Anda di halaman 1dari 22

PERAN WAWASAN NUSANTARA DALAM MENJAGA KEUTUHAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK

INDONESIA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Situasi akhir-akhir ini kita melihat ada upaya kelompok-kelompok tertentu yang berupaya untuk
memecah belah NKRI baik dari dalam maupun negara asing. Saat ini Indonesia telah kehilangan arah
dan pegangan ideologi dalam kehidupan berbangsa & bernegara. Hal ini sangat berbahaya karena
pemerintah tidak tahu harus membawa Indonesia kemana tanpa visi yang jelas, sementara
digerogoti oleh elit yang korup. Pemerintah hanya bersifat reaktif dalam menjalankan tugasnya,
tidak mempunyai program rencana ke depan. Rakyat terlantar, terutama setelah kenaikan BBM yang
memukul roda perkonomian rakyat. Rakyat yang daerahnya kaya sumber daya alam harus
mengalami kelaparan, busung lapar, penyakit merajalela. Permasalahan lain adalah penggusuran
dengan ganti rugi yang tidak mencukupi, harga barang-barang membumbung tinggi,  biaya berobat
yang mahal, pendidikan mahal akibatnya rakyat menjadi bodoh. Rakyat menuntut kemerdekaan
karena ketidak adilan, sumber daya alam dikuras oleh negara asing sementara Indonesia hanya
mendapatkan sebagian kecil. Situasi ini dimanfaatkan oleh negara asing seperti Amerika, Australia,
dan sekutu-sekutunya untuk mendukung kemerdekaan daerah-daerah tersebut dengan maksud
apabila daerah tsb merdeka, mereka akan lebih menguasai secara keseluruhan sumber daya alam
dan pemerintahaan baru akan sangat bergantung pada negara asing seperti Amerika, Australia, dll
untuk mendapatkan pinjaman. Siklus ini akan terus diterapkan didaerah-daerah lain. Negara-negara
imperialis semakin mengukuhkan dirinya  pada negara yang baru berdiri.Contohnya adalah Timor
Leste dan yang berikutnya adalah Aceh dan Papua.

Rakyat dihadapkan dengan aparat polisi dan TNI dalam memperjuangkan hak-hak rakyat tertindas.
Sementara Pemerintah dan para elit hanya mementingkan keutuhan NKRI, tidak memperdulikan
rakyat. Kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh pendiri bangsa, saat ini tidak dirasakan oleh
rakyat kecil. Hak-hak rakyat seperti Pendidikan, Pekerjaan dengan gaji yang layak, Tempat tinggal
yang layak, Kebutuhan dasar telah dilupakan oleh pemerintah dengan alasan uang negara tidak
mencukupi harus hutang dengan negara-negara asing. Rakyat telah dibodohi, nyatanya adalah
pemerintah tidak becus dalam menjalankan ketatanegaraan. Gerakan-gerakan rakyat harus
menghentikan siklus tersebut, dengan tidak mendukung kemerdekaan suatu daerah tetapi harus
memperjuangkan kemerdekaan hak-hak rakyat yang tertindas oleh rezim. Menjaga kemerdekaan
Rakyat Indonesia = keutuhan NKRI. Kemerdekaan Rakyat tidak dapat ditawar-tawar oleh kebijakan 
politik apa pun bentuknya.

Bagi sebuah negara besar seperti Indonesia, kekayaan budaya dan alam merupakan potensi
sekaligus tantangan yang harus diselaraskan dengan benar. Jika tidak bisa-bisa kebesaran negara
Indonesia akan berangsur surut dengan sendirinya dikarenakan gerakan separatis. Sebagai contoh
adalah negara Uni Soviet yang dulu pernah disebut Super Power, hari ini negara itu sudah menjadi
banyak negara-negara kecil. Kenyataan ini bisa dijadikan obyek belajar bagi negara Indonesia untuk
menyiapkan ramuan yang jitu dalam menyiasati kebesaran negaranya yang terdiri dari banyak pulau,
suku, bahasa, agama, dan kekayaan alam.
Menyadari hal itu negara merasa sangat perlu untuk mewujudkan persamaan cara pandang
terhadap seluruh komponen negaranya, supaya tidak terjadi visi ganda dari masing-masing
komponen bangsa. Setiap anggota masyarakat negara Indonesia diharapkan memiliki cara pandang
yang sama, yang diharapkan mampu menumbuhkan rasa cinta, memiliki, dan akhirnya kesatuan
untuk menjaga dan mempertahankan negara Indonesia ini sebagai sebuah kesatuan yang meliputi
bumi, langit, udara, dan segala kekayaannya.

Hal inilah yang biasanya dikenal dengan sebutan wawasan nusantara. 


Perjalanan penanaman wawasan ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Walaupun pada
tataran ide sulit untuk dimengerti jika masih ada beberapa pihak yang menolak gagasan itu. Tetapi
secara praktis tidak berarti semua pihak bisa benar-benar mempunyai pemaknaan yang sama
terhadap makna wawasan nusantara. Di dalam makalah ini, kami mencoba untuk menguraikan
upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk menjaga dan mempertahankan keutuhan NKRI dimulai
dari diri kita sendiri dengan peran pendidikan wawasan nusantara.

1.2 Rumusan Masalah

      1. Apa pengertian wawasan nusantara ?

      2. Bagaimana penanaman wawasan nusantara ?

      3. Apa fungsi dan tujuan wawasan nusantara ?

      4. Apa peranan wawasan nusantara ?

      5. Bagaimana peranan wawasan nusantara terhadap kedaulatan ?

      6. Bagaimana implementasi wawasan nusantara ?

      7. Bagaimana keberhasilan wawasan nusantara ?

      8. bagaimana tantangan untuk wawasan nusantara ?

      9.Bagaimana proses hilang nya keutuhan wilayah ?

      10. Bagaimana upaya untuk memecahkan permasalahan wawasan nusantara ?

1.3 Tujuan Penelitian

      1. Mendeskripsikan apa yang dimaksud dengan wawasan nusantara

      2. Untuk mengetahui penanaman wawasan nusantara

      3. Untuk mengetahui fungsi dan tujuan wawasan nusantara

      4. Untuk mengetahui peranan dari wawasan nusantara

      5. Untuk mengetahui peranan wawasan nusantara terhadap kedaulatan

      6. Untuk mengetahui apa itu implementasi wawasan nusantara

      7. Untuk mengetahui apa saja keberhasilan wawasan nusantara

      8. Untuk mengetahui  tantangan wawasan nusantara


      9. Untuk mengetahui proses hilangnya keutuhan wilayah

      10. Untuk memecahkan upaya peramsalahan dalam wawasan nusantara

1.4 Metode Penelitian

Metode yang di gunakan dalam penyusunan makalah ini merupakan metode tinjauan kepustakaan
yang bertujuan untuk mempelajari buku-buku yang relevan dengan masalah yang di teliti karena
penyusun tidak melakukan tinjaun secara langsung terhadap objek pengamatan. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui peranan wawasan nusantara terhadap NKRI.

1.5 Manfaat Penulisan

1. Bagi Pemerintah

Bisa dijadikan sebagai acuan pemerintah agar bisa lebih menata system ketahanan nasional lebih
baik lagi dan bersikap serius dalam menghadapi masalah NKRI.

2. Bagi Dosen

Bisa dijadikan sebagai acuan dan sumbangsih dalam mengajar terutama pada materi ini agar


para peserta didiknya dapat berprestasi lebih baik dimasa yang akan datang.

3. Bagi Mahasiswa

Bisa dijadikan sebagai bahan kajian belajar dalam rangka meningkatkan wawasan nusantara untuk
keutuhan NKRI.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Wawasan Nusantara

Wawasan nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungan sekitarnya
berdasarkan ide nasionalnya yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 yang merupakan aspirasi
bangsa Indonesia yang merdeka, berdaulat, bermartabat serta menjiwai tata hidup dalam mencapai
tujuan perjuangan nasional. Wawasan Nusantara  merupakan pandangan geopolitik bangsa
Indonesia dalam mengartikan tanah air Indonesia sebagai satu kesatuan yang meliputi seluruh
wilayah dan segenap kekuatan negara yang mencakup sesuai TAP MPR Nomor II/MPR/1983 tanggal
12 Maret 1983 dalam mencapai tujuan pembangunan nasional meliputi kesatuan politik, ekonomi,
sosial budaya dan pertahanan keamanan.

Hakikat wawasan nusantara adalah wawasan persepsi pada segenap komponen bangsa Indonesia
sebagai dasar bagi terbangunnya rasa dan semangat nasional yang tinggi dalam semua aspek
kehidupan nasional. wawasan nusantara merupakan norma-norma dasar yang perlu dipahami agar
dapat dihayati cara pandang secara utuh dan menyeluruh meliputi, kepentingan bersama, keadilan,
kesetiaan. Arah pandang wawasan nusantara untuk kepentingan nasional baik ke dalam untuk
menjamin terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa, serta kesatuan wilayah maupun keluar demi
terjaminnya kepentingan nasional dalam suasana dunia yang serba berubah.

2.2 Metode Penanaman Nilai-Nilai Wawasan Nusantara

Dari seluruh wilayah Indonesia 75 persen merupakan daerah pedesaan. Jika di hitung-hitung lagi,
diantara 75 persen tersebut masih banyak yang merupakan daerah terbelakang atau terpencil.
Bahkan diluar Jawa masih banyak daerah-daerah yang masih terdiri dari hutan perawan yang belum
terjamah peradaban manusia. Jika pada sentral-sentral peradaban yaitu di kota sedang dilakukan
penyadaran publik untuk melingkupi seluruh nusantara, maka permasalahan terbesar justru terjadi
di wilayah-wilayah terpencil itu.

Permasalahan di mulai dari segi transportasi dan komunikasi. Selain itu terjadi pula kesenjangan
pengetahuan yang cukup signifikan yang sangat berpengaruh terhadap hasil upaya penanaman nilai-
nilai wawasan nusantara tersebut. Ambillah contoh daerah Papua pedalaman dibandingkan dengan
daerah Jakarta Utara. Jika di Jakarta Utara rata-rata penduduk sudah mengenyam bangku
pendidikan dan memperoleh informasi yang sangat banyak maka mudah bagi masyarakat itu untuk
mengerti tujuan dari penanaman wawasan nusantara tersebut.

Namun menjadi sulit bagi masyarakat Papua pedalaman, karena mereka selain minim informasi dan
pendidikan, juga sebenarnya mereka tidak benar-benar merasakan bahwa persoalan yang sedang
ingin ditanggulangi dan tujuan dari penanaman wawasan nusantara itu sebagai suatu hal yang
penting bagi mereka. Mereka sudah terbiasa dengan kehidupan yang sederhana dan konvensional
yang sudah terjadi secara turun temurun. Perbedaan sejarah membuat adanya perbedaan perilaku
dan sikap pula. Maka untuk mengatasi masalah ini secara komprehensif dan tepat sasaran, perlu
digagas stretegi apa yang selayaknya diambil. Secara sederhana setidaknya ada beberapa hal yang
perlu digaris bawahi :

a.    Pola pendidikan/penanaman yang tepat bagi masing-masing daerah.

Karakteristik daerah dengan latar belakang kultur, agama dan adat yang berbeda perlu disikapi
dengan pola pendidikan yang berbeda. Artinya penghormatan terhadap apa yang sebelumnya
mereka anut atau lakukan sangat penting untuk dihormati keberadaannya. Penanaman nilai-nilai
wawasan nusantara sebisa mungkin tidak bermuatan politis tetapi bermuatan kekeluargaan dan
kerakyatan. Acara-acara atau momen-momen yang paling tepat untuk dijadikan ajang penanaman
nilai-nilai wawasan nusantara justru pada saat acara adat/ritual yang biasa dilakukan di daerah
tersebut. Sehingga masyarakat setempat merasa bahwa wawasan nusantara merupakan bagian
integral dari budaya mereka sendiri. Walaupun seluruh masyarakat Indonesia itu sadar bahwa
kemerdekaan itu penting dan begitu pula dengan persatuan dan kesatuannya, tetapi ketika hal itu
diimplementasikan pada komponen-komponen pelaksananya termasuk pada penanaman nilai-nilai
wawasan nusantara ini, bisa saja dianggap ‘politis’, karena secara manusiawi sangat mungkin terjadi
manipulasi oleh para oknum pelaku pemerintahan.

Hal inilah yang sangat dikhawatirkan menjadi bumerang terhadap usaha penanaman nilai itu sendiri
sehingga harus terjadi kerjasama yang baik antara masyarakat dengan pemerintah yang berwenang
sehingga tidak terjadi manipulasi oleh para oknum pelaku pemerintahan.
b.    Intensitas permasalahan yang diangkat pada masing-masing daerah.

Setelah melalui pola pendidikan atau penanaman yang kekeluargaan, selanjutnya perlu
diimbangi pula dengan keseimbangan logis dan emosional. Hal itu dilakukan dengan melihat
potensi dan kekurangan pada masing-masing daerah. Sebagai contoh adalah daerah Papua;
karena karakteristik masyarakatnya yang sedikit lebih terbelakang dari masyarakat lain, maka
usaha penanaman nilai itu harus dibarengi dengan peningkatan pendidikan yang lebih gencar
dari daerah lain. Tidak logis kiranya jika pada saat penanaman nilai itu dilakukan, kemudian
konsentrasi pendidikan tidak dialihkan ke sini, sedangkan usaha eksploitasi sumber daya
alamnya sudah dimulai, hal ini sangat potensial menimbulkan konflik, karena beberapa segi :

1.    Kesadaran masyarakatnya yang belum tinggi, sehingga potensial menimbulkan kesalahpahaman.

2.    Kesengajaan oknum pemerintah yang memanfaatkan keadaan senjang pendidikan tersebut


untuk menguasai, sehingga meninggalkan aib bagi usaha penanaman wawasan nusantara itu.

c.    Pendekatan psikologis yang digunakan pada masing-masing daerah.

Pendekatan psikologis yang dimaksud adalah ketika suatu daerah memiliki kecenderungan kuat
terhadap sebuah tradisi agama atau budaya yang kental, maka penanaman nilai ini harus
menyesuaikan dengan latar belakang mereka. Sebagai contoh adalah daerah Islam, karena di dalam
Islam diajarkan mengenai pemanfaatan kekayaan alam dan sumber daya manusia yang sangat detail
dengan pembahasan halal-haram segala, maka jangan sampai usaha penanaman nilai-nilai wawasan
nusantara, menyebabkan mengikisan fungsi kontrol agama yang sudah mereka anut. Bagaimana
mungkin mendirikan banyak diskotik dengan alasan pariwisata dan pengkayaan potensi pariwisata,
pada daerah yang sangat agamis, hal itu adalah pemaksaan sekaligus pelecehan terhadap nilai-nilai
setempat yang sebenarnya tidak bertentangan dengan wawasan nusantara jika mau disikapi secara
adil.

d.    Peran yang diberikan pada masing-masing daerah.

Peran yang dimaksud adalah menempatkan setiap daerah pada potensi dan kecenderungannya
masing-masing. Artinya pada suatu daerah yang sangat kaya alamnya, maka diprioritaskan untuk
membangun potensinya itu sebagai bagian integral dari pembangunan negara. Sedangkan pada
daerah dengan potensi perdagangan misalnya, diberi kesempatan untuk mengembangkan
daerahnya menjadi pusat perdagangan yang besar. Kepentingannya justru bagaimana
memanfaatkan keberagaman itu pada sebuah kerjasama yang saling mendukung, dan bukannya
saling menyaingi dan menjatuhkan. Semangat ini sangat tergantung pada pelaksanaan
pembangunan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pelaksana pemerintahan sebagai cermin dari
kekonsistenan melaksanakan wawasan nusantara.

2.3 Fungsi dan Tujuan Wawasan Nusantara

Fungsi wawasan nusantara sendiri bagi bangsa Indonesia yaitu disatu sisi merupakan pedoman dan
rambu-rambu, sedangkan disisi lain menjadi penggerak dan pendorong dalam mencapai tujuan
nasional dalam rangka mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia. Wawasan nusantara
bertujuan untuk  memantapkan rasa dan sikap nasional yang tinggi, rasa senasib sepenanggungan,
sebangsa setanah air, satu tekad bersama yang lebih mengutamakan kepentingan nasional dari pada
kepentingan orang perorangan kelompok, golongan, suku bangsa atau daerah di segala
bidang/aspek kehidupan nasional untuk mencapai tujuan nasional.
Kedudukan wawasan nusantara diposisikan sebagai Visi Nasional yang di dalam paradigma nasional
berkedudukan sebagai landasan nasional dan berada pada tataran setelah landasan ideologi dan
landasan konstitusional. Pembinaan dan penyelenggaraan tata kehidupan bangsa dan negara
Indonesia disusun atas dasar hubungan timbal balik antara falsafah, cita-cita dan tujuan nasional
serta kondisi sosial budaya dan pengalaman sejarah yang menumbuhkan kesadaran tentang
kemajemukan dan kebhinekaannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan
nasional. wawasan nusantara mempunyai peran penting bagi bangsa indonesia yaitu sebagai
pedoman, motivasi, dorongan serta rambu-rambu dalam menentukan kebijaksanaan, keputusan,
tindakan dan perbuatan bagi pemerintah yang merupakan wakil rakyat.

2.4 Peranan Wawasan Nusantara

Wawasan nusantara berperan penting bagi kedaulatan suatu negara. Karena wawasan nusantara
sangat berperan penting untuk membangun jiwa dan menumbuhkan rasa cinta tanah air. Dengan
ditanamkanya wawasan nusantara sejak dini akan menciptakan suatu pola pikir dimana bahwa
seluruh kekayaan bangsa indonesia ini baik dari sumber daya alamnya maupun dari sumber daya
manusiaanya/budayanya yang merupakan warisan nenek moyang pejuang pendiri bangsa harus
dijaga, dirawat  dan dilindungi dengan segenap jiwa raga dari tangan negara lain yang ingin merusak
bangsa dan negara Indonesia tercinnta ini. Indonesia merupakan bangsa yang kaya dan subur
sehingga sudah pasti banyak negara lain yang tergiur dengan segala kekayaan dan potensi luar biasa
yang dimiliki bangsa indonesia. Wawasan nusantara yang ditanamkan pada generasi penerus bangsa
ini akan mebentuk dan membangun jiwa nasionalisme dan rasa bersatu untuk bersama-sama
menjaga tanah air dari segala ancaman negara lain baik secara langsung maupun tidak langsung.

Masa depan bangsa berada di tangan generasi muda khususnya pelajar. Mereka adalah harapan
kita. Generasi bintang. Sudah sepantasnya energi dan perhatian kita curahkan kepada pelajar demi
terwujudnya masa depan bangsa yang memiliki ketahanan nasional yang tangguh. Jangan berharap
terlalu besar untuk menumbuhkan nasionalisme dari generasi tua. Mahasiswa saja sudah sulit.
Nasionalisme mereka memiliki makna yang berbeda-beda. Menurut Taufik Abdullah, mantan Ketua
LIPI, krisis nasionalisme yang dialami bangsa Indonesia merupakan hasil sebuah proses kompleks
sejarah kepemimpinan nasional yang memberikan dampak pada jiwa-jiwa rakyatnya. Bahkan dalam
salah satu artikelnya ia mengatakan bangsa indonesia saat ini sedang mengalami  “Krisis
Nasionalisme,”. Dengan demikian kaum pelajar  tidak  masuk dalam  kategori yang terkena krisis
nasionalisme karena mereka termasuk lugu pada kasus ini.

Ancaman dan hambatan untuk pelajar menumbuhkembangkan rasa cinta tanah air
adalah  lingkungan dan globalisasi. Dan  jangan lupa mereka adalah ‘Digital Native’ – lahir dan besar
di era digital. Mereka lahir di masa yang memanjakan fisik dan mobilitas seseorang di mana
pelajaran mengenai tugas dan kewajibannya sebagai warga negara menjadi sebuah hal yang
membosankan dan jadul. Untuk itu kita sebagai tiang bangsa harus bisa menumbuhkembangkan
rasa cinta tanah air dan harus bisa menerapkan wawasan nusantara dalam kehidupan berbangsa
selain itu mengadakan seminar-seminar bertemakan nasionalisme harus sering diadakan untuk
memupuk jiwa nasinalisme para generasi muda.

Pengetahuan tentang nusantara sangatlah penting demi terciptanya bangsa yang maju, kuat dan
tangguh. Untuk menjadi bangsa yang tangguh jiwa rela berkorban untuk negara harus muncul dan
ada pada setiap warga negara. Untuk itu Pendidikan Bela Negara harus diberikan sejak dini kepada
generasi muda saat ini. Dalam penyampaiannyapun tentunya menggunakan sistem pembelajaran
constructive and active learning, yang berarti serangkaian aktivitas belajar dibuat sehingga para
peserta mampu secara otomatis mengetahui apa itu wawasan kejuangan, kebangsaan dan
nusantara tanpa diberitahu oleh penyelenggara. Berbeda dengan passive learning seperti model
perkuliahan di ruangan yang menuangi peserta bagaikan sebuah teko (guru) berisi air penuh
mengalirkan air ke gelas (murid) yang kosong. Ini namanya spoonfeeding. Tak akan berhasil
mencapai sasaran pembelajaran, yakni nasionalisme.

Bukankah kini outbond banyak digandrungi. Juga permainan pinball, dan soft air gun. Kegiatan yang
memerlukan taktik dan sedikit adrenalin ini tentunya bisa menjadi bagian dari Pendidikan Bela
Negara. Ini bisa dijadikan sebagai daya tarik pelajar. Belum lagi kalau mereka diperkenalkan dengan
mobilitas pasukan dari Titik Bongkar (TB) ke Daerah Persiapan (DP) untuk melakukan penyerangan.
Pastinya dalam perang konvensional, dari TB ke DP jaraknya tidaklah dekat dikarenakan titik sasaran
berada di sebuah ketinggian. Mereka dapat melatih fisik mereka sembari menikmati alam.

Banyak sekali bagian dari Pendidikan Bela Negara yang bisa diperkenalkan dan diperlatihkan kepada
pelajar dengan cara yang menyenangkan tanpa tekanan baik Pilih Jurit Tangkas (PJT), pertahanan,
serangan, patroli, bahkan sampai pengenalan senjata. Yang penting outcome pembelajaran harus
sudah diset termasuk skill dan knowledge yang diharapkan. Penggunaan sistem level juga sangat
berarti agar siswa punya semangat untuk berkompetisi.

Masalah pendanaan dan promosi sepertinya bisa melibatkan pihak swasta. Bidang Bela Negara
sudah selayaknya mendapatkan perhatian para pengusaha di samping pendidikan dan kesehatan,
karena ketahanan nasional dan masa depan persatuan bangsa juga merupakan masalah bersama.
Tentunya diperlukan departemen khusus untuk secara intensif menawarkan program ini kepada
swasta dan juga insentifnya. Departemen yang ditunjuk harus bisa memberikan penyadaran betapa
arti penting Pendidikan Bela Negara. Biasanya, perusahaan akan mem-blow up kegiatan CSR mereka
melalui media massa. Dengan demikian diharapkan banyak pengusaha yang akan bergabung untuk
mendukung program ini.

Perang terbuka memang  jangan sampai terjadi. Namun, walau nantinya harus terjadi Indonesia
sudah siap dengan salah satu potensinya yakni sumber daya manusia yang memiliki keterampilan
dasar tempur. Sehingga Wawasan Nusantara/pengetahuan Nusantara harus benar-benar diwariskan
kepada generasi muda yang merupakan tiang bangsa kemudian diterapkan dalam sikap dan tingkah
laku sebagai bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai ragam suku, ras dan budaya yang memiliki
ciri khas daerahnya masing-masing namun tetap memiliki rasa satu kesatuan yang kuat untuk
menjaga tanah air dari ancaman bangsa lain. Salah satu manfaat paling nyata dari penerapan
Wawasan Nusantara. Khususnya di bidang wilayah. Adalah diterimanya konsepsi nusantara di forum
internasional. Sehingga terjaminlah integritas wilayah territorial Indonesia. Laut nusantara yang
semula dianggap “laut bebas” menjadi bagian integral dari wilayah Indonesia. Pertambahan luas
wilayah sebagai ruang lingkup tersebut menghasilkan sumber daya alam yang mencakup besar
untuk kesejahteraan bangsa Indonesia. Pertambahan luas wilayah tersebut dapat diterima oleh
dunia internasional terutama negara tetangga yang dinyatakan dengan persetujuan yang dicapai.

Dewasa ini kita menyaksikan bahwa kehidupan individu dalam bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara sedang mengalami perubahan. Dan kita juga menyadari bahwa faktor utama yang
mendorong terjadinya proses perubahan tersebut adalah nilai-nilai kehidupan baru yang di bawa
oleh negara maju dengan kekuatan penetrasi globalnya. Apabila kita menengok sejarah kehidupan
manusia dan alam semesta, perubahan dalam kehidupan itu adalah suatu hal yang wajar, alamiah.
Dalam dunia ini, yang abadi dan kekal itu adalah perubahan. Berkaitan dengan wawasan nusantara
yang syarat dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia dan di bentuk dalam proses panjang sejarah
perjuangan bangsa, apakah wawasan bangsa Indonesia tentang persatuan dan kesatuan itu akan
terhanyut tanpa bekas atau akan tetap kokoh dan mampu bertahan dalam terpaan nilai global yang
menantang Wawasan Persatuan bangsa. Tantangan itu antara lain adalah pemberdayaan rakyat
yang optimal, dunia yang tanpa batas, era baru kapitalisme, dan kesadaran warga negara.

2.5 Peranan Wawasan Nusantara Terhadap Kedaulatan Nasional Kedepan

Wawasan Nusantara berperan penting terhadap kedaulatan suatu negara. Bagaimana mungkin
suatu negara dapat berdiri dengan kuat jika rakyatnya belum memiliki rasa kesatuan yang kuat dan
memiliki rasa kekeluargaan saling memiliki dan saling menjaga tanah airnya, dimana tanah airnya
merupakan tempat dimana ia dilahirkan. Pengetahuan tentang Wawasan Nusantara dapat
menumbuh kembangkan rasa cinta tanah air untuk menjaga tanah air dari segala bentuk ancaman
negara lain yang tergiur dengan segala pesona kekayaan alam dan budaya yang dimiliki bangsa
Indonesia. Untuk itu kita sebagai generasi muda yang merupakan tiang bangsa harus memiliki dua
arah pandang Wawasan Nusantara yaitu:

a.    Arah Pandang ke Dalam

Arah pandang ke dalam bertujuan menjamin perwujudan persatuan kesatuan segenap aspek
kehidupan nasional , baik aspek alamiah maupun aspek sosial . Arah pandang ke dalam mengandung
arti bahwa bangsa Indonesia harus peka dan berusaha untuk mencegah dan mengatasi sedini
mungkin faktor – faktor penyebab timbulnya disintegrasi bangsa dan harus mengupayakan tetap
terbina dan terpeliharanya persatuan dan kesatuan dalam kebinekaan .

b.    Arah Pandang ke Luar

Arah pandang keluar ditujukan demi terjaminnya kepentingan nasional dalam dunia yang serba
berubah maupun kehidupan dalam negeri serta dalam melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan , perdamaian abadi , dan keadilan sosial , serta kerjasama dan sikap saling hormat
menghormati . Arah pandang ke luar mengandung arti bahwa dalam kehidupan internasionalnya ,
bangsa Indonesia harus berusaha mengamankan kepentingan nasionalnya dalam semua aspek
kehidupan , baik politik , ekonomi , sosial budaya maupun pertahanan dan keamanan demi
tercapainya tujuan nasional sesuai dengan yang tertera pada Pembukaan UUD 1945 . Selain itu demi
terciptanya kedaulatan nasional kedepan kita sebagai bangsa Indonesia harus memilki

§  Kesadaran cinta tanah air di kalangan masyarakat, untuk menumbuhkan semangat bela negara
sebagai tanggung jawab setiap warga negara Indonesia.

§  Sistem informasi cepat dan deteksi dini yang menjangkau seluruh pelosok daerah guna mencegah
timbulnya konflik dan perpecahan.

§  Mencegah munculnya daerah-daerah rawan karena faktor alam atau manusia yang akan menjadi
penyebab berkembangnya berbagai bentuk konflik sosial yang merugikan kerukunan dan kedamaian
masyarakat, mengganggu integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia

Diharapkan dengan adanya rasa saling memiliki dan rasa tanggung jawab bersama untuk menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa inilah kedepannya bangsa Indonesia dapat menjadi negara yang
kuat dan menjadi bangsa yang tidak mudah dipermainkan negara lain sehingga bangsa Indonesia
dapat menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang kuat, dan mampu bertahan dalam kancah
persaingan Internasional. Agar jangan sampai bangsa Indonesia kehilangan kekayaannya baik berupa
kekayaan alamnya yang melimpah maupun kekayaan budayanya yang begitu beranekaragam.
Jangan sampai kekayaan bangsa Indonesia nanti diklaim ataupun dirampas secara paksa oleh bangsa
lain seperti yang lalu.

Bukti nyata yang sudah terjadi adalah lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia,
sedangkan bukti sejarah jelas-jelas menyatakan bahwa pulau Sipadan dan pulau Ligitan adalah
bagian dari wilayah Nusantara dan merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Bulungan di Kalimantan
Timur.  Masih ada kemungkinan ancaman lain dari luar yang dapat merugikan Indonesia dalam
mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, kondisi faktual diantaranya klaim Malaysia terhadap blok
Ambalat di kalimantan Timur, klaim batas wilayah laut oleh Singapura dan batas-batas Negara
Indonesia di daratan pulau Kalimantan, pulau Irian jaya dan pulau Timor.

Dihadapkan kepada kondisi bangsa Indonesia saat ini maka sudah mulai terjadi pengingkaran
terhadap cita-cita Patih Gajah Mada sebagai nenek moyang bangsa Indonesia yang telah
mempersatukan Nusantara melalui sumpahnya.  Bukti nyata yang sudah terjadi adalah lepasnya
pulau Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia,sedangkan bukti sejarah jelas-jelas menyatakan bahwa
pulau Sipadan dan pulau Ligitan adalah bagian dari wilayah Nusantara dan merupakan bagian dari
wilayah Kerajaan Bulungan di Kalimantan Timur. Masih ada kemungkinan ancaman lain dari luar
yang dapat merugikan Indonesia dalam mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, kondisi faktual
diantaranya klaim Malaysia terhadap blok Ambalat di kalimantan Timur, klaim batas wilayah laut
oleh Singapura dan batas-batas Negara Indonesia di daratan pulau Kalimantan, pulau Irian jaya dan
pulau Timor. Sedangkan bangsa indonesia saat ini ada isu disintegrasi bangsa yang dilakukan oleh
kelompok tertentu seperti diwilayah propinsi Irian jaya (Papua) yang mengarah kepada konflik
vertikal dan kerusuhan sosial yang terjadi di beberapa daerah yang mengarah kepada konflik
horizontal apabila dibiarkan terus berkembang maka dapat mengancam kemungkinan terjadinya
disintegrasi bangsa. Sehingga perlu adanya pemahaman terhadap wawasan Nusantara sebagai
wawasan kebangsaan Indonesia dan menjadi nilai dasar Ketahanan Nasional Indonesia, sebagaimana
dikatakan oleh pakar ketahanan nasionalSayidiman Suryohadiprojo, Wawasan Nusantara
adalah  cara pandang bangsa Indonesia terhadap eksistensi dirinya ditengah-tengah masyarakat
Internasional. Secara prinsip, Indonesia adalah Negara kesatuan yang berlandaskan
Pancasila.Sedangkan keanekaragaman ras, suku, agama dan bahasa daerah merupakan khasanah
budaya yang dapat menjadi unsur pemersatu bangsa. Dengan demikian apa yang sudah dirintis oleh
nenek moyang bangsa Indonesia dari masa kejayaan Kerajaan Majapahit perlu dipertahankan dan
dilestarikan kedaulatannya oleh seluruh rakyat Indonesia dalam kerangka NKRI dengan sesanti
Bhineka Tunggal Ika. Implementasi wawasan nusantara.

2.6 Implementasi Wawasan Nusantara

Penerapan wawasan nusantara harus tercermin pada pola pikir, pola sikap, dan pola
tindak yang senantiasa mendahulukan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi
atau kelompok. Dengan kata lain, wawasan nusantara menjadi pola yang mendasari cara berpikir,
bersikap, dan bertindak dalam rangka menghadapi berbagai masalah menyangkut kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Implementasi wawasan nusantara senantiasa berorientasi
pada kepentingan rakyat dan wilayah tanah air secara utuh dan menyeluruh. Keyakinan ini
dibuktikan dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia sejak awal proses pembentukan Negara
Kesatuan Republik Indonesia sampai sekarang. Dengan demikian wawasan nusantara menjadi
pedoman bagi upaya mewujudkan kesatuan aspek kehidupan nasional untuk menjamin kesatuan,
persatuan dan keutuhan bangsa, serta upaya untuk mewujudkan ketertiban dan perdamaian dunia.

Bangsa Indonesia bersama bangsa-bangsa lain ikut menciptakan ketertiban dunia dan perdamaian
abadi melalui sosial budaya, ekonomi maupun politik luar negeri yang bebas aktif. Implementasi
wawasan nusantara dalam kehidupan politik akan menciptakan iklim penyelenggaraan negara yang
sehat dan dinamis. Hal tersebut tampak dalam wujud pemerintahan yang kuat aspiratif dan
terpercaya yang dibangun sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat.

Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan ekonomi akan menciptakan tatanan ekonomi
yang benar-benar menjamin pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat
secara adil dan merata. Di samping itu, implementasi wawasan nusantara mencerminkan tanggung
jawab pengelolaan sumber daya alam yang memperhatikan kebutuhan masyarakat antar daerah
secara timbal balik serta kelestarian sumber daya alam itu sendiri.

a.    Kekayaan di wilayah nusantara, baik potensial maupun efektif, adalah modal dan milik bersama
bangsa untuk memenuhi kebutuhan di seluruh wilayah Indonesia secara merata. Namun sayangnya
hal tersebut belum sepenuhnya benar-benar terwujud, dalam pengelolaannya hasil kekayaan bangsa
indonesia belum sepenuhnya dinikmati secara bersama-sama bahkan kekayaaan bangsa indonesia
sering dikuasai oleh perusahaan swasta/pribadi hal ini membuktikan bahwa pemerintah bangsa
indonesia belum sepenuhnya bisa menjadi wakil rakyat yang pro dengan rakyat. Mereka hanya
mengatasnamakan dirinya untuk rakyat namun pada kenyataannya mereka masih memetingkan
urusan pribadinya/usahanya sendiri, disamping itu pemerintah belum bisa membela aspirasi
rakyatnya karena mereka cenderung berpihak kepada para pengusaha swasta berkantong tebal.

b.    Tingkat perkembangan ekonomi harus seimbang dan serasi di seluruh daerah tanpa
mengabaikan ciri khas yang memiliki daerah masing-masing. Maksudnya pembangunan ekonomi
harus merata diseluruh nusantara dengan cara membuka wilayah-wilayah yang terisolir menjadi
daerah pusat perekonomian di indonesia yaitu dengan cara membuka jalur-jalur transportasi agar
wilayah tersebut menjadi daerah yang ramai dan penuh dengan potensi perekonomian sehingga
dapat menarik investor-investor untuk menanamkan modalnya diwilayah tersebut. Kehidupan
perekonomian di seluruh wilayah nusantara diselenggarakan sebagai usaha bersama dengan asas
kekeluargaan dengan  sistem ekonomi kerakyatan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

c.    Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Sosial Budaya. Peranan wawasan
nusantara dalam kehidupan sosial budaya akan menciptakan sikap batiniah dan lahiriah yang
mengakui segala bentuk perbedaan sebagai kenyataan hidup sekaligus karunia Tuhan. Implementasi
ini juga akan menciptakan kehidupan masyarakat dan bangsa yang rukun dan bersatu tanpa
membedakan suku, asal usul daerah, agama, atau kepercayaan,serta golongan berdasarkan status
sosialnya. Budaya Indonesia pada hakikatnya adalah satu kesatuan dengan corak ragam budaya yang
menggambarkan kekayaan budaya bangsa. Budaya Indonesia tidak menolak nilai-nilai budaya asing
asalkan tidak bertentangan dengan nilai budaya bangsa sendiri dan hasilnya dapat dinikmati.

d.    Perwujudan Kepulauan Nusantara Sebagai Satu Kesatuan Pertahanan dan keamanan. Peranan
wawasan nusantara dalam kehidupan pertahanan dan keamanan akan menumbuhkan kesadaran
cinta tanah air dan bangsa, yang lebih lanjut akan membentuk sikap bela negara pada tiap warga
negara Indonesia. Kesadaran dan sikap cinta tanah air dan bangsa serta bela negara ini menjadi
modal utama yang akan mengerakkan partisipasi setiap warga negara indonesia dalam menghadapi
setiap bentuk ancaman antara lain: 
§ Bahwa ancaman terhadap satu pulau atau satu daerah pada hakikatnya \adalah ancaman terhadap
seluruh bangsa dan negara.

§ Tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk ikut serta dalam
pertahanan dan keamanan Negara dalam rangka pembelaan negara dan bangsa.

2.7 Keberhasilan Implementasi Wawasan Nusantara

Wawasan Nusantara agar menjadi pola yang mendasari cara berfikir, bersikap dan bertindak dalam
rangka menghadapi, menyikapi dan menangani permasalahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara yang berorientasi kepada kepentingan rakyat dan keutuhan wilayah tanah air yang
mencakup implementasi Wawasan Nusantara dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya dan
pertahanan keamanan serta tantangan-tantangan terhadap Wawasan Nusantara diperlukan
kesadaran setiap warga negara Indonesia untuk:

a.    Mengerti, memahami dan menghayati tentang hak dan kewajiban warga negara sehingga sadar
sebagai bangsa Indonesia yang cinta tanah air berdasarkan Pancasila, UUD 1945 dan Wawasan
Nusantara.

b.    Mengeri, memahami dan menghayati tentang bangsa yang telah menegara bahwa di dalam
menyelenggarakan kehidupan memerlukan Konsepsi Wawasan Nusantara yaitu Wawasan Nusantara
sehingga sadar sebagai warga negara yang memiliki cara pandang/wawasan nusantara guna
mencapai cita-cita dan tujuan nasional. Untuk mengetuk hati nurani setiap warga negara Indonesia
agar sadar bermasyarakat, berbangsa dan bernegara diperlukan pendekatan /sosialisasi/
pemasyarakatan dengan program yang teratur, terjadwal dan terarah, sehingga akan terwujud
keberhasilan dari implementasi Wawasan Nusantara dalam kehidupan nasional guna mewujudkan
Ketahanan Nasional.Tantangan Implementasi Wawasan Nusantara.

2.8 Tantangan Wawasan Nusantara

Dewasa ini kita menyaksikan bahwa kehidupan manusia baik secara individu dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara semuanya sedang mengalami siatu proses perubahan dan kita juga
menyadari bahwa faktor yang mendorong terjadinya proses perubahan tersebut adalah nilai-nilai
kehidupan baru yang dibawakan oleh negara-negara maju dengan kekuatan penetrasi globalnya.

Tetapi jika kita menengok sejarah kehidupan manusia dan alam semesta itu sendiri perubahan
dalam kehidupan itu adalah suatu hal yang wajar, yang alamiah. Tidak ada kehidupan dunia itu yang
abadi atau kekal kecuali berkaitan dengan Wawasan Nusantara yang sarat dengan nilai-nilai budaya
bangsa dan dibentuk dalam proses panjang sejarah perjuangan bangsa.

Akankah wawasan bangsa Indonesia tentang persatuan kesatuan itu larut atau hanyut tanpa bekas
atau akan tetap kokoh dan mampu bertahan dalam terpaan dan gempuran nilai global yang
menantang Wawasan Persatuan Bangsa Indonesia antara lain pemberdayaan rakyat yang optimal,
dunia tanpa batas, serta era baru kapitalisme dan kesadaran warga negara.

a.    Pemberdayaan Masyarakat.

1.    JOHN NAISBIT. Dalam bukunya Global Paradox menulis “To be a global powers, the company
must give more role to the smallest part”. Pada intinya global paradox memberikan pesan bahwa
negara harus dapat memberikan peranan sebesar-besarnya kepada rakyatnya. Dikaitkan dengan
pemberdayaan masyarakat untuk mencapai tujuan nasional hanya dapat dilaksanakan oleh negara-
negara yang sudah maju dengan “Buttom Up Planning”, sedang untuk negara-negara berkembang
seperti Negara Kesatuan Republik Indonesia masih melaksanakan program “Top Down Planning”,
mengingat keterbatasan sumber daya alam, sehingga diperlukan landasan operasional berupa GBHN
(Garis-garis Besar Haluan Negara).

2.    Kondisi Nasional. Pembangunan Nasional secara menyeluruh belum merata, sehingga masih ada
beberapa daerah ketertinggalan pembangunan yang mengakibatkan keterbelakangan dalam aspek
kehidupannya. Kondisi tersebut menimbulkan kemiskinan dan kesenjangan sosial di masyarakat,
apabila kondisi ini berlarut-larut masyarakat di beberapa daerah tertinggal akan berubah pola pikir,
pola sikap dan pola tindak, mengingat masyarakat sudah tidak berdaya dalam aspek kehidupannya.
Hal ini merupakan ancaman bagi tetap tegak dan utuhnya NKRI. Dikaitkan dengan pemberdayaan
masyarakat maka diperlukan prioritas utama pembangunan daerah tertinggal, agar masyarakat
dapat berperan dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan diseluruh aspek kehidupan, yang di
dalam pelaksanaannya diatur dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999
tentang Pemerintah Daerah.

Dari uraian tersebut diatas tentang pesan Global Paradox dan Kondisi Nasional dikaitkan dengan
pemberdayaan masyarakat dapat merupakan tantangan Wawasan Nusantara, sehingga
pemberdayaan untuk kepentingan rakyat banyak perlu mendapat prioritas utama mengingat
Wawasan Nusantara memiliki makna persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan untuk lebih
mempererat kesatuan bangsa.

b.    Dunia Tanpa Batas.

1.    Perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi).Perkembangan global saat ini sangat
maju dengan pesat, didukung dengan perkembangan IPTEK yang sangat modern khususnya di
bidang teknologi informasi, komunikasi dan transportasi seakan akan dunia sudah menyatu menjadi
kampung sedunia, dunia menjadi transparan tanpa mengenal batas negara, sehingga dunia menjadi
tanpa batas. Kondisi yang demikian membawa dampak kehidupan seluruh aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dapat mempengaruhi pola pikir, pola sikap dan pola
tindak seluruh masyarakat Indonesia di dalam aspek kehidupannya. Keterbatasan kualitas SDM
Indonesia dibidang IPTEK merupakan tantangan serius menghadapi gempuran global, mengingat
penguasaan IPTEK merupakan nilai tambah untuk berdaya saing di percaturan global.

2.    KENICHI OMAHE. Dengan dua bukunya yang terkenal dengan“Borderless World dan The End Of
The Nation State”,mengatakan bahwa, dalam perkembangan masyarakat global, batas-batas wilayah
negara dalam arti geografi dan politik masih relatif tetap, namun kehidupan suatu negara tidak
mungkin dapat membatasi kekuatan global yang berupa informasi, investasi, industri dan konsumen
yang makin individual. Kenichi Omahe juga memberikan pesan bahwa untuk dapat menghadapi
kekuatan global suatu negara harus mengurangi peranan pemerintahan pusat dan lebih memberikan
peranan kepada pemerintah daerah dan masyarakat. Hal ini kiranya dapat dimengerti bahwa,
dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah, berarti memberikan
kesempatan berpartisipasi yang lebih luas kepada seluruh masyarakat. Apabila masyarakat yang
dilibatkan dalam upaya pembangunan, maka hasilnya akan lebih meningkatkan kemampuan dan
kekuatan bangsa dalam percaturan global.

Dari uraian tersebut diatas, tentang perkembangan IPTEK dan perkembangan masyarakat global
dikaitkan dengan Dunia Tanpa Batasdapat merupakan tantangan Wawasan Nusantara, mengingat
perkembangan tersebut akan dapat mempengaruhi masyarakat Indonesia dalam pola pikir, pola
sikap dan pola tindak didalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

c.    Era Baru Kapitalisme.

1.    SLOAN AND ZUREKER. Dalam bukunya “Dictionary Of Economics”, menyebutkan tentang


kapitalisme adalah suatu sistem ekonomi yang didasarkan atas hak milik swasta atas macam-macam
barang dan kebebasan individu untuk mengadakan perjanjian dengan pihak lain dan untuk
berkecimpung dalam aktivitas-aktivitas ekonomi yang dipilihnya sendiri berdasarkan kepentingan
sendiri serta untuk mencapai laba guna diri sendiri. Di era baru kapitalisme bahwa sistem ekonomi
untuk mendapatkan keuntungan dengan melakukan aktivitas-aktivitas secara luasdan mencakup
semua aspek kehidupan masyarakat, sehingga di dalam sistem ekonomi diperlukan strategi baru
yaitu adanya keseimbangan.

2.    LESTER THUROW. Didalam bukunya “The Future Of Capitalism”, ditegaskan antara lain bahwa


untuk dapat bertahan dalam era baru kapitalisme harus membuat strategi baru yaitu keseimbangan
(balance) antara paham individu dan paham sosialis. Dikaitkan dengan era baru kapitalisme tidak
terlepas dari globalisasi, maka negara-negara kapitalis yaitu negara-negara maju dalam rangka
mempertahankan eksistensinya dibidang ekonomi menekan negara-negara berkembang dengan
menggunakan isu global yang mencakup demikratisasi, HAM (Hak Asasi Manusia) dan lingkungan
hidup. Strategi baru yang ditegaskan oleh Lester Thurow pada dasarnya telah tertuang dalam
falsafah bangsa Indonesia yaitu Pancasila yang mengamanatkan keharmonisan kehidupan yang
serasi,selaras dan seimbang antara individu, masyarakat, bangsa, manusia dan dalam semesta serta
penciptanya.

Dari uraian di atas, tentang definisi kapitalisme yang semula untuk keuntungan diri sendiri dan
kemudian berkembang strategi baru guna mempertahankan paham kapitalisme di era globalisasi,
menekan negara-negara berkembang termasuk Indonesia dengan isu global. Hal ini sangat perlu
diwaspadai karena merupakan tantangan bagi Wawasan Nusantara.

d.    Kesadaran Warga Negara.

1.    Pandangan Bangsa Indonesia Tentang Hak dan Kewajiban.Bangsa Indonesia melihat bahwa hak
tidak terlepas dari kewajiban, maka manusia Indonesia baik sebagai warga negara maupun sebagai
warga masyarakat, mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Hak dan kewajiban dapat
dibedakan namun tidak dapat dipisahkan, karena merupakan satu kesatuan tiap hak mengandung
kewajianban dan demikian sebaliknya, kedua-duanya merupakan dua sisi dari mata uang yang sama.
Negara kepulauan Indonesia di dasarkan atas paham negara kesatuan, menempatkan kewajian di
muka sehingga kepentingan umum atau masyarakat, bangsa dan negara harus didahulukan dari
kepentingan pribadi dan golongan.

2.    Kesadaran Bela Negara. Pada waktu merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia


menunjukkan kesadaran bela negara yang optimal, dimana seluruh rakyat bersatu padu berjuang
tanpa mengenal perbedaan, tanpa pamrih dan tidak mengenal menyerah yang ditunjukkan dalam
jiwa heroisme dan patriotisme karena senasib sepenanggungan dan setia kawan melalui perjuangan
fisik mengusir penjajah untuk merdeka. Di dalam mengisi kemerdekaan perjuangan yang dihadapi
adalah perjuangan non fisik yang mencakup seluruh aspek kehidupan, khusunya untuk memerangi
keterbelakangan, kemiskinan, kesenjangan sosial, memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme,
mengusai IPTEK, meningkatkan kualitas SDM guna memiliki daya saing /kompetitif, transparan dan
memelihara serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Didalam perjuangan non fisik secara
nyata kesadaran bela negara mengalami penurunan yang sangat tajam bila dibandingkan dengan
perjuangan fisik, hal ini dapat ditinjau dari kurangnya rasa persatuan dan kesatuan bangsa dan
adanya beberapa daerah yang ingin memisahkan diri dari NKRI, sehingga mengarah ke disintegrasi
bangsa.

Dari uraian tersebut, perihal pandangan bangsa Indonesia tentang hak dan kewajiban serta
kesadaran bela negara, apabila dikaitkan dengan kesadaran warga negara secara utuh mengalami
penurunan kesadaran didalam persatuan dan kesatuan, mengingat anak-anak bangsa belum
sepenuhnya sadar sebagai warga negara yang harus selalu mengutamakan kepentingan nasional
diatas kepentingan pribadi dan atau golongan. Kondisi yang demikian dapat merupakan tantangan
bagi Wawasan Nusantara.

2.9 Hilangnya Keutuhan Wilayah NKRI

a.    Kasus Sipadan dan Ligitan

Posisi kasus, awal mula kasus itu dimulai pada tahun 1968, ketika Malaysia bereaksi terhadap
perjanjian kerjasama antara Indonesia dengan Japex (Japan Exploration Company Limited) tahun 66.
Malaysia juga melakukan kerjasama dengan Sabah Teiseki Oil Company tahun 68, sebagai tanggapan
terhadap kegiatan eksplorasi laut di wilayah Sipadan. Tahun 1969, Malaysia mulai melakukan klaim
bahwa Sipadan Ligitan merupakan wilayah Malaysia, yang hal ini langsung di tolak oleh pemerintah
Indonesia. Serangkaian perjanjian, lobi, diplomasi berlangsung dengan cara “Asian Way”, sebuah
cara yang mengedepankan dialog, dengan menghindari konflik militer. Akhirnya masalah itu menjadi
redam dalam tanda kutip, artinya dialog tentang perselisihan itu dicoba dilakukan dengan cara
“sambil minum teh”. Indonesia sungguh terbuai dengan model seperti itu sehingga Indonesia tiba-
tiba kaget ketika pada bulan Oktober tahun 1991, Malaysia tiba-tiba mengeluarkan peta yang
memasukkan Sipadan dan Ligitan ke wilayah Malaysia, dan tragisnya Indonesia juga tidak tahu kalau
di Sipadan telah dibangun turisme dan arena diving yang sangat bagus. Kemudian pada tahun 1997
Indonesia dan Malaysia bersepakat untuk menyerahkan masalah tersebut ke International Court of
Justice, the Hague di Belanda.

Putusan Mahkamah Internasioanal, pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan Ligitan dibawa
ke ICJ, kemudian pada hari Selasa 17 Desember 2002 ICJ mengeluarkan keputusan tentang kasus
sengketa kedaulatan Pulau Sipadan-Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam
voting di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang
berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu
hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia. Kemenangan Malaysia, oleh
karena berdasarkan pertimbangan effectivity (tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan
teritorial dan batas-batas maritim), yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia) telah melakukan
tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung,
pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercu suar sejak
1960-an. Sementara itu, kegiatan pariwisata yang dilakukan Malaysia tidak menjadi pertimbangan,
serta penolakan berdasarkan chain of title (rangkain kepemilikan dari Sultan Sulu) akan tetapi gagal
dalam menentukan batas di perbatasan laut antara Malaysia dan Indonesia di selat Makassar.

Pembahasan penyelesaian sengketa yang akhirnya diserahakan kepada Mahkamah Internasional ini


pada hakikatnya merupakan keberhasilan diplomasi dari pihak Malaysia dan Indonesia. Cara damai
yang ditempuh Indonesia dan Malaysia akan memberikan dampak yang besar bagi kawasan Asia
Tenggara, seperti misalnya cara penyelesaian kedua belah pihak (Malaysia-Indonesia) yang
menyerahkan persoalan ini seutuhnya kepada Mahkamah Internasional dapat ditiru sebagai salah
satu model penyelesaian klaim-klaim teritorial lain antar negara anggota ASEAN yang masih cukup
banyak terjadi, misalnya klaim teritorial Malaysia dan Thailand dengan hampir semua negara
tetangganya.

Satu hal yang perlu disesali dalam mekanisme penyelesaian konflik Sipadan dan Ligitan adalah tidak
dipergunakannya mekanisme regional ASEAN. ASEAN sebagai satu forum kerja sama regional, sangat
minimal perannya dalam pemecahan perbatasan. Hal ini karena dipandang sebagai persoalan
domestik satu negara dan ASEAN tidak ikut campur tangan di atasnya. Sesungguhnya, ASEAN sendiri
sudah merancang terbentuknya sebuah Dewan Tinggi (High Council) untuk menyelesaikan masalah-
masalah regional. Dewan ini bertugas untuk memutuskan persoalan-persoalan kawasan termasuk
masalah klaim teritorial. Namun keberatan beberapa anggota untuk membagi sebagian
kedaulatannya merupakan hambatan utama dari terbentuknya Dewan Tinggi ini. Akibat jatuhnya
Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia terjadi dampak domestik yang tak kalah hebatnya, banyak
komentar maupun anggapan bahwa Departemen Luar Negerilah penyebab utama lepasnya Sipadan-
Ligitan mengingat seharusnya Departemen Luar Negeri dibawah kepemiminan Mentri Luar Negeri
Hasan Wirajuda mampu mempertahankan Sipadan-Ligitan dengan kekuatan diplomasinya. Memang
masih banyak revisi dan peninjauan yang harus dilakukan para diplomat kita dan juga cara
Departemen Luar Negeri dalam menangani masalah internasional. Namun, bukanlah merupakan hal
yang bijaksana bila kita menyalahkan Departemen Luar Negeri sebagai satu-satunya pihak yang
menyebabkan lepasnya Sipadan dan Ligitan, mengingat kronologi konflik Sipadan dan Ligitan yang
sudah berumur lebih dari empat dasawarsa tersebut. Kedua negara telah melakukan pertemuan-
pertemuan baik formal maupun informal, secara bilateral maupun melalui ASEAN dalam
menyelesaikan sengketa Sipadan dan Ligitan sejak tahun 1967. Indonesia dan Malaysia juga sama-
sama kuat dalam mengajukan bukti historis terhadap klaim mereka masing-masing.

Akhirnya pada tanggal 31 Mei 1997 pada akhir masa pemerintahan Soeharto, Soeharto menyepakati
untuk menyerahkan masalah yang tak kunjung selesai ini ke mahkamah internasional dengan
pertimbangan untuk menjaga solidaritas sesama negara kawasan dan penyelesaian dengan cara
damai. Perlu kita tahu di sini adalah selama jangka waktu yang panjang tersebut pihak Republik
Indonesia tidak pernah melakukan suatu usaha apapun dalam melakukan manajemen dan
pemeliharaan atas Sipadan-Ligitan. Kita seolah mengabaikan kenyataan bahwa secara “de facto”
pulau tersebut telah efektif dikuasai oleh Malaysia. Bahkan sejak tahun 1974 Malaysia sudah mulai
merancang dan membangun infra struktur Ssipadan-Ligitan lengkap dengan fasilitas resort wisata.
Kita seakan membiarkan saja hal ini terjadi tanpa melakukan apapun atau bahkan melakukan hal
yang sama. Kesalahan kita ialah kita terlalu cukup percaya diri dengan bukti yuridis yang kita miliki
dan bukti bahwa mereka yang bertempat tinggal di sana adalah orang-orang Indonesia. Tentu saja
bukti ini sangat lemah mengingat bangsa Indonesia dan bangsa Malaysia berasal dari rumpun yang
sama dan agaknya cukup sulit membedakan warga Indonesia dan warga Malaysia dengan hanya
berdasarkan penampilan fisik maupun bahasa yang dipergunakannya. Terlebih lagi sudah menjadi
ciri khas di daerah perbatasan bahwa biasanya penduduk setempat merupakan penduduk campuran
yang berasal dari kedua negara. Melihat pertimbangan yang diberikan oleh mahkamah internasional,
ternyata bukti historis kedua negara kurang dipertimbangkan. Yang menjadi petimbangan utama
dari mahkamah internasional adalah keberadaan terus-menerus dalam (continuous presence),
penguasaan efektif (effectrive occupation) dan pelestarian alam (ecology preservation). Ironisnya
ternyata hal-hal inilah yang kurang menjadi perhatian dari pihak Indonesia. Apabila ditelaah lebih
dalam, seharusnya ketiga poin di atas ialah wewenang dan otoritas dari Departemen Luar Negeri
beserta instansi lainnya yang berkaitan, tidak terkecuali TNI terutama Angkatan Laut, Departemen
Dalam Negeri, Departemen Kelautan, Departemen Pariwisata dan lembaga terkait lainnya.
Sesungguhnya apabila terdapat koordinasi yang baik antar lembaga untuk mengelola Sipadan-Ligitan
mungkin posisi tawar kita akan menjadi lebih baik. Di samping itu tumpang tindih pengaturan Zona
Ekonomi Ekslusif (ZEE) dengan beberapa negara tetangga juga berpotensi melahirkan friksi dan
sengketa yang dapat mengarah kepada konflk internasional. Mengingat Indonesia merupakan
negara kepulauan, isu maritim selayaknya menjadi perhatian dan melibatkan aneka kepentingan
strategis, baik militer maupun ekonomi. Berkaitan dengan batas teritorial ada beberapa aspek yang
dialami Indonesia. Pertama, Indonesia masih memiliki “Pulau-pulau tak bernama”, membuka
peluang negara tetangga mengklaim wilayah-wilayah itu. Kedua, implikasi secara militer, TNI AL yang
bertanggung jawab terhadap wilayah maritim amat lemah kekuatan armadanya, baik dalam
kecanggihan maupun sumber daya manusianya. Ketiga, tidak adanya negosiator yang menguasai
hukum teritorial kewilayahan yang diandalkan di forum internasional. Pembenahan secara gradual
sebenarnya dapat dimulai dari tataran domestik untuk menjaga teritorialnya. Pertama, melakukan
penelitian dan penyesuaian kembali garis-garis pangkal pantai (internal waters) dan alur laut
nusantara (archipelagic sea lanes). Hal ini perlu segera dilakukan untuk mencegah klaim-klaim dari
negara lain. Namun sekali lagi, Hal ini memerlukan political will pemerintah. Kedua, mengintensifkan
kehadiran yang terus-menerus, pendudukan intensif dan jaminan pelestarian terhadap pulau
perbatasan. Tidak terpenuhinya unsur-unsur itu menyebabkan Sipadan-Ligitan jatuh ke Malaysia.
Tantangan keamanan maritim yang mengemuka memungkinkan konflik antarnegara (inter-state
conflict). Konflik antarnegara merujuk tingkat kompetisi antarnegara untuk mendapat sumber daya
alam dan klaim berkait batas-batas nasional dan teritorial. Isu sekuritisasi maritim saat ini masih
kurang mendapat perhatian serius, kecuali pada saat- saat tertentu, yaitu ketika kedaulatan kita
merasa dilanggar negara lain. Akibatnya fatal, kelengahan pemerintah menggoreskan sejarah pahit,
di antaranya, lepasnya Timor Timur dan Sipadan Ligitan. Lebih jauh lagi, hal ini juga berpengaruh
pada tingkat kesiapan domestik, armada pengamanan kelautan kita dalam mengatasi ancaman dari
luar negeri. Kemampuan militer armada laut kita amat minim apalagi jika dibandingkan dengan luas
wilayah. Belum lagi berbicara kecanggihan peralatan militer yang “tidak layak tempur” karena usia
tua dengan rata-rata pembuatan akhir 1960-an dan tahun rekondisi 1980-an. Maka dapat dikatakan,
alat utama sistem persenjataan merupakan “besi tua yang mengambang” dan tidak mampu
melakukan tugas pengamanan secara menyeluruh. Terkait pembangunan kekuatan armada TNI AL,
kini peralatan militer kita amat jauh dari standar pengamanan wilayah teritorial. Ditilik dari
kuantitas, TNI AL memiliki 114 kapal, terdiri dari berbagai tipe dengan rentang waktu pembuatan
1967 dan 1990. Armada kapal buatan tahun 1967 direkondisi tahun 1986 hingga 1990-an. Padahal,
guna melindungi keamanan laut nasional Indonesia sepanjang 613 mil dibutuhkan minimal 38 kapal
patroli. Dari armada yang dimiliki TNI AL itu, 39 kapal berusia lebih dari 30 tahun, 42 kapal berusia
21-30 tahun, 24 kapal berusia 11-20 tahun, dan delapan kapal berusia kurang dari 10 tahun. Dalam
relasi dunia modern sekarang ini, tindakan penyerangan dengan persenjataan dianggap sebagai
langkah konvensional primitif. Oleh karena itu, mengedepankan jalur diplomatis menjadi pilihan
utama dan logis. Namun, kembali lagi adanya pengalaman pahit terkait lepasnya wilayah-wilayah
Indonesia menjadikan publik menaruh pesimistis atas kemampuan tim diplomatik kita. Apalagi,
sepertinya kita lalai dalam merawat perbatasan. Atas dasar alasan itu, bisa jadi wilayah-wilayah lain
akan menyusul. Pemerintah juga tidak memiliki upaya proaktif, dan cenderung reaktif dalam forum
diplomatik untuk memperjuangkan kepentingan Indonesia, termasuk persoalan perbatasan di forum
internasional. Hal ini terlihat dari minimalnya perhatian pemerintah terhadap persoalan perbatasan
dan kedaulatan RI atas negara lain. Contoh yang paling nyata, tiadanya penamaan atas pulau-pulau
“tak bernama’ yang tersebar di wilayah perbatasan Indonesia. Belum lagi alasan-alasan, misalnya,
terkait pelestarian lingkungan yang masih jauh dari perhatian Pemerintah Indonesia.
b.    Konflik Poso

1.    Konflik Poso 1

1)    Tahun 1992: Rusli Laboio, yang awalnya beragama Islam pindah ke agama Kristen dan menjadi
seorang pendeta, yang dalam makalahnya menghujat Nabi Muhammad saw.

2)    Tahun 1995: terjadi peristiwa Malade, kelompok pemuda Kristen yang berlatih bela diri
taekwondo melempari masjid di Tegalrejo yang kemudian dibalas oleh 300 pemuda Tegalrejo dan
Lawanga dengan melakukan perusakan rumah.

3)    Tahun 1998: perkelahian sekelompok remaja Kristen Lombogia dengan remaja masjid Pondok
Pesantren Darussalam, ke Kelurahan Sayo. Kejadian ini bertepatan dengan suksesi bupati Poso, Arief
Patanga dan bertepatan dengan bulan Ramadan. Hal ini juga diikuti dengan penghancuran tempat
penjualan minuman keras, panti-panti pijat, biliar, dan hotel-hotel yang diduga digunakan sebagai
tempat maksiat, yang sebagian besar milik warga nonmuslim.

2.    Konflik Poso II

Pada tanggal 15 April 2000: berita yang ditulis harian Mercusuar memuat hasil wawancara dengan
anggota DPRD Sulawesi Tengah, Chaelani Umar yang mengatakan, ”Jika aspirasi yang menghendaki
Drs. Damsyik Ladkjalani menjadi Sekwilda Poso diabaikan oleh pemerintah daerah, Kota Poso akan
dilanda kerusuhan yang bernuansa sara, seperti yang telah terjadi pada tahun 1998.” Kemudian
terjadi lagi perkelahian pemuda di terminal yang melibatkan warga Lombogia dan Kayamanya di
mana 127 rumah, 2 gereja, sekolah Kristen, dan gedung Bhayangkari dibakar.

3.    Konflik Poso III

Pada tanggal 16 Mei 2000 pembunuhan warga muslim di Taripa, yang disusul dengan isu
penyerangan dari arah Tentena oleh pasukan merah sebagai balasan konflik April yang diperkuat
dengan terjadinya pengungsian warga Kristen. Isu tersebut benar adanya, dimulai dengan
penyerangan oleh kelompok Cornelis Tibo (pasukan kelelawar / ninja yang berpakaian hitam-hitam).
Pembantaian terjadi di Pondok Pesantren Wali sanga dengan 70 orang tewas. Suasana menjadi
mencekam karena masyarakat kekurangan bahan makanan dan bahan bakar. Gelombang
penyerangan kedua dipimpin oleh Ir. Lateka yang menamakan Pejuang Pemulihan Keamanan Poso
yang gagal karena mendapat perlawanan dari kelompok putih pimpinan Habib Saleh Al Idrus yang
berhasil menewaskan Ir. Lateka.

4.    Konflik Poso IV dan V

Konflik ke-4 dan ke-5 pada dasarnya merupakan bagian dari konflik ke-3 karena beberapa media
massa lokal dan nasional membagi konflik- konflik ini berdasarkan waktu dan kurang jelas
mengungkap latar belakang dan pemicu dalam setiap kerusuhan baru. Pada tahun 2001 suasana
masih rusuh, bahkan menyebar ke pelosok-pelosok sampai ke Kabupaten Morowali yang melibatkan
laskar-laskar dari kedua belah pihak. Sumber: www.pu.go.id

Penyelesaian Konflik Poso, Empat Kesepakatan Diimplementasikan. Jakarta, Wakil Presiden Jusuf
Kalla mengungkapkan, ada empat hal pokok yang telah menjadi kesepakatan bersama dalam
penyelesaian konflik Poso. Kesepakatan yang merupakan hasil dialog pemerintah dengan tokoh
masyarakat dan agama di Poso Minggu (29/10) itu akan segera diimplementasikan dalam langkah
konkret.
Kesepakatan pertama dalam pertemuan itu, menurut Wapres, adalah tentang penekanan
penyelesaian masalah secara damai melalui dialog yang melibatkan semua pihak. Untuk
mewujudkan ini, antara lain dengan menghidupkan kembali kelompok kerja Malino dalam rangka
meningkatkan silaturahmi dan dialog antartokoh agama dan masyarakat.

Dalam kesepakatan kedua, menurut Wapres, seluruh pihak menyatakan bahwa aksi teror yang
terjadi di Poso dianggap sebagai musuh bersama yang harus diatasi. “Kita harus atasi secara terbuka,
artinya transparan. Semua harus memberikan saksi. Kita selesaikan secara hukum,” kata Wapres da-
lam konferensi pers, kemarin.

Ketiga, khusus insiden di Tanah Runtuh, Wapres mengungkapkan disetujui pembentukan tim
investigasi pencari fakta. Tim ini akan diketuai oleh pejabat dari Kementerian Politik, Hukum, dan
Keamanan dengan melibatkan TNI, Polri, dan MUI (Melis Ulama Indonesia).

Sebagai kesepakatan keempat, demikian Wapres, pemerintah berencana menghidupkan kondisi


sosial dan ekonomi di Poso. Rencananya, pemerintah akan mengirimkan Menteri Sosial (Mensos)
dan Menteri Pekerjaan Umum guna melihat kondisi sosial dan ekonomi di Poso. Bahkan, pemerintah
pusat akan mengeluarkan dana pendukung untuk hal ini. “Kita akan memberikan dana yang cukup
untuk menggerakkan ekonomi masyarakat agar generasi muda bisa bekerja,” jelas Wapres.

Terkait hal ini, Departemen Sosial telah menyiapkan dana sebesar Rp18 miliar untuk pro gram
rehabilitasi sosial konflik di Poso. Dana tersebut akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur
lingkungan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat korban konflik. “Sesuai Surat Kuasa Pengguna
Anggaran (SKPA) dana yang telah dianggarkan Rp18 miliar untuk Poso,” kata Direktur Jenderal Ja-
minan Bantuan Sosial Departemen Sosial (Depsos) Chazali H Situmorang.

Sementara itu, Wapres dalam kesempatan itu menegaskan pula, pemerintah melalui kepolisian telah
menangkap banyak pelaku teror di Poso yang terjadi beberapa waktu lalu. Pernyataan Wapres ini
didukung paparan Wakadiv Humas Mabes Polri Brigjen Pol Anton Bachrul Alam. Dikatakan Anton,
selama ini Polri terus intensif melakukan penyidikan terhadap kasus-kasus yang terjadi di sana.

Anton mengatakan, serangkaian kerusuhan Poso dan Palu sejak tahun 2001 sampai saat ini
dilakukan dua kelompok kecil: kelompok Tanah Runtuh dan kelompok Kaya Maya Kompak.
'Menurutnya, kedua kelompok inilah yang melakukan serangkaian kerusuhan di Sulawesi Tengah
selama ini. Dari berbagai aksi kejahatan yang dilakukan kedua kelompok itu, Polri telah mengungkap
13 kasus dan menangkap 15 tersangka. “Saat ini Polri tengah mengejar 29 lagi pelaku kerusuhan
yang diduga dilakukan dua kelompok tersebut,” kata Anton kepada SINDO, kemarin.

Kasus-kasus yang berhasil diungkap adalah 10 kasus teror bom, perampokan, serta penembakan.
Misalnya, kasus pembunuhan I Wayan Sumaryase yang terjadi 2001; pembunuhan Bendahara Gereja
GKSP Morante Jaya pada 2003; ledakan Poso.

2.10 Upaya Dalam Mempertahankan Keutuhan NKRI

Hal yang harus kita tanggulangi dalam rangka mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia adalah ancaman. Ancaman adalah setiap upaya dan kegiatan, baik dari dalam negeri
maupun luar negeri yang dinilai mengancam atau membahayakan kedaulatan negara, keutuhan
wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Bagaimana agar keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia tetap terjaga? Salah satu caranya adalah kita sebagai warga negara berpartisipasi
dalam upaya menjaga keutuhan wilayah dan bangsa Indonesia. Berpartisipasi artinya turut serta
atau terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dapat menjaga keutuhan wilayah dan bangsa Indonesia.
Untuk turut menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia diperlukan sikap-sikap:

1)    Cinta Tanah Air

Sebagai warga negara Indonesia kita wajib mempunyai rasa cinta terhadap tanah air. Cinta tanah air
dan bangsa dapat diwujudkan dalam berbagai hal, antara lain:

§ Menjaga keamanan wilayah negaranya dari ancaman yang datang dari luar maupun dari dalam
negeri.

§ Menjaga kelestarian lingkungan dan mencegah terjadinya pencemaran lingkungan.

§ Mengolah kekayaan alam dengan menjaga ekosistem guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.

§ Rajin belajar guna menguasai ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin untuk diabdikan kepada
negara.

2). Membina Persatuan dan Kesatuan

Pembinaan persatuan dan kesatuan harus dilakukan di manapun kita berada, baik di lingkungan
keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa, dan negara. Tindakan yang menunjukkan usaha membina
persatuan dan kesatuan, antara lain:

§ Menyelenggarakan kerja sama antar daerah.

§ Menjalin persahabatan antarsuku bangsa.

§ Memberi bantuan tanpa membedakan suku bangsa atau asal daerah.

§ Mempelajari berbagai kesenian dari daerah lain,

§ Memperluas pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

§ Mengerti dan merasakan kesedihan dan penderitaan orang lain, serta tidak mudah marah atau
menyimpan dendam.

§ Menerima teman tanpa mempertimbangkan perbedaan suku, agama, maupun bahasa dan
kebudayaan

3). Rela Berkorban

Sikap rela berkorban adalah sikap yang mencerminkan adanya kesediaan dan keikhlasan
memberikan sesuatu yang dimiliki untuk orang lain, walaupun akan menimbulkan penderitaan bagi
diri sendiri. Partisipasi dalam menjaga keutuhan NKRI dapat dilakukan dengan hal-hal sebagai
berikut:

§ Partisipasi tenaga

§ Partisipasi pikiran

4). Pengetahuan Budaya dalam Mempertahankan NKRI

Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi,
komunikasi, dan informasi telah mendorong perubahan dalam aspek kehidupan manusia, baik pada
tingkat individu, tingkat kelompok, maupun tingkat nasional. Untuk menghadapi era globalisasi agar
dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dan ditangkap secara tepat, kita memerlukan
perencanaan yang matang diantaranya adalah sebagai berikut :

§ Kesiapan SDM, terutama kesiapan dengan pengetahuan yang dimiliki dan kemampuannya.

§ Kesiapan sosial budaya untuk terciptanya suasana yang kompetitif dalam berbagai sektor
kehidupan.

§ Kesiapan keamanan, baik stabilitas politik dalam negeri maupun luar negeri / regional.

§ Kesiapan perekonomian rakyat.

Di bidang Pertahanan Negara, kemajuan tersebut sangat mempengaruhi pola dan bentuk ancaman.
Ancaman terhadap kedaulatan negara yang semula bersifat konvensional berkembang menjadi
multidimensional (fisik dan nonfisik), baik berasal dari luar negeri maupun dari dalam negeri. Oleh
karena itu kebijakan strategis penggunaan kekuatan pertahanan diarahkan untuk menghadapi
ancaman atau gangguan terhadap keamanah nasional. Kekuatan pertahanan tidak hanya digunakan
untuk menghadapi ancaman tetapi juga untuk membantu pemerintah dalam upaya pembangunan
nasional dan tugas-tugas internasional.

5). Sikap dan Perilaku Menjaga Kesatuan NKRI

Berikut beberapa sikap dan perilaku mempertahankan NKRI :

§ Menjaga wilayah dan kekayaan tanah air Indonesia, artinya menjaga seluruh kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya.

§ Menciptakan ketahanan nasional, artinya setiap warga negara menjaga keutuhan, kedaulatan
Negara dan mempererat persatuan bangsa.

§ Menghormati perbedaan suku, budaya, agama dan warna kulit. Perbedaan yang ada akan menjadi
indah jika terjadi kerukunan, bahkan menjadi sebuah kebanggaan karena merupakan salah satu
kekayaan bangsa.

§ Mempertahankan kesamaan dan kebersamaan, yaitu kesamaan memiliki bangsa, bahasa


persatuan, dan tanah air Indonesia, serta memiliki pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Sang
saka merah putih. Kebersamaan dapat diwujudkan dalam bentuk mengamalkan nilai-nilai pancasila
dan UUD 1945.

§ Memiliki semangat persatuan yang berwawasan nusantara, yaitu semangat mewujudkan


persatuan dan kesatuan di segenap aspek kehidupan sosial, baik alamiah maupun aspek sosial yang
menyangkut kehidupan bermasyarakat. Wawasan nusantara meliputi kepentingan yang sama,
tujuan yang sama, keadilan, solidaritas, kerja sama, kesetiakawanan terhadap ikrar bersama.

§ Mentaati peraturan. Salah satu cara menjaga keutuhan Indonesia adalah dengan menaati
peraturan. Peraturan dibuat untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.Tujuannya agar
Indonesia menjadi lebih baik. Melalui peraturan, Indonesia akan selamat dari kekacauan. Taat
kepada undang-undang dan peraturan berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia. Peraturan berlaku baik
untuk presiden maupun rakyat biasa, baik tua maupun muda, baik yang kaya maupun yang miskin,
baik laki-laki maupun perempuan.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Wawasan nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungan sekitarnya
berdasarkan ide nasionalnya yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 yang merupakan aspirasi
bangsa Indonesia yang merdeka, berdaulat, bermartabat serta menjiwai tata hidup dalam mencapai
tujuan perjuangan nasional.

2. Tujuan wawasan nusantara adalah pola pendidikan/penanaman yang tepat bagi masing-masing
daerah, Intensitas permasalahan yang diangkat pada masing-masing daerah, pendekatan psikologis
yang digunakan pada masing-masing daerah, peran yang diberikan pada masing-masing daerah.

3. Wawasan nusantara bertujuan untuk  memantapkan rasa dan sikap nasional yang tinggi, rasa
senasib sepenanggungan, sebangsa setanah air, satu tekad bersama yang lebih mengutamakan
kepentingan nasional dari pada kepentingan orang perorangan kelompok, golongan, suku bangsa
atau daerah di segala bidang/aspek kehidupan nasional untuk mencapai tujuan nasional.

4. Wawasan nusantara sangat berperan penting untuk membangun jiwa dan menumbuhkan rasa
cinta tanah air.

5. Wawasan Nusantara dapat menumbuh kembangkan rasa cinta tanah air untuk menjaga tanah air
dari segala bentuk ancaman negara lain yang tergiur dengan segala pesona kekayaan alam dan
budaya yang dimiliki bangsa Indonesia.

6. Wawasan nusantara menjadi pola yang mendasari cara berpikir, bersikap, dan bertindak dalam
rangka menghadapi berbagai masalah menyangkut kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.

7. Keberhasilan wawasan nusantara adalah mengerti, memahami dan menghayati tentang hak dan
kewajiban warga Negara, Mengeri, memahami dan menghayati tentang bangsa yang telah
menegara.

8. Tantangan wawasan nusantara adalah pemberdayaan Masyarakat, dunia tanpa batas, era baru
kapitalisme, kesadaran warga Negara.

9. Hilangnya wilayah NKRI yang terjadi pada Kasus Sipadan dan Ligitan, terpecahnya keutuhan
kesatuan NKRI yang terjasi pada kasus Poso

10.   Untuk turut menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia diperlukan sikap-sikap,
cinta tanah air, membina persatuan dan kesatuan, rela berkorban, pengetahuan budaya dalam
mempertahankan NKRI, sikap dan perilaku menjaga kesatuan NKRI.

3.2 Saran

      1. Bagi Pemerintah

Dalam rangka menata dan meningkatkan system ketahanan nasional, hendaknya pemerintah
bersikap lebih serius dalam menanggapi masalah yang dihadapi untuk mempertahankan keutuhan
NKRI baik masalah dalam negeri maupun luar negeri.
2. Bagi Dosen

Dalam mengkaji wawasan nusantara diharapkan memiliki manfaat langsung untuk memperkaya
bahan kajian dalam proses pendidikan dan dapat mengkontruksi pengetahuan melalui pengalaman
belajar yang tepat.

      3. Untuk Mahasiswa

Memberikan nuansa baru dalam menambah wawasan pengetahuan yang memungkinkan peserta
didik berkesempatan untuk memperbaiki cara dan sikap dalam memahami wawasan nusantara dan
menumbuhkan rasa cinta tanah air dalam menjaga keutuhan NKRI.

Daftar Pustaka

Ahmad, Zafiqhi. 2013. Implementasi Wawasan Nusantara Dalam Kehidupan


Nasionalhttp://zafiqhizaf.wordpress.com. Diakses : 44 April 2014

Anonim. 2006. Penyelesaian Konflik Poso dan Empat Kesepakatan http://www.kontras.org/.


Diakses : 44 April 2014

Anonim. 2012. Peranan Wawasan Nusantara Terhadap

Anonim. tt. Indonesia Malaysia Dalam Perebutan Pulau Sipadan dan


Ligitan .http://bryantobing01.blog.com. Diakses : 44 April 2014

Endang, Dwi. 2011. PKN Upaya Mempertahankan NKRI. http://afrianties.blogspot.com. Diakses : 44


April 2014

Anonim. tt. Kesatuan Negara. http://riadikarya.blogspot.com. Diakses : 44 April 2014

Kumala, Nurita. 2013. Upaya Mempertahankan Keutuhan Negara. http://nurii-thaa.blogspot.com.


Diakses : 44 April 2014

Anda mungkin juga menyukai