TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1
adanya sisik abdominal berujung tajam (abdominal scute) pada lunas, mulutnya
lebar dengan moncong yang menonjol serta rahang yang dilengkapi dengan dua
tulang tambahan (Hutomo, 1987). Ikan teri (Stolephorus sp.) termasuk jenis ikan
pelagis yang menghuni perairan pesisir serta memiliki sebaran yang sangat luas.
Ikan ini ditemukan dibeberapa wilayah perairan seperti Sulawesi Tenggara,
Sumatera Barat, Selat Madura dan perairan lainnya. Umumnya ikan ini hidup
secara bergerombol yang terdiri dari ratusan sampai ribuan ekor (Pinem, 2004).
Adapun klasifikasi ikan teri menurut Saanin (1984), adalah sebagai berikut:
Phylum
Subphylum
Kelas
Subkelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
: Chordata
: Vertebrata
: Pisces
: Teleostei
: Malacopterygii
: Clupeidae
: Stolephorus
: Stolephorus sp.
pembusukan,
bebas
dari
tanda
dekomposisi
serta
tidak
membahayakan kesehatan. Bahan baku produk teri siger harus dari mutu yang
baik dan cocok bagi konsumen, sekurang kurangnya berdasarkan (SNI
3461.2:2013) adalah :
Kenampakan : Utuh, bersih, putih dan cemerlang
Bau
Jenis Uji
Sensori
Cemaran Mikroba
ALT
Escherichia coli*
Salmonella*
Vibrio cholerae*
Cemaran Logam*
Kadmium (Cd)
Merkuri (Hg)
Timbal (Pb)
Arsen (As)
Timah (Sn)
d. Kimia
- Kadar garam
- Kadar air
- Kadar abu tak larut dalam asam
CATATAN* bila diperlukan
Satuan
Angka (1-9)
Persyaratan
Min 7
Koloni/g
APM/g
per 25 g
per 25 g
Maks 1x 105
<3
Negatif
Negatif
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
%
%
%
Maks 0,1
Maks 0,5
Maks 0,3
Maks 1,0
Maks 40,0
Maks 10
Maks 60
Maks 0,3
kegiatan yang menghasilkan produk akhir yang berupa ikan teri setengah kering.
Tahap produksi ini meliputi proses sortasi awal, pencucian, perendaman,
perebusan, pengeringan, sortasi akhir, pengemasan dan pelabelan.
a. Sortasi awal
Ikan teri dari nelayan dimasukkan kedalam wadah berinsulasi atau tong
plastik, secepat mungkin dilakukan sortasi jenis dan mutunya. Kemudian
ditimbang dan dicuci dengan air dingin atau air laut untuk mengilangkan
kotoran.
b. Pencucian
Pencucian ulang atau pembilasan dilakukan dengan menggunakan air dingin
dan bersih untuk menghilangkan air laut atau menurunkan kadar garam.
c. Perendaman
Sebelum dilakukan perebusan ikan teri direndam dalam air es selama
kurang lebih 10 menit.
d. Perebusan
Tahapan selanjutnya adalah tahap perebusan. Dalam proses perebusan air
yang digunakan untuk perebusan ditambah garam sebanyak 3-4% dari
volume air yang direbus. Setelah air perebusan mendidih kemudian
masukkan ikan teri ke dalam perebusan selama 3-5 menit sambil dilakukan
pengadukan untuk meratakan panas dan menghilangkan busa pada
keranjang perebusan. Setelah diangkat, ikan teri ditiriskan (dianginanginkan) sampai tiris.
e. Pengeringan
Pengeringan dapat dilakukan dengan cara penjemuran diatas para-para,
sejenis alat yang terbuat dari bambu atau dengan cara lain yang sesuai
f.
menempel, kemudian sortasi jenis mutu dan ukuran teri yang diinginkan.
g. Pengemasan
Bahan pengemas untuk ikan teri setengah kering harus cukup kuat, tahan
perlakuan fisik, mempunyai permeabilitas yang rendah terhadap uap air, bau
gas, tidak mudah ditembus minyak dan lemak, tidak boleh melekat pada
produk dan tidak boleh menulari produk. Pembungkus harus terbuat dari
bahan yang baik dan memenuhi persyaratan bagi produk, metode
pengolahan dan pemasarannya. Teknis pengemasan produk harus dikemas
dengan
2.2
ikan teri di Pulau Pasaran. Penamaan produk teri siger berasal dari kata siger
yang merupakan mahkota adat dalam ritual tradisional masyarakat dan simbol
kedaerahan yang melekat pada Propinsi Lampung. Penamaan produk tersebut
karena dipasaran teri Lampung lebih dikenal dengan teri Medan sehingga
pemerintah kota Bandar Lampung melakukan launching dengan nama Teri Siger
sebagai identitas teri Lampung.
2.2.1
nilon dan teri jengki. Bahan baku teri tersebut dibeli oleh pengolah dari nelayan
bagan yang ada ditengah laut. Setelah dibeli, ikan teri tersebut langsung dilakuan
perebusan di atas kapal sedangkan proses pengeringannya dilakukan didaratan.
2.2.2
Produksi
10
Produksi pengolahan ikan teri pulau pasaran tergantung dari faktor alam
atau musim, dalam satu tahun produksi olahan ikan teri maksimal 10 bulan. Pada
saat musim tangkapan nelayan bagan berkurang, pengolah menghasilkan ikan
teri kering paling sedikit 200 kg sampai dengan 500 kg per pengolah.
Sedangkan pada saat musim tangkapan nelayan bagan meningkat hasil produksi
olahan ikan teri ikut meningkat, dimana setiap pengolah menghasilkan ikan teri
kering mencapai 500 kg sampai dengan 2000 kg. Hasil pengamatan
dilapangan untuk hasil produksi olahan ikan teri pulau pasaran secara
keseluruhan yang dapat dihasilkan oleh para pengolah ikan teri setiap hari bisa
menghasilkan 2,5 ton sampai dengan 10 ton (Anonim, 2014).
2.2.3
Kemasan
Produk teri siger pulau pasaran dikemas dalam bentuk partai besar dan
Jenis Teri
Teri Nasi
Teri Nilon
Teri Jengki
Anonim, 2014
Sistem pemasaran produk teri siger dengan dikirim kepada tengkulak (broker) di
Muara Kapuk Jakarta, sesampainya di Jakarta harga beli ikan ditentukan oleh
pihak broker kemudian diinformasikan kepada pengolah ikan teri pulau pasaran.
11
2.2.5
Pemasaran
Pemasaran produk teri siger telah menyebar ke luar daerah Propinsi
antara
lain
sifat
bahan
pangan,
kondisi
12
2.4
pangan menjadi dasar dalam menentukan titik kritis umur simpan. Titik kritis
ditentukan berdasarkan faktor utama yang sangat sensitif serta dapat
menimbulkan terjadinya perubahan mutu produk selama distribusi, penyimpanan
hingga siap dikonsumsi. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap penurunan
mutu produk pangan adalah perubahan kadar air dalam produk (Christian, 1980).
Prabhakar dan Amia (1978), kandungan air dalam bahan
pangan, selain
kandungan
mikroba pada pangan. Persyaratan mutu dan keamanan pangan teri setengah
kering yang terdapat pada (SNI 3461.2:2013) menyatakan bahwa teri setengah
kering yang baik memiliki kadar air maksimal 60%.
2.5
sudah banyak yang menerapkan. Namun dari beberapa metode yang sudah ada
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Metode pendugaan umur
13
simpan pada kondisi normal membutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya
yang cukup tinggi. Sehingga perlu dilakukan pendugaan umur simpan produk
yang memerlukan waktu yang lebih pendek, biaya yang lebih rendah, mudah,
dan memberikan hasil yang tepat dan sesuai dengan prediksi kerusakan produk.
Pada umumnya, metode yang sering digunakan dalam pendugaan umur simpan
produk pangan adalah metode ASLT (Accelerated Shelf Life Testing) (Syalfina,
2007). Metode ASLT digunakan untuk memperpendek waktu penentuan umur
simpan dengan mempercepat proses atau reaksi penurunan mutu dalam suatu
percobaan pada kondisi ekstrim dengan cara menurunkan atau menaikkan suhu
dan kelembaban penyimpanan. Metode ini menggunakan kondisi lingkungan
yang mempercepat lajunya reaksi penurunan mutu produk pangan (Kusnandar,
2004). Umur simpan produk yang diperoleh hanya memberikan informasi
kestabilan produk dalam segel kemasan yang masih baik (Syalfina, 2007).
2.6
penentuan masa kadaluarsa produk adalah waktu. Pada prakteknya, ada lima
pendekatan yang dapat digunakan untuk menduga masa kadaluarsa, yaitu: 1)
nilai pustaka (Literature value), 2) Distribution turn over, 3) Distribution abuse
test, 4) Consumer complaints dan 5) Accelerated shelf life testing (ASLT)
(Hariyadi
sebagai pembanding
fasilitas yang dimiliki produsen pangan. Distribution turn over merupakan cara
menentukan umur simpan produk pangan berdasarkan informasi produk sejenis
yang terdapat di pasaran. Pendekatan ini dapat digunakan pada produk pangan
yang proses pengolahannya, komposisi bahan yang digunakan, dan aspek lain
sama dengan produk sejenis di pasaran dan telah ditentukan umur simpannya.
14
suhu
pengujian
umur
simpan
produk
berbeda-beda