Anda di halaman 1dari 21

Mata kuliah : Teknologi Budidaya Perairan

Nama Dosen : Prof. Dr. Patang, S.Pi., M.Si.

LAPORAN FIELD TRIP


KUNJUNGAN KE BALAI BUDIDAYA AIR PAYAU (BBAP) TAKALAR DAN
PT. AGRO NUSANTARA HALID (ANH) BULUKUMBA

Disusun Oleh:
Nama : ABD.KHALIK
Nim : 16270421002
Kelas : 01/A

PENDIDIKAN TEKNOLOGI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan
berkat dan hidayah-Nya sehingga laporan pfield trip ini yang membahas tentang budidaya
udang vannamei dapat terselesaikan. Penulisan laporan field trip ini bertujuan untuk memenuhi
tugas dari Teknologi Budidaya Perairan . Selain itu juga sebagai hasil dalam kegiatan field trip
yang telah dilaksanakan sebelumnya.

Dalam penyelesaian laporan field trip ini, penulis banyak mengalami kesulitan,
terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan. Namun, berkat bimbingan dari segala
pihak, akhirnya laporan field trip ini dapat terselesaikan walaupun masih banyak terdapat
kekurangan. Karena itu, sudah sepantasnya jika penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan field trip ini.

Penulis menyadari sebagai seorang mahasiswa yang pengetahuannya belum seberapa


dan masih perlu banyak belajar dalam penulisan laporan, bahwa laporan ini memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang berguna agar
laporan ini menjadi lebih baik. Harapan penulis, mudah-mudahan laporan yang ini dapat
digunakan sebagai referensi bagi adik-adik yang akan datang dan bermanfaat bagi pembaca,
rekan mahasiswa dan yang lainnya .Aamiin .

Makassar, 26 Mei 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
BAB III METODOLOGI
A. Waktu dan Lokasi Field Trip
B. Jenis Data
BAB III KONDISI UMUM LOKASI FIELD TRIP
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Udang Vannamei (Litopaneus vannamei)
1. Klasifikasi Dan Morfologi Udang Vannamei (Litopaneus Vannamei)
2. Habitat Dan Daur Hidup Udang Vannamei (Litopaneus Vannamei)
3. Pakan Dan Kebiasaan Makan Udang Vannamei (Litopaneus Vannamei)
B. Langkah Budidaya Udang Vannamei (Litopaneus vannamei)
1. Persiapan Tambak
2. Pengolahan Air
3. Pemupukan
4. Penebaran Benur
5. Pemberian Pakan
6. Pemasangan Anco
7. Pengolahan Kualitas Air
8. Pemanenan
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan udang asli perairan
Amerika Latin. Udang ini dibudidayakan mulai dari pantai barat Meksiko kea rah
selatan hingga daerah Peru. Beberapa petambak di Indonesia mulai mencoba
membudidayakan udang vannamei, karena hasil yang di dapat sangat sangat luar biasa
apalagi produksi udang windu yang saat ini sedang mengalami penurunan karena
serangan penyakit, terutama penyakit bercak putih (white spot syndrome virus). Pada
tahun 1999, berapa petambak di Indonesia mulai mencoba membudidayakan udang
vannamei. Produksi yang dicapai saat itu sangat luar biasa, kehadiran udang vannamei
ini diakui sebagai penyelamat dunia.
Dengan semakin banyaknya petambak udang vannamei maka diperlukan
prosedur dan proses budidaya yang benar bagi para hatchery baik dari guna memenuhi
permintaan para petambak khususnya petambak udang vannamei. Dengan demikian
diharapkan produktivitas udang vannamei dapat diangkat .
Untuk melaksanakan usaha perikanan budidaya yang berkelanjutan, maka
penerapan tatacara budidaya yang bertanggung jawab harus dimulai dari kegiatan
pembenihan sampai dengan pembesarannya. Benih yang bermutu yakni dicirikan
antara lain : pertumbuhan cepat, ukuran seragam sintasan tinggi,adaptif terhadap
lingkungan pembesaran, bebas parasit dan tahan terhadap penyakit, efisien dalam
menggunakan pakan serta tidak mengandung residu bahan kimia dan obat-obatan yang
dapat merugikan manusia dan lingkungan. Agar dihasilkan benih yang bermutu, maka
dalam kegiatan usaha pembenihan harus mendapatkan teknik pembenihan sesuai
dengan standard an prosedur pembenihan yang baik.untuk itu perlu adanya Cara
Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) yang dapat digunakan sebagai acuan para pelaku
usaha pembenihan udang dalam menghasilkan benih yang bermutu.
Dari uraian diatas kami melakukan Field trip ke dua lokasi yang berbeda tetapi,
sama-sama melakukan kegiatan atau usaha budidaya udang Vannamei. Lokasi field trip
tersebut adalah pertama, di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar yang berada di
desa Mappakalompo kecamatan Galesong kabupaten Takalar. Kedua, di PT. Agro
Nusantara Halid (ANH) yang berada di kelurahan Tana Lemo kecamatan Bontobahari
kabupaten Bulukumba. Dari field trip ini kami berharap mendapatkan informasi dan
pengetahuan lebih mengenai teknik atau cara budidaya udang Vannamei yang tidak
semua orang mengetahuinya.

B. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dari kegiatan pelaksanaan field trip ini antara lain
sebagai berikut :
1. Mengetahui teknik atau cara budidaya udang Vannamei (Litopeneus Vannamei)
2. Menambah wawasan dan pengetahuan kami tentang budidaya udang Vannamei
yang belum kami dapatkan di bangku perkuliahan
3. Mendapatkan keterampilan teknis dalam budidaya udang Vannamei
4. Mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh selama kegiatan
field trip yang dapat diterapkan di kemudian hari
BAB II
METODOLOGI

A. Waktu dan Lokasi Field Trip


1. Waktu
Kegiatan Field trip mengenai Teknologi Budidaya Perairan dilaksanakan pada hari
Kamis, 03 Mei 2018. Oleh mahasiswa semester IV (Empat) dan VI (Enam) jurusan
Pendidikan Teknologi Pertanian Fakultas Teknik Univeritas Negeri Makassar.

2. Lokasi
Kegiatan Field trip mengenai Teknologi Budidaya Perairan di laksanakan di dua
lokasi yaitu :
a. Lokasi pertama, Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar yang berada di desa
Mappakalompo kecamatan Galesong kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.
b. Lokasi kedua, PT. Agro Nusantara Halid (ANH) yang berada di kelurahan Tana
Lemo kecamatan Bontobahari kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.

B. Jenis Data
...... Terdapat dua jenis data yang diperoleh dari lokasi fild trip baik itu di Balai Budidaya
Air Payau (BBAP) Takalar maupun di PT. Agro Nusantara Halid (ANH) Bulukumba
yaitu:
1. Data Primer
a. Jenis ikan atau udang yang dibudidayakan
........ Untuk jenis ikan atau udang yang di budidayakan dari kedua lokasi field trip
tersebut diketahui bahwa untuk Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar banyak
membudidayakan jenis ikan dan udang. Jenis ikan dan udang yang dibudidayakan
di tempat tersebut anatara lain seperti ikan bandeng, ikan kerapu, kepiting
rajungan, ikan nila di tambak payau, rumput laut lawi-lawi dan udang. Sementara,
untuk lokasi field trip yang kedua yaitu di PT. Agro Nusantara Halid (ANH)
Bulukumba hanya fokus membudidayakan satu jenis biota yaitu ditempat tersebut
hanya membudidayakan udang vannamei.
b. Wilayah pengelolaan budidaya

2. Data Sekunder
a. Keadaan tempat budidaya
b. Fasilitas tempat budidaya
........ Fasilitas yang ada ditempat budidaya yakni di lokasi field trip pertama yaitu
di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar di tempat ini fasilitas budidaya sudah
lengkap mulai dari laboratorium uji, alat sterilisasi pada air pembenihan (lampu
ultraviolet), alat pendeteksi penyakit ikan dan udang metode PCR (Polymerase
Chain Reaction), kincir berangkai tenaga LPG, alat produksi bibit rumput laut
dengan metode kultur jaringan, kolam penetasan telur ikan, kolam pemeliharaan
larva atauu benih dan induk ikan, kolam pemebesaran ikan, kolam pembesaran
udang serta alat produksi pakan. Sementara, untuk di lokasi kedua yaitu di PT.
Agro Nusantara Halid (ANH) fasilitas budidaya yang ada belum selengkap fasilitas
yang ada di lokasi field trip pertama. Di lokasi ini fasilitas yang ada seperti tempat
penyimpanan pakan dan tempat budidaya udang itu sendiri. Fasilitas yang ada
ditempat ini masih terbilang sedikit karena dilokasi ini hanya fokus ke budidaya
udang vannamei atau ke pembesaran hingga panen. Berbeda dengan lokasi
pertama, dimana di lokasi pertama selain memlakukan pembesaran juga
melakukan prodiksi bibit atau benih sampai pembesaran dan serta produksi pakan.

BAB III
KONDISI UMUM LOKASI FIELD TRIP

A. Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar


1. Sejarah Singkat
Balai Buidaya Air Payau (BBAP) Takalar merupakan suatu unit pelaksana Teknis
Direktorat Jendral Perikanan Budidaya yang didirikan pada tahun 1983 dengan jalur
pembenaan teknisi Balai Besar Budidaya Air Payau (BBAP) Jepara. BBAP Takalr
dulunya adalah Sub Centre udang, oleh pemerintah dianggap penting untuk
membentuk struktur yang melalui pengkayaan pada setiap kelompok fungsional yang
ada, baik pada pembenihan, budidaya lingkungan dan penyakit maupun alih teknologi.
Dengan hasil rekayasa tersebut, diharapkan akan memberikan manfaat dan sumber
informasi bagi peningkatan produksi perikandidan, yang selanjutnya disebarlauskan
kepada masyarakat.
2. Tata Letak Lokasi
Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalr terletak di desa Mappakalompo, kecamatan
Galesong Selaatn kabupataen Taklar kurang lebih 30 km ke arah selatan kota
Makassar. Berdasarkan letak geografisnya pantai BBAP Takalar, berada pada pesisir
pantai selatan selat Makassar. Keadaan perairan disekitarnya berupa struktur dasa
perairan berpasir, pantai landai, salinitas 30-35 ppt, pH 7- 8,5 dan suhu disekitar lokasi
antara 27 - 340 𝐶. Kompleks BBAP Takalr berdiri diatas tanha seluas 2,5 Ha terdiri
dari bnagunan pembenihan, kantor, mess, operator, perumahan, asrama, laboratorium
dan lapangan olahraga. Letak bnagunan pembenihan sekitar 20 meter dari garis pantai
sebelah barat dengan kondisi tanah liat berpasir. Secara umum BBAP Takalr mudah
dijangkau denagn sarana transportasi yang lancar.
B. PT. Agro Nusantara Halid (ANH) Bulukumba

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Udang Vannamei (Litopaneus vannamei)


1. Klasifikasi dan Morfologi Udang Vannamei (Litopaneus vannamei)
a. Klasifikasi udang vannamei menurut Elovaara, 2001 yaitu sebagai berikut :
Kingdom .......... : Animalia
Phylum ............. : Arthropoda
Class ................ : Crutacea
Ordo ................. : Decapoda
Famili ............... : Pemaeidae
Genus ............... : Peneaeus
Sub genus......... : Litopenaeus
Species ............. : Litopenaeus Vannamei

...... Udang Vannamei termasuk crustacea, ordo decapoda seperti halnya udang
lainnya, lobster dan kepiting. Dengan kata lain decapoda dicirikan mempunyai 10
kaki, carapace berkembang baik menutup seluruh kepala. Udang paneid berbeda
dengan decapoda lainnya. Dimana perkembangan larva dimulai dari stadia nauplis
dan betina menyimpan telur didalan tubuhnya (Ditjenkan, 2006). Udang vaname
termasuk genus penaeus dicirikan oleh adanya gigi pada rostrum bagian atas dan
bawah, mempunyai dua gigi dibagian ventral dari rostrum dan gigi 8-9 di bagian
dorsal serta mempunyai antena panjang (Elovaara, 2001).

b. Morfologi udang vannamei (litopaneus vannamei)


..... Udang putih vaname sama halnya seperti udang penaid lainnya, binatang air
yang ruas-ruas dimana pada tiap ruasnya terdapat sepasang anggota badan. Anggota
ini pada umumnya bercabang dua atau biramus. Tubuh udang secara morfologis
dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu cepalothorax atau bagian kepala dan dada
serta bagian abdomen atau perut. Bagian cephalothorax terlindungi oleh kulit chitin
yang tebal yang disebut carapace. Secara anatomi cephalotorax dan abdomen,
terdiri dari segmen-segmen atau ruas-ruas. Masing-masing segmen memiliki
anggota badan yang mempunyai fungsi sendiri-sendiri (Elovaara, 2001).
..... Kulit chitin pada udang penaidae akan mengelupas (ganti kulit) setiap kali
tubuhnya akan membesar, setelah itu kulitnya mengeras kembali, tubuh udang
Vannamei terdiri dari tiga bagian yaitu:
1) . Kepala
Kepala terdiri dari enam ruas, pada ruas kepala pertama terdapat mata
majemuk yang bertangkai, beberapa ahli berpendapat bahwa mata bertangkai
ini bukan suatu anggota badan seperti pada ruas-ruas yang lain, sehingga ruas
kepala dianggap berjumlah lima buah. Pada ruas kedua terdapat antena I atau
antenules yang mempunyai dua buah flagella pendek yang berfungsi sebagai
alat peraba dan pencium. Ruas ketiga yaitu antena II atau antennae mempunyai
dua buah cabang yaitu cabang pertama (exopodite) yang berbentuk pipih dan
tidak beruas dinamakan prosertama. Sedangkan yang lain (Endopodite) berupa
cambuk yang panjang yang berfungsi sebagai alat perasa dan peraba. Tiga ruas
terakhir dari bagian kepala mempunyai anggota badan yang berfungsi sebagai
pembantu yaitu sepasang mandibula yang bertugas menghancurkan makanan
yang keras dan dua pasang maxilla yang berfungsi sebagai pembawa makanan
ke mandibula. Ketiga pasang anggota badan ini letaknya berdekatan satu
dengan lainnya sehingga terjadi kerjasama yang harmonis antara ketiganya.
2) . Dada
Bagian dada terdiri dari delapan ruas yang masing-masing ruas
mempunyai sepasang anggota badan yang disebut Thoracopoda. Thoracopoda
pertama sampai dengan ketiga dinamakan maxilliped yang berfungsi sebagai
pelengkap bagian mulut dalam memegang makanan. Thoracopoda lainnya (ke-
5 s/d ke-8) berfungsi sebagai kaki jalan yang disebut pereipoda. Pereipoda
pertama sampai dengan ketiga memiliki capit kecil yang merupakan ciri khas
dari jenis udang penaeid.
3) . Perut
Bagian perut atau abdomen terdiri dari enam ruas. Ruas yang pertama
sampai dengan ruas kelima masing-masing memiliki sepasang anggota badan
yang dinamakan pleopoda. Pleopoda berfungsi sebagai alat untuk berenang oleh
karena itu bentuknya pendek dan kedua ujungnya pipih dan berbulu (setae) pada
ruas yang keenam pleopoda berubah bentuk menjadi pipih dan melebar yang
dinamakan uropoda, yang bersama-sama dengan telson berfungsi sebagai
kemudi.Warna dari udang Vannamei ini putih transparan dengan warna biru
yang terdapat dekat dengan bagian telson dan uropoda. Alat kelamin udang
jantan disebut petasma, yang terletak pada pangkal kaki renang pertama.
Sedangkan alat kelamin udang betina disebut juga dengan thelicum terbuka
yang terletak diantara pangkal kaki jalan ke empat dan ke lima .Pada stadia
larva, udang putih mamiliki enam stadia naupli, tiga stadia zoea, dan tiga stadia
mysis dalam daur hidupnya (Elovaara, 2001).
Setelah perkawinan induk betina mengeluarkan telur-telurnya
(spawning), yang segera di buahi sperma tersebut, selesai terjadi pembuahan,
induk betina segera ganti kulit (moulting). Pada pagi harinya dapat dilihat kulit-
kulit dari betina yang selesai memijah. Jadi perkawinan pada udang open
telikum terjadi setelah gonad matang telur. Telur-telur yang telah dibuahi akan
terdapat pada bagian dasar atau melayamg-layang di air. Cara ini berbeda
dengan udang windu yang merupakan close telikum, dimana perkawinan terjadi
sebelum gonad udang betina berkembang atau matang.

2. Habitat dan daur hidup udang vannamei ((litopaneus vannamei)


........... Habitat udang berbeda-beda tergantung dari jenis dan persyaratan hidup dari
tingkatan-tingkatan dalam daur hidupnya. Pada umumnya udang bersifat bentis dan
hidup pada permukaan dasar laut. Adapun habitat yang disukai oleh udang adalah dasar
laut yang lumer (soft) yang biasanya campuran lumpur dan pasir. Lebih lanjut
dijelaskan, bahwa induk udang putih ditemukan diperairan lepas pantai dengan
kedalaman berkisar antara 70-72 meter (235 kaki). Menyukai daerah yang dasar
perairannya berlumpur. Sifat hidup dari udang putih adalah catadromous atau dua
lingkungan, dimana udang dewasa akan memijah di laut terbuka. Setelah menetas, larva
dan yuwana udang putih akan bermigrasi kedaerah pesisir pantai atau mangrove yang
biasa disebut daerah estuarine tempat nurseri groundnya, dan setelah dewasa akan
bermigrasi kembali ke laut untuk melakukan kegiatan pemijahan seperti pematangan
gonad (maturasi) dan perkawinan (Wyban dan Sweeney, 1991). Hal ini sama seperti
pola hidup udang penaeid lainnya, dimana mangrove merupakan tempat berlindung dan
mencari makanan setelah dewasa akan kembali ke laut (Elovaara, 2001). Pada udang
putih, ciri-ciri telur yang telah matang adalah dimana telur akan terlihat berwarna coklat
keemasan (Wyban dan Sweeney,1991).
........... Udang putih mempunyai carapace yang transparan, sehingga warna dari
perkembangan ovarinya jelas terlihat. Pada udang betina, gonad pada awal
perkembangannya berwarna keputih-putihan, berubah menjadi coklat keemasan atau
hijau kecoklatan pada saat hari pemijahan. Telur jenis udang ini tergantung dari ukuran
individu, untuk udang dengan berat 30 gram sampai dengan 45 gram telur yang di
hasilkan 100.000 sampai 250.000 butir telur. Telur yang mempunyai diameter 0,22 mm,
cleaveage pada tingkat nauplis terjadi kira-kira 14 jam setelah proses bertelur.
Perkembangan larva udang penaeid terdiri dari beberapa stadia yaitu:
a. Stadia nauplius
Nauplius bersifat planktonik dan phototaxis positif. Dalam stadia ini masih
memiliki kuning telur sehingga belum memerlukan makanan. Perkembangan stadia
nauplius terdiri dari enam sub stadium. Nauplius memiliki 3 pasang organ tubuh
yaitu antena pertama, antena kedua dan mandible. Antena pertama uniramous,
sedangkan 2 alat lainnya biramous.
b. Stadia Zoea
Perubahan bentuk dari nauplius menjadi zoea memerlukan waktu kira-kira 40 jam
setelah penetasan. Pada stadia ini larva dengan cepat bertambah besar. Tambahan
makanan yang diberikan sangat berperan dan mereka aktif memakan
phytoplankton. Stadia akhir zoea juga memakan zooplankton. Zoea sangat sensitif
terhadap cahaya yang kuat dan ada juga yang lemah diantara tingkat stadia zoea
tersebut. Zoea terdiri dari tiga substadia secara kasar tubuhnya di bagi kedalam tiga
bagian, yaitu carapace, thorax dan abdomen. Tiga substadia tersebut dapat
dibedakan berdasarkan segmentasi abdomen dan perkembangan dari lateral dan
dorsal pada setiap segmen.
c. Stadia mysis
Larva mencapai stadia mysis pada hari ke lima setelah penetasan. Larva pada stadia
ini kelihatan lebih dewasa dari dua stadia sebelumnya. Stadia mysis lebih kuat dari
stadia zoea dan dapat bertahan dalam penanganan. Stadia mysis memakan
phytoplankton dan zooplankton, akan tetapi lebih menyukai zooplankton menjelang
stadia mysis akhir (M3). Mysis memilki tiga sub stadia dimana satu dengan lainnya
dapat dibedakan dari perkembangan bagian dada dan kaki renang.
d. Stadia post larva
Perubahan bentuk dari mysis menjadi post larva terjadi pada hari kesembilan. Stadia
post larva mirip dengan udang dewasa, dimana lebih kuat dan lebih dapat bertahan
dalam penanganan. Kaki renang pada stadia post larva bertambah menjadi tiga
segmen yang lebih lengkung. Post larva bersifat planktonik, dimana mulai mencari
jasad hidup sebagai makanan.

3. Pakan dan kebiasaan makanan udang vannamei (litopaneus vannamei)


........... Makanan udang penaeid terdiri dari crustacea dan molusca yang terdapat 85 %
didalam pencernaan makanan dan 15 % terdiri dari invertebrata benthis kecil,
mikroorganisme penyusun detritus, udang putih demikian juga di alam merupakan
omnivora dan scavenger (pemakan bangkai). Makanannya biasanya berupa crustacea
kecil, amphipouda dan plychacetes atau cacing laut (Wyban dan Sweeney, 1991). Lebih
lanjut dikatakan dalam pemeliharaan induk udang putih, pemberian pakan udang putih
16 % dari berat total adalah cumi, 9 % cacing dengan pemberian pakan empat kali
perhari.
........... Udang mempunyai pergerakan yang hanya terbatas dalam mencari makanan dan
mempunyai sifat dapat menyesuaikan diri terhadap makanan yang tersedia
lingkungannya. Di alam larva udang biasanya memakan zooplankton yang terdiri dari
trochophora, balanos, veliger, copepoda, dan larva polychaeta. Udang putih termasuk
golongan udang penaeid. Maka sifatnya antara lain bersifat nocturnal artinya aktif
mencari makan pada malam hari atau apabila intensitas cahaya berkurang. Sedangkan
pada siang hari yang cerah lebih banyak pasif, diam pada rumpon yang terdapat dalam
air tambak atau membenamkan diri dalam Lumpur.

B. Langkah-langkah Budidaya Udang Vannamei (Litopaneus vannamei)


Dalam pelaksanaan pembudidayaan udang Vanamei ada bebrapa hal yang perlu
diperhatikan antar lain sebagia berikut :
1. Persiapan Tambak
Persiapan tamabak merupakan langkah awal budidaya udang vannamei sehingga
proses pemeliharaan dan produktifitasnya bisa optimal. Masalah yang timbul dalam
budidaya udang memang tidak sedikit, menurut hasil penelitian puslitbang perikanan.
Timbulnya penyakit udang disebabkan menurunnya kondisi lingkungan, akibat
pengelolaan yang kurang baik. Kunci keberhasilan budidaya udang secara intensive
adalah melakukan persiapan dasar tambak dengan baik. Hal yang sebaiknya dilakukan
dalam mempersiapkan tambak adalah sebagai berikut:
a. Pengangkatan Lumpur dan Perbaikan Kontruksi
Tambak udang yang sudah dipanen dapat digunakan kembali untuk budidaya
siklus mendatang. Persiapan yang perlu dilakukan yaitu pembersihan dan
pengeringan dasar tambak dengan bantuan sinar matahari. Pembersihan dilakukan
dengan membuang lumpur hitam (black mud) dan sampai yang ada didalam
tambak. Pada tahap persiapan tambak dapat sekaligus dikerjakan renovasi tambak,
seperti perbaikan kontruksi tambak, pematang, pintu air, pemasangan plastic
mulsa, pemasangan anco, dan sebgainya. Setelah proses pengangkutan lumpur
dilakukan pengeringan dasar tambak kurang kurang lebih 1 minggu (tergantung
cuaca). Pengeringan dasar tambak dilakukan sampai tanah terlihan retak, hal
tersebut menandakan bahwa sinar matahari mampu menembus lapisan tanah
bagian dalam . Sinar matahari juga dapat berfungsi sebagai desinfektan, membantu
proses oksidasi yang dapat menetralkan sifat keasaman tanah, menghilangkan gas
– gas beracun, dan membantu membunuh telur – telur hama yang tertinggal
b. Pengeringan Dasar Tambak
Langkah kedua persiapan tambak setelah pengangkatan lumpur dan
perbaikan pematang tambak adalah pengeringan. Pengeringan dasar tambak atau
disebut juga penjemuran. Penjemuran tambak dilakukan selama 5 – 7 hari. Adapun
tujuan penjemuran tambak dilakukan sampai tanah menjadi retak – retak atau kadar
air 15 – 20 %, karena pada saat tanah retak – retak yang ada didalam tanah akan
teroksidasi. Setelah 5 – 7 hari (tanah sudah mengalami retak – retak). Dilakukan
kembali pengisian air setinggi 15 – 20 cm, selama 2 – 3 hari hal ini bertujuan untuk
menumbuhkan gangga yang mungkin masih bisa tumbuh.
c. Pemasangan Kontruksi Tambahan
Kontruksi tambahan meliputi pemasangan tempat anco, saluran pemasukan
air, saluran pengeluaran air yang terbuang dari pipa paralon, pemasangan kincir,
dll. Tempat anco dibuat sebanyak 1 unit, diletakan pada bagian yang tidak terlalu
berpengaruh oleh arus kincir. Hal tersebut untuk menghindari hilangnya pakan
yang ditebar di anco akibat perputaran arus.
d. Pengapuran (CaCO3)
Pengapuran bertujuan untuk menaikan nilai pH tanah dasar tambak menjadi
6,5 – 7 (pH normal). ApabilapH di bawah kurang optimal dalam mendukung
pertumbuhan udang. Kapur yang digunakan adalah kapu pertanian (CaCO3),
diberikan dengan cara ditebar kepermukaan dasar sebanyak 700 kg. Hal tersebut
sesuai dengan tingkat keasaman tanah apabila pH tanah sudah sesuai, dapat
dilakukan pengisian air setinggi 30 cm. Tujuannya adalah agar sisa – sisa kapur
pada dasar tambak larut dalam air, kemudian dibuang dan dasar tambak diratakan.

2. Pengolahan Air
a. Pengisian Air
Pengisian air kedalam areal tambak dilakukan setelah persiapan tambak
selesai. Pengisian air ke dalaman tambak mengalami filtrasi. Air bersumber dari
laut masuk ke dalam tandon pertama yang ditanami pohon mangrove, berfungsi
sebagai filtrasi biologis. Kemudian air dialirkan ketandon, yang keduan yaitu
kolam show window. Disana terdapat ikan nila dan ikan bandeng sebagai pemakan
organisme yang lebih kecil, misalnya rebon. Dari kolam show window air
kemudian di alirkan kedalam inlet yang di tanami rumput laut sebagai filtrasi
biologi. Dari inlet air masuk kedalam tambak menggunakan mesin pompa air.
Selain sumber dari air laut, budidaya udang vannamei juga menggunakan sumber
air tawar untuk menyeimbangkan salinitas di dalam tambak. Sumber air tawar
diperoleh dari mesin pompa air yang dipasang dekat dengan tambak udang
vannamei. Pengisian air tawar dalam tambak dilakukan apabila salinitas
dipertahankan dalam budidaya udang adalah 5 – 8 ppt.
b. Pemasangan Kincir
Fungsi dari kincir adalah sebagai penghasilan oksigen. Mencampur air saat
penambahan air ataupun saat hujan turun sehingga tidak terjadistratifikasi salinitas.
Pada tambak pemeliharaan jenis kincir yang di gunakan adalah kincir tunggal yang
digerakan secara elektrik. Kincir tunggal ini dapat mengsuplay oksigen hingga 250
biomas udang. Jumlah kincir pada setiap kolamnya berbeda – beda karena
berpengaruh pada padat tebar udang. Untuk setiap kolam minimal diberi kincir 4
buah tergantung luas kolam dan padat tebar udang vannamei. Kincir berfungsi
untuk stabilitas suhu air pengumpul kotoran di dasar tambak.
c. Pemberantasan Hama
Di bawah ini adalah nama – nama hama atau predator yang dapat
mengganggu kelangsungan hidup udang vannamei sehingga dapat merugikan para
pengelola tambak:
1) Hama, seperti kepiting bakau dan ular kadut
2) Predator, seperti ikan nila dan ular kadut
3) Kompetitor, seperti kepting, ikan bandeng dan udang liar

Pemberantasan hama pengganggu baik predator, maupun competitor


menggunakan pestisida organic atau biasa disebut samponin yang berasal dari
bungkil teh, dengan dosis pemberian 10 kg/petak berukuran 600 m2. Pemberian
samponin dengan cara melarutkan samponin kedalam tambak beserta karungnya
supaya ikan – ikan liar yang terkena samponin akan mati. Untuk menetralkan
kualitas air tambak dari pengaruh samponin di lakukan penebaran benur maupun
pemupukan. Selain menggunakan samponin dapat juga menggunakan:
1) BETACIN, Fungsinya untuk membasmi hama pengganggu contohnya:
kepiting, ular, udang, dan biota air pengganggu lainnya. Termasuk
factor/pembawa firus penyebab penyakit bintik putih (White spot syndrome
virus)
2) NICLOSTOP, Fungsinya untuk membasmi tisipan tritip (kerang yang
menempel di kayu) sifut murbei ditambak. Mengendalikan competitor udang
dan mencegah penyakit yang di bawa oleh molusca.

3. Pemupukan
Pemupukan bertujuan untuk menyediakan nutrisi dengan menumbuhkan
phytoplankton bagi benur selama dibudidayakan. Pupuk yang digunakan untuk
budidaya udang vannamei di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar dan di PT.
Agro Nusantara Halid (ANH) Bulukumba menggunakan pupuk urea dan TSP.

4. Penebaran Benur

a. Pemilihan Benur
Kualitas benur memiliki peranan penting pada keberhasilan budidaya udang
vannamei, karena akan menentukan kualitas udang setelah di panen. Benur tersebut
harus bebas dari phatogen atau spesifik pathogen free (SPF). Kriteria benur
berkualitas dapat diketahui dengan melakukan observasi berdasarkan pengujian
visual microscopic, dan ketahanan benur. Adapun kriteria benur yang baik untuk
ditebar adalah :
1) Gerakan aktif
2) Ukuran seragam PL 12 dengan panjang 1 cm
3) Benur menyebar, tidak bergerombol pada satu tempat
4) Pada air yang mengalir, benur berenang melawan arus dan berenang aktif
5) Warna kaki dan kulit relative bersih dan transparan sedangkan punggung tidak
keputihan atau kemerahan
6) Tubuh normal dan tidak ada organ cacat
7) Ekor terbuka lebar

Sebelum benur di tebar kedalam tambak terlebih dahulu di lakukan


aklimatisasi suhu dengan cara : kantong plastic di buka (packing) di letakan
terapung pada permukaan air tambak sampai kantong plastic berembun kurang
lebih 15 – 30 menit, untuk menghindari kantong packing terbawa arus ke tengah –
tengah tambak maka di dekat jembatan anco di sangga oleh oleh 3 batang bamboo
fungsinya untuk menahan plastic packing yang berisi benur. 15 – 30 menit di
lakukan aklimatisasi salinitas dengan cara membuka kantong packing dan di
masukan air sedikit demi sedikit dan kantong plastic di diamkan kembali selama
10 menit. Dan kemudian benur di tebar ke dalam tambak secara perlahan – lahan.
Penebaran benur sebaiknya di lakukan pada pagi hari pada pukul 05:00 WIB karena
lingkungan media penebaran baik dan kadar oksigen (DO) yang cukup baik.

5. Pemberian Pakan
Jumlah pakan yang akan di berikan untuk benur berumur 1 – 8 hari dengan padat
tebar 60.000 adalah 1 kg. di berikan 2 kali sehari yaitu pada pukul 06:00 WIB dan
pukul 18:00 WIB. Pada hari ke-9 sampai 18 jumlah pakan di tingakatkan menjadi 1,5
kg dengan 3 kali pemberian pakan. Frekuensi pemberian pakan pada udang yang
berukuran kecil relative sedikit karena masih mengandalkan pakan alami. Setelah
terbiasa dengan pakan buatan berbentuk pellet, frekuensi pemmberian pakan di tambah
4 – 5 kali. Ketika udang berumur 19 – 25 hari pakan mulai di tambah sebanyak 3 – 2
kg dan di berikan 4 kali sehari yaitu pada pukul 06:00, 11:00, 16:00, 20:00 WIB.
Hingga umur 81 hari frekuensi pemberian pakan menjadi 4 kali sehari. Pemberian
pakan pada udang vannamei dengan menggunakan control anco. Apabila pada saat
control sebelumnya pakan yang di berikan habis, maka pemberian pakan selanjutya di
tambah sebanyak 0,5 kg. sedangkan apabila control sebelumnya pakan yang di berikan
masih ada maka jumlah pemberian pakan ditambah. Dalam pemberian pakan
dilakukan penambahan VIT.C sebanyak 0,5 gr/kg pakan. Dan diberi Omega Protein.
Penggunaan Vit.C dan Omega Protein dilarutkan dengan probiotik sebanyak 50 ml
kemudian dicampur kedalam pakan yang akan diberikan kepada udang.

6. Pemasangan Anco
Anco adalah jenis jaring yang berbentuk bujur sangkar atau lingkaran yang
dipasang hingga kedaaman 10 – 20 cm dari dasar tambak. Prinsip pemakaian anco
yaitu jumlah pakan yang ditebar kedalam anco lebioh sedikit di bandingkan jumlah
pakan yang ditebar ke dalam tambak. Setiap kali, pemberian pakan 2 – 4 % dari jumlah
total pakan yang ditebar harus di masukan kedalam anco. Hal tersebut merupakan
tindakan control terhadap aktivitas makan udang. Dua jam kemudian anco dapat di
angkat dan amati sisa pakan yang ada.

7. Pengolahan Kualitas Air

a. Suhu Air
Suhu merupakan salah satu factor penentu bagi kehidupan udang. Kisaran suhu air
tambak yang baik untuk vannamei adalah 26 – 300C. Salah satu sifat udang adalah
poiciothermal yaitu tidak dapat mempertahankan suhu tubuhnya dan sangat
tergantung pada suhu perairan. Perubahan/ fluktuasi suhu air sangat berpengaruh
lengsung terhadap proses metabolism di dalam tubuh udang. Jika suhu air rendah
maka nafsu makan udang menurun dan jika suhu air tinggi nafsu makan udang
meningkat. Untuk mengukur suhu air di tambak menggunakan alat PH-
meter.(Haliman dan Adijaya, 2005)
b. Derajat Keasaman (pH)
Untuk udamg vannamei kisaran pH yang optimum adalah 7,5 – 8,5. Bila pH air
terlalu rendah atau sering rendah, maka lapisan kapur di kulit udang akan terserap
secara internal (Haliman, Trubus, feb 2004). Pada kondisi ini udang akan stress,
laju konsumsi oksigen meningkat, daya tahan tubuh menurun insangnya rusak.
Kestabilan pH pada kisaran normal sangat mendukung kehidupan dan
pertumbuhan. Faktor – faktor yang mempengaruhi pH adalah total alkalinitas dan
phytoplankton. Pengukuran nilai pH di lakukan dengan menggunakan alat pH-
meter.
c. Salinitas
Dibanding udang lain, udang vannamei menyukai air media budidaya dengan
salinitas atau kadar garam lebih rendah, yaitu berkisar antara 10 – 35 ‰.
Pertumbuhan yang baik (optimal) di peroleh pada kisaran alinitas 15 – 20 ‰.
Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan alat
refractometer.penggunaannya yaittu dengan dikalibrasi terlebih dahulu dengan
aquadest sampai salinitas menunjukan nilai 0, kemudian air tambak dipipet dan
dilihat serta di catat nilainya.
d. Pemberian Probiotik dan Fermentasi
Pemberian probiotik dan fermentasi bertujuan untuk menjaga kestabilan kualitas
air, sehingga virus dan bakteri tidak mudah berkembang biak dan menginfeksi
udang vannamei. Probiotik yang digunakan adalah bacillus sp sebanyak 40 liter
mulai dari hari ke 2 setelah penebaran benur hingga hari ke 120 sedangakan
fermentasi dedak sebanyak 40 liter diberikan sejak udang berumur 30 hari.
Pemberian fermentasi dedak dan probiotik dilakukan pada siang hari karena bakteri
bekerja optimal pada suhu yang lebih tinggi. Adapun pembuatan probiotik dengan
aplikasi peemberian molase secara aerob adalah:
1) Drum penyimpanan diisi air sebanyak 100 liter
2) Probiotik bacillus sp. sebanyak 1 kg, molase 1 kg dan gula putih 1 kg dimasukan
ke dalam drum kemudian diaduk hingga merata
3) Drum tersebut ditutup dan diberi aerasi, lalu di diamkan selama 24 jam
4) Setelah 24 jam probiotik dapat dimasukan dalam tambak dengan dosis 40
liter/hari

Sedangkan pembuatan fermentasi dedak secara anaerob adalah:


1) Drum diisi air sebanyak 100 liter
2) Dedak sebanyak 1 kg dan ragi 10 butir dimasukan ke dalam drum tersebut
3) Di aduk hingga merata dan didiamkan selama 2-3 hari dengan drum dalam
keadaan tertutup
4) Setelah 3 hari fermentasi siap diberikan ke tambak udang vannamei dengan
dosis 40 liter/hari

8. Pemanenan
a. Panen Persial
Panen persial yaitu panen yang dilakukan hanya sebagian. Panen persial pada saat
udang sudah berumur 60 – 80 hari. Tujuan dari panen persial yaitu untuk
mengurangi kepadatan udang yang ada di kolam. Adapun alat dan bahan yang
digunakan dalam proses panen persial :
1) Jala
2) Timbangan
3) Bak fiber
4) Drum/blong untuk wadah udang
5) Air tawar
6) Es balok
7) Pakan udang

Tahap – tahap panen persial:


1) Mempersiapkan alat dan bahan pemanenan
2) Pemberian pakan pada udang sebelum dipanen/ dijala
3) Udang dijala menggunakan jala jarring sudu
4) Udang yang sudah diperoleh dicuci dengan air didalam bak fiber kemudian
dipindahkan ke bak fiber lain yang sudah diisi air dan es batu untuk
mempertahankan mutu udang
5) Udang yang sudah bersih lalu disortir kemudian ditimbang dan dikemas.

b. Panen Total
Panen total yaitu panen yang dilakukan secara keseluruhan. Pada udang yang sudah
berumur 120 hari. Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses panen total
adalah :
1) Jala lampung
2) Sudu (segitiga)
3) Badut (krakat)
4) Blong
5) Timbangan
6) Pompa air
7) Caduk
8) Paralon untuk mengalirkan air yang disedot
9) Es batu
10) Bambu
11) Air tawar

Tahap – tahap panen total :


1) Siapkan pompa air bersama paralon untuk menyedot air tambak
2) Pasang badut dengan ukuran kolam tersebut lalu ditarik sampai ujung badut
bertemu kemudian badut yang telah berisi udang diangkat ke atas pematang
3) Blong disiapkan lalu udang di masukan ke dalam blong
4) Blong yang sudah terisi udang kemudian diangkut menggunakan bamboo ke
tempat penyortiran
5) Setelah kolam dasar kering, udang yang dibadud pada dasar kolam kemudian
diambil menggukan caduk dan ditaruh di blong
6) Kemudian udang disortir berdasarkan ukuran
7) Lalu udang ditimbang dan dimasukan ke dalam fiber yang sudah diberi es lalu
udang siap dikirim.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari laporan field trip ini adalah :
1. Budidaya udang vannamei adalah salah usaha budidaya yang sangat
menguntungkan karena kehadiran udang vannamei diakui sebagai penyelamat
dunia. Dalam budidaya udang vannamei hal paling penting yang diperhatikan
adalah selalu melakukan pengecekan kualitas air karena kualitas air sangat
berpengaruh terhadap budidaya udang vannamei. Sealin, pengecekan kualitas air ,
hal yang harus diperhatikan adalah pemberian pakan yang harus sesuai dengan
kebutuhan udang, karena pemberian pakan akan memicu pertumbuhan dan
perkembangan udang vannamei.
2. Langkah-langkah dalam budidaya udang vannamei meliputi beberapa aspek antara
lain sebagi berikut :
a. Persiapan tambak
b. Pengolahan air
c. Pemupukan
d. Penebaran benur
e. Pemberian pakan
f. Pemasangan anco
g. Pengolahan kualitas air
h. Pemanenan

B. Saran
......... Saran yang dapat saya berikan adalah semoga dalam kegiatan field trip
selanjutnya dapat dipersiapkan atau dilaksanakan tidak hanya dalam sau kali perjalanan
apalagi lokasi field tripnya lebih dari satu lokasi. Selain itu, waktu kunjungan dilokasi
field trip mungkin bisa ditambah agar kami saat mencari informasi tidak terlalu terburu-
buru.

DAFTAR PUSTAKA
Ditjenkan. 2006. Budidaya Udang Vannamei.
Elovaara. 2001. Habitat Udang Vannamei. Surabaya: Kanisius.
Haliman, R.W. Adijaya, D. 2005. Udang Vannamei. Jakarta : Penebar Swadaya.
Wayban. Sweeney. 1991. Cara Melakukan Budidaya Udang Vannamei. Bandung: PT Citra
Aditya Bakti.

LAMPIRAN

Gambar 1. Penerimaan materi tentang


budidaya udang vannamei di
BBAP Takalar
Gambar 4. Kolam pembesaran udang vannamei
di BBAP Takalar

Gambar 3. Saluran pembuangan kolam


budidaya udang vannamei di BBAP
Takalar

Gambar 6. Kolam pembesaran udang vannamei


di PT. ANH Bulukumba

Gambar 5. Tempat penyimpanan pakan di PT.


ANH Bulukumba
Gambar 7. Prosedur pemberian pakan udang
vannamei di PT. ANH Bulukumba

Gambar 2. Kolam pemeliharaan benih dan


induk ikan di BBAP Takalar

Gambar 9. Saluran masuk air ke kolam budidaya


di PT. ANH Bulukumba
Gambar 9. Ruang instalasi pompa di PT. ANH
Bulukumba

Anda mungkin juga menyukai