenkan tadi terjadi di Bak Blending.
Hammer mill
Bucket Conveyor kemudian akan memindahkan remahan di Bak Blending II ke mesin
Hammer Mill. Mirip dengan fungsi Prebreaker maka Hammer Mill juga berfungsi untuk
meremahkan bahan baku yang ada di Bak Blending II. Remahan yang sebelumnya berukuran
sebesar "jempol kaki" akan diperkecil lagi ukurannya menjadi 0,5 - 1 cm. Ternyata untuk
mempermudah proses selanjutnya ukuran remahan yang dihasilkan Prebreaker masih terlalu
besar sehingga perlu diperkecil lagi dengan Hammer Mill. Hammer Mill juga memiliki
tujuan yang sama dengan Prebreaker yaitu memperluas bidang permukaan bahan baku.

Gbr. Mesin Hammer Mill


Semakin luas permukaan bahan baku maka bidang kontak air dengan bahan baku juga akan
semakin besar sehingga proses pecucian menjadi lebih optimal. Di Hammer Mill bahan baku
diremahkan dengan mekanisme "pemukulan". Pemukulan ini juga akan memaksa
kontaminasi memisahkan diri dari bahan baku.
Berikut beberapa bocoran spesifikasi mesin Hammer Mill yang ada di Pabrik tempat saya
bekerja (Pabrik Crumb Rubber dengan kapasitas 30 Ton Karet Kering/hari).

Kapasitas mesin Hammer


Mill

= 3.000 Kg/Jam

Daya motor

= 100 KW

Putaran motor

= 1475 Rpm

Tenaga motor

= 135 HP

Bak Blending III


Bak blending III selanjutnya menerima hasil remahan yang keluar dari mesin Hammer Mill.
Fungsinya hampir sama dengan fungsi Bak Blending yang sebelumnya yaitu sebagai
pencampur dan pencuci untuk mengurangi kontaminasi yang masih ada.

Gbr. Bak Blending III


Bak Blending III juga berfungsi sebagai media transportasi dari Hammer Mill ke mesin
proses selanjutnya yang akan saya jelaskan kemudian di postingan saya berikutnya

Pengolahan Karet Crumb Rubber, Bagian ke-4


Tulisan kali merupakan kelanjutan dari tulisan "Pengolahan Crumb Rubber, Bagian ke-3".
Proses terakhir yang saya ceritakan adalah proses di Bak Makro Blending 3. Nah, dipostingan
kali ini saya akan melanjutkan pembahasan ke proses Penggilingan dan
Pemeraman/Maturasi. Gambar Layout dibawah ini akan menunjukkan proses-proses yang
akan saya bahas.

Gbr. Lay Out proses dalam tulisan kali ini.


Penggilingan Remahan
Tujuan utama penggilingan remahan adalah untuk mendapatkan keseragaman bahan baku
dengan proses mikro dan menjadikannya dalam bentuk lembaran. Proses ini sering juga
disebut proses Mikro Blending. Sebelumnya saya pernah menjelaskan proses Makro
Blending yang terjadi di Bak Makro Blending 1, 2 dan 3. Makro Blending dan Mikro
Blending sama-sama bertujuan untuk mendapatkan keseragaman/homogenitas bahan baku.
Pada proses Makro Blending proses pencampuran dilakukan dengan cara mengaduk/mixering
remahan/bahan baku. Proses ini mirip dengan proses membuat adonan campuran beton, yakni
dengan mengaduk semen, pasir, kerikil sehingga didapatkan campuran yang homogen.
Sedangkan pada Proses Mikro Blending kegiatan menghomogenkan terjadi dengan cara
menggiling remahan yang diatur sedemikian rupa sehingga remahan saling "tindih" satu sama
lain didalam penggilingan. Proses "saling tindih" ini memaksa remahan-remahan karet untuk
menjadi satu bagian yang akhirnya akan menjadi bentuk lembaran. Proses menggiling telur,
mentega, dan tepung untuk mendapatkan adonan roti yang homogen merupakan proses yang
mirip dengan proses Mikro Blending.
Penggilingan dilakukan dengan menggunakan mesin giling Crepper. Roll Gilingan Crepper
dibuat berulir/motif bunga agar efek pemerasan terjadi pada bahan baku. Agar didapatkan
jaminan bahwa setiap remahan karet sudah menjadi sebuah kesatuan maka perlu dilakukan
penggilingan berulang-ulang. Pabrik tempat saya bekerja menggunakan 6 mesin Crepper (di
pabrik lain mungkin saja berbeda) sehingga diperlukan 6 kali penggilingan yang dilakukan
berurut dari Crepper yang ke-1 hingga Crepper yang ke-6. Dengan 5 mesin Crepper jumbo
yang memiliki tekanan dan luas kontak yang lebih besar memungkinkan penggilingan hanya
dilakukan 6 kali. Dulu ketika pabrik kami hanya menggunakan 2 buah mesin Crepper jumbo,
kami harus menggiling sampai 8 kali (ada 6 buah Crepper Non Jumbo) untuk mendapatkan
hasil yang homogen.

Gbr. Bucket Conveyor memindahkan remahan dari Bak Blending 3 ke Crepper no. 1
Penggilingan dilakukan sambil menyemprotkan air sehingga kotoran-kotoran yang keluar
oleh proses penggilingan terbuang oleh proses pencucian. Proses perpindahan bahan dari 1
gilingan ke gilingan berikutnya dilakukan secara manual oleh Operator Gilingan (kami juga
menyebutnya "Operator Crepper"). Setiap mesin Crepper dijaga oleh 1 orang Operator
Crepper. Operator Crepper ini juga bertugas untuk melipat lembaran sebelum masuk kedalam
Crepper. Lembaran yang terlipat inilah yang akan membuat remahan-remahan karet saling
"tindih" pada saat digiling. Namun lembaran yang terlipat hanya bisa digiling di Crepper
Jumbo (yang 5 buah). Pada Crepper terakhir (sering juga disebut Crepper Finisher) proses
pelipatan lembaran tidak diperlukan lagi.

Gbr. Remahan sudah mulai berbentuk lembaran setelah digiling

Gbr. Lembaran yang sudah terbentuk setelah melewati Crepper Finisher

Gbr. Lembaran yang sudah digulung dan menjadi Blangket

Gbr. Blangket akan dipindahkan ke Gudang Maturasi


Hasil akhir dari penggilingan remahan-remahan tadi akan diperoleh lembaran selebar kurang
lebih 60 cm dengan ketebalan 6 - 7 mm. Karet yang sebelumnya berupa remahan kini telah
berubah menjadi lembaran yang homogen. Selanjutnya lembaran yang mirip selendang ini

digulung kemudian dikirim ke Gudang Maturasi untuk proses "Pemeraman". 1 buah


gulungan memiliki berat kurang lebih 24 kg (Berat sebelum maturasi). Gulungan ini ditempat
saya sering disebut juga dengan nama "Blangket". Kadar Karet Kering dalam Blangket yang
baru dihasilkan adalah sekitar 70% (nilai sebelum maturasi).
Maturasi (Pemeraman)
Blangket yang dihasilkan oleh mesin Crepper selanjutnya dibawa ke Gudang Maturasi untuk
proses "Pemeraman". Dipabrik lain proses pemeraman ini dilakukan dengan
menggantungkan lembaran namun di Pabrik tempat saya bekerja proses pemeraman
dilakukan dengan menyusun blangket-blangket dalam Gudang Maturasi. Proses Maturasi
berlangsung selamat 6 - 8 hari. Biasanya hasil terbaik didapatkan ketika blangket sudah
dimaturasi selama 8 hari. Maturasi yang lebih dari 8 hari juga akan memberikan hasil yang
lebih baik. Bahan baku karet akan menjadi lebih cepat kering dalam proses Dryer dan
kemungkinan terjadinya cacat (white spot) lebih sedikit. Penambahan umur maturasi tentunya
akan berpengaruh kepada kebutuhan luas Gudang Maturasi. Kami memiliki Gudang Maturasi
yang didisain untuk waktu maturasi 8 hari.

Gbr. Blangket disusun dalam Gudang Maturasi


Penyusunan blangket di Gudang Maturasi diatur sedemikian rupa sehingga setiap blanket
dapat diidetifikasi menurut umurnya. Untuk itu perlu dibuatkan papan identifikasi yang
diletakkan disetiap kelompok blangket. Gudang maturasi juga harus dilengkapi dengan
drainase yang baik. Blangket baru masih dalam keadaan basah dan bisa menimbulkan
genangan air. Kondisi yang basah akan membuat kelembaban gudang maturasi menjadi
tinggi. Semangkin tinggi kelembaban akan menambah kebutuhan waktu untuk maturasi.
Blangket memerlukan suhu normal untuk kebutuhan maturasi (tidak boleh terlalu tinggi dan
tidak boleh terlalu rendah0.
Tujuan dari maturasi ini untuk mempertahankan nilai PRI dan turut serta dalam mengurangi
Kadar Air dalam Blangket. Biasanya Kadar Karet Kering setelah maturasi selama 8 hari
adalah 80 - 90%. Nilai PRI adalah ukuran dari besarnya sifat plastisitas (keliatan/kekenyalan)
karet yang masih tersimpan bila karet tersebut dipanaskan selama 30 menit pada suhu 140
derajat Celcius. Pengujian PRI dilakukan untuk mengukur degradasi (penurunan) ketahanan
karet mentah terhadap oksidasi pada suhu tinggi. Nilai lebih dari 80% menunjukkan bahwa
ketahanan karet mentah terhadap oksidasi adalah besar. Dengan mengetahui nilai PRI dapat
diperkirakan mudah tidaknya karet menjadi lunak dan lengket-lengket jika lama disimpan
atau dipanaskan. Hal ini penting nantinya pada proses vulkanisasi karet pembuatan barang
jadi, agar diperoleh sifat karet yang lebih kuat dan teguh. Nantinya saya akan mencoba
membuat postingan khusus untuk membahas parameter-parameter kualitas yang harus

dipenuhi oleh produk akhir pabrik Crumb Rubber (dalam hal ini parameter kualitas SIR 10)
dan bagiamana cara pengujiannya.
Saya cukupkan sampai disini pembahasan pada tulisan kali ini. Pada postingan selanjutnya
saya akan membahas proses setelah maturasi yaitu peremahan, pengeringan (drying), dan
pengepakan produk akhir.
Semoga bermanfaat.

Pengolahan Karet Crumb Rubber Bagian ke-5


Dibagian ke-4, penjelasan saya akhiri pada proses yang ada di Gudang Maturasi dan sekarang
saya akan melanjutkan lagi ke proses Pengeringan dan Pengepakan.
Schreding (Peremahan)
Sebelum memasuki proses pengeringan, blangket akan diremahkan dulu dengan mesin
Schreder. Tujuan peremahan ini adalah untuk mendapatkan luasan permukaan yang cukup
bagi bahan baku untuk kontak dengan udara panas di mesin Dryer.

Gbr. Mesin Schreder sedang meremahkan blangket


Bentuk remahan juga memungkinkan bahan baku dapat dicetak didalam Box Dryer (sering
juga disebut dengan trolley), sehingga memudahkan dalam proses Pengepakan.
Drying (Pengeringan)
Remahan-remahan yang dihasilkan oleh Schreder selanjutnya akan masuk ke bak panjang
berisi air bersih (berfungsi sebagian pencuci dan media transport) didepan Schreder. Dari bak
tersebut remahan kemudian dipindahkan melalui pipa dengan pompa Hidro Cyclon ke Box
Dryer. Ada 2 orang yang bertugas untuk memastikan remahan masuk kedalam Box Dryer
dengan baik dan benar (posisinya disebelah kanan dan kiri dari box dryer).

Gbr. Proses pemindahan remahan dari Bak Schreder ke Box Dryer dengan Hidro Cyclone
Sebuah Box Dryer memiliki kapasitas 120 KgKering. Remahan harus masuk kedalam box
dengan cara yang alami dan tidak boleh ada penekanan terhadap remahan. Hal ini untuk
menghidari terjadi pemadatan didalam remahan. Remahan yang padat menyulitkan udara
panas untuk menyentuh seluruh permukaan remahan. Akibatnya pengeringan menjadi tidak
sempurna. Kepadatan remahan didalam box dryrer harus diatur sedemikian rupa sehingga
masih dapat terjadi sirkulasi udara panas diantara celah-celah remahan pada saat pengeringan
didalam dryer.
Pengeringan bertujuan untuk mendapatkan produk SIR 10 yang bebas dari kadar air. Kadar
air yang lebih tinggi akan menurunkan ketahanan produk terhadap pembusukan. Kandungan
air memungkinkan produk ditumbuhi oleh jamur. Menghilangkan kandungan air akan
meningkatkan keawetan dari produk dan menjadi syarat agar dapat diolah pada proses
selanjutnya. Produk SIR 10 sendiri adalah produk yang setengah jadi dan akan diproses lebih
lanjut menjadi produk bahan jadi seperti ban mobil, belt conveyor, dock fender dan lain
sebagainya.

Gbr. Mesin Dryer

Suhu pengeringan diatur pada suhu 110 - 126 derajat celcius. Total waktu pengeringan yang
dilakukan adalah selama kurang lebih 4 jam. Operator dryer bertugas menjaga agar remahan
benar-benar kering optimal. Kondisi remahan yang kurang kering biasanya memberikan
akibat white spot ataupun virgin rubber pada produk akhir (bandela). Sedangkan bila suhu
pengeringan terlalu tinggi atau waktu pengeringan terlalu lama maka hasil yang keluar dari
dryer menjadi berlendir dan lengket-lengket. Kondisi karet berlendir dan lengket ini
merupakan gambaran awal bahwa parameter mutu PRI (Plasticity Retention Index) gagal
didapatkan.
Proses pengeringan di dalam Dryer menggunakan udara panas. Udara panas ini dihasilkan
oleh Heat Echanger. Komponen pemanas yang terdapat pada Heat Exchager adalah susunan
pipa yang berisi oli panas. Udara yang melewati pipa berisi oli panas inilah kemudian yang
berubah menjadi udara panas dan kemudian diteruskan ke dalam dryer untuk mengeringkan
remahan karet didalam box dryer. Udara tersebut selanjutnya disirkulasikan lagi ke Heat
Exchanger sehingga dengan proses sirkulasi ini didapatkan suhu dryer yang stabil.
Oil panas yang ada didalam pipa merupakan oli panas yang mengalir dan bersirkulasi dari
Thermal Oil Heater dan Heat Exchanger. Thermal Oil Heater berfungsi memanaskan oli yang
terdapat didalam pipa. Oli panas ini selanjutnya dipompakan ke Heat Exchanger. Dari Heat
Exchanger oli panas tersebut kembali lagi untuk dipanaskan di Thermal Oil Heater (TOH)
dan begitu seterusnya. Bahan bakar yang digunakan oleh TOH adalah berupa Cangkang
Sawit. Kami mengambilnya dari Pabrik Kelapa Sawit yang masih merupakan unit kerja
dalam perusahaan kami.

Gbr. Mesin Thermal Oil Heater (TOH)


Sebelum ada TOH ini, pabrik tempat saya bekerja menggunakan Burner untuk menghasilkan
udara panas. Burner ini menggunakan bahan bakar minyak solar. Harga minyak solar untuk
industri yang semangkin tinggi membuat perusahaan mengambil langkah mencari alternatif
sumber energi baru. Hitachi kemudian menawarkan konsep Thermal Oil Heater yang
menggunakan bahan bakar berupa cangkang sawit. Harga cangkang sawit jelas jauh lebih

murah bila dibandingkan dengan minyak solar . Investasi awal untuk membangun TOH ini
memang cukup besar, tapi keuntungan yang didapatkan dari perbedaan antara harga cangkang
dan solar menjadikan TOH ini sangat layak dalam penilaian ekonomis.
Packing (Pengepakan)
Setelah Box yang berisi remahan keluar dari mesin Dryer, maka selanjutnya box dryer akan
didinginkan isinya sampai 40 derajat Celcius. Pendinginan ini dibutuhkan untuk
menghindari:
1 Tumbuhnya jamur pada hasil akhir. Hasil akhir akan dibungkus dengan plastik. Suhu
yang panas akan berakibat mengembunnya udara yang ada didalam plastik. Embun ini
dapat memicu timbulnya penjamuran.
1 Plastik pembukus produk dapat meleleh sehingga produk akan menjadi lengket satu
sama lain.
1 Nilai Plasticity Retention Index (PRI) akan turun akibat panas yang tertahan dalam
kemasan.
Sebelum dibawa keproses packing, Box Dryer terlebih dahulu dikeluarkan isinya (berupa
remahan berbentuk bantalan yang telah kering) dan diletakkan ke meja sortasi. Hasil yang
keluar dari Dryer akan dipisahkan secara visual antara hasil yang memenuhi spesifikasi dan
hasil yang keluar dari spesifikasi/out spek. Hasil yang out spek biasanya adalah hasil yang
masih mengandung karet mentah/virgin rubber/white spot (ditandai bintik putih dan bau yang
menyengat), atau bisa juga hasil yang terlalu matang (lembek dan lengket). Di meja sortasi
dilakukan juga pemeriksan terhadap kontaminasi (mis: serpihan kayu, plastik atau logam).

Gbr. Pekerja sedang memindahkan isi box dryer ke meja sortasi


Pabrik kami biasanya menerima order SIR 10 dalam bentuk kemasan Shrink Wrapped Jumbo
Pallet (SW/JP). Jadi dalam tulisan ini saya hanya akan menjelaskan bagaimana jalannya
proses packing dalam bentuk Shrink Wrapped Jumbo Pallet (SW JP) tersebut. Jika ada
kesempatan saya juga akan menjelaskan bagaimana proses untuk bentuk kemasan yang lain.
Hasil yang telah lewat sortasi selanjutnya ditimbang sebanyak 35 kg dan selanjutnya
dilewatkan ke Metal Detector. Metal Detector akan memeriksa kandungan logam pada
produk.
Kontaminasi
logam
harus
dihindari.
Hasil keluaran dryer selanjutnya akan dicetak menjadi bentuk kotak memanjang dengan berat
35 kg. Pencetakannya dilakukan dengan mesin Press Bale. Remahan-remahan akan di tekan
dalam sebuah cetakan hingga didapatkan ukuran 17 cm x 36 cm x 72 cm. Hasil cetakan ini
disebut dengan Bandela atau sering juga disebut Bale. Bandela tersebut selanjutnya akan

dibelah dalam arah memanjang (tidak sampai terbelah 2) untuk memeriksa apakah bandela
bebas dari kondisi bintik putih (Whitespot). Karet mentah dalam bandela biasanya akan
menimbulkan bekas bintik putih (White spot). Apabila ditemukan bintik putih (white spot)
maka Bandela harus segera disingkirkan (out spek). Setelah bandela diyakini bebas dari white
spot maka bandela sudah siap untuk dibungkus dengan pembungkus plasitk.

Gbr. Penimbangan untuk mendapatkan berat 1 bandela (35 kg)

Gbr. Bandela dilewatkan ke Metal Detector untuk memeriksa kandungan logam.

Gbr. Remahan selanjutnya dicetak pada mesin Press Bale

Gbr. Bandela dibelah untuk memeriksa kontaminasi yang ada didalam bandela

Gbr. Bandela dibungkus dengan plastik

Gbr. Bandela disusun ke dalam Forming Box


Bandela yang sudah dibungkus dengan plastik selanjutnya akan disusun ke dalam
Forming Box. Mula-mula alas Forming Box dilapisi dengan plastik polietilen yang memiliki
ketebalan 0,10 - 0,15 mm, kemudian bandela disusun diatas alas peti. Bandela disusun
sebanyak enam lapis dengan 6 buah bandela untuk tiap lapisannya. Artinya akan ada 36

bandela dalam 1 Forming Box. Antara setiap lapisnya diberi alas plastik interlayer yang
merupakan satu potong (utuh) dalam setiap kemasan.
Kemasan Shrink Wrapped Jumbo Pallet (SW/JP) beralaskan Tapak Kayu. Syarat kayu
yang digunakan sebagai tapak SW/JP adalah kayu Meranti II atau kayu sembarang no. 1 atau
kayu karet yang memenuhi persyaratan dengan warna merah atau kuning dengan berat jenis >
0,6 dan tidak berjamur/lapuk. Kayu yang digunakan harus difumigasi. Kadar air kayu
diharapkan dibawah 20% sehingga fumigasi lebih efektif. Kayu harus diketam bagian luar
dan dalam, bebas dari serpihan atau serbuk kayu. Arah paku harus menuju arah luar dengan
pengertian kepala paku dan mata paku tidak boleh menonjol.
Sesudah seluruh bandela tersusun dalam Forming Box, maka diatas susunan bandela
diletakkan tutup papan yang ukurannya persis sama dengan ukuran Forming Box sehingga
apabila ditekan dapat masuk ke dalam Forming Box. Diatas tutup papan tersebut diletakkan
beban seberat 2 Ton selama 36 - 48 jam sehingga apabila beban tersebut diangkat maka
diperoleh suatu susunan bandela yang padat dan rapi.
Selanjutnya plastik pengemas dalam bentuk kantung diselubungkan pada susunan
Bandela yang telah padat dan rapi tersebut dan dipanaskan dengan shrink fast gun yang bahan
bakarnya elpiji sampai plastik pembungkus menyusut dengan rapat.
Susunan Bandela yang padat dan rapi tersebut selanjutnya disebut dengan Pallet. Setiap
palet terdiri dari 36 bandela sehingga berat untuk 1 palet adalah 1260 kg. Palet-palet inilah
yang menjadi produk akhir di pabrik kami. Palet-palet kemudian disimpan di dalam gudang
penyimpanan menunggu Order Pengiriman dari Bagian Penjualan.

Anda mungkin juga menyukai