Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

BUDIDAYA TANAMAN TAHUNAN


KARET
(Hevea brasiliensis)

OLEH :
KELOMPOK
:1
ANGGOTA
: 1. Yukiko
(00776)
2. Agnes Wahyumarlita (11038)
3. Putri Lindhang Kirana (11063)
4. Pradisya Krisyando
(11109)
5. Rakhma N. Oktafina
(11110)
6.
(11172)
DOSEN PENGAMPU : Ir. Rohlan Rogomulyo, M. P.

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2011

KARET
(Hevea brasiliensis)
I. PENDAHULUAN
I.1. Sejarah Singkat Tanaman Karet
Karet adalah tanaman perkebunan/industri tahunan berupa pohon batang lurus yang
pertama kali ditemukan di Brasil dan mulai dibudidayakan tahun 1601. Tanaman Karet di
Indonesia pertama kali ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman baru untuk dikoleksi.
Sejak saat itu, karet mulai dikembangkan menjadi tanaman perkebunan dan tersebar di
beberapa daerah. Karet pernah mencapai puncaknya di Indonesia pada periode sebelum
Perang Dunia II hingga tahun 1956. Pada masa itu Indonesia menjadi negara penghasil karet
alam terbesar di dunia. Akan tetapi, sejak tahun 1957 kedudukan sebagai produsen Karet
nomor satu digeser oleh Malaysia dan Thailand.
I.2.

Sentra Penanaman
Pusat penanaman Karet berada di pulau Sumatera yang meliputi Sumatera Utara,
Aceh, Sumatera Barat, Lampung, Bengkulu, Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan. Dalam skala
yang lebih kecil perkebunan Karet dapat dijumpai pula di wilayah Jawa, Kalimantan, dan
Daerah Indonesia Timur. Luas areal tanam di Jawa Barat pada tahun 1998 mencapai 87.984,5
ha dengan produksi 54.359,7 ton. Luas lahan karet di Indonesia (1992) mencapai 2,7-3 juta
hektar dengan produktivitas yang masih rendah jika dibandingkan dengan Malaysia dan
Thailand.

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Klasifikasi Botani
Klasifikasi botani tanaman karet adalah sebagai berikut:
Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae


Class

: Dicotyledonae

Ordo

: Euphorbiales

Family

: Euphorbiaceae

Genus

: Hevea

Spesies

: Hevea brasiliensis
Ada dua jenis karet yang dapat ditemui, yaitu:

a. Karet Alam
Sesuai dengan namanya, karet alam berasal dari alam, yaitu terbuat dari getah
tanaman karet baik spesies Ficus elastica maupun Hevea brasiliensis. Sifat dan
kelebihan karet alam antara lain:

Daya elastisitas atau daya lenting sempurna

Sangat Plastis, sehingga mudah diolah

Tidak mudah panas

Tidak mudah retak

Sedangkan kelemahan karet alam terletak pada keterbatasan dalam memenuhi


kebutuhan pasar. Saat pasar membutuhkan pasokan tinggi, para produsen karet alam
tidak bisa menggenjot produksinya dalam waktu singkat, sehingga harganya cenderung
tinggi.
Jenis karet alam yang dikenal luas adalah:

Bahan Olah Karet


Bahan olah karet adalah lateks kebun atau gumpalan lateks kebun yang
didapat dari penyadapan pohon karet Hevea brasiliensis. Berdasarkan proses
pengolahannya bahan olah karet terdiri atas empat jenis yaitu lateks kebun, sheet
angin, slab tipis, dan lump segar. Lateks kebun adalah getah yang didapat dari
kegiatan menyadap pohon karet. Sheet angin merupakan produk lanjutan dari lateks

kebun yang telah disaring dan digumpalkan menggunakan asam semut. Slab tipis
tergolong bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang mudah digumpalkan
dengan asam semut. Sedangkan, lump segar adalah bahan olah karet yang bukan
berasal dari gumpalan lateks kebun yang terjadi secara alamiah dalam mangkuk
penampung.

Karet Konvensional
Karet alam konvensional hanya terdiri dari golongan karet sheet dan crepe.
Jenis-jenis karet alam olahan yang termasuk karet alam ini adalah sebagai berikut:
Ribbed Smoked Sheet (RSS), dengan beberapa kelas yaitu:X RSS, RSS 1, RSS
2, RSS 3, RSS 4, dan RSS 5.
White Crepe Pale Crepe, dengan standar mutu: No.1 X Thin White Crepe, No.1
X Thick Pale Crepe No.1 X Thin Pale Crepe, No.1 Thin White Crepe, No.1
Thick Pale Crepe No.1 Thin Pale Crepe, No.2 Thick Pale Crepe No.2 Thin Pale
Crepe, dan No.3 Thick Pale Crepe No. 3 Thin Pale Crepe.
Estate Brown Crepe, dengan standar mutu: No.1 Thick Brown Crepe No.1 Thin
Brown Crepe, No.2 Thick Brown Crepe No.2 Thin Brown Crepe, dan No.3
Thick Brown Crepe No. 3 Thin Brown Crepe.
Compo Crepe, dengan standar mutu: No.1 Compo, No.2 Compo, dan No.3
Compo.
Thin Brown Crepe Remilis, dengan beberapa kelas yaitu: No.1 Thin Brown
Crepe Remilis, No.2 Thin Brown Crepe Remilis, No.3 Thin Brown Crepe
Remilis, dan No.4 Thin Brown Crepe Remilis.
Thick Blanket Crepe Ambers, dengan standar mutu: No.2 Thick Blanket Crepe
Ambers, No.3 Thick Blanket Crepe Ambers, dan No.4 Thick Blanket Crepe
Ambers.
Flat Bark Crepe
Pure Smoked Blanket Crepe
Off Crepe

Lateks Pekat

Berbeda dengan jenis karet lain yang berbentuk lembaran atau bongkahan,
lateks pekat berbentuk cairan pekat. Pemrosesan bahan baku menjadi lateks pekat
bisa melalui pendadihan (creamed latex) atau pemusingan (centrifuged latex).
Lateks pekat ini biasanya merupakan bahan untuk pembuatan barang-barang yang
tipis dan bermutu tinggi.

Karet Bongkah atau Block Rubber


Karet bongkah berasal dari karet remah yang dikeringkan dan dikilang
menjadi bendela-bendela dengan ukuran yang telah ditentukan.

Karet Spesifikasi Teknis atau Crumb Rubber


Karet spesifikasi teknis merupakan karet yang dibuat secara khusus, sehingga
mutu teknisnya terjamin dengan penetapannya didasarkan pada siat-sifat teknis.
Penilaian mutu yang hanya berdasarkan aspek visual, seperti berlaku pada karet
sheep, crepe, dan lateks pekat tidak berlaku untuk karet jenis ini. Karet spesifikasi
teknis dikemas dalam bongkahan-bongkahan kecil dengan berat dan ukuran
seragam.

Karet Siap Olah atau Type Rubber


Karet siap olah merupakan karet setengah jadi, sehingga bisa langsung
digunakan oleh konsumen, seperti untuk membuat ban atau barang-barang lain yang
berbahan karet alam. Tujuan pembuatan type rubber adalah meningkatkan daya
saing kart alam terhadap karet sintetis. Karet ini juga memiliki daya campur yang
baik, sehingga mudah digabungkan dengan karet sintetis.

Karet Reklim atau Reclaimed Rubber


Karet reklim adalah karet daur ulang dari karet bekas. Umumnya bekas ban
mobil atau ban berjalan di pabrik-pabrik besar. Kelebihan karet ini adalah daya
lekatnya bagus, kokoh, tahan lama dalam pemakaian, serta lebih tahan terhadap
bensin dan minyak pelumas dibandingkan dengan karet yang baru dibuat.
Kelemahannya, kurang kenyal dan kurang tahan gesekan.

b. Karet Sintesis
Jika karet alam dibuat dari getah pohon karet, maka karet sintetis dibuat dari
bahan baku minyak bumi. Karet sintetis pertama kali diproduksi setelah Perang Dunia

II berakhir, sebagai negara-negara industri yang menganggap kebutuhan karet tidak


bisa terpenuhi dengan hanya mengandalkan karet alam. Sama dengan karet alam, karet
sintesis juga terdiri dari beberapa jenis dengan sifat-sifat yang khas.
Secara umum, karet sintesis dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

Karet Sintesis untuk Kegunaan Umum


Sesuai dengan namanya, karet jenis ini dapat digunakan untuk bermacammacam kebutuhan. Ada beberapa jenis karet sintetis yang bahkan dapat
menggantikan fungsi karet alam. Beberapa jenis karet sintetis untuk kegunaan
umum antara lain adalah: Styrena Butadiene Rubber (SBR), Butadiene Rubber (BR)
atau Polybutadiene Rubber (PR), dan Isoprene Rubber (IR).

Karet Sintesis untuk Kegunaan Khusus


Karet sintesis untuk kegunaan khusus memiliki sifat khusus yang tidak dimiliki
oleh karet sintesis untuk kegunaan umum, yaitu tahan terhadap minyak, oksidasi,
panas (suhu tinggi), dan kedap terhadap gas. Jenis karet sintesis untuk kegunaan
khusus

antaralain adalah: Isobutene Isoprene Rubber (IIS), Nytrile Butadine

Rubber (NBR), Chloroprene Rubber (CR), dan Ethylene Propylene Rubber (EPR).
II.1.

Manfaat Tanaman Karet


II.1.1.

Manfaat Karet Alam


Ban kendaraan dari sepeda, sepeda motor, mobil hingga pesawat umumnya
dibuat dari karet alam. Karet sering pula dipasang di pintu, kaca pintu, dan di peralatan
lainnya yang membuat kuat dan kedap air. Selain itu, karet dibuat menjadi karet gelang,
penghapus, sepatu, kabel, atau kasur busa.
Karet alam dapat juga ditemui dalam industri. Tali kipas mesin, sambungan pipa
minyak, sabuk pengangkut di dalam tambang batu bara, dan penahan getaran jembatan
menggunakan bahan yang terbuat dari karet alam
Karet alam ternyata juga dimanfaatkan di peternakan-peternakan besar, yaitu
untuk mengalasi lantai kandang tempat ternak hidup sehari-hari. Dengan alas karet
yang lunak tetapi liat dan kuat tersebut kuku ternak tidak akan tergores ataupun terluka.

Alas lantai kandang dari karet juga mudah dibersihkan untuk jaminan kesehatan
penghuninya.
Dalam perkembangannya, karet juga merupakan bahan yang banyak
dimanfaatkan untuk pembuatan bagian-bagian mesin perang, seperti pesawat tempur,
panser berlapis baja, tank, dan jip. Oleh karena itu, ada kecenderungan negara-negara
kuat menyimpan karet alam dalam jumlah besar sebagai persediaan jika sewaktu-waktu
diperlukan.
II.1.2.

Manfaat Karet Sintesis


Karet sintesis jenis CR memiliki kelebihan tahan api sehingga banyak

dimanfaatkan sebagai pembuatan pipa karet, pembungkus kabel, seal, gasket, dan sabuk
pengangkut. Jenis IIR yang tahan gas digunakan untuk campuran pembuatan ban
kendaraan bermotor serta pelapis tangki penyimpanan minyak atau lemak.
B. Persyaratan Tumbuh
a. Iklim
Agar dapat berproduksi secara maksimal karet membutuhkan kondisi iklim sebagai
berikut:

Suhu udara yang baik bagi pertumbuhan tanaman karet antara 24-28 0C. Jika dalam
waktu yang cukup panjang suhu rata-rata kurang dari 20 0C, tempat tersebut dianggap
tidak cocok untuk budidaya karet. Suhu yang lebih dari 30 0C juga mengakibatkan karet
tidak bisa tumbuh dengan baik.

Kelembaban tinggi sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman karet.

Curah hujan optimal antara 1.500-2.000 mm/tahun.

Tanaman karet memerlukan lahan dengan penyinaran matahari antara 5-7 jam/hari.
b. Media Tanam
Agar produktivitas tinggi, karet sangat bagus jika dibudidayakan di tanah yang subur.

Namun sebenarnya, dibandingkan dengan jenis-jenis tanaman perkebunan lainnya seperti


kopi, tembakau, teh, coklat, dan lada, karet relatif toleran terhadap tanah-tanah marginal
kurang subur. Dengan penambahan pupuk, tanaman karet yang dibudidayakan di tanah-

tanah kurang subur masih dapat berproduksi optimal. Bukti menunjukkan bahwa karet
memiliki produktivitas memuaskan di Malaysia dan Indonesia. Padahal sebagian besar
kedua negara tersebut merupakan tanah podsolik merah kuning yang kurang subur.
Secara umum karet menghendaki tanah dengan struktur ringan, sehingga mudah
ditembus air. Tanah dengan padas di bagian atas kurang dari dua meter dari permukaan,
tidak baik untuk menenam karet. Hal ini disebabkan akar tanaman akan sulit menembus
tanah untuk mendapatkan unsur hara. Meskipun demikian, tanah dengan kandungan pasir
kuarsa tinggi kurang bagus untuk penanaman karet.
Karet cocok ditanam pada derajat keasaman atau pH mendekati normal (4-9) Namun,
untuk hasil karet lebih optimal, tanaman karet harus ditanam pada pH antara 5-6.
c. Ketinggian Tempat
Karet termasuk tanaman dataran rendah yang bisa tumbuh baik di dataran dengan
ketinggian 0-400 m dpl. Walaupun demikian, karet masih dapat berproduksi di dataran
menengah dan tinggi, tetapi dengan waktu penyadapan yang makin panjang. Tanaman karet
tumbuh optimum pada ketinggian 200 m dpl. Korelasi antara ketinggian tempat dan umur
sadap dapat dilihat berikut ini:
0 200 m dpl memiliki umur sadap < 6 tahun.
200 400 m dpl memiliki umur sadap 7 tahun.
400 600 m dpl memiliki umur sadap 7,5 tahun.
600 800 m dpl memiliki umur sadap 8,6 tahun.
800 1.000 m dpl memiliki umur sadap 10,2 tahun.
C. Faktor Internal-Eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan karet antara lain :
1. Sifat Menurun atau Hereditas. Ukuran dan bentuk tumbuhan banyak dipengaruhi oleh faktor
genetik. Faktor genetik dapat digunakan sebagai dasar seleksi bibit unggul.
2. Hormon Pada Tumbuhan. Hormon merupakan hasil sekresi dalam tubuh yang dapat memacu
pertumbuhan, tetapi adapula yang dapat menghambat pertumbuhan . Hormon-hormon pada
tumbuhan yaitu auksin, giberilin, gas etilen, sitokinin, asam absisat dan kalin.

sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan karet antara lain :


1. Cahaya Matahari. Cahaya jelas pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman. Cahaya
merupakan sumber energi untuk fotosintesis. Daun dan batang tumbuhan yang tumbuh
ditempat gelap akan kelihatan kuning pucat. Tumbuhan yang kekurangan cahaya
menyebabkan batang tumbuh lebih panjang, lembek dan kurus, serta daun timbul tidak
normal. Panjang penyinaran mempunyai pengaruh khusus bagi pertumbuhan dan reproduksi
tumbuhan.
2. Temperatur. Temperatur mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi tumbuhan. Perubahan
temperatur dari dingin atau panas mempengaruhi kemampuan fotosintesis, translokasi,
respirasi dan transpirasi. Jika temperatur terlalu dingin atau terlalu tinggi pertumbuhan akan
menjadi lambat atau terhenti sama sekali pada beberapa tumbuhan apabila lingkungan, air,
temperatur, dan cahaya tidak memungkinkan untuk tumbuh.
3. Kelembaban atau Kadar Air. Tanah dan udara yang kurang lembab umumnya berpengaruh
baik terhadap pertumbuhan karena meningkatkan penyerapan air dan menurunkan penguapan
atau transpirasi.
4. Air dan Unsur Hara. Air merupakan senyawa yang sangat penting bagi tumbuhan. Fungsi air

antara lain sebagai media reaksi enzimatis, berperan dalam fotosintesis, menjaga turgiditas sel
dan kelembapan. Kandungan air dalam tanah mempengaruhi kelarutan unsur hara dan
menjaga suhu tanah. Tanaman menyerap unsur hara dari media tempat hidupnya, yaitu dari
tanah ataupun dari air. Unsur hara merupakan salah satu penentu pertumbuhan suatu tanaman
baik atau tidaknya tumbuhan berkembangbiak.

III. TEKNIS BUDIDAYA


1. Persiapan bahan tanam
2. Persiapan lahan
3. Penanaman (udah)
4. Pemeliharaan (udah)
5. Pemanenan
6. Pasca panen
7. Pemasaran
1. Persiapan Bahan Tanam
Persiapan bahan tanam untuk tanaman karet merupakan tahapan paling awal dan tahapan
yang sangat menentukan suatu proses budidaya. Baik buruknya bahan tanam akan berpengaruh
pada keberhasilan budidaya tersebut.
Dalam persiapan bahan tanam, persiapan yang harus dilakukan antara lain :
a. Benih
Benih merupakan biji yang akan digunakan sebagai bahan tanam. Benih tanaman karet
dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu
1. Ilegitim

: benih yang tidak diketahui klon tetua betina dan klon tetua jantan

2. Propelegitim : benih yang klon tetua betinanya diketahui


3. Legitim

: benih yang klon tetua jantan dan betinanya diketahui

Benih yang akan dijadikan bahan tanaman bisa berasal dari kebun produksi dengan syarat
kebun produksi tersebut mempunyai luas minimal 10 Ha dan usia tanaman minimal 10 tahun.
Langkah selanjutnya adalah pemilihan biji yang akan digunakan sebagai bahan tanam. Biji yang
diambil adalah biji yang mempunyai ukuran sedang sampai besar dan mempunyai kenampakan
kulit luar yang mengkilat. Cara pemilihan biji yang baik adalah dengan mengambil 100 benih
secara acak yang selanjutnya dilakukan uji belah. Biji yang baik untuk bahan tanam adalah biji
yang ketika dibelah mempunyai warna daging biji yang putih cerah. Dari 100 biji yang diambil
minimal 70 % adalah biji yang baik. Itu berarti bahwa biji yang terkumpul siap untuk dijadikan
sebagai bahan tanam.Untuk menghitung kebutuhan biji / benih digunakan rumus :
X = (4,31 x P x A) x 115 %, dimana

P = Jumlah Populasi
A = Luas areal,
Faktor faktor yang mempengaruhi jumlah biji / benih yang dibutuhkan dan
prosentasenya antara lain :
a. Biji dikumpulkan

660% dari populasi

b. Biji dideder

80%

c. Kecambah ditanam

80%

d. Seleksi batang bawah 1

85%

e. Seleksi batang bawah 2

90%

f. Seleksi batang bawah 3

95%

g. Okulasi

100% dari seleksi 3

h. Okulasi hidup

80%

i. OMT melentis

80%

j. Tanam OMT ke polybag 90%


k. Bibit polybag hidup

85%

l. Bibit siap salur

85%

m. Bibit prima

90% (sudah termasuk sulaman 15%)

Faktor lain yang mempengaruhi penyiapan benih adalah mekanisme pengumpulan biji.
Periode keluarnya biji untuk tanaman karet yang ada di pulau Jawa adalah pada bulan Februari
Maret, oleh karena itu persiapan dilakukan satu bulan sebelum periode biji itu tiba yaitu dengan
melakukan penyiangan pada kebun yang akan dijadikan sebagai sumber benih. Setelah tiba
periode biji maka biji dikumpulkan satu hari sekali atau paling lambat 2 hari sekali. Hasil
pengumpulan biji disortasi dan ditandai atau diberi nama klon indukannya. Apabila kebun tidak
mempunyai kebun induk untuk pengambilan biji maka biji didatangkan dari kebun lain.

b. Entres
Entres diartikan sebagai bahan tanaman (vegetatif) yang berupa mata tunas dari klon-klon
anjuran yang pada akhirnya diproyeksikan sebagai bahan batang atas yang bermutu. Setiap
kebun harus memiliki kebun entres sendiri untuk memenuhi kebutuhan entresan bagi kebunnya

tanpa harus mendatangkan bahan entresan dari luar kebun. Syarat untuk membuat kebun entres
adalah :
a. Dekat jalan
b. Datar
c. Tanah subur
d. Aerasi dan drainase baik
e. Dekat sumber air
f. Bebas HPT
g. Lokasi yang mudah diawasi
Kebun entres mempunyai jarak tanam 2 x 1 x 1 m per blok dengan jarak antar blok 3 m.
Pemeliharan entres bertumpu pada manajemen cabang untuk menghasilkan mata tunas prima
yang akan digunakan untuk mata okulasian. Mata tunas prima adalah mata tunas yang berada
dibawah / diatas payung daun ( 5 cm diatas / dibawah payung ). Pengaruh penggunaan mata
entres akan berpengaruh pada pertumbuhan batang tanaman hasil okulasi. Faktor penting dalam
budidaya entres adalah manejemen pangkasan cabang entres untuk menciptakan cabang entres
yang baik sesuai standart yang diinginkan.
2. Persiapan Lahan
A. Pembukaan Lahan
Dalam pelaksanaan penanaman tanaman karet diperlukan berbagai langkah yang
dilakukan secara sistematis mulai dari pembukaan lahan sampai dengan penanaman.
Pembukaan lahan (Land Clearing). Lahan tempat tumbuh tanaman karet harus bersih dari sisasisa tumbuhan hasil tebas tebang, sehingga jadwal pembukaan lahan harus disesuaikan dengan
jadwal penanaman.
Kegiatan pembukaan lahan ini meliputi :
1. pembabatan semak belukar
2. penebangan pohon
3. perecanaan dan pemangkasan
4. pendongkelan akar kayu
5. penumpukan dan pembersihan.

Seiring dengan pembukaan lahan ini dilakukan penataan lahan dalam blok-blok, penataan
jalan-jalan kebun, dan penataan saluran drainase dalam perkebunan.
B.

Penataan blok-blok
Lahan kebun dipetak-petak menurut satuan terkecil dan ditata ke dalam blok-blok
berukuran 10 -20 ha, setiap beberapa blok disatukan menjadi satu hamparan yang mempunyai
waktu tanam yang relatif sama.
C. Penataan Jalan
Jaringan jalan harus ditata dan dilaksanakan pada waktu pembangunan tanaman baru
(tahun 0) dan dikaitkan dengan penataan lahan ke dalam blok-blok tanaman. Pembangunan jalan
di areal datar dan berbukit dengan pedoman dapat menjangkau setiap areal terkecil, dengan jarak
pikul maksimal sejauh 200 m. Sedapatkan mungkin seluruh jaringan ditumpukkan/
disambungkan, sehingga secara keseluruhan merupakan suatu pola jaringan jalan yang efektif.
Lebar jalan disesuaikan dengan jenis/kelas jalan dan alat angkut yang akan digunakan.
D. Penataan Saluran Drainase
Setelah pemancangan jarak tanam selesai, maka pembuatan dan penataan saluran
drainase (field drain) dilaksanakan. Luas penampang disesuaikan dengan curah hujan pada
satuan waktu tertentu, dan mempertimbangkan faktor peresapan dan penguapan. Seluruh
kelebihan air pada field drain dialirkan pada parit-parit penampungan untuk selanjutnya dialirkan
ke saluran pembuangan (outlet drain).
E. Persiapan Lahan Penanaman
Dalam mempersiapkan lahan pertanaman karet juga diperlukan pelaksanaan berbagai
kegiatan yang secara sistematis dapat menjamin kualitas lahan yang sesuai dengan persyaratan.
Beberapa diantara langkah tersebut antara lain :
1. Pemberantasan Alang-alang dan Gulma lainnya
Pada lahan yang telah selesai tebas tebang dan lahan lain yang mempunyai vegetasi
alang-alang, dilakukan pemberantasan alang-alang dengan menggunakan bahan kimia antara

lain Round up, Scoup, Dowpon atau Dalapon. Kegiatan ini kemudian diikuti dengan
pemberantasan gulma lainnya, baik secara kimia maupun secara mekanis.
2. Pengolahan Tanah
Dengan tujuan efisiensi biaya, pengolahan lahan untuk pertanaman karet dapat
dilaksanakan dengan sistem minimum tillage, yakni dengan membuat larikan antara barisan
satu meter dengan cara mencangkul selebar 20 cm. Namun demikian pengolahan tanah
secara mekanis untuk lahan tertentu dapat dipertimbangkan dengan tetap menjaga kelestarian
dan kesuburan tanah.
3. Pembuatan teras/Petakan dan Benteng/Piket
Pada areal lahan yang memiliki kemiringan lebih dari 50 diperlukan pembuatan
teras/petakan dengan sistem kontur dan kemiringan ke dalam sekitar 150. Hal ini
dimaksudkan untuk menghambat kemungkinan terjadi erosi oleh air hujan. Lebar teras
berkisar antara 1,25 sampai 1,50 cm, tergantung pada derajat kemiringan lahan. Untuk setiap
6 - 10 pohon (tergantung derajat kemiringan tanah) dibuat benteng/piket dengan tujuan
mencegah erosi pada permukaan petakan.
4. Pengajiran
Pada dasarnya pemancangan ajir adalah untuk menandai tempat lubang tanaman
dengan ketentuan jarak tanaman sebagai berikut :
a. Pada areal lahan yang relatif datar/landai (kemiringan antara 0 8%) jarak tanam
adalah 7 m x 3 m (= 476 lubang/hektar) berbentuk barisan lurus mengikuti arah
Timur - Barat berjarak 7 m dan arah Utara - Selatan berjarak 3 m.
b. Pada areal lahan bergelombang atau berbukit (kemiringan 8% - 15%) jarak tanam 8
m x 2, 5 m (=500 lubang/ha) pada teras-teras yang diatur bersambung setiap 1,25 m
(penanaman secara kontur), lihat Gambar 3. Bahan ajir dapat menggunakan
potongan bambu tipis dengan ukuran 20 cm 30 cm. Pada setiap titik pemancangan
ajir tersebut merupakan tempat penggalian lubang untuk tanaman.
5. Pembuatan Lubang Tanam
Ukuran lubang untuk tanaman dibuat 60 cm x 60 cm bagian atas , dan 40 cm x 40 cm
bagian dasar dengan kedalaman 40 cm. Pada waktu melubang, tanah bagian atas (top soil)
diletakkan di sebelah kiri dan tanah bagian bawah (sub soil) diletakkan di sebelah kanan
(Gambar 4). Lubang tanaman dibiarkan selama 1 bulan sebelum bibit karet ditanam.

6. Penanaman Kacangan Penutup Tanah (Legume cover crops = LCC)


Penanaman kacangan penutup tanah ini dilakukan sebelum bibit karet mulai ditanam
dengan tujuan untuk menghindari kemungkinan erosi, memperbaiki struktur fisik dan kimia
tanah, mengurangi pengupan air, serta untuk membatasi pertumbuhan gulma.
Komposisi LCC untuk setiap hektar lahan adalah 4 kg. Pueraria javanica, 6 kg
Colopogonium mucunoides, dan 4 kg Centrosema pubescens, yang dicampur ke dalam 5 kg
Rock Phosphate (RP) sebagai media. Selain itu juga dianjurkan untuk menyisipkan
Colopogonium caerulem yang tahan naungan (shade resistence) ex-biji atau ex-steck dalam
polibag kecil sebanyak 1.000 bibit/ha.
Tanaman kacangan dipelihara dengan melakukan penyiangan, dan pemupukan
dengan 200 kg RP per hektar, dengan cara menyebar rata di atas tanaman kacangan.
3. Penanaman

Penentuan Pola Tanam


Pola tanam karet dibagi berdasarkan tingkat pertumbuhan atau umur tanaman, yaitu:

a) Pada waktu tajuk belum menutup, hampir semua tanaman dapat ditanam di lahan
diantara tanaman karet ditanam tanaman sela.
b) Pada waktu tajuk sudah saling manutup, hanya tanaman yang tanah naungan dapat
ditanam di antara tanaman karet.
Pola tanam karet muda (0-3 tahun), merupakan tumpang sari dengan tanaman pangan
(padi gogo, jagung, kedele dan kacang tunggak), tumpang sari pisang, nanas, cabe, jagung dan
semangka. Sedangkan pola tanam karet dewasa (> 3 tahun), adalah tumpangsari dengan
kapulaga/jahe.

Pembuatan Lubang Tanam


Secara umum, karet ditanam dengan jarak tanam 7 x 3 m. Dimana jarak antar teras
adalah 7 m. Lubang tanam untuk okulasi stump mini adalah 60 x 60 x 60 cm, sedangkan
untuk stump tinggi berumur 2-3 bulan adalah 80 x 80 x 80 cm. Gundukan lapisan tanah
atas dipisahkan dari lapisan tanah bawah. Keperluan bibit untuk 1 ha dengan jarak tanam 7
x 3 meter adalah 476 pohon.

Cara Penanaman

Bibit ditanam sedemikian rupa sehingga akar tunggang lurus masuk ke dalam tanah.
Jika bibit berasal dari okulasi, bibit dan plastiknya dimasukkan ke dalam lubang tanah dan
dibiarkan 2-3 minggu. Setelah itu kantong plastik dibuka dan tanah galian dimasukkan
kembali ke lubang tanam.
4. Pemeliharaan

Tanaman Belum Menghasilkan


a. Penyulaman
Dilakukan saat tanaman berumur 1-2 tahun dan jangan dalam keadaan terik matahari.
Jika kematian disebabkan bakteri/jamur, tanah bekas bibit yang mati diberi
bakterisida/fungisida. Pertanaman karet yang baik hanya disulam maksimal 5%.
b. Penyiangan
Dilakukan dengan manual (tangan/kored/cangkul) atau secara kimia sebanyak 2-3
kali dalam satu tahun.
c. Pemupukan
Pupuk dapat diletakan dengan tiga cara, yaitu:
1. Saluran melingkar batang pohon.
Hubungan umur tanaman dengan jarak saluran dari batang pohon adalah sebagai
berikut:
3-5 bulan: 20-30 cm
6-10 bulan: 20-45 cm
11-20 bulan: 40-60 cm
21-48 bulan: 40-90 cm
48 bulan: 50-120 cm

Meletakan pupuk di luar jarak 1-1,5 m dari barisan tanaman

Pemupukan dilakukan bersamaan dengan penyiangan.

2. Dosis pupuk untuk tanaman belum menghasilkan pada tanah Ultisol (Podsolik
Merah Kuning) adalah sebagai berikut:

3 bulan: Urea (N) = 21,37 gram/pohon/aplikasi; DS (P) = 31,97


gram/pohon/aplikasi; KCl (K) = 13 gram/pohon/aplikasi

9 bulan: Urea (N) = 43,47 gram/pohon/aplikasi; DS (P) = 63,94


gram/pohon/aplikasi; KCl (K) = 26 gram/pohon/aplikasi

15 bulan: Urea (N) = 65,21 gram/pohon/aplikasi; DS (P) = 95,92


gram/pohon/aplikasi; KCl (K) = 36 gram/pohon/aplikasi

21 bulan: Urea (N) = 86,95 gram/pohon/aplikasi; DS (P) =


127,89 gram/pohon/aplikasi; KCl (K) = 52 gram/pohon/aplikasi

27 bulan: Urea (N) = 108,69 gram/pohon/aplikasi; DS (P) =


159,86 gram/pohon/aplikasi; KCl (K) = 65 gram/pohon/aplikasi

33 bulan: Urea (N) = 130,43 gram/pohon/aplikasi; DS (P) =


192,84 gram/pohon/aplikasi; KCl (K) = 78 gram/pohon/aplikasi

39 bulan: Urea (N) = 173,91 gram/pohon/aplikasi; DS (P) =


255,78 gram/pohon/aplikasi; KCl (K) = 104 gram/pohon/aplikasi

45 bulan: Urea (N) = 217,39 gram/pohon/aplikasi; DS (P) =


319,73 gram/pohon/aplikasi; KCl (K) = 150 gram/pohon/aplikasi

51 bulan: Urea (N) = 260,86 gram/pohon/aplikasi; DS (P) =


383,68

gram/pohon/aplikasi;

KCl

(K)

156

gram/pohon/aplikasi.
3. Pemupukan jangan dilakukan di musim hujan, sebaiknya pada waktu pergantian
musim antara musim hujan ke kemarau.
a) Seleksi dan penjarangan pohon
Dilakukan menjelang sadap. Biasanya dari 476 bibit yang ditanam, hanya
95% (452 pohon) yang tumbuh baik. Penjarangan dilakukan dengan
membongkar tanaman yang tumbuh tidak baik dan terserang penyakit, dapat
mencapai 5% dari tanaman yang tumbuh. Sisa tanaman setelah penjarangan 425
dan yang diramalkan dapat disadap adalah 400 pohon.
b) Pemeliharaan tanam penutup tanah
Penutup tanah adalah tanaman Legum seperti Pueraria javanica,
Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides, C. caeruleum.

Tanaman Menghasilkan
Setelah berumur 5 tahun, tanaman dapat disadap.
a. Penyiangan
Cara manual hanya dilakukan jika kebun tidak luas, Pengendalian gulma dengan
herbisida lazim dilakukan di perkebunan karet. Herbisida diberikan 4-6 kali setahun
dengan dosis yang tidak berlebih agar tidak mematikan tanaman pemutup tanah.
Herbisida yang dipakai adalah jenis herbisida kontak Gramoxone dan Paracol.
b. Pemupukan
Pohon yang baik untuk disadap saja yang diberi pupuk sehingga pemberian pupuk
dihitung per pohon. Cara pemupukan:

Ditabur di larikan sekeliling pohon dengan jarak 1-1,5 m dari batang

Dengan cara seperti poin di atas, hanya saja berbentuk 1/2 lingkaran.

Ditabur di larikan di antara pohon (berjarak 1,5 cm dari setiap batang)

Ditabur di antara larikan dan barisan.

Pemupukan dilakukan dua kali dalam satu tahun dengan dosis berikut:

Jenis tanah Latosol: Urea (N) = 280,86 gram/pohon; DS(P) = 157,85


gram/pohon; KCl(K) = 180 gram/pohon

Jenis tanah Ultisol (Podsolik merah kuning): Urea (N) = 280,86


gram/pohon;DS(P) = 383,68 gram/pohon; KCl(K) = 156 gram/pohon.

Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman

Hama
a) Rayap
Penyebab: Microtermmes inspiratus, Captotermes cuevignathus. Gejala:
stump/tanaman karet muda rusak, batang berlubang besar, akar tanaman putus.
Pengendalian: membersihkan kebun dari tunggul dan sisa akar, ujung stump
sampai bagian atas mata okulasi ditutup dengan plastik, pemberian umpan rayap,
insektisida Furadan 3G (5-10 g/pohon), Agrolene 26 WP 0,2% atau Lindamul 250
EC 0,2%.

b) Kutu Tanaman
Penyebab: Saissetia nigra, Laccifer greeni, Laccifer lacca, Ferrisiana
virgata Planococcus citri). Gejala: merusak tanaman dengan mengisap cairan dari
pucuk batang dan daun muda. Bagian tanaman yang diisap menjadi kuning dan
kering. Pengendalian: melepas musuh alami seperti Eublema sp., Anysis sp,
Scymus sp dan Coccinella sp. untuk Saissetia nigra, Laccifer greeni, Laccifer
lacca dengan Albolineum 2%, Formalin 0,15% atau Anthio 33 EC 0,9-1,2 liter/ha.
Untuk Ferrisiana virgata Planococcus citri dengan Azodrin 60 WSC, Bayrusil 250
EC, Dimecron 50 SCW/Orthene 75 SP dll.

c) Tungau
Penyebab: Hemitarsonemus , Paratetranychus, mengisap cairan daun
muda, daun tua dan pucuk. Gejala: tanaman tidak normal dan kerdil, daun
berguguran. Pengendalian: (1) dengan akarisida Thiodan 35 EC 0,15%, Kelthane
MF 0,2%, Morestan 25 WP 0,2%; (2) dengan menghembuskan gas belerang.
d) Siput
Penyebab: Achatina fulica. Gejala: serangan pada musim hujan, daun dan
tanaman muda di areal pembibitan rusak dan patah-patah. Pengendalian: dengan
larutan metaldehida 5% dalam dedak, atau campuran Maradeks dengan semen,
kapur dan dedak (2:3:5:16).
e) Babi
Penyebab: sus verrucosus. Pengendalian: dengan cara diusir, dibuat
pembatas kebun, ditangkap/diracun.
f) Rusa (Rusa timorensis) dan Kijang (Muntiacus muntjak)
Gejala: kulit tanaman di sekitar batang habis digerogoti dan tanaman dapat
mati. Pengendalian: dengan diusir dan dibuat perangkap.
g) Tapir (Tapirus indicus)
Gejala: tanaman muda menjadi tidak berdaun dan berkulit. Pengendalian:
dengan diusir, dibuat pembatas dan melindungi batang (dibungkus dengan alangalang, ranting pohon atau ranting bambu setinggi 1,5 m dari permukaan tanah).

h) Gajah (Elephas maximus)


Gejala: pohon patah/tercabut, pohon muda tidak berdaun dan kulit pohon
dewasa terkelupas. Pengendalian: dengan mengusir dan membuat pembatas
kebun.
i) Tikus (Rattus spp.)
Gejala: biji, kecambah dan daun bibit dimakan habis. Kulit tanaman muda
terkelupas dan tampak ada bekas gesekan. Pengendalian: dengan membersihkan
semak di kebun, membongkar sarang tikus dan membunuh tikus dengan
perangkap mekanis/senyawa kimia Racumin, Warfarin atau Tomorin 1 g/15 g
umpan.

Penyakit Batang
a) Akar Putih
Penyebab: jamur Rigidoporus lignosus. Gejala: daun tanaman pucat
kuning dengan tepi melipat ke dalam, daun gugur dan ranting mati. Di akar
tanaman terdapat benang-benang jamur putih agak tebal yang menempel kuat.
Pengendalian: sanitasi kebun, menanam tanaman penutup, menanam bibit sehat,
menaburkan serbuk belerang pada areal yang pernah terserang penyakit ini,
fungisida berbahan aktif hexaconazole, tradimefon dan cyproconazole.
b) Akar Merah
Penyebab: jamur Ganoderma pseudoferrum. Sangat berbahaya untuk
tanaman karet, penularan terjadi melalui persinggungan akar, dijumpai pada
tanaman dewasa dan tua. Gejala: setelah 5 tahun serangan, tanaman mati.
Pengendalian: sama dengan akar putih.
c) Jamur Upas
Penyebab: jamur Corticium salmonicolor. Gejala: terdapat lapisan kerak
berwarna merah pada pangkal atau bagian atas percabangan yang akan berubah
menjadi lapisan tebal merah tua. Bagian tanaman yang terserang mengeluarkan
cairan lateks berwarna coklat kehitaman yang meleleh. Kulit tanaman akan
membusuk dan hitam, tajuk cabang mati dan mudah patah. Pengendalian: dengan
menanam klon resisten seperti AVROS 2037, mengurangi kelembaban kebun,

Fungisida di awal serangan dengan Fylomac 90 0,5%, Calixin MR, Dowco 262
atau Bubur bordo.
d) Kanker Bercak
Penyebab: jamur Phytophthora palmivora. Gejala: kerusakan kulit batang
di luar bidang sadap atau di percabangan, tanaman merana dan mati.
Pengendalian: menanam klon resisten, jarak tanam tidak terlalu rapat,
pemangkasan tanaman penutup yang terlalu lebat, kulit yang membusuk dipotong
dan luka diolesi Difolatan 4F 3% dan ditutup dengan petrolatum, bagian kayu
yang luka ditutup ter.
e) Busuk Pangkal Batang
Penyebab: jamur Botrydiplodia theobromae. Gejala: kulit mengering dan
pecah-pecah namun kayu bagian atas masih baik dan utuh. Kulit menghitam dan
kayunya rusak. Kerusakan menjalar ke bagian atas sampai mencapai 1 m. Batang
tanaman seperti terbakar. Pengendalian: pemberian fungisida tepat waktu,
pemupukan dengan dosis dan waktu yang tepat, penyulaman dengan bibit stump
tinggi.

Penyakit Bidang Sadap


a) Kanker Garis
Penyebab: jamur Phytophthora palmivora. Gejala: adanya selaput tipis
berwarna putih dan tidak begitu jelas menutupi alur sadap. Di bawah kulit di atas
irisan sadap akan tampak garis-garis tegak doklat atau hitam yang akhirnya
bersatu membentuk jalur hitam seperti retakan atau kulit pulihan. Menghambat
pemulihan kulit di bidang sadap. Pengendalian: menanam klon resisten PR 300
atau PR 303, jarak tanam tidak terlalu rapat, memangkas tanaman penutup tanah,
pemupukan yang benar, penyadapan tidak terlalu dalam dan tidak terlalu dekat
tanah, fungisida Dilatan 4F 2%, Difolatan 80 WP 2%, Demosan 0,5%/Actidione
0,5%. Batang yang busuk dikorek dan diberi fungisida, pisau sadap diolesi
pestisida.
b) Mouldy Rot

Penyebab: jamur Ceratocystis fimbriata. Gejala: selaput tipis putih


dibidang sadap dekat alur sadap yang berubah menjadi lapisan seperti beledu
berwarna kelabu sejajar alur sadap. Di bawah lapisan ini akan tampak bintik
coklat atau hitam. Serangan dapat mencapai kambium dan kayu. Pengendalian:
menanam klon resisten di daerah basah seperti GT1 dan AVROS 2037, jarak
tanam tidak terlalu rapat, memangkas penutup tanah, pemupukan yang benar,
intensitas sadap diturunkan, fungisida Difolatan 4F 2%, Difolatan 89 WP 2%,
Topsin M 75 WP 0,5%, Derosal 60 WP 0,1%, Actidione 0,5%/Benlate 50 WP
0,1%, pisau sadap diolesi fungisida.
c) Brown Bast
Penyebab: penyadapan yang terlalu sering. Gejala: lateks tidak mengalir
dari sebagian alur sadap, seluruh alur sadap menjadi kering dan tidak
mengeluarkan lateks. Bagian kering berubah warna menjadi coklat karena
terbentuk gum. Kulit pecah, batang bengkak. Pengendalian: mengurangi
penyadapan terutama pada klon peka PR 255, PR 261 dan BPM 1. Klon tahan
adalah AVROS 2037, PR 300 dan PR 303, pohon diistirahatkan.

Penyakit Daun
a) Embun Tepung
Penyebab: jamurOidium heveae. Gejala: daun muda berwarna hitam,
lemas, keriput dan berlendir. Di bawah permukaan daun terdapat bercak bundar
putih seperti tepung. Pengendalian: dengan menanam klon resisten, pemberian
nitrogen 2x dosis anjuran, daun digugurkan lebih awal, menghembuskan belerang
seminggu sekali selama 5 minggu, fungisida Dithane M-45 0,25%, BAS 2203
1%.
b) Penyakit Colletorichum
Penyebab: jamur Coletotrichum gloeosporoides. Gejala: daun tampak
gugur dan pertumbuhannya terhambat, terjadi pada tanaman yang baru
membentuk daun muda pada musim hujan. Pengendalian: menanam klon resisten
seperti BPM 1, AVROS 2037, pemupukan ekstra, daun digugurkan lebih awal,
fungisida Dihane M-45 0,25%, Manzate M-200 ) 2%, Cobox 0,5%.

c) Penyakit Phytophthora
Penyebab: jamur Phytophthora botriosa. Gejala: diawali dengan buah
yang membusuk dan hitam, lalu menular ke daun dan tangkai sehingga daun dan
tangkai gugur. Pengendalian: menanam klon resisten dan fungisida Cobox atau
Cupravit dalam minyak mineral.
5. Pemanenan
Persiapan Panen
Pemungutan hasil panen karet disebut penyadapan karet. Biasanya penyadapan dilakukan
pada saat pagi hari hingga pukul 07.30. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari terjadinya
koagulasi pada lateks.

Pembuatan tempat penampungan hasil (TPH)


TPH dibuat untuk menampung hasil lateks dari kebun sebelum diangkut ke pabrik. Satu
TPH biasanya digunakan untuk menampung latek dari luasan areal sadap 20 sampai 30 hektar.
Pada lokasi TPH disediakan bak/tangki penampung yang diletakan di atas, sehingga lateks yang
ditampung dapat langsung dimasukkan ke truk pengangkut.

Pembuatan jalan panen


Pembuatan jalan panen biasanya dibuat pada saat pekerja hendak melakukan penyadapan.
Biasanya jalan panen di perkebunan hanya sederhana dan berupa jalan setapak, sehingga yang
dibutuhkan hanyalah parang atau sabit untuk memotong rumput atau gulma yang mengganggu
jalan yang akan dibuat.

Alat-alat panen
Alat-alat panen yang perlu dipersiapkan adalah pisau sadap, mangkok sadap, talang
sadap, ember dan pengasah pisau. Pisau sadap, ember dan pengasah pisau hanya disediakan
untuk masing-masing tenaga penyadap, sedangkan mangkok dan talang sadap harus disediakan
untuk setiap tanaman.

Kebutuhan tenaga panen


Kebutuhan tenaga penyadap diperhitungkan dengan cara menghitung luas lahan yang
disadap per hari (tergantung frekuensi sadap yang digunakan). Pada umumnya luas yang disadap
per hari adalah 1/3 dari luas TM. Untuk kebutuhan tenaga penyadap dapat dihitung dengan
memperhatikan kemampuan seorang penyadap dalam melakukan penyadapan dalam satu hari.
Untuk lahan datar 1 orang penyadap mampu menyadap seluas 1 hektar.

Pelaksanaan Panen
Kriteria matang sadap. Kriteria matang sadap pada tanaman karet ditentukan oleh dua
syarat yaitu,
1. lilit batang (lingkar batang 1 meter di atas pertautan lebih besar dari 45 cm dan
2. 60% dari populasi memenuhi syarat nomor 1. Biasanya masa ini akan dicapai setelah
tanaman berumur 5 tahun.

Hanca panen

Hanca panen atau luas yang dipanen per hari sangat tergantung dari rotasi eksploitasi
yang digunakan. Pada umumnya tanaman karet disadap 3 hari sekali, sehingga luas panen per
hari kurang lebih 1/3 dari total luas tanaman menghasilkan (TM). Untuk lahan yang datar, 1
orang penyadap mampu menyadap seluas 1 hektar.

Rotasi panen
Lamanya rotasi panen dilakukan tergantung luasan hanca panen. Semakin luas hanca
panen, maka rotasi panen semakin lama. Rotasi panen juga tergantung pada berapa kali dalam
seminggu dilakukan penyadapan.
Aturan teknis panen
Setiap penyadap biasanya sudah berada di kebun pada pukul 05.00 untuk melakukan
persiapan-persiapan seperti : pembagian lokasi sadap, pengecekan peralatan dan pengecekan
kehadiran tenaga penyadap. Setiap penyadap akan melakukan penyadapan pada hancanya sendiri
(setiap penyadap memiliki lokasi penyadapan masing-masing). Penyadapan dilakukan dengan
memotong kulit karet (setelah melepas lateks yang membeku pada alur sadap) pada alur sadap
yang telah ada serta memasang mangkok dan pemberian anti koagulan (2 tetes) pada mangkok
sadap. Anti koagulan ini berfungsi untuk mencegah terjadinya pembekuan lateks sebelum sampai
di pabrik. Setelah seluruh hanca sadap di sadap (selesai pada pukul 07.30) maka lateks ditunggu
mengalir hingga pukul 11.00 dan selanjutnya lateks dikumpulkan di TPH. Pada setiap penyadap
akan dicatat volume lateks yang terkumpul pada hari itu dan akan digunakan sebagai salah satu
penentu besarnya upah yang akan diterima.

6. Pasca Panen
Lateks kebun yang bermutu baik merupakan syarat utama untuk mendapatkan hasil bokar
yang baik. Untuk dapat mencapai hasil karet yang bermutu tinggi, maka kebersihan dalam

bekerja merupakan syarat paling utama yang harus diperhatikan seperti kebersihan peralatan
yang digunakan dan kemungkinan terjadinya pengotoran lateks oleh kotoran.
Penurunan mutu biasanya terjadi disebabkan oleh proses prakoagulasi. Prakoagulasi akan
menjadi masalah dalam proses pengolahan sit asap atau sit angin dan krep (crepe), sedangkan
dalam pengolahan karet remah tidak menjadi masalah.
Prakoagulasi pada lateks dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah aktivitas
mikroorganisme, aktivitas enzim, iklim, budidaya tanaman dan jenis klon, pengangkutan, serta
adanya kontaminasi kotoran dari luar. Untuk mencegah terjadinya prakoagulasi perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut: (a) Alat-alat penyadapan dan pengangkutan harus
senantiasa bersih dan tahan karat; (b) Lateks harus segera diangkut ke tempat pengolahan tanpa
banyak goncangan; (c) Lateks tidak boleh terkena sinar matahari langsung; dan (d) Dapat
menggunakan anti koagulan seperti amonia (NH3) atau natrium sulfit (Na2SO3).
Dalam Penanganan lateks kebun agar melakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Pembersihan Bidang Sadap
Sebelum penyadapan dimulai, bagian kulit pohon yang akan disadap hendaknya
dibersihkan dahulu. Jika penyadapan dilakukan tiap dua hari sekali pekerjaan membersihkan ini
dapat dilakukan seperlunya saja.
b. Pengumpulan lateks
Pengumpulan lateks di kebun pada umumnya dilakukan 4-5 jam setelah penyadapan
pertama. Lateks dalam mangkuk sadap dituangkan ke dalam ember atau bedeng dan sisa lateks
dibersihkan dengan menggunakan sudip. Sudip terbuat dari kayu yang dibungkus dengan
selembar karet ban dalam. Bentuk sudip dibuat sedemikian rupa sehingga dengan sekali gerak
sisa lateks dalam mangkuk tersapu bersih. Sudip harus dibersihkan dan diperiksa secara teratur
serta harus diperbaharui pada waktu tertentu.
Ember-ember pengumpul lateks yang terbaik ialah ember-ember yang dibuat dari
aluminium atau bejana-bejana yang dilapisi timah putih dan memakai tutup. Ember-ember dari
email lebih murah tapi lebih cepat aus. Untuk mencegah bergoncangnya lateks dalam ember
kadang-kadang para penyadap meletakkan daun-daun di atas permukaan lateks. Hal ini tidak
diperbolehkan karena lateks akan tercemar. Penggunaan drum besi bekas untuk pengumpulan
lateks tidak diperkenankan. meskipun drum tersebut setiap pemakaiannya selalu dicuci.

Ember/wadah pengumpul lateks agar dihindarkan dari sinar matahari, karena suhu yang tinggi
mempercepat terjadinya prakoagulasi.
c. Pengawetan lateks
Salah satu bentuk bahan olah karet adalah lateks cair, yang akan diproduksi menjadi
bentuk lateks pekat sebagai bahan baku industri. Untuk mendapatkan lateks tetap cair sampai di
tempat pengolahan lateks pekat, lateks kebun perlu diawetkan karena lateks kebun akan
menggumpal dalam beberapa jam setelah dikumpulkan. Waktu yang diperlukan untuk
pengumpalan alami ini bergantung pada suhu sekitarnya dan kemantapan lateks itu sendiri.
Sampai saat ini amoniak merupakan pengawet lateks yang masih digunakan dan dipilih
sebagai pengawet baku. Amoniak dapat diperoleh dalam dua bentuk, yaitu gas atau larutan 20%.
Untuk kebutuhan dalam jumlah sedikit, umumnya digunakan larutan amonia 2,5 % per liter
lateks. Kelemahan penggunaan amoniak adalah mudah menguap, sehingga bila dibiarkan terbuka
akan cepat menurun kadarnya dan pada proses penggumpalan diperlukan asam format (semut)
yang lebih banyak. Selain itu, untuk pengawetan lateks dapat juga digunakan Natrium sulfit.
Natrium sulfit diperdagangkan dalam bentuk serbuk putih berkadar 90% - 98%. Natrium sulfit
bersifat higroskopis dan mudah teroksidasi oleh udara. Oleh karena itu bahan ini harus disimpan
dalam botol tertutup rapat serta diletakkan di tempat kering dan dingin. Dosis pemakaiannya
adalah 5 - 10 ml larutan Natrium sulfit 10% untuk setiap liter lateks. Amonia atau natrium sulfit
sedapat mungkin ditambahkan ke dalam mangkuk lateks, semakin cepat akan semakin baik.
d. Pengangkutan lateks
Lateks kebun yang sudah dibubuhi amoniak dituangkan melalui tabung atau pipa ke
dalam tangki pengangkut. Tangki dilengkapi dengan penyaring 40 mesh yang ukurannya sesuai
lubang masuk. Tangki pengangkut diletakkan dalam truk. Selain tangki pengangkut lateks,
prakoagulump dan skrep yang telah terkumpul kemudian dimasukkan ke dalam suatu tempat lalu
diangkut menuju pabrik.
Lateks yang telah dibubuhi amoniak bereaksi alkalis tidak diperbolehkan kontak dengan
benda yang terbuat dari tembaga, kuningan, seng dan sebagainya karena latek beramoniak akan
bereaksi dengan logam tersebut. Penyaring lateks juga sebaiknya terbuat dari baja tahan karat.
Tangki lateks terbuat dari besi lunak (mild steel) dan dianjurkan dilapisi dengan lilin untuk
mengurangi melekatnya lateks pada sisi-sisi dan alas tangki. Dengan pelapisan lilin juga
memudahkan pembersihkan karena film karet yang melekat dapat dikuliti dengan mudah.

Lump
Lump mangkuk adalah lateks kebun yang dibiarkan membeku secara alamiah dalam
mangkuk. Pada musim penghujan, untuk mempercepat proses pembekuan lateks ditambahkan
asam format/semut atau pembeku asap cair ke dalam mangkuk. Keuntungan pembuatan lump
mangkuk :
a. Tenaga kerja relatif lebih sedikit
b. Tidak ada resiko prakoagulasi
c. Penanganannya mudah dan praktis.
Kerugian pembuatan lump mangkuk, diantaranya:
a. Masih ada kemungkinan terjadi manipulasi berat yang dilakukan dengan jalan
menambahkan bahan-bahan non-karet
b. Teknik pengukuran KKK yang akurat tidak mudah, karena tingkat kebersihan dan
pemeraman lump mangkuk yang beraneka ragam
c. Terjadi penurunan mutu terutama nilai PRI dan laju vulkanisasi akibat penyimpanan yang
tidak memenuhi syarat
d. Tidak dapat dihasilkan karet remah dengan mutu prima.
7. Pemasaran
Pemasaran Bokar merupakan kegiatan ekonomi yang berfungsi menyampaikan bokar
dari petani kepabrik pengolah ( SIR, RSS, Lateks Pekat ) dan selanjutnya diekspor atau dijadikan
barang jadi karet.
Penyampaian Bokar dari petani ke pihak pabrik pengolah dilakukan oleh lembaga
pemasaran melalui fungsi pemasaran. Fungsi pemasaran meliputi fungsi pertukaran ( Penjualan
dan Pembelian ), fungsi fisik ( Pengumpulan, Penyimpanan, Pengangkutan, Pengolahan), Fungsi
fasilitas standarisasi, grading, Penanggungan Resiko, Pembiayaan, dan Penyediaan Informasi
Pasar/Harga. Dalam melaksanakan Fungsinya Lembaga Pemasaran akan memerlukan Biaya dan
Memperoleh Jasa Keuntungan.

Sistem pemasaran karet rakyat umumnya delum terorganisasi dengan baik dan kurang
efisien hal ini disebabkan lokasi kebun karet rakyat yang tersebar dalam luasan yang sempit,
rantai pemasaran yang panjang, dan mutu Bokar yang rendah serta beragam. Penyebab lainnya
adalah sistem penjualan bokar masih didasarkan atas berat basah, sehingga bokar yang
diperdagangkan hanya Berkadar 40 50 % selebihnya adalah air dan kotoran. Karena kondisi ini
menyebabkan biaya angkut yang tinggi dan ada resiko susut yang harus ditanggung oleh
lembaga Pemasaran dan pada akhirnya berpengaruh terhadap harga yang diterima petani. Artinya
dengan semakin besar biaya dan jasa pemasaran makan bagian harga yang diterima petani
semakin rendah.
Sistem pemasaran bokar :
Petani Pedagang Desa Pedagang Besar Pool Pabrik Pabrik/Eksportir

V. PEMBAHASAN
Kendala utama dalam pengembangan karet alam adalah tingkat produktivitas lahan karet
yang masih rendah. Jika dibandingkan dengan produsen utama karet alam, tingkat produktivitas
lahan di Indonesia khususnya perkebunan rakyat baru mencapai 0,8 ton/ha/tahun, sedangkan
perkebunan besar mencapai sekitar 1 ton/ha/tahun. Sebagai perbandingan, produktivitas lahan di
India bisa mencapai sekitar 1,9 ton/ha/tahun sedangkan Thailand mencapai sekitar 1,6
ton/ha/tahun. Dengan produktivitas lahan yang hanya setengah dari negara produsen lainnya,
posisi Indonesia sulit diharapkan menjadi market leader di pasar internasional walaupun
memiliki luas lahan yang terbesar di dunia.
Kendala lain yang menghambat perkembangan karet adalah hasil bahan baku (bokar)
umumnya bermutu rendah sebagai dampak dari proses pengolahan dasar di level petani belum
optimal dengan metode yang dapat mengurangi kualitas bahan (pencampuran dengan bahan
penggumpal berkualitas rendah atau mencampur dengan beberapa bahan yang tidak
direkomendasikan). Bersamaan dengan permasalahan kualitas bokar, pola pemasaran juga tidak
berpihak ke petani dengan rata-rata harga di level petani hanya mencapai 60-75% dari harga
FOB.
Salah satu langkah meningkatkan produktivitas adalah melakukan sinergi antara
perkebunan rakyat dan perkebunan besar melalui pola plasma. Kemampuan manajerial baik
produksi maupun pemasaran dari perkebunan besar akan mendorong terjadinya peningkatan
produktivitas perkebunan rakyat disamping peremajaan lahan yang tidak produktif (sekitar 15%
dari total luas lahan) yang menjadi syarat utama peningkatan produktivitas lahan. Koordinasi
dengan perkebunan besar diharapkan dapat menjembatani kendala transportasi terhadap kondisi
lahan petani yang menyebar sehingga pemasaran lebih solid dan kontinuitas pasokan bagi pabrik
pengolahan karet dapat lebih terjamin.

VI. KESIMPULAN
Potensi pasar karet alam dalam jangka panjang masih cukup baik yang disebabkan
kebutuhan karet merupakan kebutuhan dasar dalam keperluan sehari-hari dan beberapa negara
berkembang mengalami pertumbuhan industrialisasi yang cukup tinggi seperti Cina, India dan
Brasil. Pergerakan harga karet dunia juga menunjukkan tren positif dan Indonesia sebagai salah
satu produsen terbesar karet diharapkan dapat bekerjasama dengan produsen lain untuk dapat

menjaga posisi harga yang tetap menguntungkan. Kerjasama tersebut dapat dilakukan dengan
strategi mengurangi frekuensi sadapan karet atau mengatur perluasan/peremajaan lahan agar
lebih optimal dapat mengatur pasokan ke pasar internasional. Menghadapi tantangan pelemahan
pertumbuhan ekonomi dunia akibat krisis keuangan global, Indonesia sebagai salah satu
produsen utama karet alam diharapkan dapat mengoptimalkan kondisi pasar karet jangka
panjang melalui peningkatan produktivitas lahan dan kebijakan yang mendukung seluruh aspek
komoditas karet baik sektor on farm maupun off farm.

DAFTAR PUSTAKA
Setiawan, D. H. Dan A. Andoko. 2006. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis: Petunjuk
Lengkap Budidaya Karet. AgroMedia Pustaka. Tangerang.
Sutrisno, D.R. 2005. Teknik Pasca Panen Tanaman Perkebunan. Jakarta.
Reginawati.

1999.

Karet

(Hevea

brasiliensis)

komoditi/KARET1.htm>. Diakses tanggal 10 April 2011.

<http://www.kpel.or.id/TTGP/

Anda mungkin juga menyukai