2. Ir.Hj.Ermina Syainah, MP
3. Rahmani, STP., MP
Di susun oleh:
Supiadi
P07131116128
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Peda
B. Bahan Baku
1. Ikan
Kesegaran ikan sangat mempengaruhi mutu hasil akhir, maka ikan yang akan diolah
menjadi peda harus segar karena ikan yang sudah busuk akan menghasilkan peda
bermutu rendah dan akan membahayakan kesehatan.
Ikan Kembung
Pada dasarnya semua jenis ikan dapat diolah menjadi peda, akan tetapi umumnya ikan
yang digunakan sebagai bahan baku peda adalah ikan kembung (Restrelliger spp).
Dipasaran dikenal dua jenis peda yaitu peda merah, yang dibuat dari ikan kembung
betina (Restrelliger Neglegtus) dan peda putih yang dibuat dari ikan kembung jantan
(Restrelliger Kanagorta)
2. Garam
Garam yang digunakan harus mempunyai kemurnian tinggi, artinya mengandung garam
NaCl tinggi minimal 98%. Bila garam yang digunakan mengandung garam-garam
calsium dan magnesium lebihd ari 1% maka akan menghasilkan peda yang kurang baik.
Garam
3. Fermentasi
Peda merupakan salah satu produk olahan tradisional yang dibuat dengan cara
fermentasi. Fermentasi adalah proses penguraian daging ikan oleh enzym, akan
memberikan hasil yang menguntungkan. Proses feremntasi seupa dengan pembusukan
tetapi fermentasi ini menghasilkan zat-zat yang memberikan rasa dan aroma yang
spesifik. Terjadinya fermentasi diperlukan syarat-syarat sebagai berikut :
Suasana lembab
Adanya oksigen dalam jumlah terbatas / semi aerob)
Adanya garam
2.1. PENGASAPAN
A. Sejarah ikan asap
Ikan asap sudah dikenal sejak zaman dahulu kala. Konon terjadinya tanpa
disengaja. Ketika itu umumnya orang mengawetkan daging dan ikan dengan cara
dikeringkan dibawah terik matahari. Namun pada musim hujan dan musim dingin orang
mengeringkan dengan bantuan api dibawah tungku dapur, sehingga pengaruh asap pun
tidak dapat dihindarkan.
Ada pula versi lain yaitu pada zaman batu orang mempersiapkan makanannya termasuk
ikan masih dengan cara sangat sederhana yaitu dibakar atau dipanggang diatas api
sebelum disantap. Tentu saja pengaruh asap juga tidak dapat dihindarkan.
Akibat pengolahan tersebut makananpun bercita rasa asap dan warnanya kecokelatan.
Aroma asap itu ternyata disukai orang dan tekstur ikan yang diasap menjadi lebih bagus
serta ikan menjadi lebih awet. Sejak itulah pengasapan mulai berkembang dan teknis
pengasapannya pun tidak banyak berubah.
B. Pengertian pengasapan
Pengasapan dapat didefinisikan sebagai proses penetrasi senyawa volatil pada
ikan yang dihasilkan dari pembakaran kayu yang dapat menghasilkan produk dengan rasa
dan aroma spesifik umur simpan yang lama karena aktivitas anti bakteri, menghambat
aktivitas enzimatis pada ikan sehingga dapat mempengaruhi kualitas ikan asap. Senyawa
kimia dari asap kayu umumnya berupa fenol (yang berperan sebagai antioksidan), asam
organik, alkohol, karbonil, hidrokarbon dan senyawa nitrogen seperti nitro oksida,
aldehid, keton, ester, eter, yang menempel pada permukaan dan selanjutnya menembus ke
dalam daging ikan ( Isamu,2012).
Ikan asap merupakan salah satu produk olahan yang digemari konsumen baik di
Indonesia maupun di mancanegara karena rasanya yang khas dan aroma yang sedap
spesifik. Proses pengasapan ikan di Indonesia pada mulanya masih dilakukan secara
tradisional menggunakan peralatan yang sederhana serta kurang memperhatikan aspek
sanitasi dan hygienis sehingga dapat memberikan dampak bagi kesehatan dan
lingkungan. Kelemahan-kelemahan yang ditimbulkan oleh pengasapan tradisional antara
lain kenampakan kurang menarik (hangus sebagian), kontrol suhu sulit dilakukan dan
mencemari udara (polusi) (Swastawati , 2011).
C. Prinsip pengasapan
Asap kayu terdiri dari uap dan padatan yang berupa partikel-partikel yang amat
kecil yang keduanya mempunyai komposisi kimia yang sama tetapi dalam perbandingan
yang berbeda. Senyawa-senyawa kimia yang menguap diserap oleh ikan terutama dalam
bentuk uap, senyawa tersebut memberikan warna dan rasa yang diinginkan pada ikan
asap. Partikel-partikel padatan tidak begitu penting pada proses pengasapan dan asap
akan mengawetkan makanan karena adanya aksi desinfeksi dari formaldehid, asam asetat
dan phenol yang terkandung dalam asap.
Butiran-butiran asap mengambil peranan penting dalam pewarnaan. Pengeringan
mempunyai fungsi penting dalam pengawetan ikan asap, kecepatan penyerapan asap
kedalam daging ikan dan pengeringannnya tergantung kepada banyaknya asap yang
terjadi, suhu dan kandungan air dari ikan yang diasapi.
Bila kayu atau serbuk kayu dibakar, maka selulose akan diuraikan menjadi
alkohol-alkohol berantai lurus yang lebih pendek, aldehid-aldehid, keton-keton dan asam-
asam organic. Selain lignin diuraikan menjadi turunan-turunan phenol, quinol, guaikol
dan piragatol. Dengan menggunakan teknik kromatografi kertas telah diketahui adanya
kurang lebih 20 macam senyawa kimia dalam asap. Persentase setiap senyawa kimia
pada asap yang dihasilkan tergantung kepada jenis kayu yang digunakan.
Untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu tinggi maka harus digunakan jenis
kayu keras ( non-resinous) atau sabut dan tempurung kelapa, sebab kayu-kayu yang lunak
akan menghasilkan asap yang mengandung senyawa-senyawa yang dapat menyebabkan
hal-hal dan bau yang tidak diinginkan. Tinggi rendahnya efisiensi proses pengeringan
dipengaruhi oleh kelembaban udara sekelilingnya, bila udara dingin yang masuk kedalam
unit pengasapan dipanasi, maka beratnya kan manjadi lebih ringan daripada udara di luar,
dan udara ini akan masuk atau naik dengan cepat ke unit pengasapan dan melintasi ikan-
ikan didalamnya.Banyaknya uap air yang diserap oleh udara tergantung suhunya, jadi
bila udara dingin dipanasi maka kapasitas pengeringan akan lebih tinggi.Dalam keadaan
lembab, udara jenuh yang telah panas tidak dapt dipanasi lagi secara cepat untuk
mengurangi kandungan uap airnya dan oleh karena itu kapasitas menurun.
Jadi pada tahap pengasapan, kecepatan penguapan air tergantung pada kapasitas
pengering udara dan asap juga kecepatan pengaliran asap. Pada tahap kedua, dimana
permukaan ikan sudah agak kering suhu ikan akan mendekati suhu udara dan
asap.Kecepatan pengeringan akan menjadi lambat karena air harus merembes dahulu dari
lapisan dalam daging ikan,bila pengeringan mula-mula dilakukan pada suhu yang terlalu
tingi dan terlalu cepat, maka permukaan ikan akan menjadi keras dan akan menghambat
penguapan air selanjutnya dari lapisan dalam,sehingga kemungkinan daging ikan bagian
dalam tidak mengalami efek pengeringan.
D. Macam-macam pengasapan
Ada 2 cara pengasapan utama yang biasa dilakukan ialah :
1) Pengasapan Panas
Menurut Abu Faiz (2008) Pengasapan panas (hot smoking) adalah proses
pengasapan ikan dimana akan diasapi diletakkan cukup dekat dengan sumber
asap.Suhu sekitar 70100 oC, lamanya pengasapan 2 4 jam
Pengasapan panas dengan mengunakan suhu pengasapan yang cukup tinggi, yaitu
80-90oC. Karena suhunya tinggi, waktu pengasapan pun lebih pendek, yaitu 3-8
jam dan bahkan ada yang hanya 2 jam. Melalui suhu yang tinggi, daging ikan
menjadi masak dan perlu diolah terlebih dahulu sebelum disantap.
Suhu pengasapan yang tinggi mengakibatkan enzim menjadi tidak aktif sehingga
dapat mencegah kebusukan. Proses pengawetan tersebut juga dikarenakan karena
asap. Jika suhu yang digunakan 30-50oC maka disebut pangasapan panas dengan
suhu rendah dan jika suhu 50-90oC, maka disebut pangasapan panas pada suhu
tinggi (Adawyah, 2007).
2) Pengasapan Dingin
Menurut Abu Faiz (2008) Pengasapan dingin (cold smoking) adalah proses
pengasapan dengan cara meletakkan ikan yang akan diasap agak jauh dari sumber
asap (tempat pembakaran kayu), dengan suhu sekitar 40 50 oC dengan lama
proses pengasapan beberapa hari sampai dua minggu. Menambahkan pengertian
tersebut pengasapan dingin merupakan cara pengasapan pada suhu rendah, yaitu
tidak lebih tinggi dari suhu 33oC (sekitar 15-33oC). Waktu pengasapannya dapat
mencapai 4-6 minggu. Penggunaan suhu rendah dimaksudkan agar daging ikan
tidak menjadi masak atau protein didalamnya tidak terkoagulasi. Akibatnya ikan
asap yang dihasilkan masih tergolong setengah masak sehingga sebelum ikan asap
disantap masih perlu diolah kembali menjadi produk siap santap (Adawyah,
2007).
Dari tulisan di atas maka dapat disimpulkan perbedaan antara pengasapan panas
dan pengasapan dingin, adalah sebagai berikut :
Tabel 1 : Beberapa perbedaan pengasapan panas dan pengasapan dingin
a. Pengasapan Elektri
Ikan asap dengan asap dari pembakaran gergaji (serbuk gergaji) yang
dilewatkan medan listrik dengan tegangan tinggi. Ikan pun mengalami tahap
pengeringan untuk mempersiapkan permukaan ikan menerima partikel asap, kemudian
tahap pengasapan, dan tahap pematangan. pada ruang pengasap dipasang kayu
melintang dibagian atas dan dililiti kabel listrik. Ikan digantung dengan kawat pada
kayu berkabel listrik tersebut (Adawyah, 2007).
b. Pengasapan cair
Menurut Susanti, M, Hatmodjo, dan Kurniawan (2009) proses pengasapan
secara langsung yang umum dilakukan oleh perajin ikan asap memiliki kelemahan, di
antaranya produksi asap sulit dikendalikan dan pencemaran asap dapat mengganggu
kesehatan pekerja dan lingkungan. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu
diupayakan proses pengasapan yang aman dan bebas pencemaran, tetapi tujuan proses
pengasapan tetap tercapai. Salah satu alternatif ialah pengasapan menggunakan asap
cair, yaitu dispersi uap dalam cairan sebagai hasil kondensasi asap dari pirolisis kayu.
Menurut (Mubarokhah, 2008) asap cair atau liquid smoke merupakan kondensat alami
bersifat cair dari hasil pembakaran kayu yang mengalami aging dan filtrasi untuk
memisahkan senyawa tar dan bahan-bahan yang tidak diinginkan lainnya.
Asap liquid pada dasarnya merupakan asam cukanya (vinegar) kayu yang
diperoleh dari destilasi kering terhadap kayu. pada destilasi tersebut, vinegar kayu
dipisahkan dari tar dan hasilnya diencerkan dengan air lalu ditambahkan garam
dapur secukupnya, kemudian ikan direndam dalam larutan asap tersebut selama
beberapa jam. Faktor penting yang perlu diperhatikan pada pengasapan liquid, adalah
konsentrasi, suhu larutan asap, serta waktu perendaman, setelah itu ikan dikeringkan
ditempat teduh ( Adawyah, 2007). Senyawaan hasil pirolisa itu dari asap cair
merupakan kelompok fenol, karbonit dan kelompok asam yang secara simultan
mempunyai sifat antioksidasi dan antimikroba. Kelompok-kelompok itu mampu
mencegah pem-bentukan spora dan pertumbuhan bakteri dan jamur serta menghambat
kehidupan bakteri dan jamur serta menghambat kehidupan virus. Sifat-sifat itu dapat
dimanfaatkan untuk pengawetan makanan (Waluyo, 2002). Kelebihan penggunaan
asap cair dalam pengasapan adalah:
Beberapa aroma dapat dihasilkan dalam produk yang seragam dengan konsentrasi
yang lebih tinggi
Lebih intensif dalam pemberian aroma
Kontrol hilangnya aroma lebih mudah
Dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan
Dapat digunakan oleh konsumen pada level komersial
Lebih hemat dalam pemakaian kayu sebagai sumber asap
Polusi lingkungan dapat diperkecil
Dapat diaplikasikan ke dalam berbagai kehidupan seperti penyemprotan,
pencelupan, atau dicampurkan langsung kedalam makanan
Menurut Pakan dalam Adawyah (2007), alat pembuat asap cair dapat dibuat
dari dua buah drum yang dihubungkan oleh pipa, berfungsi mengalirkan asap dari
drum tempat pembakaran kayu ke drum yang berfungsi untuk mendinginkan asap
sehingga dihasilkan asap cair. Drum yang berfungsi sebagai pendingin diisi dengan air
untuk membantu proses pendinginan asap.
METODE PRAKTIKUM
Disiangi
Dicuci
IKAN ASAP
DAFTAR PUSTAKA
https://bisnisukm.com/teknologii-pengawetan-ikan-dengan-cara-pengasapan.html