Anda di halaman 1dari 22

PROSES PENGEMASAN IKAN BANDENG (Chanos chanos)

PINDANG DENGAN MENGGUNAKAN PLASTIK


POLIPROPILEN (PP) DI PT. JAYA PELANGI SIBOLGA
SUMATERA UTARA

(LAPORAN KARYA ILMIAH)

OLEH;

ABDIN SOLEH SIHOMBING


NIM 177336001

PROGRAM STUDI DILUAR DOMISILI SIBOLGA


POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG
KOTA SIBOLGA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikan bandeng merupakan suatu komoditas perikanan yang memiliki rasa

cukup enak dan gurih sehingga banyak digemari masyarakat. Selain itu, harganya

juga terjangkau oleh segala lapisan masyarakat. Ikan bandeng digolongkan

sebagai ikan berprotein tinggi dan berkadar lemak rendah. Pada umumnya ikan

bandeng diolah secara tradisional antara lain dengan cara pengasapan,

penggaraman dan pemindangan. Cara pengolahan tersebut hanya merubah

komposisi daging, rasa serta tekstur ikan, tetapi tidak dapat melunakkan tulang

yang banyak terdapat dalam daging ikan bandeng. (Astawan, 2004).

Salah satu produk olahan ikan bandeng adalah ikan pindang. Ikan pindang

merupakan salah satu hasil olahan yang cukup populer di Indonesia, dalam urutan

hasil olahan tradisional menduduki tempat kedua setelah ikan asin. Dilihat dari

sudut program peningkatan konsumsi protein masyarakat, ikan pindang

mempunyai prospek yang lebih baik dari pada ikan asin. Hal ini mengingat bahwa

ikan pindang mempunyai cita-rasa yang lebih lezat dan tidak begitu asin jika

dibandingkan dengan ikan asin sehingga dapat dimakan dalam jumlah yang lebih

banyak. Kelebihan ikan pindang dan ikan asin ialah ikan pindang merupakan

produk yang siap untuk dimakan (ready to eat). Disamping itu juga praktis semua

jenis ikan dari berbagai ukuran dapat diolah menjadi ikan pindang (Badan Riset

Kelautan dan Perikanan, 2005).


Untuk melindugi dari kontaminasi olahan pindang perlu dilakukan

pengemasan. Kemasan adalah tempat atau wadah yang membungkus atau

melindungi produk. Prinsip dasar kemasan pangan adalah melindungi produk

yang dikemas dari berbagai kerusakan dari mulai selesai produksi, selama

distribusi dan penjualan. Kemasan juga berfungsi sebagai media promosi bagi

produk yang dikemas. Hal ini dikarenakan pada kemasan pangan terdapat label

yang memuat informasi mengenai produk yang dikemas (Rosalina et al, 2012).

Salah satu kemasan plastik yang digunakan adalah polipropilen (PP).

Polipropilen (PP) adalah sebuah polimer termo-plastik yang dibuat oleh industri

kimia dan digunakan dalam berbagai aplikasi, diantaranya pengemasan, tekstil

(contohnya tali, pakaian dalam termal, dan karpet), alat tulis, berbagai tipe wadah

terpakaikan ulang serta bagian plastik, perlengkapan labolatorium, pengeras suara,

komponen otomotif, dan uang kertas polimer. Polimer edisi yang terbuat dari

propilena monomer, permukaannya tidak rata serta memiliki sifat resistan yang

tidak biasa terhadap kebanyakan pelarut kimia, basa dan asam.

Oleh karena itu, maka diperlukan kajian untuk mengetahui proses

pengemasan ikan bandeng ( Chanos chanos ) pindang dengan menggunakan

Plastik Polipropilen di PT. Pelangi Jaya Sibolga, Sumatera Utara.

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah membahas tentang

proses pengemasan ikan bandeng (Chanos chanos) pada produksi pindang dengan

menggunakan plastik polipropilen (PP).


1.3. Manfaat

Adapun manfaat penulisan karya ilmiah ini adalah agar pembaca dapat

mengetahui dan memahami tentang proses pengemasan ikan bandeng (Chanos

chanos) pada produksi pindang dengan menggunakan plastik polipropilen (PP).


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Dan Morfologi Ikan Bandeng (Chanos chanos)

Adapun klasifikasi dan morfologi ikan bandeng (Chanos chanos) menurut

Ghufron dan Kardi, (1997) adalah

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Actinopterygii

Ordo : Gonorynchiformes

Familia : Chanidae

Genus : Chanos

Spesies : Chanos chanos

Ikan bandeng mempunyai ciri-ciri morfologi badan memanjang, agak

pipih, tanpa skut pada bagian perutnya, mata diseliputi lendir mempunyai sisik

besar pada sirip dada dan sirip perut, sirip ekor panjang dan bercagak, sisik kecil

dengan tipe cycloid, tidak bergigi, sirip dubur jauh di belakang sirip punggung

(Saanin 1984). Morfologi ikan bandeng dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1: Ikan bandeng (Chanos chanos)


Ikan bandeng merupakan salah satu jenis ikan budidaya air payau yang

potensial dikembangkan. Jenis ikan ini mampu mentolerir salinitas perairan yang

luas (0-158 ppt) sehingga digolongkan sebagai ikan euryhaline. Ikan bandeng

mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan seperti suhu, pH dan

kekeruhan air, serta tahan terhadap serangan penyakit (Ghufron dan Kardi, 1997).

Apabila ditinjau lebih jauh, ternyata faktor penyebab kemunduran dapat

berasal dari dalam dan dari luar bahan pangan. Faktor yang berasal dari dalam

adalah enzim dan air. Sedangkan dari luar adalah anya mikroba, oksigen,

kelembapan, suhu, kondisi penyimpanan. Faktor ini saling berkaitan satu sama

lain (Susanto dan Tri, 2004).

2.2 Pemindangan

Menurut Wibowo (1996), pada dasarnya pemindangan ikan merupakan

upaya pengawetan sekaligus pengolahan ikan yang menggunakan teknik

penggaraman dan pemanasan. Pengolahan tersebut dilakukan dengan merebus

atau memanaskan ikan dalam suasana bergaram selama waktu tertentu di dalam

suatu wadah. Garam yang digunakan berperan sebagai pengawet sekaligus

memperbaiki cita rasa ikan, sedangkan pemanasan mematikan sebagian besar

bakteri pada ikan, terutama bakteri pembusuk dan patogen. Selain itu, Pemanasan

dengan garam tinggi tersebut menyebabkan tekstur ikan berubah menjadi lebih

kompak. Ikan pindang pun menjadi lezat dan lebih awet daripada ketika masih

segar.
Afrianto dan Liviawaty (1989), menyatakan bahwa pengolahan ikan

dengan cara pemindangan sudah cukup memasyarakat, terutama dikalangan

nelayan. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, yaitu:

1. Pemindangan sangat mudah dilaksanakan dan tidak banyak memakan biaya,

sehingga dapat dilaksanakan oleh petani ikan atau nelayan.

2. Hasil pemindangan masih berbentuk ikan segar sehingga dapat digunakan

sebagai bahan baku untuk diolah lebih lanjut, juga dapat langsung dimakan

karena memang telah matang.

3. Ikan pindang sangat disukai karena mengandung rasa yang sesuai dengan

selera masyarakat, yaitu mendekati rasa ikan hasil pengalengan.

4. Karena nilai gizi ikan pindang relatif masih tinggi, ikan hasil proses

pemindangan dapat digunakan sebagai salah satu sumber protein hewani.

5. Sebagai bahan baku pembuatan ikan pindang dapat digunakan ikan dengan

berbagai tingkat kesegaran, meskipun persyaratan tingkat kesegaran tertentu

tetap harus dipenuhi agar produk akhir yang dihasilkan lebih bermutu

2.2.1 Metode Air Garam

Wibowo (1996) menyatakan bahwa, cara pemindangan ikan menggunakan

air garam pada dasarnya dilakukan dengan merebus ikan yang ditempatkan dalam

suatu wadah di dalam larutan garam selama waktu tertentu. Cara ini di Jakarta

dikenal sebagai pemindangan cue atau pemindangan dengan perebusan. Di

Sumatera Utara, ikan olahan ini dikenal dengan ikan rebus.

Pada cara ini, ikan disusun pada keranjang bambu (naya atau besek).

Beberapa naya berisi ikan disusun vertikal pada suatu kerangka, lalu direbus

dalam larutan garam mendidih. Lama perebusan relatif jauh lebih singkat daripada
pemindangan biasa yang membutuhkan waktu 4 – 6 jam, yaitu hanya 30 – 60

menit tergantung ukuran ikan. Setelah perebusan, wadah dimana ikan tersusun

kemudian diangkat lalu disiram dengan air tawar mendidih untuk membersihkan

permukaan ikan, selanjutnya ditiriskan dan didinginkan. Setelah itu produk siap

untuk didistribusikan dan dipasarkan ( Ilyas 1980).

Selanjutnya Ilyas (1980), dari segi teknologi pengawetan makanan, produk

pindang air garam mungkin dapat diklasifikasikan sebagai produk setengah

diawet (semi preserved) mengingat daya awetnya yang relatif singkat karena

produk ini mudah mengalami pembusukan. Produk ini juga memiliki kadar air

yang tinggi yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme. Kemungkinan

penyebab pembusukan ini adalah organisme yang masih tersisa setelah proses

pemanasan yaitu organisme-organisme tahan panas dan organisme yang berasal

dari luar yang menulari produk.

2.2.2 Metode Garam

Daya awet ikan pindang bila disimpan di udara terbuka tanpa dilakukan

penanganan yang baik kurang lebih 3-4 hari. Selain dikarenakan pindang

disimpan di udara terbuka tanpa penanganan khusus, hasil produksi pindang

(terutama pindang air garam) kandungan airnya cukup banyak serta kadar garam

yang cukup rendah jika dibandingkan ikan asin. Ikan yang mempunyai ukuran

yang lebih besar (seperti tongkol) mempunyai daya awet yang lebih singkat bila

dibandingkan dengan ikan yang berukuran kecil (ikan layang atau lemuru). Daya

awet pindang ini dapat ditingkatkan dengan cara perbaikan teknik pemindangan

(kebersihan, suhu, kadar garam, penambahan bumbu, dan lain - lain), penggunaan

zat pengawet, perbaikan pengemasan maupun teknik penyimpanan produk. Cara


lain yang digunakan untuk memperpanjang daya awet ikan pindang adalah dengan

sterilisasi ( Ilyas 1980).

2.3 Mutu Ikan Pindang

Ikan pindang yang baik harus memenuhi kriteria tertentu. Cara paling

mudah untuk menilai mutu ikan pindang adalah dengan menilai mutu sensorisnya.

Memang ada cara pengujian lain yang lebih obyektif, yaitu pengujian kimiawi dan

mikrobiologis, tetapi diperlukan teknik, peralatan, dan tenaga khusus sehingga

tidak mudah dan tidak murah dilakukan. Lagipula, kedua cara pengujian ini

dimaksudkan untuk melengkapi mutu sensoris. Minimal empat cara parameter

sensoris yang perlu dinilai, yaitu rupa dan warna, bau, rasa, dan tekstur (Wibowo

1996).

Menurut Saleh (2002), ikan pindang yang bermutu baik mempunyai

kriteria sebagai berikut:

Rupa dan warna: Utuh, bersih, tidak terdapat benda asing, tidak

terlihat endapan lemak atau lainnya. Warna produk spesifik jenis, cemerlang,

tidak berkapang dan berlendir.

Bau : Spesifik jenis produk, bau produk ikan rebus, bau gurih dan segar.

Rasa : Gurih spesifik produk, tidak terdapat rasa asin yang berlebihan

dan keasinan merata.

Tekstur : Kompak, padat, spesifik jenis produk, empuk, cukup kering dan

tidak basah.

Menurut Standar Nasional Indonesia (Dirjen Perikanan 1994 / 1995),

standar mutu ikan pindang tercantum pada Tabel 2. Standar ini sesuai dengan

Keppres No. 20 tahun 1984 dan Keppres No. 7 tahun 1989.


Gambar 2. Standar Mutu Ikan Pindang

Jenis Uji Persyaratan Mutu


Pindang Air Pindang Garam
Garam
a. Organoleptik
- Nilai minimum 7 6
- Kapang Negatif Negatif
b. Mikrobiologi
- TPC per gr, maks. 1 x 105 1 x 105
- Escherichia coli MPN 3 CFU 3 CFU
per gram, maks.
- Salmonella *) Negatif Negatif
- Vibrio cholera *) Negatif Negatif
- Staphyloccocus aureus *) 1 x 103 1 x 103
c. Kimia
- Air, % bobot/ bobot, maks 70 70
- Garam, % bobot/ bobot, maks. 10 10

2.4 Pengemasan

Pengertian Pengemasan atau yang disebut dengan pembungkusan,

pewadahan atau pengepakan, merupakan sistem yang terkordinasi untuk

menyiapkan barang menjadi siap untuk ditransportasikan, didistribusikan,

disimpan, dijual, dan dipakai. Adanya wadah atau pembungkus dapat membantu

mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi produk yang ada di

dalamnya, melindungi dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik (gesekan,

benturan, getaran). Di samping itu pengemasan berfungsi untuk menempatkan

suatu hasil pengolahan atau produk industri agar mempunyai bentuk-bentuk

yang memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi. Dari segi

promosi wadah atau pembungkus berfungsi sebagai perangsang atau daya tarik

pembeli. Karena itu bentuk, warna dan dekorasi dari kemasan perlu diperhatikan

dalam perencanaannya (Harmain, 2012).


Menururt Louw dan Kimber (2007) pengemasan sebagai bagian integral dari

proses produksi dan pengawetan bahan pangan dapat pula mempengaruhi mutu

seperti antara lain:

1. Perubahan fisik dan kimia karena migrasi zat-zat kimia dari bahan pengemas

(monomer plastik, timah putih, korosi).

2. Perubahan aroma (flavor), warna, tekstur yang dipengaruhi oleh perpindahan

uap air dan oksigen.

Menururt Louw dan Kimber (2007) ada 6 fungsi utama kemasan yang

seharusnya dipenuhi oleh suatu bahan pengemas, yaitu:

1. Menjaga produk bahan pangan atau hasil pertanian agar tetap bersih dan

terlindung dari kotoran dan kontaminasi. 2. Melindungi makanan dari

kerusakan fisik, perubahan kadar air dan penyinaran. 3. Mempunyai

kemudahan dalam membuka atau menutup, dan juga memudahkan dalam

tahap-tahap penanganan, pengangkutan dan distribusi. 4. Mempunyai fungsi

yang baik efisien dan ekonomis, aman untuk lingkungan. 5. Mempunyai

ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan norma atau standar yang ada,

mudah dibuang dan mudah dibentuk atau dicetak. 6. Menampilkan

identifikasi, informasi, daya tarik dan penampilan yang jelas sehingga dapat

membantu promosi atau penjualan. Kemasan juga hendaknya bersahabat

dengan lingkungan, baik dilihat dari bahan pengemas yang digunakan, cara

pembuatan bahan pengemas, pengoperasian dan limbah kemasan. Pedoman

ISO 14000 yang menyangkut lingkungan hidup berkaitan sangat erat dengan

pengemasan. Manfaat penyimpanan bahan pangan meliputi 3 hal utama, yaitu:


1. Mempertahankan atau mengurangi susut (kehilangan) kuantitatif atau susut

bobot (volume) 2. Mempertahankan susut kualitatif atau mempertahankan

mutu agar bahan pangan memenuhi standar mutu yang ada, mempunyai

nilai nutrisi yang baik, aman untuk dikonsumsi dan tidak menimbulkan

gangguan kesehatan baik yang akut maupun yang menahun. 3.

Mempertahankan nilai ekonomi dari produk pangan yang disimpan.

2.5 Kemasan Plastik Polipropilen

Menurut Winarno dan Betty (1983), kerusakan bahan pangan dapat

disebabkan oleh dua hal yaitu kerusakan oleh sifat alamiah dari produk yang

berlangsung secara spontan yang kedua adalah kerusakan karena pengaruh

lingkungan. Oleh karena itu diperlukan pengemas untuk membatasi bahan pangan

dengan lingkungan untuk mencegah atau menunda proses kerusakan sehingga

ikan pindang mempunyai daya tahan lebih lama untuk dikonsumsi.

Sifat terpenting dari pengemas meliputi permeabilitas gas dan uap air serta

luas permukaan kemasan. Kemasan dengan daya hambat gas yang baik dan luas

permukaan yang lebih kecil menyebabkan masa simpan produk lebih lama (Bukle

et al., 1987). Dengan adanya pengemasan ikan pindang dengan menggunakan

cara pengemasan dan jenis bahan pengemas tertentu diharapkan dapat

memperpanjang daya simpan ikan pindang dan dapat meningkatkan pemasaran.

Penggunaan bahan pengemas harus sesuai dengan sifat bahan yang

dikemas. Polietilen (PE) dan Polipropilen (PP) merupakan kemasan plastic yang

fleksibel yang umum digunakan untuk mengemas produk daging dan ikan. Sifat-

sifat polietilen antara lain : (1) mudah dibentuk dan lemas, (2) tahan terhadap

basa, asam, alcohol, diterjen, dan bahan kimia lainnya, (3) kedap air dan uap, (4)
daya rentang tinggi tanpa sobek, dan (5) mudah dikelim panas (Syarief et al.,

1989).

Polipropilen mempunyai sifat-sifat kimia antara lain : (1) sukar ditembus

oleh uap air, (2) tahan terhadap minyak dan lemak, (3) permeabilitas terhadap uap

air rendah, (4) stabil pada suhu tinggi, dan mempunyai permukaan yang

mengkilat. Polipropilen banyak digunakan sebagai pembungkus daging dengan

proses pengemasan vacuum dan gas (Ramsbottom, 1971 dalam Suparna 1994).

Berdasarkan sifat-sifat tersebut maka digunakan polietilen dan

polipropilen untuk mengemas ikan pindang. Menurut Syarief dan Hlid (1993),

pengemasan vacuum pada prinsipnya adalah pengeluaran gas dan uap air dari

produk yang dikemas, sedangkan pengemasan non vakum dilakukan tanpa

mengeluarkan gas dan uap air yang terdapat dalam produk. Oleh karena itu

pengemasan vacuum cenderung menekan jumlah bakteri, perubahan bau, rasa,

serta penampakan selama penyimpanan, karena pada kondisi vakum, bakteri aerob

yang tumbuh jumlahnya relative lebih kecil disbanding dalam kondisi tidak

vakum.
BAB III
METODOLOGI PELAKSANAAN

3.1 Waktu dan tempat

Penulisan karya ilmiah ini disusun mulai tanggal 02 Oktober 2018 s/d 02

Januari 2019, yang dilaksanakan di PT. Jaya Pelangi Sibolga, Sumatera Utara.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan di PT JAYA PELANGI SIBOLGA, Sumatera Utara.

Adalah keranjang, timbangan gantung, timbangan digital.

3.2.2Bahan

Bahan yang digunakan di PT. Jaya pelangi sibolga sumatera utara adalah ikan

tongkol, air, klorin dan es.

3.3. Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data primer

dan sekumder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek

penelitian dengan alat pengambilan data langsung pada subjek sebagai sumber

informasi yang dicari. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh lewat

lain, tidak langsung diperoleh oleh penelitian dari subjek penelitian. Kegiatan

pengumpulan data yang dilaksanakan meliputi ;


3.3.1 Observasi

Melakukan praktek langsung yang berkaitan dengan proses pemindangan

ikan bandeng (Chanos chanos) di PT. Jaya Pelangi

3.3.2 Wawancara

Melakukan wawancara dalam bentuk tanya jawab dengan pimpinan

operasional dan pihak – pihak lain yang ahli dibidangnya

3.3.3 Studi Pustaka

Melakukan studi pustaka yaitu dengan membandingkan antara literatur

yang ada kenyataannya di PT. Jaya Pelangi.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Adapun hasil dari pengemasan pindang dengan menggunakan plastik

Polipropilen di PT. Jaya Pelangi Sibolga Sumatera Utara adalah sebagai berikut ;

Ikan Pindang

Plastik Pengemasan
Polipropilen

Vakuum

Penyimpanan

Gambar. 3 Diagram Alur Proses Pengemasan


Ikan bandeng (Chanos chanos)
4.2 Pembahasan

Adapun pembahasan dari hasil karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut
:

4.2.1. Pemindangan

Adapun alur proses pemindangan yang dilakukan di PT. Jaya Pelangi

Sibolga, Sumatera Utara adalah sebagai berikut ;

4.2.1.1. Penerimaan Bahan Baku

Proses penerimaan bahan baku di PT. Jaya Pelangi Sibolga, Sumatera

Utara dengan cara pemilihan bahan baku yang mutunya masih segar dengan

penanganan yang baik. Penerimaan bahan baku dilakukan beberapa tahapan

proses diantaranya : pembongkaran dan pengujian bahan baku.

Menurut adiwiyoto (2006), penerimaan bahan baku yang perlu dilakukan

dalam pemilihan bahan baku adalah mutu bahan baku dan kesegarannya. Proses

penanganan tidak dapat meningkatkan mutu tetapi hanya dapat mepertahankan

mutu dan menghambat tumbuhnya bakteri pathogen.

4.2.1.2. Sortasi

Proses penyortiran di PT. Jaya Pelangi Sibolga, Sumatera Utara dilakukan

dengan cara memisahkan ikan yang bagus dan rusak. Pada proses ini ikan

dipisahkan berdasarkan mutu dan ukuran ikan.

Menurut afriyanto (2003), proses penyortiran dilakukan denga

memisahkan ikan berdasarkan mutu jenis dan ukuran. Sortasi dilakukan secara

hati – hati cepat, cermat dan saniter dengan mempertahankan suhu pusat produk

maksimal.
4.2.1.3. Pencucian

Setelah proses penyortiran dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah

proses pencucian dengan tujuan untuk membersihkan ikan dari kotoran yang

menempel pada tubuh dan bagian perut ikan dengan cara memasukkan ikan

kedalam wadah yang berisi air.

Menurut Suwamba (2008), pencucian adalah proses penghilangan atau

pembersihan bagian ikan yang tidak diinginkan atau yang tidak diperlukan selama

proses pengolahan.

4.2.1.4. Proses Pemindangan

Setelah ikan dicuci, maka proses pemindangan dilakukan dengan cara

merebus ikan dengan larutan garam yang mendidih selama ± 20 – 30 menit

tergantung jenis dan ukuran ikannya, kemudian direbus kedalam kualai yang telah

disiapkan dengan api yang sedang agar tidak rusak dengan memakai kayu bakar.

Menurut Wibowo (1996), Lama perebusan ini sangat beragam antara lain

di tentukan oleh jenis, ukuran ikan, kesegaran, dan permintaan pasar. Ikan yang

lebih besar membutuhkan waktu perebusan lebih lama dari pada ikan yang kecil.

Ikan yang mutunya kurang bagus juga memerlukan waktu perebusan lebih lama.

4.2.1.5. Pengeringan

Ikan yang sudah di rebus akan di keringkan dengan menjemur dibawah

panas matahari dengan tujuan untuk mengeluarkan air yang ada di dalam tubuh

ikan agar lebih awet dan tahan lama. Lama proses pengeringan tergantung

keadaan cuaca dan ukuran ikan yang dijemur.


Menurut Murniyati (2000), Pengeringan adalah suatu cara untuk

mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan

menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan energi

panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut di kurangi sampai batas sehingga

mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamya. Keuntungan pengeringan

adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga

mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan

juga menjadi berkurang sehingga memudahkan transpor, dengan demikian

diharapkan biaya produksi menjadi lebih murah.

4.2.2. Pengemasan

Pengemasan ikan bandeng (Chanos chanos) pindang di PT. Pelangi Jaya

Sibolga, Sumatera Utara menggunakan plastik PP (Polypropilen), bewarna putih

jernih dengan ukuran plastik 50 cm x 76 cm x 0,4 cm sedangkan karton yang

digunakan yang digunakan adalah jenis karton kardus, memiliki 3 lapisan,

bewarna cokelat, dengan gambar tiga ikan dalam lingkaran bewarna biru dibagian

atas karton.

Proses pengemasan dilakukan secara cepat, cermat, dan sanitasi untuk

mencegah kenaikan suhu secara cepat dan kerusakan pada produk. Pengemasaan

merupakan sistem yang terkoordinasi untuk menyiapkan barang menjadi siap

pakai untuk di transportasi dan didistribusikan. Bahwa fungsi utama pengemasan

adalah untuk melindungi produk dari kerusakan oleh unsur – unsur perusak dari

luar. (Triyono,2000)
4.2.3 Pemvacuuman

Proses pemvacuuman ikan tongkol (Euthynnus affinis) pindang di PT.

Pelangi Jaya Sibolga, Sumatera Utara menggunakan Vacuum Packaging Astro

Dzq 400 dengan prinsip mengeluarkan udara dari kemasan dan kemasan ditutup

rapat untuk membuat kondisi vakum terjadi di dalam kemasan. Pengemasan

vakum banyak digunakan di industri-industri makanan karena efektivitasnya

dalam menekan reaksi oksidasi yang terjadi dalam produk dengan biaya yang

relative rendah.

Menurut Reddy & Armstrong (1992) pada pengemasan vakum

pertumbuhan bakteri pembusuk aerob yang ada akan dihambat oleh kondisi

lingkungan anaerob pengemasan vakum. Pada produk yang dikemas vakum,

oksigen yang tersisa digunakan oleh bakteri aerob yang ada untuk menghasilkan

karbondioksida. Kondisi ini cenderung menyebabkan potensial oksidasi-reduksi

permukaan (Eh) menjadi negatif. Genigeorgis (1985) berpendapat bahwa

perubahan atmosfir dan perubahan Eh permukaan menekan pertumbuhan bakteri

pembusuk psikotropik aerob. Kondisi tersebut mendukung pertumbuhan

organisme anaerob fakultatif seperti bakteri asam laktat yang memperlambat

proses pembusukan.

4.2.4. penyimpanan

Ikan bandeng (Chanos chanos) pindang yang sudah selesai di kemas

(packing) di susun di atas pallet serapi mungkin, proses penyusunan ini disebut

juga pemetakan. Kemudian pallet diangkat menggunakan alat penggerak (hand


pallet) dan siap dibawah ke ruang penyimpanan beku (cold storage) dengan suhu

-250 C.

Menurut Sundoro (2013), ikan yang dibekukan perlu disimpan dalam

kondisi yang sesuai untuk mempertahankan kualitasnya. Biasanya ikan beku

disimpan dalam cold storage yaitu sebuah ruangan penyimpanan dingin atau

beku. Penyimpanan ini merupakan tahap yang pokok dari pengawetan dan

pembekuan. Suhu cold room harus dijaga -250 C atau dibawahnya. Tidak boleh

terjadi kontaminasi diruang cold room dan sirkulasi udara didalamnya harus

lancar. Apabila sirkulasi udaranya tidak lancar maka produk didalamnya

dibongkar dan disusun kembali.


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut :

A. Pemindangan ikan merupakan upaya pengawetan sekaligus pengolahan

ikan yang menggunakan teknik penggaraman dan pemanasan.

B. Pengemasan diperlukan untuk membatasi bahan pangan dengan

lingkungan untuk mencegah atau menunda proses kerusakan sehingga ikan

pindang mempunyai daya tahan lebih lama untuk dikonsumsi.

C. Polyethilene (PE) dan Polipropilen (PP) merupakan kemasan plastic yang

fleksibel yang umum digunakan untuk mengemas produk daging dan ikan.

Sifat-sifat polietilen antara lain : (1) mudah dibentuk dan lemas, (2) tahan

terhadap basa, asam, alcohol, diterjen, dan bahan kimia lainnya, (3) kedap

air dan uap, (4) daya rentang tinggi tanpa sobek, dan (5) mudah dikelim

panas.

Anda mungkin juga menyukai