Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak
dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Pada tahun 2011,
capaian sementara rata-rata konsumsi ikan per kapita nasional adalah 31,64
kg/kapita. Rata-rata konsumsi ikan per kapita nasional pada tahun 2011 meningkat
sebesar 3,81 persen apabila dibandingkan dengan rata-rata konsumsi ikan per kapita
nasional pada tahun 2010, yakni sebesar 30,48 kg/kapita.
Ikan banyak mengandung unsur organik dan anorganik, yang berguna bagi
manusia. Namun ikan juga cepat mengalami proses pembusukan setelah
ditangkap dan mati. Ikan perlu ditangani dengan baik agar tetap dalam kondisi yang
layak dikonsumsi oleh masyarakat. Ikan yang tidak diawetkan hanya layak untuk
dikonsumsi dalam waktu sehari setelah ditangkap. Berbagai cara
pengawetan ikan telah banyak dilakukan, tetapi sebagian diantaranya tidak
mampu mempertahankan sifat-sifat ikan yang alami. Salah satu cara
mengawetkan ikan yang tidak merubah sifat alami ikan adalah pendinginan dan
pembekuan. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi
kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri
untuk berkembang biak. Adapun komposisi kandungan ikan sebagai berikut:
Tabel 1. Komposisi Kimia Ikan
No Kandungan Besaran (%)
1 Protein 16 – 24
2 Lemak 0,2 – 2,2
3 Air 56 - 80
4 Mineral (Ca, Na, K, J, Mn), 2,5 – 4,5
Vitamin (A, B, D) dll
Sumber: Susanto, 2006.
Ikan gabus adalah salah satu jenis ikan air tawar yang paling digemari di
pasaran sebagai ikan konsumsi. Sebaran ikan ini meliputi perairan Asia Tenggara,
termasuk Indonesia.

Di Indonesia, ikan dengan nama ilmiah Channa striata ini memiliki banyak


nama sesuai dengan daerahnya masing-masing. Di Jawa, sebagian besar masyarakat
menyebutnya sebagai ikan kutuk. Sementara di Betawi, ikan ini disebut
sebagai kocolan.

1
Pengasapan ikan adalah salah satu cara mengolah dan mengawetkan ikan
yang cukup popular di Indonesia. Cara ini dapat dijumpai di berbagai daerah, namun
jumlahnya tidak sebanyak produk pengasinan atau pengeringan. Pengasapan dapat
menunda proses kemunduran mutu ikan, namun dalam waktu yang tidak terlalu lama,
tidak seperti ikan asin atau ikan kering.
Dari asap, ikan menyerap zat-zat seperti aldehid, fenol dan asam-asam
organik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) dan
membunuh bakteri (bakterisidal). Kelompok aldehid yang mempunyai daya sterilisasi
paling kuat adalah formaldehid. Suatu penelitian mengenai dampak sterilisasi dari
pengasapan mengungkapkan bahwa bakteri yang tidak membentuk spora seperti
Bacterium proteus vulgaris atau Staphylococci, adalah kurang tahan terhadap asap
dan dapat dibasmi dengan pengasapan singkat. Sementara bakteri yang membentuk
spora seperti Bacillus subtilis dan B. mesentericus mempunyai ketahanan yang lebih
besar.
Akan tetapi jumlah zat yang bersifat bakteriostatik atau bakteriosidal yang
dapat diserap hanya sedikit sekali, maka daya pengawetannya sangat terbatas.
Oleh karena itu, pengawetan dengan pengasapan harus diikuti dengan cara
pengawetan lainnnya, terutama ikan asap akan disimpan dalam waktu relatif lama.

1.2 Rumusan Masalah


Pendistribusian ikan yang tidak merata merupakan salah satu masalah
yang masih dihadapi pada umumnya, di Indonesia. Jarak yang jauh antara pusat
produsen dengan pusat konsumen menjadikan pengolahan dan pengawetan ikan
mempuyai prospek untuk dikembangkan. Sehingga perumusan masalahnya
sebagai berikut: Jenis pengawetan ikan apa saja yang dapat dilakukan, agar ikan
dapat sampai ke tangan konsumen tanpa mengalami pembusukan. Bagaimana hasil
yang optimum dari cara pengawetan ikan secara pengasapan (smoking) dan
pemanggang (roasting).

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini untuk mengetahui bagaimana proses
pengawetan ikan dengan cara pengasapan dan faktor apa saja yang menentukan
keberhasilan proses pengasapan ikan nila.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Bahan Dan Alat


Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan gabus,
garam, asap, kayu, air.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain smoke
cabinet, baskom, peniris,pisau, sendok, serbet, plastik, tissue/lap.

2.2 Proses Pengasapan


Dalam proses pengasapan ikan pada prinsipnya terdapat beberapa proses
pengawetan ikan yaitu: penggaraman, pengeringan, pemanasan dan pengasapan
1. Perlakuan pendahuluan
Ikan yang akan diasapi terlebih dahulu disortir menurut jenis,
ukuran dan mutu kesegarannya. Selanjutnya, harus dibersihkan dari kotoran
yang dapat mencemari produk, dengan cara dicuci dengan air bersih dan
disiangi (dikeluarkan isi perut dan insangnya). Persyaratan bahan baku ikan
asap sebaiknya sesuai SNI 2725.2:2009.
2. Penggaraman
Ikan yang sudah bersih atau sudah mengalami perlakuan
pendahuluan (sudah dicuci dan disiangi) dilakukan proses penggaraman.
Penggaraman ini dapat dilakukan baik dengan cara penggaraman kering
(dry salting) maupun penggaraman dengan larutan garam (brine salting).
Penggaraman ini menyebabkan terjadinya penarikan air dan penggumpalan
protein dalam daging ikan sehingga mengakibatkan tekstur ikan menjadi lebih
kompak. Pada konsentrasi yang agak tinggi, garam dapat menghambat
perkembangan bakteri dan perubahan warna Di samping hal tersebut,
garam juga memberikan flavor, tetapi kemurnian dan kepekatan garam
yang digunakan harus benar-benar terkontrol.

3. Pengeringan
Setelah penggaraman dan pencucian dengan air tawar, selanjutnya
dilakukan tahap pengeringan yaitu untuk menghilangkan sebagian air
sebelum proses pengasapan. Proses pengeringan ini sangat menentukan
kekompakan atau kekenyalan produk asap. Jika daging ikan yang sangat basah

3
langsung diasapi tanpa dilakukan pengeringan maka banyak kandungan dari
permukaan ikan yang akan menguap dan terjadi destilasi. Produk destilasi dari
pembakaran kayu yang utama adalah bahan semacam tar dan akan menempel
pada permukaan ikan, sehingga air permukaan ikan berwarna cokelat tua gelap
dan jelek Untuk mengatasi fragmentasi (kerapuhan) pada ikan asap perlu
o
dilakukan pengeringan selama 1 jam pada suhu 25 C dan kelembaban relatif
40-50 persen sebelum diasap dapat mengurangi kelembaban ikan sampai 50
persen. Selain itu, penanganan yang berlebihan selama pengasapan turut
berkontribusi pada kerapuhan ikan asap.
Pengeringan dapat dilakukan dengan cara menggantung ikan di atas rak-
rak pengering di udara terbuka. Hal ini dapat dilakukan pada kondisi iklim
yang kelembaban nisbihnya rendah. Akan tetapi, bila iklim setempat
mempunyai kelembaban yang tinggi hingga proses pengeringan menjadi
lambat, maka tahap pengering harus dilakukan dalam lemari-lemari pengering
4. Penataan
Penataan ikan diatur sedemikian rupa dalam ruang pengasapan bertujuan
untuk mendapatkan aliran asap dan panas yang merata di mana hal ini sangat
menentukan kualitas produk akhir. Untuk mendapatkan aliran asap dan panas
yang merata, jarak antara ikan-ikan pada rak pengasap dan jarak antara
masing-masing rak pengasapan dalam ruang pengasapan tidak boleh terlalu
rapat.

5. Pengasapan
Tujuan pengasapan dalam pengawetan ikan adalah untuk mengawetkan
dan memberi warna serta rasa asap yang khas pada ikan. Sebenarnya, daya
awet yang ditimbulkan oleh asap sangat terbatas, sehingga supaya ikan dapat
tahan lama maka harus diikuti atau didahului oleh cara pengawetan lain.
Pengasapan juga bertujuan untuk mengeluarkan uap dari unsur-unsur
senyawa fenol atau aldehid dari jenis kayu yang dilekatkan pada tubuh ikan
atau untuk memasukkan unsur-unsur tersebut ke dalam tubuh ikan sehingga
menghasilkan rasa dan aroma yang khas, serta mengeringkan ikan sehingga
didapat efek pengawetan yang diharapkan. Rasa lezat yang menjadi ciri khas
produk ikan yang diasap, terutama dari senyawa fenol dan aldehid.
6. Pendinginan dan Pengemasan
Proses pengasapan pada umumnya diakhiri dengan tahap pendinginan dan
pengemasan. Setelah selesai tahap pengasapan, produk disimpan dalam
ruangan yang bersih dan dibiarkan sehingga mencapai suhu ruang, kemudian

4
dilaksanakan pengemasan. Pengemasan dapat digunakan plastik polietilen dan
untuk memperpanjang umur simpanan produk dapat dilakukan pengemasan
hampa udara.
Penjelasan dari Sveinsdottir (1998), bahwa sebelum pengemasan, ikan
harus didinginkan, pada saat itu banyak uap air menguap. Jika ikan dikemas
ketika sedang hangat, uap air akan mengembun di permukaan dan mendorong
pertumbuhan jamur. Kemasan merupakan bagian penting dari pengolahan
makanan karena mefasilitasi penanganan selama penyimpanan dan distribusi
dalam rantai pemasaran. Bahan kemasan harus memiliki karakteristik tertentu,
seperti kekuatan yang memadai untuk melindungi produk yang dikemas dari
kerusakan, harus siap tersedia dan mudah digunakan, dan harus bersih untuk
mencegah kontaminasi oleh zat yang tidak diinginkan.

2.3 Pengawetan Ikan dengan Pengasapan


Pengasapan dapat digunakan sebagai alternatif pengawetan ikan secara
tradisional selain penggaraman, pengeringan, pemindangan dan fermentasi. Cara
pengolahan tradisional lebih dominan dari pada cara pengolahan modern seperti
pembekuan dan pengalengan. Menurut terminologi FAO, ikan olahan tradisional,
atau “cured fish” adalah produk yang diolah secara sederhana dan umumnya
dilakukan pada skala industri rumah tangga. Jenis olahan yang termasuk produk
olahan tradisional ini adalah ikan kering atau asin kering, ikan pindang, ikan asap
serta produk fermentasi yaitu kecap, peda, terasi dan sejenisnya (Heruwati, 2002).
Pengasapan adalah cara pengawetan/pengolahan ikan dengan
menggunakan asap yang berasal dari hasil pembakaran arang kayu atau
tempurung kelapa, sabut, serbuk gergaji atau sekam padi. Dalam hal ini dalam
asap terkandung senyawa-senyawa yang mempunyai sifat mengawetkan, seperti
senyawa phenol, formaldehyde dan lain-lain (Anonim, 2011). Asap terbentuk
karena pembakaran yang tidak sempurna, yaitu pembakaran dengan jumlah
oksigen yang terbatas. Pengasapan ikan dilakukan dengan tujuan : 1). Untuk
mengawetkan ikan (banyak dilakukan di negara-negara yang belum atau sedang
berkembang dengan memanfaatkan bahan-bahan alam berupa kayu yang
melimpah dan murah), 2). Untuk memberikan rasa dan aroma yang khas
(Murniyati, 2000). Sebenarnya asap sendiri daya pengawetnya sangat terbatas (yang
tergantung pada lama dan ketebalan asap), sehingga agar ikan dapat tahan lama,
pengasapan harus dikombinasikan dengan cara-cara pengawetan lainnya, misalnya
penyimpanan pada suhu rendah. Menurut perkiraan FAO, 2% dari hasil tangkapan
ikan dunia diawetkan dengan cara pengasapan, sedangkan di negara-negara tropis
jumlahnya mencapai 30% (Anonim, 2007).

5
Suhu yang digunakan untuk pengasapan panas cukup tinggi sehingga daging
ikan menjadi matang. Daya awet ikan yang diasap panas, ditimbulkan oleh garam,
asap dan panas. Sedangkan pada ikan yang diasap dingin, ditimbulkan oleh
garam, asam dan pengeringan.
Hasil proses pengasapan dan pemanggangan dapat dilihat pada perubahan
warna ikan. Proses roasting menghasilkan warna coklat pucat, sedangkan proses
smoking menghasilkan warna coklat mengkilap. Faktor-faktor yang berpengaruh
pada proses pengasapan dan pemanggangan pada orientasi ini diantaranya: a).
berat ikan, b). penirisan dan penganginan, c). suhu,d). waktu, e). metode
pengemasan,dan f). kondisi penyimpanan.

2.4 Keberhasilan Proses Pengasapan Ikan


Tingkat keberhasilan proses pengasapan ikan tergantung pada empat
faktor utama (selain bahan baku) yang saling berkaitan, yaitu: mutu dan volume
asap; suhu dan kelembaban ruang pengasapan;suhu dan lama pengasapan serta
sirkulasi udara dalam ruang pengasapan.
1. Mutu dan Volume Asap
Mutu dan volume asap yang dihasilkan tergantung pada jenis kayu yang
digunakan dalam proses pengasapan. Untuk mendapatkan mutu dan volume
asap sesuai yang diharapkan, sebaiknya digunakan jenis kayu yang keras (non-
resinous) seperti kayu bakau, rasa mala, serbuk dan seratan kayu jati serta
tempurung kelapa sebagai bahan bakar. Dengan kata lain, jenis kayu yang
digunakan sebagai sumber asap sebaiknya memenuhi syarat, yaitu: keras, tidak
mudah/cepat terbakar Untuk menghasilkan ikan asap bermutu tinggi
sebaiknya digunakan jenis kayu yang mampu menghasilkan asap dengan
kandungan unsur fenol dan asam organik yang cukup tinggi, karena kedua
unsur ini lebih banyak melekat pada tubuh ikan dan dapat menghasilkan
rasa dan warna daging asap yang khas.
2. Suhu dan Kelembaban Ruang Pengasapan
Kondisi ruang pengasapan juga sangat menentukan mutu ikan asap.
Ruangan yang baik digunakan untuk tempat pengasapan ikan adalah ruangan
yang memiliki suhu dan kelembaban udara cukup rendah. Banyaknya uap air
yang diserap oleh udara tergantung suhunya, jadi bila udara cukup dingin 30
o
C dipanasi maka kapasitas pengeringan akan lebih tinggi. Dalam keadaan
lembab, udara jenuh yang telah panas tidak dapat dipanasi lagi secara cepat
untuk mengurangi kandungan uap airnya dan oleh karena itu, kapasitas
menurun. Jika suhu ruangan pengasapan cukup rendah, asap yang dihasilkan

6
lebih ringan jika dibandingkan dengan asap yang dihasilkan dari proses
pengasapan di udara terbuka (bersuhu relatif lebih tinggi). Dengan demikian,
volume asap yang dapat melekat pada tubuh ikan menjadi lebih banyak dan
merata. Apabila proses pengasapan ikan berlangsung dalam ruangan bersuhu
tinggi, permukaan kulit atau tubuh bagian luar akan menjadi cepat kering atau
mengeras (dapat menghalangi proses penguapan cairan yang terdapat pada
bagian tubuh yang lebih.
3. Suhu dan Waktu Pengasapan
Menurut Rasco (2009), metode pengasapan panas pada ikan
memerlukan 2 proses berurutan yaitu pengasapan diikuti oleh pemasakan. Lama
waktu pengasapan tergantung pada flavor dan kelembaban yang diinginkan.
o o
Pengasapan kurang lebih 2 jam pada suhu 90 F (32,2 C), kemudian panas
o o
ditingkatkan sampai 150 atau 160 F ( 65,5 C) dan dimasak selama 30
menit. Hal tersebut dilakukan untuk menguapkan uap air dalam ikan dan
menghindari keretakan produk dan memperpanjang daya simpan.
4. Sirkulasi Udara Dalam Ruang Pengasapan
Adanya sirkulasi udara yang baik di dalam ruang pengasapan
menjamin mutu ikan asap yang lebih sempurna. Sirkulasi udara yang baik akan
menjaga suhu dan kelembaban ruang pengasapan tetap konstan selama proses
pengasapan berlangsung. Selain itu, aliran asap akan berjalan dengan lancar
dan kontinu, sehingga partikel asap yang menempel pada tubuh akan menjadi
lebih banyak dan merata. Jadi pada tahap pengasapan, kecepatan penguapan air
tergantung pada kapasitas pengering udara dan asap juga kecepatan pengaliran
asap. Pada tahap kedua, di mana permukaan ikan sudah agak kering, suhu ikan
akan mendekati suhu udara dan asap

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengasapan ikan adalah salah satu cara mengolah dan mengawetkan ikan
yang cukup popular di Indonesia. Cara ini dapat dijumpai di berbagai daerah, namun
jumlahnya tidak sebanyak produk pengasinan atau pengeringan.
Dalam proses pengasapan ikan g a b u s pada prinsipnya terdapat beberapa
proses yaitu: Perlakuan pendahuluan, Penggaraman, Pengeringan, Penataan,
Pengasapan, Pendinginan dan Pengemasan. Pengasapan ikan nila dapat dilakukan
dengan menggunakan asap yang berasal dari hasil pembakaran arang kayu
atau tempurung kelapa, sabut, serbuk gergaji atau sekam padi.
Tingkat keberhasilan proses pengasapan ikan tergantung pada empat
faktor utama (selain bahan baku) yang saling berkaitan, yaitu: mutu dan volume asap;
suhu dan kelembaban ruang pengasapan;suhu dan lama pengasapan serta sirkulasi
udara dalam ruang pengasapan.

3.2 Saran
Ada beberapa hal yang menjadi saran dalam setiap proses pengolahan yaitu
penggunaan suhu harus sesuai dengan bahan yang digunakan, agar menghasilkan ikan
asap yang bermutu.

8
DAFTAR PUSTAKA

1
Anonim . 2007. http://bisnisukm.com/teknologi-pengawetan-ikan.html. Diakses
pada Mei 2011.
2
Anonim .2011.http://www.warintek.ristek.go.id/pangan_kesehatan/
pangan/piwp/ikan asap.pdf. Diakses pada 26 Mei 2011.
Anonim3
.2022. https://rimbakita.com/ikan-gabus/. Diakses pada Oktober 2022

Heruwati, Endang S. 2002. Pengolahan Ikan Secara Tradisonal: Prospek dan


Peluang Pengembangan. Jurnal Litbang Pertanian, 21(3) Tahun 2002.
Jakarta.

Murniyati, A.S. 2000. Pendinginan, Pembekuan, dan Pengawetan Ikan. Penerbit


Kanisius. Yogyakarta.

Rasco, B. 2009. Smoking Fish at Home Safly. A Pacific Northwest Extension


Publication. Washington State University.

Susanto, Heru. 2006. Budi Daya Ikan di Pekarangan (Revisi). Penebar Swadaya.
Jakarta.

Sveinsdottir, K. 1998. The process of fish smoking and quality evaluation.


Unpublished MSc Dessertation. University of Denmark

Tio,D.M dan Nur,S.A. 2011. Pengawetan Ikan Bawal Dengan pengasapan dan
pemanggangan. Jurnal .UGM

Anda mungkin juga menyukai