Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Potensi perikanan laut Indonesia yang terdiri atas potensi perikanan pelagis
dan demersal tersebar pada semua bagian perairan laut Indonesia seperti pada
perairan laut teritorial, nusantara, dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). Kondisi laut
Indonesia sangat besar pengaruhnya terhadap pendapatan nasional, sebab usaha
kegiatan perikanan seperti ekspor hasil perikanan menyumbang sebagai devisa. Salah
satu komoditi ekspor adalah ikan (Dahuri, 2002).
Menurut Moeljanto (1992), ikan merupakan salah satu sumber protein hewani
yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat, sebab mudah didapat dan harganya relatif
murah. Namun ikan memiliki kelemahan, yaitu cepat mengalami proses pembusukan
(ferishable food). Ikan mempunyai kandungan protein (18-30 %) dan air yang cukup
tinggi (70-80%) sehingga merupakan media yang baik bagi perkembangan bakteri
pembusuk. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu diketahui oleh semua lapisan
masyarakat, guna memperpanjang umur simpan ikan.
Wibowo (1996) mengungkapkan bahwa salah satu jenis pengawetan yang
dapat digunakan untuk menghambat kegiatan zat-zat mikroorganisme adalah
pengasapan ikan. Pengolahan ikan dengan cara pengsapan juga memberi aroma yang
sedap, warna kecoklatan atau kehitaman, tekstur yang bagus serta cita rasa yang khas
dan lezat pada daging ikan yang diolah. Menurut Adawyah (2007), untuk
mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakuan yang baik
selama proses pengawetan seperti : menggunakan ikan yang masih segar, garam yang
bersih serta menjaga sanitasi dan hygiene pada bahan dan alat yang digunakan.
Hasil olahan perikanan umumnya dipersyaratkan bermutu baik dan tidak
mengandung cemaran yang membahayakan kesehatan konsumen. Maka dalam setiap
kegiatan proses produksi perikanan harus dilakukan usaha untuk menghindari atau
mencegah hal-hal yang tidak dikehendaki konsumen dengan menerapkan sanitasi dan

1
hygiene. Penerapan sanitasi dan hygiene yang baik dan benar, akan menghasilkan
produk yang memiliki kualitas yang tidak diragukan lagi oleh konsumen dan dapat
bersaing dipasaran lokal dan Internasional (DKP, 2006)
Sanitasi dan hygiene dalam suatu perusahaan pengolahan hasil perikanan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi baik kualitas maupun kuantitas
produk yang dihasilkan. PT. Sari Malalugis I merupakan salah satu usaha perikanan
bergerak dibidang pengasapan ikan kayu. Dalam kegiatan tersebut telah diterapkan
beberapa aspek sanitasi. Namun dalam pelaksanaannya terdapat beberapa kendala,
yaitu kurangnya kesadaran dari karyawan untuk ikut melaksanakan program tersebut,
sehingga dalam pelaksanaanya masih kurang optimal. Berdasarkan uraian tersebut
penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana “Penerapan Sanitasi dan Hygiene Pada
Proses Produksi Ikan Kayu”.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam kegiatan ini adalah bagaimana penerapan sanitasi
dan hygiene pada proses produksi ikan kayu di PT. Sari Malalugis I

1.3 Tujuan
Tujuan dari kegiatan ini yaitu untuk mengidentifikasi penerapan sanitasi dan
hygiene pada proses produksi ikan kayu di PT. Sari Malalugis I

1.4 Manfaat
Manfaat yang di dapatkan dalam kegiatan ini yaitu :
1. Memperoleh informasi tentang bagaimana penerapan sanitasi dan hygiene pada
proses produksi ikan kayu.
2. Menambah pengetahuan serta dapat mempraktekan langsung hal-hal yang
berhubungan dengan sanitasi dan hygiene pada proses produksi ikan kayu.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Dan Marfologi Ikan Cakalang


Ikan cakalang dikenal dengan berbagai nama seperti skipjack tuna (Inggris),
bonito (Afrika Selatan, Spanyol), sehewa (Kenya), mandara, katsuo (Jepang).
Klasifikasi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) menurut Rajabnadia (2009) adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Class : Pisces
Sub class : Dercomorphi
Ordo : Perciformes
Sub ordo : Scombroidea
Famili : Scombridae
Genus : Katsuwonus
Species : K. pelamis L
Cakalang termasuk jenis ikan tuna famili Scombridae, bentuk tubuhnya
memanjang seperti cerutu atau torpedo, berwarna kebiru-biruan atau biru tua pada sisi
belakang dan diatas tubuhnya dengan perut silver, mempunyai dua sirip punggung,
sirip depan biasanya pendek dan terpisah dari sirip belakang, serta mempunyai jari-
jari sirip tambahan (finlet) di belakang sirip punggung dan dubur. Sirip dada terletak
agak ke atas, sirip perut kecil, sirip ekor bercagak agak dalam dengan jari-jari
penyokong menutup seluruh ujung hypural. Tubuh tanpa sisik kecuali pada bagian
barut badan (corselet) dan gurat sisi. Pada kedua sisi batang ekor terdapat sebuah
lunas samping yang kuat, masing-masing diapit oleh dua lunas yang lebih kecil
(Heryanti A, 2007).

3
Gambar 1. Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis L)
(Sumber : Rajabnadia 2009)

Cakalang adalah jenis tuna dapat hidup pada kisaran suhu 9-31OC, tetapi lebih
menyukai suhu air yang lebih panas, yaitu pada temperatur sekitar 26-28OC. Oleh
karena itu penyebaran cakalang banyak ditemukan di daerah khatulistiwa sepanjang
tahun seperti di Indonesia. Cakalang hidup bergerombol dalam kawanan berjumlah
besar (hingga 50 ribu ekor ikan). Makanan mereka berupa ikan, krustasea,
cephalopoda, dan moluska (Gunarso W, 2000).
Selanjutnya Gunarso (2000), menyatakan bahwa penyebaran cakalang di
perairan Samudra Hindia meliputi daerah tropis dan sub tropis, penyebaran cakalang
ini terus berlangsung secara teratur di Samudra Hindia di mulai dari Pantai Barat
Australia, sebelah selatan Kepulauan Nusa Tenggara, sebelah selatan Pulau Jawa,
Sebelah Barat Sumatra, Laut Andaman, diluar pantai Bombay, diluar pantai Ceylon,
sebelah Barat Hindia, Teluk Aden, Samudra Hindia yang berbatasan dengan Pantai
Sobali, Pantai Timur dan selatan Afrika.
Ikan cakalang adalah ikan bernilai komersial tinggi, baik dijual dalam bentuk
segar, beku, atau diproses sebagai ikan kaleng, ikan kering, atau ikan asap. Dalam
bahasa Jepang, cakalang disebut katsuo. Di Manado, dan juga Maluku ikan cakalang

4
diproses untuk membuat katsuobushi yang merupakan bahan utama dashi (kaldu
ikan) untuk masakan Jepang (Rahayu dan Nasran, 1995).

2.2. Pengasapan Ikan kayu


Pengasapan merupakan cara pengolahan atau pengawetan dengan
memanfaatkan kombinasi perlakuan pengeringan dan pemberian senyawa kimia
alami dari hasil pembakaran bahan bakar alami. Melalui pembakaran akan terbentuk
senyawa asap dalam bentuk uap dan butiran-butiran tar serta dihasilkan panas.
Senyawa asap tersebut menempel pada ikan dan terlarut dalam lapisan air yang ada di
permukaan tubuh ikan, sehingga terbentuk aroma dan rasa yang khas pada produk
dan warnanya menjadi keemasan atau kecoklatan (Wibowo, 1996).
Ikan kayu tanpa fermentasi atau dikenal juga sebagai arabushi adalah salah
satu produk olahan perikanan yang dibuat dengan cara pengasapan dan mempunyai
potensi sebagai komoditi ekspor, pengolahan meliputi penerimaan bahan baku,
perebusan, pencabutan tulang, pengasapan, pengemasan. Ikan kayu merupakan
produk olahan dengan skala industri rumah tangga (tradisional) sampai yang berskala
modern, yang sudah dikenal dibeberapa tempat di Indonesia (Giyatmi, 1998)
Prosedur pengolahan ikan kayu yang dilakukan ialah sebagai berikut,
pertama-tama ikan dibersihkan, disortasi berdasarkan ukuran dan kesegarannya dan
dikeluarkan isi perutnya. Ikan berukuran besar difilet terlebih dahulu sedangkan ikan
berukuran lebih kecil tidak difilet setelah itu ikan direbus dengan suhu air 90OC
selama 2 jam. Ikan berukuran kecil (<1 kg) dipotong melintang bagian tengahnya
menjadi dua bagian sedangkan ikan yang lebih besar dipotong menjadi empat bagian
dan dipisahkan duri dan tulangnya lalu dibersihkan setelah proses perebusan selesai.
Pemanasan awal dilakukan dengan suhu 90OC selama 15 menit dengan cara
memasukkan ikan ke dalam oven Tabiyama dengan tujuan agar bahan baku tidak
mudah rusak selama waktu menunggu untuk dimasukkan ke dalam ruang
pengasapan. Setelah selesai dipanaskan, ikan disusun di lantai 1 ruang pengasapan
dalam suatu rak bertingkat. Ikan diasapi selama 1 hari di lantai 1 pada suhu 90OC

5
selama 12 jam. Suhu ini merupakan suhu maksimal pengasapan, selanjutnya suhu
diturunkan secara bertahap hingga 40OC. Ikan diasapi di lantai 2 dengan suhu
pengasapan minimal 40OC hingga menjadi produk akhir setelah pengasapan tahap
pertama selesai. Waktu pengasapan tergantung dari ukuran ikan yang diasapi,
biasanya berkisar mulai dari 7, 14 hingga 30 hari. Ikan dibiarkan terkena udara
(diangin-anginkan) selama 3-7 hari (tergantung ukuran ikan) setelah diasapi selama 7
hari dengan tujuan agar struktur daging menjadi lebih kompak dan tidak mudah retak.
Ikan kembali diasapi hingga kering menjadi ikan kayu setelah dibiarkan pada suhu
ruang. Pintu ruang asap akan dibuka jika asap di dalam terlalu tebal atau suhu ruang
asap melebihi 90OC selama pengasapan berlangsung. Permukaan ikan kayu disikat
menggunakan sikat kawat yang lembut dengan tujuan untuk memisahkan jelaga asap
dari permukaan kulitnya (Purnomo dan Salasa, 2002).
Menurut Whittle dan Howgate (2000), bahan baku ikan yang berasal dari
perairan beriklim sedang, membutuhkan suhu pengasapan dingin di atas 30OC agar
pengasapan bisa mematangkan ikan terutama jika terdapat kandungan garam.
Pengasapan dingin dengan waktu yang lebih lama hingga ikan menjadi keras
disebabkan oleh pengeringan yang dikenal dengan hard smoking atau hard cure.
Beberapa tahapan dalam pengolahan, terutama perebusan, pengasapan,
pengeringan dan fermentasi dapat berpengaruh pada produk akhir selain tingkat
kesegaran dan kadar lemak ikan yang digunakan. Mutu ikan kayu tergantung pada
kandungan lemak daging ikan segar yang digunakan. Daging ikan yang berkadar
lemak tinggi (4-5%) menghasilkan ikan kayu yang berminyak, berwarna coklat
kehitaman, tekstur lunak, rasa agak pahit dan flavor kurang baik, sebaliknya bila
diolah dari daging ikan yang kadar lemaknya rendah (0,5%) akan dihasilkan produk
yang berwarna merah coklat, 63 tidak berasa dan flavor kurang. Daging ikan yang
digunakan pada umumnya berkadar lemak antara 1-2% (BBRP2B 1984;Giyatmi
1998).

6
Rozum (2009), menyatakan bahwa waktu yang diperlukan untuk pengasapan
dingin seperti pada pengasapan ikan kayu biasanya lebih lama (dapat berlangsung
berhari-hari) dibandingkan dengan pengasapan panas. Hal ini dipengaruhi oleh bahan
bakar, mutu dan volume asap, suhu ruangan pengasapan, kelembaban udara ruang
pengasapan, dan sirkulasi udara.

2.3 Sanitasi Dan Hygiene


Nuryani (2008), menyatakan bahwa sanitasi adalah cara pengawasan
masyarakat yang menitikberatkan kepada pengawasan terhadap berbagai faktor
lingkungan yang mungkin mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Menurut
Depkes RI (2004) Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang
menitik beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan
dan minuman dari segala bahaya yang dapat menganggu atau memasak kesehatan, mulai
dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan,
penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat makanan dan minuman tersebut siap
untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen. Sanitasi makanan ini
bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan, mencegah
konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan merugikan
pembeli. mengurangi kerusakan / pemborosan makanan.
Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi
kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk
melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk kebersihan piring, membuang
bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan
(Depkes RI, 2004). Menurut Jenie (1996), hygiene adalah suatu usaha pencegahan
penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia
beserta lingkungan tempat orang tersebut berada.
Napper (2009), menyatakan bahwa pada perusahaan perikanan, bahan-bahan
hasil perikanan seperti ikan sangat mudah terkontaminasi oleh mikroba pencemar.
Hal ini disebabkan oleh kadar air yang tinggi juga kurangnya penerapan sanitasi dan

7
hygiene dalam perusahaan perikanan. Menurut FDA (2010), kontaminasi bahan-
bahan dan peralatan diperusahaan perikanan dapat menimbulkan berbagai masalah
seperti kebusukan, menyebabakan penyakit dan produk menjadi tidak layak untuk
dikonsumsi. Selain itu, produk yang tercemar yang beredar dapat menyebabkan
economic fraud yang menimbulkan kerugian bagi konsumen, seperti makanan dalam
keadaan rusak, bobot tidak sesuai yang tertera pada label bahkan beresiko
menyebabkan gangguan kesehatan.

2.4 Penerapan Sanitasi dan Higiene Pada Industri Perikanan


Penerapan sanitasi dan higiene dalam industri pengolahan hasil perikanan
wajib dilaksanakan, hal tersebut akan berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat
sebagai konsumen. Salah satu upaya pokok untuk menghasilkan olahan hasil
perikanan yang memenuhi syarat kesehatan adalah dengan mencegah kontaminasi.
Baik kontaminasi yang berupa cemaran biologis, cemaran fisik maupun cemaran
kimiawi (Rachmawan, 2001). Cemaran tersebut biasa terjadi pada semua komponen
pengolahan, yang meliputi :
1. Sanitasi dan Higiene Bahan Baku
Purwaningsih (1995), menyatakan bahwa syarat-syarat tentang bahan baku
yaitu, ikan yang diolah harus bersih, segar, bebas dari setiap bau yang menandakan
pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi, bebas dari sifat-sifat alamiah yang dapat
menurunkan mutu produk serta tidak membahayakan kesehatan dan ikan yang
mengalami kontaminasi dan penularan atau dipilih dari kelompok yang dianggap sisa
pengolahan, dilarang diolah untuk bahan makanan manusia.
Menurut Moeljanto (1992), usaha untuk mempertahankan kesegaran ikan
sebelum diproses adalah menutupinya dengan kain, daun basah, ataupun penutup
lainnya, agar suhu tetap terjaga sampai pada saat diproses. Selain itu juga harus
dicegah agar ikan tidak terkena sinar matahari secara langsung karena pada suhu yang
lebih tinggi pembusukan akan berlangsung dengan cepat.

8
2. Sanitasi dan Higiene Bahan Pembantu
Giyarto (2004), menyatakan bahwa dalam suatu unit, air merupakan bahan
pembantu yang perlu mendapat perhatian khusus karena berperan besar dalam semua
tahapan proses. Pada tahap persiapan, air digunakan untuk merendam, mencuci dan
lain-lain. Air yang dapat digunakan dalam pengolahan makanan minimal harus
memenuhi syarat air yang dapat diminum, yaitu :
a) Bebas dari bakteri berbahaya
b) Bebas dari bahan kimia
c) Bersih dan jernih,
d) Tidak berwarna dan tidak berbau
e) Tidak mengandung bahan tersuspensi serta menarik dan menyenangkan bila
diminum.
Menurut Purnawijayanti (2001), air dapat dibedakan menjadi dua yaitu air
tanah dan air permukaan. Air tanah adalah semua jenis air yang terletak di bawah
tanah, dan biasanya memerlukan cara tertentu untuk menaikkannya ke permukaan,
misalnya dengan membuat sumur, atau dengan pompa. Air permukaan meliputi
semua sumber air yang terdapat di permukaan tanah, seperti air sungai, kolam, danau,
ataupun air hujan. Air tanah umumnya lebih bersih dari pada air permukaan, namun
tidak dapat dijamin bahwa semua jenis air tanah aman untuk diminum atau digunakan
dalam pengolahan makanan, sedangkan air permukaan cenderung mudah
terkontaminasi.
Selanjutnya Purnawijayanti, (2001) menyatakan bahwa selain air, bahan
pembantu lain yang digunakan pada unit adalah es, persyaratan es yang higiene
yaitu, dibuat dari air yang telah memenuhi persyaratan air minum, disimpan dalam
ruang penyimpanan yang bersih, suhu dingin dan terhindar dari cemaran bakteri
patogen, jamur, patogen kayu, dan lain-lain serta air dan es diuji mutunya di
laboratorium minimal 3 bulan sekali.

9
3. Sanitasi dan Higiene Peralatan Produksi
Menurut DKP (2006), salah satu sumber kontaminasi utama dalam
pengolahan pangan berasal dari penggunaan wadah, alat pengolahan yang kotor
mengandung mikroba dalam jumlah yang tinggi. Perlakuan sanitasi terhadap wadah
dan alat tersebut harus efektif sehingga wadah dan peralatan tersebut bebas dari
mikroorganisme pembusuk maupun patogen yang dapat membahayakan kesehatan.
Syarat-syarat peralatan yang digunakan untuk pengolahan bahan makanan adalah :
1. Mudah dibersihkan.
2. Dibuat dari bahan yang tidak mencemari produk makanan.
3. Diletakkan sesuai dengan alur proses.
4. Harus dicuci sebelum dan sesudah digunakan dan alat dalam kondisi bersih pada
saat digunakan.
Semua permukaan tempat atau meja kerja, wadah dan alat yang digunakan
untuk mengolah ikan haruslah halus, kedap air, terbuat dari bahan yang tidak
membahayakan kesehatan dan memudahkan dalam pencucian (Purwaningsih, 1995).

4. Sanitasi dan Higiene Ruang Produksi


Ruang produksi merupakan suatu tempat dalam perusahaan yang berfungsi
sebagai kegiatan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda
baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Kegiatan menambah
daya guna suatu benda tanpa mengubah bentuknya dinamakan produksi jasa.
Sedangkan kegiatan menambah daya guna suatu benda dengan mengubah sifat dan
bentuknya dinamakan produksi barang. Produksi bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan manusia untuk mencapai kemakmuran. Kemakmuran dapat tercapai jika
tersedia barang dan jasa dalam jumlah yang mencukupi (Winarno, 2002).
Selanjutnya Winarno (2002), menyatakan agar ruangan tetap bersih dan bebas
dari sumber mikroba beserta sporanya ruangan harus terbuat dari bahan yang bisa
dilap atau dipel dengan disenfektan. Secara rutin harus dilakukan pembersihan

10
ruangan secara menyeluruh. Adapun beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam
salah satu ruang produksi dadalah sebagai berikut :
1) Desain dan tata letak
Ruang produksi seharusnya cukup luas dan mudah dibersihkan.
2) Lantai
Lantai ditempat yang sifatnya untuk pekerjaan basah, dimana ikan diterima,
diolah atau dikemas harus cukup kemiringannya, terbuat dari bahan yang kedap
air, tahan lama dan mudah dibersihkan. Pertemuan antara lantai dengan dinding
melengkung dan kedap air. Lantai selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir
dan kotoran lainnya.
3) Dinding
Permukaan dinding bagian ruangan produksi memiliki permukaan halus, rata,
serta berwarna terang. Bagian dinding sampai ketinggian 2 m dari lantai dapat
dicuci dan tahan terhadap bahan kimia. Pada bagian tersebut tidak boleh
ditempatkan sesuatu yang mengganggu operasi pembersihan.
4) Langit- langit :
a. Ruang produksi sebaiknya mempunyai langit-langit yang tidak retak, tidak
bercelah, tidak terdapat tonjolan dan sambungan yang terbuka, kedap air dan
berwarna terang. Tinggi langit-langit untuk ruangan produksi minimum 3 m.
b. Konstruksi langit-langit seharusnya didesain dengan baik untuk mencegah
penumpukan debu, pertumbuhan jamur, pengelupasan, bersarangnya hama,
memperkecil terjadinya kondensasi, serta terbuat dari bahan tahan lama dan
mudah dibersihkan.
c. Langit-langit selalu dalam keadaan bersih dari debu, sarang laba-laba dan kotoran
lainnya
5) Ventilasi
Ventilasi disyaratkan cukup untuk menjamin sirkulasi udara, menghilangkan bau
yang tidak diinginkan dan mencegah pengembunan.

11
6) Penerangan
Semua ruangan produksi mendapat penerangan yang cukup dan merata dengan
intensitas lebih kurang 20 foot candle.
7) Pintu dan jendela :
a. Permukaan pintu terbuat dari bahan yang tahan karat, halus dan rata, tahan air dan
mudah dibersihkan. Pintu tersebut dirancang sehingga dapat menutup dengan
sendirinya.
b. Jendela (jika ada) terbuat dari bahan yang tahan air, halus dan rata, mudah
dibersihkan dan dirancang sehingga bila dibuka dapat menahan debu, kotoran dan
serangga. Tinggi jendela dari lantai minimal 1,5 m.
8) Perlengkapan anti serangga dan binatang
Dilengkapi dengan peralatan untuk mencegah masuknya serangga, tikus, burung
dan hama lainnya serta bintang peliharaan. Segala kemungkinan jalan dan lubang
tikus maupun serangga ditutup dengan saringan logam yang tahan karat.
9) Tempat cuci tangan (wastafel)
Ruang pengolahan disyaratkan mempunyai sejumlah tempat cuci tangan yang
cukup, sekurang-kurangnya satu tempat cuci tangan untuk 10 karyawan,
penyediaan air panas dan dingin yang cukup, dilengkapi dengan sabun, lap sekali
pakai (tissue paper). Air pencuci tangan harus mengalir dan tidak boleh dipakai
berulang kali.
Penerapan sanitasi dan higiene ruang proses perlu ditunjang dengan sarana
dan prasarana seperti suplai air bersih, klorinasi air, deterjen, saluran pembuangan air
dan limbah serta alat pembersih ruangan. Ruang proses itu sendiri sebaiknya selalu
dibersihkan, baik lantai dan dinding dengan menyiram bagian setiap kali proses
selesai (Purwaningsih, 1995).

5. Sanitasi dan Higiene Karyawan


Kebersihan dan kesehatan karyawan perlu mendapatkan perhatian, karena
merupakan hal yang penting dalam industri pengolahan ikan. Karyawan yang bekerja

12
di unit pengolahan ikan harus dilengkapi dengan pakaian kerja, topi atau penutup
kepala, sarung tangan, water proof apron, sepatu. Pakaian kerja tidak boleh dipakai
diluar ruang pengolahan, seperti di toilet dan lain-lain. Karyawan yang bekerja di unit
pengolahan dilarang untuk memelihara kuku, selain itu kontrol kesehatan karyawan
juga perlu dilakukan (Giyarto, 2004).
Menurut Puspitasari (2004), bahwa dalam bidang produksi kebersihan
karyawan dapat mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan, karena sumber
cemaran terhadap produk dapat berasal dari karyawan. Karyawan disuatu pabrik
pengolahan yang terlibat langsung dalam proses pengolahan merupakan sumber
kontaminasi bagi produk pangan, maka kebersihan karyawan harus selalu diterapkan.
Adapun beberapa hal yang harus diterapkan pada setiap karyawan yang bekerja
dalam unit perusahaan adalah sebagai berikut:
1. Karyawan yang menderita penyakit menular, dan mempunyai luka terbuka yang
dapat menulari produk, tidak di izinkan bekerja dalam ruangan pengolahan.
2. Karyawan yang sedang menderita luka ditangan sebaiknya dirawat dengan baik
dan dibalut dengan pembalut yang tahan air. Sarana untuk PPPK disediakan untuk
menghadapi segala kemungkinan.
3. Setiap karyawan harus memelihara kebersihan pribadi yang tinggi selama
bertugas. Pakaian kerja termasuk tutup kepala harus disediakan dan selalu dalam
keadaan bersih.
4. Kesehatan karyawan diperiksa secara periodik untuk menjamin agar tidak seorang
pun karyawan menderita penyakit yang dapat menular.
5. Karyawan yang langsung bekerja pada ruang pengolahan, pada waktu bekerja
harus selalu menggunakan pakaian kerja, penutup kepala yang sempurna, sarung
tangan, sepatu, penutup mulut (masker).
6. Karyawan sebaiknya membiasakan mencuci tangan dengan bersih terutama
setelah keluar dari jamban dan kamar mandi, sebelum mengolah ikan.

13
7. Karyawan yang mengerjakan pengolahan ikan tidak diperbolehkan memakai cat
kuku, gelang ataupun cincin.
8. Dilarang merokok, meludah, makan dan mengunyah permen karet selama
menangani ikan.
9. Bagi karyawan harus disediakan tempat penitipan barang-barang ataupun
perlengkapan perorangan.
10. Sarung tangan yang digunakan untuk penanganan dan pengolahan harus selau
dicuci dan didisinfeksi pada setiap mulai dan selesai satu sift kerja.
11. Tidak dibenarkan meletakkan pakaian kerja seenaknya diatas meja atau
permukaan peralatan lainnya yang bersentuhan dengan ikan.
12. Khususnya bagi karyawan pekerjaan memillet, membuang sisik dan menangani
ikan utuh atau ikan yang telah disiangi harus dilengkapi dengan pakaian- pakaian
kerja yang kedap air. Pakaian kerja yang kedap air harus dicuci dengan
penyemprotan air bertekanan atau cara lain yang efektif setiap akan memulai dan
selesai satu gilir kerja. Lendir dan kotoran tidak boleh mengering dan mengeras
pada pakaian kerja.

14
BAB III
TEKNIK PELAKSANAAN

3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan


Kegiatan ini bertempat di PT. Sari Malalugis Kota Bitung, Provinsi Sulawesi
Utara dan dilaksanakan selama ±1 bulan, yaitu Februari - Maret 2013.

3.2 Alat Dan Bahan Sanitasi


Alat dan bahan sanitasi yang digunakan dalam kegiatan ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan Bahan :
Alat Bahan Sanitasi
- Alat Sanitasi : Air
Masker Klorin
Tutup kepala Alkohol
Celemek Deterjen
Sepatu boot
Sket lantai
Sarung tangan

- Alat Penunjang :
Pisau
Timbangan
Meja kerja
Keranjang ikan/basket
Ganco
Tray dari besi/sero
Talenan
Krisbow
Blower (kipas angin)
Wadah perebusan
pinset

15
3.3 Metode Pelaksanaan
Data yang terkumpul dari wawancara langsung dengan kepala perusahaan,
kepala bagian produksi dan karyawan perusahaan dianalisis secara deskriptif.
Analisis deskriptif dapat menjelaskan suatu obyek lebih rinci, sebab didukung oleh
penyajian data. Dalam pengumpulan informasi, sumber data yang digunakan
meliputi:
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh dengan melakukan wawancara dengan
pimpinan atau karyawan perusahaan dan observasi/pengamatan serta partisipasi
langsung dalam kegiatan produksi ikan kayu dan kegiatan sanitasi dan hygiene di
PT. Sari Malalugis I.
2. Data sekunder, yaitu dengan melakukan pengumpulan data yang sesuai dengan
objek praktek melalui referensi studi kepustakaan, dokumen dari perusahaan dan
instansi terkait.
Sesuai dengan pengamatan yang dilakukan selama praktek kerja lapangan,
prosedur sanitasi dan hygiene yang dilaksanakan di PT. Sari Malalugis I adalah
sebagai berikut :
a) Penerapan sanitasi dan hygiene bahan baku
b) Penerapan sanitasi dan hygiene bahan pembantu
c) Penerapan sanitasi dan hygiene peralatan
d) Penerapan sanitasi dan hygiene ruang produksi
e) Penerapan sanitasi dan hygiene karyawan

16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum


4.1.1 Profil Dan Sejarah Perusahaan
1. Profil Perusahaan
Nama Perusahaan : PT. Sari malalugis
Kegiatan Usaha : Penangkapan dan Pengolahan Ikan (Industri Perikanan)
Bahan Baku : Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)
Ikan Pani (Yellow fin)
Ikan Deho
Ikan Malalugis (Decapterus ruselli)
Hasil Produksi : Ikan Beku/Frozen
Ikan Kayu
Tahun Investasi : 1992
Alamat : Kelurahan Madidir Weru, Lingk. I, Kec. Madidir, Kota Bitung
Sulawesi Utara
Telp : 0438-31885,0438-31794
Fax : 0438-31883

2. Sejarah Perusahaan
PT. Sari Malalugis berdiri pada tanggal 25-03-1992 dengan Akta no.13 dibuat
dihadapan notaries Mintje Waani SH, Notaris di Bitung dengan anggaran dasar sesuai
pengesahan Menteri Kehakiman Republik Indonesia SK.C2-5494 HT.01.01 Th.1993
tertanggal 2 Juli 1993 . Pemilik perusahan adalah Bpk. Hengky Honandar, SE
(Direktur Utama), Ibu Lanny Sondakh (Direktur Perseroan), Bpk. Hanny Sondakh
SH (Komisaris Utama) dan Bpk. Denny Sondakh (Komisaris Perseroan).

17
Maksud dan tujuan perusahaan adalah berusaha dalam bidang perdagangan,
perindustrian, pengangkutan darat, pertanian dan jasa. Untuk mencapai maksud dan
tujuan tersebut diatas maka perseroan dapat melaksanakan kegiatan usaha sebagai
berikut :
a. Perdagangan, meliputi :
1) Distributor, agent dan sebagai perwakilan dari badan-badan perusahaan.
2) Eksport, Import dan perdagangan ikan.
3) Grossier, Supplier, Leveransier dan Commision house.
4) Menjalankan usaha-usaha di bidang perdagangan.
b. Perindustrian, meliputi :
1) Industri Manufacturing dan Fabrikasi.
2) Industri penggolahan hasil perikanan (coldstorage)
c. Pengangkutan darat, meliputi :
1) Ekspedisi
2) Pergudangan
d. Pertanian, meliputi :
1) Perikanan darat/tambak
2) Perikanan Laut
e. Jasa menggunakan container dan packing
PT. Sari Malalugis pada saat ini memperkerjakan karyawan sejumlah >100
orang di bagian Administasi, pengolahan ikan yang terdiri dari karyawan tetap
(bulanan) dan karyawan lepas (harian). Untuk armada penangkapan kapal dan pajeko
terdapat sekitar 200 orang.

4.1.2 Struktur Organisasi


Struktur organisasi yang digunakan oleh PT. Sari Malalugis merupakan
struktur garis atau directing. Directing adalah fungsi manajemen yang berhubungan
dengan usaha memberikan bimbingan, saran-saran, dan perintah-perintah atau
instruksi-instruksi kepada bawahan dalam pelaksanaan tugasnya masing-masing agar

18
tugas dapat dilaksanakan dengan baik dan benar-benar tertuju kepada tujuan yang
telah ditetapkan. Struktur organisasi pada PT. Sari Malalugis dapat dilihat pada
Gambar 2.

DIREKTUR

MANAGER

AKUNTAN PEMASARAN KABAG PEMBELIAN TEKNIK ARMADA GUDANG

KASIR ADMINISTRASI COLDSTORAGE PRODUKSI PACKING KAPAL PAJEKO

Gambar. 2 : Struktur Organisasi PT. Sari Malalugis

a) Kepengurusan :
Perseroan atau perusahan dipimpin oleh suatu direksi yang terdiri dari seorang
direktur atau lebih, dan jika diangkat dari seorang direktur maka seorang diantaranya
dapat diangkat sebagai direktur utama dan yang bisa diangkat sebagai anggota direksi
hanya warga negara Indonesia dan para anggota direksi di angkat oleh rapat umum
pemegang saham masing-masing untuk jangka waktu tertentu dan dapat ditentukan
dari rapat umum pemegang saham untuk memberhentikan anggota direksi sewaktu-
waktu.
Para anggota direksi dapat diberi gaji atau tunjangan yg jumlahnya ditetapkan
oleh rapat umum pemegang saham jika oleh sebab sesuatu jabatan anggota direksi
lowong maka dalam jangka waktu 30 hari kalender sesudah terjadi lowongan maka

19
harus diselenggarakan rapat umum pemegang saham untuk mengisi lowongan
tersebut dan setiap penggantian anggota direksi harus di daftarkan dalam daftar wajib
perusahaan.

b) Tugas dan wewenang direksi meliputi :


Direksi berhak mewakili perseroan didalam maupun diluar pengadilan tentang
segala hal dan dalam segala kejadian, mengikat perseroan dengan pihak lain dan
pihak lain dengan perseroan serta menjalankan segala tindakan baik yg mengenai
kepengurusan maupun kepemilikan akan tetapi dengan pembatasan waktu untuk :
a) Meminjam atau memberikan pinjaman uang atas nama perseroan tidak termasuk
mengambil uang perseroan di bank
b) Mendirikan suatu usaha atau turut serta pada perusahaan lain bai di dalam maupun
di luar negeri harus dengan persetujuan Dewan Komisaris.
Direktur Utama berhak dan berwenang bertindak untuk dan atas nama direksi
serta mewakili perseroan apabila direktur utama tidak hadir atau berhalangan karena
sebab apapun juga yang tidak perlu dibuktikan kepada pihak ketiga maka salah
seorang anggota direksi lainnya berhak dan berwenang bertindak untuk dan atas
nama direksi serta mewakili perseroan.

c) Kepegawaian :
PT. Sari Malalugis memperkerjakan sekitar 80 orang tenaga kerja pada bagian
pengolahan dan dikelompokan menjadi 2 (dua) golongan yaitu:
a) Tenaga Kerja Tetap (bulanan)
Tenaga kerja tetap atau bulanan adalah tenaga kerja yang besaran upah
ditetapkan perbulan dan pembayarannya dilakukan sekali dalam sebulan, yang
besaran gajinya dihitung sesuai dengan jam kerja normal yaitu 8 jam/hari, sedangkan
1 jam digunakan untuk waktu istirahat makan.

b) Tenaga Kerja Lepas (harian)


Tenaga kerja lepas adalah tenaga kerja harian yang besaran upah ditentukan
perhari. Tenaga kerja lepas sewaktu-waktu dapat diliburkan jika bahan baku untuk

20
produksi kurang. Pembayaran upah untuk tenaga kerja harian dibayar per 2 minggu
sekali. Besar upah bagi tenaga kerja lepas tergantung pada jumlah banyaknya bahan
baku yang diproses, kehadiran dan jumlah jam kerja.
Jam kerja yang telah di tentukan pada tiap bagian produksi di PT. Sari Malalugis
adalah sebagai berikut :
1) Pada bagian basah, yang terdiri dari bagian penerimaan bahan baku, penyiangan,
pendinginan dan pencabutan tulang terdiri dari 1 shift (8 jam kerja/hari termasuk 1
jam istirahat), yaitu jam kerja dimulai 08.00 sampai dengan 16.30 WITA.
2) Bagian pengasapan serta pada bagian packing, hanya terdiri dari 1 shift sama
halnya pada bagian basah, dimana jam kerja dimulai pada 08.00 – 16.30 WITA,
terdiri dari 8 jam kerja/hari termasuk 1 jam istirahat.

4.1.3 Lokasi Pabrik


Lokasi PT. Sari Malalugis terletak di Kelurahan Madidir Weru, Kecamatan
Madidir Kota Bitung Propinsi Sulawesi Utara berjarak 2,5 kilometer dari pusat Kota
Bitung kearah Barat. Selain itu, PT. Sari Malalugis berbatasan dengan PT. Sari
Cakalang sebelah timur, PT. Sari Mandiri di sebelah Barat, jalan raya di sebelah utara
dan laut (Pulau Lembe) di sebelah selatan.
Lokasi PT. Sari Malalugis tersebut sesuai dengan faktor-faktor utama yang
menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasi pabrik yang dikemukakan oleh
Wignjosoebroto (2003), yaitu:
1) Lokasi sumber bahan baku (raw material location)
2) Lokasi pasar (market location)
3) Transportasi
4) Sumber energy (power)
5) Kondisi iklim
6) Tersedianya tenaga kerja/buruh dan
7) Air (water)

21
Pengaturan tata letak bangunan didalam lokasi PT. Sari Malalugis adalah
sebagai berikut:
1. Bangunan kantor terletak dibagian depan pada lantai dua pabrik pembekuan ikan,
dengan arah bangunan menghadap ke Timur.
2. Pabrik pembekuan ikan serta pabrik pembuatan es terdapat pada lantai satu,
dibawah bangunan kantor induk.
3. Pabrik pengolahan ikan kayu terletak dibagian samping sebelah kanan dari pabrik
pembekuan ikan.
4. Gerbang utama untuk memasuki lokasi pabrik terletak dibagian depan kantor
induk dan di samping gerbang tersebut terdapat pos satuan pengaman (satpam)
pabrik.
5. Jalan utama yang menuju kearah dermaga pabrik terletak diantara bangunan
pabrik pembekuan ikan dan pabrik pengolahan ikan kayu. Dermaga tersebut
terletak dibagian belakang pabrik.
6. Pada bagian belakang dari pabrik terdapat bangunan yang terdiri dari : mess, WC
dan gudang kayu. Bangunan tersebut berhadapan dengan pabrik pengolahan ikan
kayu serta pabrik pembekuan ikan.

4.2 Penerapan Sanitasi dan Higiene


Sanitasi dan higiene dalam suatu perusahaan pengolahan hasil perikanan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi baik kualitas maupun kuantitas
produk yang dihasilkan. PT. Sari Malalugis merupakan perusahaan yang sudah
menerapkan beberapa aspek sanitasi. Namun dalam pelaksanaannya terdapat
beberapa kendala, salah satunya adalah kurangnya kesadaran dari karyawan untuk
ikut melaksanakan program tersebut, sehingga dalam pelaksanaanya masih kurang.
Adapun aspek-aspek yang diterapkan oleh PT. Sari Malalugis diantaranya adalah :

22
4.2.1 Sanitasi dan Higiene Bahan Baku
Penerapan sanitasi dan higiene bahan baku di PT. Sari Malalugis dilakukan
pada saat penerimaan bahan baku dan pada saat proses. Bahan baku yang digunakan
dapat dilihat pada Gambar 3. Bahan baku tersebut berasal dari perairan yang tidak
tercemar, yaitu dari daerah Maluku, Ternate, Bacan, Kema dan Belang. Selain itu
juga didapatkan dari pemasok (Supplier).
Bahan baku tidak mengandung formalin atau bahan pengawet lain. Bahan
baku yang datang memiliki tekstur yang bagus, dan tidak berbau busuk. Hal tersebut
sependapat dengan Purwaningsih (1995), bahwa syarat-syarat tentang bahan baku
adalah sebagai berikut :
a) Unit pengolahan dilarang mengolah ikan yang berasal dari perairan yang
tercemar.
b) Ikan yang diolah harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan
pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi, bebas dari sifat-sifat alamiah yang
dapat menurunkan mutu produk serta tidak membahayakan kesehatan.
c) Ikan karena sesuatu hal mengalami kontaminasi dan penularan atau dipilih dari
kelompok yang dianggap sisa pengolahan dilarang diolah untuk bahan makanan
manusia.
Bahan baku yang masuk ke tempat proses produksi ditempatkan dalam bak
penampung yang telah diisi air bersih. Hal ini dilakukan untuk melelehkan ikan
(thawing) yang masih dalam keadaan beku. Proses ini berlangsung selama 15-18 jam.
Bahan baku yang diproses dilihat dari kemunduran mutu karena dari
kesalahan penanganan, kontaminasi bakteri patogen dan karena kurangnya sanitasi
dan hygiene pada proses pembekuan. Tujuannya untuk mendapatkan mutu sesuai
spesifikasi mutu bahan baku serta bebas dari bakteri patogen. Petujuk pengujian
bahan baku diuji secara organoleptik, bahan baku yang sudah rusak dipisahkan dari
bahan yang masih utuh, kemudian ditangani secara cepat, cermat dan saniter.

23
Gambar 3. Bahan Baku (Ikan Cakalang)

4.2.2. Sanitasi dan Higiene Bahan Pembantu


Bahan pembantu yang digunakan berupa air yang berasal dari air tanah yang
layak untuk digunakan dan telah diuji secara kimiawi dan mikrobiologi di
laboratorium. Secara fisik air tersebut jernih, tidak berbau, dan tidak berwarna,
seperti pada Gambar 4. Air tersebut telah diozonisasi agar aman untuk digunakan
pada proses pengolahan.
Air merupakan komponen penting dalam industri pangan yaitu sebagai bagian
dari komposisi untuk mencuci produk, membuat es/glazing, mencuci peralatan/sarana
lain, untuk minum dan sebagainya. Karena itu dijaga agar tidak ada hubungan silang
antara air bersih dan air kotor. Untuk memelihara mutu air dilingkungan pengolahan
PT. Sari Malalugis menggambarkan manajemen suplai dan mutu air serta mencegah
kontaminasi suplai air dan es. Prosedur yang digunakan adalah :
1) Air untuk proses produksi sesuai dengan persyaratan air minum, yaitu :
a) Tidak berwarna
b) Tidak berasa, dan tidak berbau
c) Tidak mengandung kuman patogen yang dapat membahayakan kesehatan
manusia.

24
d) Tidak mengandung zat kimia yang dapat mengubah fungsi tubuh
e) Tidak dapat merugikan secara ekonomis.
2) sumber air adalah air dari sumur bor yang ditampung dalam bak penampung dan
diberi perlakuan agar benar-benar bebas kuman patogen.
3) Es harus dibuat secara hygienis dari air bersih dan dalam penggunaannnya, es
harus ditangani dan disimpan dengan baik agar terhindar dari kontaminasi.
4) Tidak ada kontaminasi antara air yang telah disiapkan dengan air lainnya.

Gambar 4. Sanitasi Dan Hygiene Bahan Pembantu (air)

Selain air, ada beberapa bahan pembantu lainnya yang dimanfaatkan untuk
menunjang dalam proses produksi, seperti klorin dan deterjen harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a) Pemilihan bahan-bahan pembantu yang lain harus diketahui kadar zat dalam
bahan dan dalam penggunaan harus diperhatikan konsentrasi, cara, waktu
penggunaan serta kebersihan.
b) Penyimpanan bahan tersebut harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak
rusak, dan untuk bahan kimia tidak mencemari bahan dasar dan tidak
membahayakan kesehatan.

25
4.2.3. Sanitasi Peralatan
Peralatan dan perlengkapan yang digunakan selama proses produksi
merupakan salah satu sumber kontaminasi bagi produk. Kontaminasi akan terjadi
terutama pada peralatan dan perlengkapan yang berhubungan langsung dengan
produk. Oleh karena itu peralatan dan perlengkapan yang berhubungan langsung
dengan produk harus dalam keadaan bersih dan layak pakai.
Peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam proses di PT. Sari
Malalugis meliputi : pisau yang digunakan untuk memotong, meja sortir, vinset yang
digunakan pada proses pencabutan tulang terbuat dari aluminium/stainless stell serta
talenan yang terbuat dari bahan plastik, tujuannya untuk menghindari terjadinya
pengkaratan. Peralatan dan perlengkapan yang dipergunakan dalam proses
pengolahan sudah mendapatkan perhatian, perawatan dan perbaikan. Semua peralatan
yang telah digunakan dicuci dengan air mengalir ditambahkan deterjen dan disikat,
selain itu pada saat-saat tertentu pencucian peralatan ditambahkan dengan khlorin.
Sero merupakan wadah atau alat yang digunakan pada proses pengasapan.
Alat ini terbuat dari besi dan berpotensi dapat membahayakan kesehatan, sehingga
dalam penggunaanya dianggap tidak sesuai dengan apa yang di kemukakan oleh
Purwaningsih (1995), bahwa semua permukaan tempat atau meja kerja, wadah dan
alat yang digunakan untuk mengolah ikan haruslah halus, kedap air, terbuat dari
bahan yang tidak membahayakan kesehatan dan memudahkan dalam pencucian.
Sanitasi terhadap peralatan dapat dilihat pada Gambar 5. Kegiatan tersebut
dilakukan sebelum, selama, dan sesudah proses produksi berlangsung. Purnawijayanti
(2001), menyatakan bahwa peralatan yang digunakan selalu bersih dan saniter.
Peralatan-peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan dicuci dan diletakkan
di dalam keranjang kecil lalu disimpan di dalam ruang laboratorium, dan disusun rapi
ditempatkan di sebelah pintu masuk ruang. Pencucian peralatan menggunakan air
yang mengandung klorin sebagai desinfektan. Konsentrasi klorin yang digunakan
untuk mencuci peralatan 100 ppm. Untuk keranjang, basket ikan dan meja proses

26
dilakukan dengan cara penyiraman dengan air dibubuhi sabun kemudian disikat dan
dibilas dengan air bersih. Sedangkan bak pencucian dibersihkan dengan cara disiram
dengan air, disabun dan disikat, kemudian dibilas dengan air. Air pada bak pencucian
ini mudah diganti karena adanya lubang pada bagian bawah bak yang berfungsi
sebagai outlet air.

Gambar 5. Sanitasi Peralatan

4.2.4. Sanitasi Ruang Proses


Untuk mendapatkan produk yang memenuhi syarat maka penentuan
lingkungan produksi pada industri pengolahan hasil perikanan harus diperhatikan dan
terencana. Adapun sanitasi dan hygiene yang terdapat pada ruangan proses PT. Sari
Malalugis diantaranya yaitu :
a. Lantai pada ruang proses terbuat dari keramik warna putih dan dibuat miring
dengan kemiringan ± 3o untuk meghindari genangan air. Hal ini sesuai dengan
apa yang dikemukakan oleh Purnawijayanti (2001), bahwa lantai berkemiringan
30 terbuat dari bahan yang kedap air, tahan lama dan mudah dibersihkan serta
permukaan halus dan rata sehingga air kotor atau kotoran tidak tertinggal.
b. Pertemuan antara dinding dan lantai tidak bersudut dan kedap air.

27
c. Dinding dilapisi dengan keramik warna putih sampai ketinggian 2 m yang
ditujukan untuk mempermudah dalam pembersihan ruangan.
d. Keadaan langit-langit tidak ada yang pecah atau retak juga tidak ada tonjolan dan
warnanya terang.
e. Penerangan menggunakan lampu neon yang dilindungi kaca.
f. Pintu terbuat dari kaca stainles steel yang kedap air, permukaan halus dan diberi
tirai plastik.
Sanitasi dan Hygiene pada ruang proses diterapkan sebelum dan sesudah
melakukan proses, seperti pada Gambar 6. Dalam penerapannya, ruangan dan alat-
alat yang digunakan dibersihkan dengan menggunakan air bersih, deterjen serta
digosok dengan menggunakan abu dari sisa pembakaran. Penggunaan abu tersebut
dianggap sangat efisien oleh para karyawan dari segi fungsinya, karena dapat
menghilangkan darah dan minyak ikan yang menempel pada dinding dan bak
penampungan ikan. Namun penggunaan abu berpotensi dapat mengkontaminasi
produk ikan kayu yang dihasilkan. Menurut Purwaningsih (1995), bahwa penerapan
sanitasi dan hygiene ruang proses harus ditunjang dengan sarana dan prasarana
seperti suplai air bersih, klorinasi air, deterjen, saluran pembuangan air dan limbah
serta alat pembersih ruangan. Ruang proses itu sendiri harus selalu dibersihkan, baik
lantai dan dinding dengan menyiram bagian setiap kali proses selesai.

Gambar 6. Sanitasi ruang proses

28
Sanitasi dan hygiene pada ruang proses pemotongan kepala, perebusan serta
pencabutan tulang dilakukan sebelum dan setelah kegiatan produksi dilaksanakan,
penerapannya dilakukan dengan membersihkan darah, tulang serta minyak ikan yang
menempel pada lantai maupun pada dinding yaitu dengan menggunakan air serta
disikat dan disabun hingga ruangan bersih.
Pada ruang pengasapan sanitasi dan hygiene dilakukan setiap selesai proses
pembongkaran ataupun pemindahan ikan ke rak-rak berikutnya, yaitu dengan
menyapu ruangan tersebut agar tetap terjaga kebersihannya. Dinding pada bagian luar
dibersihkan dengan cara digosok menggunakan sikat maupun kain yang dibasahi air
yang sudah dibubuhi deterjen/sabun, hal ini dilakukan untuk menghilangkan arang
dan kotoran yang menempel pada dinding.

4.2.5. Sanitasi dan Higiene Karyawan


PT. Sari Malalugis sangat memperhatikan sanitasi dan hygiene karyawan
demi keamanan produk yang dihasilkan. Penerapan sanitasi dan hygiene terhadap
karyawan dapat dilihat pada Gambar 7. Karyawan yang terlibat langsung dalam
kegiatan pengolahan diberikan perlengkapan pada saat sebelum bekerja, antara lain
seragam kerja yang berupa jas lab, hairnett, masker, penutup kepala (topi), sarung
tangan, apron, sepatu boot yang bertujuan untuk menjaga sanitasi dan hygiene pada
produk.
Karyawan dilarang menggunakan perhiasan dan juga dilarang memelihara
kuku, karena hal tersebut dapat menjadi sumber kontaminasi. Pada saat bersentuhan
dengan produk, karyawan diwajibkan menyemprotkan alkohol dan mencuci tangan
pada klorin yang sudah disiapkan. Namun dalam hal ini, sebagian dari karyawan
kurang memperhatikan beberapa hal tersebut, misalnya ada yang tidak memakai
perlengkapan dengan baik sarung tangan, masker dan penutup kepala. selain itu juga
kebersihan pakaian tidak terlalu diperhatikan oleh karyawan. Menurut Adawyah
(2007) bahwa :

29
1) Setiap pekerja dalam industri penanganan atau pengolahan hasil perikanan harus
memakai pakaian kerja yang bersih dan bekerja dengan tangan yang bersih pula.
2) Karyawan dilarang memakai perhiasan misalnya cincin selama bekerja.
3) Karyawan yang sakit dilarang masuk kerja karena dikhawatirkan dapat
mengkontaminasi produk.
4) Sanitasi personal dari keseluruh karyawan yaitu meliputi kuku, rambut dll.

Gambar 7. Sanitasi Karyawan


Prosedur sanitasi dan hygiene terhadap karyawan, meliputi:
a) Kebersihan dan ketentuan pakaian pekerja dicek secara visual sebelum masuk
keruang pengolahan untuk memastikan pakaian yang digunakan sudah sesuai
dengan persyaratan sanitasi dan hygiene.
b) Seluruh pekerja sebaiknya memenuhi ketentuan berpakaian yang telah ditetapkan dan
ketentuan yang berlaku dalam ruang proses (untuk bagian produksi basah menggunakan
topi, sepatu boot, masker, celemek. Sedangkan untuk bagian produksi kering dan
penerimaan bahan baku menggunakan topi, celemek dan sarung tangan)
c) Setelah kegiatan proses selesai seluruh karyawan dianjurkan untuk membersihkan
pakaian kerja, baik celemek, sarung tangan maupun sepatu boot dengan
menggunakan sabun yang telah disediakan oleh pihak perusahaan.

30
BAB V

PENUTUP

3.3 Simpulan

Dari hasil Praktek Kerja Lapangan yang dilaksanakan di PT. Sari Malalugis,
maka dapat disimpulkan bahwa sanitasi dan hygiene teridentifikasi belum
sepenuhnya diterapkan dengan baik dan benar, diantaranya sanitasi dan hygiene pada
peralatan, dalam hal ini wadah (tray) merupakan salah satu alat yang digunakan pada
proses pengasapan, alat tersebut terbuat dari besi yaitu bahan yang berpotensi dapat
mengancam kesehatan dari konsumen apabila masuk kedalam tubuh bersama dengan
produk ikan kayu.
Penggunaan abu sisa dari proses pembakaran untuk membersihkan bak
penampung dan dinding dari ruang proses oleh karyawan, dianggap sangat efisien
dalam menghilangkan darah dan minyak ikan yang menempel pada dinding maupun
bak penampung. Namun hal ini berpotensi dapat mengkontaminasi produk yang
dihasilkan.

3.4 Saran

Diharapkan kepada karyawan yang bekerja dalam industri pengolahan agar


memperhatikan syarat-syarat sanitasi dan hygiene dalam pengolahan hasil perikanan
agar terhindar dari kontaminasi mikroba maupun zat-zat cemaran lainya yang dapat
mengancam keamanan dari produk yang dihasilkan.

31
DAFTAR PUSTAKA

Adawyah. R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.

Afrianto. E dan Liviawaty, E. 1991. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius.


Yogyakarta.

[BBRP2B] Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan
Perikanan. 1984. Pengamatan pada proses pembuatan ikan kayu cakalang
(Katsuwonus pelamis). Laporan Teknologi Perikanan.

Faiz, A. 2008. Resep Masakan Khas Pembuatan Ikan Asap.


http://cuek.wordpress.com/category/non-kolesterol/ [14 Oktober 2012]

[FDA] Food and drug Association 2010. Seafood Marketing; Combating Fraud and
Deception. Congressional Research Service.

Dahuri R. 2002. Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan Untuk Kesejahteraan Rakyat


(Kumpulan Pemikiran). LISPI. ISBN : 979-96004-0-5.

Depkes RI. (2004) Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makanan dan Penyakit
Bawaan Makanan.

DKP. 2006. Syarat-syarat teknik dan hygiene dalam unit pengolahan Hasil
Perikanan, Jakarta.

Giyarto. 2004. Buku Ajar Sanitasi Industri. Jurusan THP FTP UNEJ, Jember.

Giyatmi. 1998. Isolasi dan identifikasi kapang pada pembuatan ikan kayu
(katsuobushi) cakalang (Katsuwonus pelamis) dengan fermentasi alami
[tesis]. Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor.

Gunarso W. 2000. Tingkah Laku Ikan Dalam Hubungannya dengan Alat, Metode dan
Taktik Penangkapan. Fakultas Perikanan IPB, Bogor.

Hadiwiyoto. Suwedo. 1997. Hasil Perikanan : Manfaat dan Keamanan serta


Implikasinya pada Kesehatan ; Tinjauan Teknologi Pengolahan dan
Lingkungan. Agritech Vol. 17 no. 3 halaman 28-43
Heriyanti. A. 2007. Teknologi Penangkapan. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor

Jenie. BS Laksmini. 1996 Sanitasi dalam Industri Pangan, Fakultas Teknolgi


Pertanian. IPB : Bogor.

32
Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya.
Jakarta.

Murniyati dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan, dan Pengawetan Ikan.


Kanisius. Yogyakarta.

Nuryani. A.G.B. 2008. Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP). Materi


Pelatihan HACCP Bidang Perikanan. Kerjasama Dirjen PPHP
Departemen Perikanan dan Kelautan dengan Lemlit UNDIP. Semarang.

Napper D. 2009. Hygiene and food factories of the future. Trend in food science and
technology.

Purnawijayanti. H. 2001. Sanitasi Hygiene dan Keselamatan Kerja Dalam


Pengelolaan Makanan. Kanisius. Yogyakarta.

Purwaningsih S. 1995. Sanitasi dan Hygiene Pada Teknologi Pembekuan Udang.


Penebar Swadaya. Jakarta.

Purnomo dan Salasa. 2002. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Universitas


Terbuka. Jakarta

Puspitasari. 2004. Sanitasi dan Higiene dalam Industri Pangan. Jurusan THP FTP
UNEJ, Jember

Rahayu. S. dan S. Nasran. 1995. Ikan Kayu (Katsuobushi) sebagai Penyedap


Masakan. Prosiding Widyakarya Nasional : Khasiat Makanan tradisional.
Jakarta.

Rajabnadia. 2009. Buku Ajar Ichtyology. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Haluoleo. Kendari

Rachmawan. 2001. Sumber Kontaminasi dan Teknik Sanitasi. FKIP UNS. Surakarta.

Rozum J. 2009. Smoke flavor. Di dalam: Tarte R, editor. Ingredients in Meat


Product. Properties, Functionality and Applications. Springer Science.
New York
Snyder F. 1996. FS-032: Fish smoked at home [terhubung
berkala].www.ohioseagrant.osu.edu/_.../FS/FS032%20Fish%20smoked%
20at%20home.pdf [10 Maret 2013].

33
Whittle KJ. and Howgate P. 2000. Glossary of Fish Technology Terms. Prepared
under contract to the Fisheries Industries Division of the Food and
Agriculture Organization of the United Nations [terhubung
berkala].http://www.onefish.org/global/FishTechnology Glossary Feb
02.pdf [4 Maret 2013]

Wibowo. S. 1996. Industri Pengasapan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta

Wignjosoebroto. S. 2003. Pengantar Teknik dan Manajemen. Gunawidya. Jakarta

Winarno. F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.

34
LAMPIRAN 1 : Sanitasi dan Hygiene di PT. Sari Malalugis I

Sanitasi dan Hygiene Ruang Proses Sanitasi dan Hygiene Alat (Pallet)

Sanitasi dan Hygiene Ruang Perebusan Sanitasi pada bak penampungan ikan

Lingkungan Pabrik Sanitasi Karyawan

35
LAMPIRAN 2 : Lay Out Perusahaan PT. Sari Malalugis

1
2 3

21
13 10 9
5 4

11 12

14 6

15 16

17 18 19 7 8

20

Sumber : PT. Sari Malalugis

Ket :
Gambar 1 : Pos Satpam Gambar 8 : Brine Gambar 15 : Gudang
Gambar 2 : Ruang Blast Gambar 9 : Gudang Gambar 16 : Blast Frezer
Gambar 3 : Gudang Gambar 10 : Kantor Gambar 17 : Gudang
Gambar 4 : Ruang Produksi Gambar 11 : Brine Es Gambar 18 : Gudang
Gambar 5 : Ice Storage Gambar 12 : Cold Storage Gambar 19 : Pengepakan Dried
Ganbar 6 : Ruang Cold Storage Gambar 13 : Ruang Tehnik Gambar 20 : WC
Gambar 7 : Ruang Blast Gambar 14 : Bengkel Gambar 21 : Jalan Pabrik

36
LAMPIRAN 3. Menghitung Kadar Klorin

Konsentrasi ppm merupakan perbandingan antara berapa bagian senyawa


dalam satu juta bagian suatu sistem. Satuan ppm digunakan untuk mengukur
konsentrasi zat yang sangat rendah.
contoh: 100 ppm (Parts Per Million ) = 100 dalam sejuta / parts per million.
= 100 milligrams per liter (mg/L).

1 mg / L = 1 ppm
Jadi 1PPM = 1 mg/liter, karena 1mg/liter
= (10-3 gram/1000 gram ) = 10-6 = 1/1000000 = 1 PPM.

37

Anda mungkin juga menyukai