Ir. INDRIYANI, MP
OLEH :
NIM : J1A117063
KELAS : THP-R002
UNIVERSITAS JAMBI
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui proses pengasapan pada ikan dan
mengetahui organoleptik ikan asap.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil analisis rata-rata nilai uji mutu hedonik tekstur ikan tongkol asap pada
perlakuan lama pengasapan yang berbeda.
Lama Pengasapan Nilai Rata-rata
2 Jam 6.40
3 Jam 6.33
3.5 Jam 7.80
4 Jam 6.80
Keterangan :
9 : amat sangat suka
8 : sangat suka
7 : suka
6 : agak suka
5 : netral
4 : agak tidak suka
3 : tidak suka
2 : sangat tidak suka
1 : amat sangat tidak suka
Dari tabel diatas dapat kita ketahui bahwa hasil analisis uji mutu hedonik
tekstur yang disukai oleh panelis yaitu pada lama pengasapan 3.5 jam dengan nilai
rata-rata 7.33 hal ini menunjukan bahwa pada perlakuan pengasapan 3.5 jam tekstur
ikan asap tongkol tersebut disukai panelis dibandingkan lama pengasapan 2 jam, 3
jam dan 4 jam, lama pengasapan dan suhu mempengaruhi tekstur ikan asap tongkol
tersebut, tekstur ikan menjadi cukup kering, padat dan kompak pada parameter tekstur.
Uji mutu hedonic menunjukkan terjadinya perbedaan nyata dari masing-masing
perlakuan. Adanya suhu tinggi dan lama pengasapan yang digunakan pada proses pengasapan
berbeda pada proses pengasapan, menyebabkan kandungan air pada ikan memberikan tekstur
ikan asap yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Simko (2005) menyatakan selama pengasapan berlangsung terjadi fluktuasi suhu
yang tinggi, sehingga menyebabkan kadar airnya berkurang dan menghasilkan tekstur
menjadi lebih keras, sebaliknya bila kadar air tinggi menyebabkan tekstur menjadi lebih
lunak.
Penelitian Yeti (1990) memberikan pernyataan yang sama bahwa pengujian
organoleptik pada parameter tekstur pada suhu 750C memiliki nilai rata-rata tertinggi dan
teksturnya cukup kering sehingga berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini
disebabkan panelis lebih menerima tekstur yang cukup kering dibandingkan tekstur yang
kering diakibatkan fluktuasi suhu yang tinggi.
Tabel 2. Hasil analisis rata-rata nilai uji mutu hedonik warna ikan tongkol asap pada
perlakuan lama pengasapan yang berbeda.
Lama Pengasapan Nilai Rata-rata
2 Jam 6.40
3 Jam 6.27
3.5 Jam 7.53
4 Jam 6.60
Dari tabel dapat kita ketahui rata- rata nilai perlakuan lama pengasapan yang paling
disukai panelis yaitu pada lama pengasapan 3.5 jam sebesar 7.50 sedangkan pada perlakuan
lama pemanasan 3 jam memiliki nilai paling rendah yaitu dengan rata-rata nilai 6.27 Ini
dipengaruhi oleh bahan bakar serta pemanasan selama pengasapan, sehingga komposisi kimia
seperti senyawa fenol pada ikan asap memberikan warna yang berbeda antara satu dengan
yang lainnya.
Menurut Giullen dan Manzanos, (2002). asap dapat berperan sebagai pemberi warna
pada tubuh ikan sehingga ikan yang diawetkan dengan proses pengasapan berwarna kuning
keemasan. Semakin tinggi konsentrasi asap yang diberikan maka warna ikanpun akan
semakin gelap atau kecokelatan. Warna pada ikan mempengaruhi penilaian terhadap
konsumen karena selain menarik dan juga membangkitkan selera konsumen untuk
menikmatinya. Hal ini yang menjadi pendukung mengapa panelis suka terhadap lama
pengasapan 3.5 jam.
Tabel 3. Hasil analisis rata-rata nilai uji mutu hedonik aroma ikan tongkol asap pada
perlakuan lama pengasapan yang berbeda
Lama Pengasapan Nilai Rata-rata
2 Jam 6.80
3 Jam 6.67
3.5 Jam 7.73
4 Jam 6.27
Dari tabel diatas dapat kita lihat rata-rata nilai uji mutu hedonik aroma ikan tongkol
asap yang paling disukai panelis yaitu pada lama pengasapan 3.5 jam dengan nilai rata-rata
7.73 sedangkan nilai rata-rata yang paling rendah yaitu pada perlakuan lama pemanasan 4
jam dengan nilai rata-rata 6.27 jam. Hal ini menyebabkan panelis lebih menyukai aroma ikan
asap yang memiliki aroma asap yang lembut sampai cukup tajam atau tajam, tidak tengik,
tanpa bau busuk, dan tanpa bau apek dan asam. Semakin tinggi konsentrasi asap yang
diberikan maka aroma dan rasa asap pada ikan pun akan semakin meningkat.
Tabel 4. Hasil analisis rata-rata nilai uji hedonik rasa ikan tongkol asap pada perlakuan lama
pengasapan yang berbeda
Lama Pengasapan Nilai Rata-rata
2 Jam 6.40
3 Jam 6.70
3.5 Jam 7.13
4 Jam 6.97
Dari tabel diatas dapat kita lihat rata-rata nilai uji hedonik rasa ikan tongkol asap
yang paling disukai panelis yaitu pada lama pengasapan 3,5 jam dengan rata-rata nilai 7.13
sedangkan nilai rata-rata terendah pada lama pemanasan 2 jam dengan nilai rata-rata 6.40.
Hal ini dipengaruhi oleh bahan bakar yang digunakan dalam proses pengasapan seperti fenol,
suhu, dan kepadatan asap.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas produk ikan asap, diantaranya yaitu
yang berhubungan dengan proses pengasapan, seperti jenis kayu/bahan bakar, komposisi
asap, suhu, kelembaban, kecepatan dan kepadatan asap. Hal inilah yang menyebabkan panelis
menyukai perlakuan dengan lama pemanasan 3.5 jam, karena ikan asap yang dihasilkan terasa
enak dan gurih.
Tabel. 5 Hasil analisis rata-rata nilai uji mutu hedonik penerimaan keseluruhan ikan tongkol
asap pada perlakuan lama pengasapan yang berbeda
Lama Pengasapan Nilai Rata-rata
2 Jam 6.40
3 Jam 6.27
3.5 Jam 7.53
4 Jam 6.60
Dari tabel diatas dapat diketahui rata-rata nilai uji hedonik penerimaan
keseluruhan ikan tongkol pada lama pengasapan 3.5 jam dengan rata-rata nilai 7.53
sedangkan rata-rata nilai paling rendah yaitu pada lama pengasapan 2 jam dengan
rata-rata nilai 6.40. Hal inilah yang mempengaruhi tingkat kesukaan panelis dari segi
rasa, aroma, warna dan tekstur, rata-rata panelis menyukai lama pengasapan 3.5 jam
dengan nilai rata-rata 7.53. Panelis lebih menyukai aroma ikan asap yang memiliki aroma
asap yang lembut sampai cukup tajam atau tajam, tidak tengik, tanpa bau busuk, dan tanpa
bau apek dan asam, warna pada ikan mempengaruhi penilaian terhadap konsumen karena
selain menarik dan juga membangkitkan selera konsumen untuk menikmatinya, panelis lebih
menerima tekstur yang cukup kering dibandingkan tekstur yang kering diakibatkan fluktuasi
suhu yang tinggi.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari data yang telah diperoleh dapat disimpulkan bahwa Perlakuan 3.5 jam
merupakan produk yang disukai oleh panelis dan memberikan pengaruh berbeda nyata
(p<0,05) serta memiliki nilai tertinggi terhadap parameter kenampakan, aroma, rasa,
tekstur dan warna.
5.2 Saran
Dalam pengolahan ikan asap ini, harus memperhatikan kualitas dan kuantitas
ikan.
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, Rabiatul. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Giullén MD and Manzanos MJ. 2002. Study of the volatile composition of an aqueous
oak smoke preparation. Food Chemistry 79:283-292
Yeti. I. 1990. Pola Perubahan kadar air dan NIlai organoleptik ikan lais(Cryptopterus
limpok).asap setelah mengalami perlakuan suhudan lama pengasapan.Institut
Pertanian Bogor : Skripsi
LAPORAN PRAKTIKUM
Ir. INDRIYANI, MP
OLEH :
NIM : J1A117063
KELAS : THP-R002
UNIVERSITAS JAMBI
2020
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui cara atau metode
pembuatan ikan asin dan perbedaan larutan garam dari jenis ikan yaitu ikan bandeng.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.7 Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan
sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung
melalui penggunaan energi panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut di kurangi
sampai batas sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamya.
Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan menjadi
lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan
pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan transpor,
dengan demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih murah (Murniyati, 2000).
Di samping keuntungan-keuntunganya, pengeringan juga mempunyai beberapa
kerugian yaitu karena sifat asal bahan yang di keringkan dapat berubah, misalnya
bentuknya, misalnya bentuknya, sifat-sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu dan
sebagainya. Kerugian yang lainya juga disebabkan beberapa bahan kering perlu
pekerjaan tambahan sebelum di pakai, misalnya harus di basahkan kembali
(rehidratasi) sebelum di gunakan. Agar pengeringan dapat berlangsung, harus di
berikan energi panas pada bahan yang di keringkan, dan di perlukan aliran udara untuk
mengalirkan uap air yang terbentuk keluar dari daerah pengeringan. Penyedotan uap
air ini daoat juga di lakukan secara vakum. Pengeringan dapat berlangsung dengan baik
jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut, dan uap air yang di ambil
berasal dari semua permukaan bahan tersebut. Factor-faktor yang mempengaruhi
pengeringan terutama adalah luas permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara,
tekanan uap di udara, dan waktu pengeringan (Murniyati, 2000).
Pengeringan merupakan proses mengurangi kadar air bahan sampai batas
dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan
pembusukan terhambat atau terhenti. Semakin banyak kadar air dalam suatu bahan,
maka semakin cepat pembusukannya oleh mikroorganisme. Dengan demikian bahan
yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama dan kandungan
nutrisinya masih ada. Akan tetapi misalnya pada ikan asin, dilakukan penggaraman
terlebih dulu sebelum dikeringkan. Ini dilakukan agar spora yang dapat meningkatkan
kadar air dapat dimatikan (Desroirer, 2008).
4.1 Hasil
Tabel 1. Nilai rata-rata uji organoleptik ikan bandeng
Parameter Perlakuan
A B C D E F G H I
Penampakan 6,24 6,09 6,03 5,72 5,73 5,83 6,56 5,48 6,56
Rasa 5,56 6,03 6,14 6,14 6,06 6,63 5,83 7,02 6,13
Tekstur 6,41 6,25 6,19 6,23 6,50 6,57 6,11 6,03 5,79
Aroma 6,66 6,29 6,47 6,33 6,09 6,19 6,03 5,77 6,10
Nilai :
4.2 Pembahasan
4.2.1 Kenampakan
Berdasarkan tabel 1. uji hedonik parameter kenampakan menunjukkan bahwa
pengaruh konsentrasi dan lama penggaraman tidak memberikan perbedaan yang nyata
pada kenampakan ikan bandeng asin kering (P<0.05). Pada parameter kenampakan
panelis lebih meyukai perlakuan G dan I dengan masing-masing rata-rata nilai 6,56.
Sedangkan rata-rata nilai paling kecil terdapat pada perlakuan D dengan rata-rata nilai
5,72.
Ikan bandeng termasuk ikan yang berlemak tinggi, sehingga penetrasi garam
dalam tubuh ikan menjadi tidak sempurna dan mengakibatkan kristal garam lebih
banyak tertinggal pada bagian luar tubuh ikan bandeng asin kering. Kenampakan ikan
bandeng asin terlihat sama untuk semua perlakuan dan tidak terdapat kerusakan fisik
serta tidak adanya perubahan warna yang berarti, selain itu konsentrasi garam dan lama
penggaraman yang semakin tinggi, membuat penerimaan panelis cenderung semakin
menurun. Konsentrasi garam dan lama penggaraman yang semakin tinggi diduga
menyebabkan kenampakan ikan bandeng asin kering terlihat lebih putih karena kristal
garam yang terdapat pada permukaan tubuh ikan sehingga tingkat kesukaan panelis
berkurang. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rinto, dkk. 2009, yang
menyatakan bahwa konsentrasi garam tinggi pada pengolahan ikan asin dan
dilakukannya penggaraman berulang akan menyebabkan ikan asin menjadi lebih putih
karena adanya kristal garam. Ditambahkan juga oleh Rahmani, dkk. (2007) bahwa
semakin tinggi konsentrasi garam dan lama penggaraman menyebabkan semakin
banyak butiran garam pada ikan asin. Pada proses penggaraman bahan pangan yang
dilanjutkan dengan pengeringan sering terjadi pencoklatan (browning) karena
terjadinya oksidasi lemak pada ikan, sehingga mengurangi nilai penerimaan panelis
terhadap kenampakan. Hadiwiyoto (2012) menyatakan bahwa, oksidasi lemak,
degradasi protein dan komponen-komponen lainnya dapat menyebabkan kerusakan
sel-sel daging sehingga kenampakan fisik ikan akan berubah. Ditambahkan oleh Haris
(1996) dalam Lestary (2007) bahwa molekul-molekul oksigen yang kontak dengan
produk akan segera memasuki rantai reaksi dan menyebabkan terjadinya oksidasi
lemak, kerusakan vitamin, protein dan oksidasi pigmen, sehingga terjadi perubahan
warna pada produk.
4.2.2 Rasa
Berdasarkan tabel 1. uji hedonik parameter rasa menunjukkan bahwa pengaruh
konsentrasi dan lama penggaraman memberikan perbedaan yang nyata pada
kenampakan ikan bandeng asin kering (P>0.05). Pada parameter rasa panelis lebih
meyukai perlakuan H dengan rata-rata nilai 7,02. Sedangkan rata-rata nilai paling kecil
terdapat pada perlakuan A dengan rata-rata nilai 5,56. Perlakuan A (agak suka) dengan
kriteria mutu enak, spesifik jenis, sedikit rasa tambahan dan nilai tertinggi berdasarkan
kesukaan panelis pada Perlakuan H (suka) dengan kriteria mutu sangat enak, spesifik
jenis, tanpa rasa tambahan. Berdasarkan nilai rata-rata pada uji hedonik, terlihat bahwa
semakin tinggi konsentrasi garam dan lama penggaraman, semakin rendah pula nilai
penerimaan panelis terhadap rasa dari ikan bandeng asin kering.
Konsentrasi garam yang tinggi dan penggaraman yang semakin lama diduga
menyebabkan tingkat keasinan ikan bandeng asin kering semakin tinggi. Selain itu,
penilaian dari panelis mungkin berpengaruh terhadap penilaian rasa dari ikan bandeng
asin kering yaitu ada yang menyukai produk dengan konsentrasi garam yang tinggi dan
ada juga yang tidak menyukai.
Menurut Moelyanto (1982) dalam Syamsiar (1986), bahwa jumlah garam yang
digunakan sangat menentukan tingkat keasinan dan daya simpan ikan asin yang
dihasilkan. Ditambahkan juga bahwa jumlah garam yang ideal untuk penggaraman
ikan-ikan berukuran sedang seperti mujair, kembung, layang dan jenis ikan lainnya
berkisar antara 15% - 25% dari berat ikan sesudah disiangi.
4.2.3 Tekstur
Berdasarkan tabel 1. uji hedonik parameter tekstur menunjukkan bahwa
pengaruh konsentrasi dan lama penggaraman tidak memberikan perbedaan yang nyata
pada kenampakan ikan bandeng asin kering (P<0.05). Pada parameter tekstur panelis
lebih meyukai perlakuan F dengan rata-rata nilai 6,57. Sedangkan rata-rata nilai paling
kecil terdapat pada perlakuan I dengan rata-rata nilai 5,79. Penilaian panelis cenderung
meningkat dengan bertambahnya konsentrasi garam dan lama penggaraman. Kadar air
yang semakin rendah terjadi karena konsentrasi garam meningkat dan lama
penggaraman meningkat sehingga tekstur ikan menjadi padat dan kompak serta
berpengaruh pada tingkat penerimaan panelis terhadap tekstur ikan bandeng asin
kering.
4.2.4 Aroma
Berdasarkan tabel 1. uji hedonik parameter aroma menunjukkan bahwa
pengaruh konsentrasi dan lama penggaraman tidak memberikan perbedaan yang nyata
pada kenampakan ikan bandeng asin kering (P<0.05). Pada parameter aroma panelis
lebih meyukai perlakuan A dengan rata-rata nilai 6,66. Sedangkan rata-rata nilai paling
kecil terdapat pada perlakuan H dengan rata-rata nilai 5,77.
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan kesimpulan bahwa konsentrasi
garam 15% selama 7 jam penggaraman merupakan kombinasi yang tepat untuk
mendapatkan ikan bandeng asin kering terbaik. Konsentrasi garam dan lama
penggaraman tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter kenampakan,
tekstur, aroma, tetapi berpengaruh nyata terhadap rasa ikan bandeng asin kering.
5.2 Saran
Dalam pengolahan ikan asin ini, harus memperhatikan kualitas dan kuantitas
ikan.
DAFTAR PUSTAKA