Anda di halaman 1dari 9

PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara yang mempunyai dasar ideologi negara yaitu Pancasila. Pancasila lahir
dari sebuah perjanjian luhur berdasarkan hasil musyawarah para pendiri bangsa dan negara
Indonesia dalam sidang BPUPKI yang dilaksanakan selama dua kali masa persidangan, yaitu
pada 29 Mei - 1 Juni 1945 dan 10-16 Juni 1945. Presiden Soekarno saat berpidato dalam sidang
BPUPKI pada 1 Juni 1945, mengatakan mengenai pentingnya bangsa Indonesia memiliki sebuah
"philosofische gronslaag" atau filosofi dasar yang memuat pandangan tentang dunia dan
kehidupan.
Sejak pertama kali ditetapkan sebagai dasar negara oleh PPKI pada 18 Agustus 1945, tepat satu
hari setelah bangsa Indonesia menyatakan kemerdekannya, Pancasila dianggap sebagai sublimasi
dari pandangan hidup dan nilai-nilai budaya yang mampu menyatukan bangsa Indonesia.
Keberagaman suku, ras, bahasa, dan agama, keberadaannya dapat dipertanggungjawabkan baik
secara moral maupun sosio-kultural. Sosio-kultural berarti mencerminankan nilai-nilai budaya
bangsa Indonesia.
Oleh sebab itu, Pancasila kemudian menjadi norma dasar dalam penyelenggaraan bernegara yang
memiliki kedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum tertinggi, menjadi pandangan
hidup bagi bangsa Indonesia, dan jiwa yang mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia.
Sebagai dasar negara, Pancasila menjadi norma dasar dalam penyelenggaraan bernegara,
sekaligus menjadi sumber dari segala sumber hukum yang menjadi cita-cita bersama bangsa
Indonesia.
Globalisasi merupakan suatu proses yang mencakup keseluruhan dalam berbagai bidang
kehidupan sehingga tidak tampak lagi adanya batas-batas yang mengikat secara nyata, sehingga
sulit untuk disaring atau dikontrol. Globalisasi merupakan suatu gejala wajar yang pasti akan
dialami oleh setiap bangsa di dunia, baik pada masyarakat yang maju, masyarakat berkembang,
masyarakat transisi, maupun masyarakat yang masih rendah taraf hidupnya.
Globalisasi telah menjadi sifat alami kedua bagi Indonesia selama berabad-abad. Sejak abad
ke-7, jalinan rute perdagangan nusantara telah memompa barang, sistem kepercayaan, dan
populasi yang beraneka ragam masuk dan keluar dari negara kepulauan tersebut, dari Persia
kuno, kekaisaran China, dan negeri-negeri jauh lainnya.
Globalisasi menjadi peluang bagi bangsa Indonesia untuk mampu menyerapnya, terutama dalam
hal yang tidak mengalami benturan dengan budaya local dan nasional, maupun agama. Seperti
budaya disiplin, kebersihan, tanggung jawab, kerja keras, demokrasi, jujur, optimis, dan
sebagainya Globalisasi dapat membawa dampak positif maupun dampak negative. Masyarakat di
Indonesia dalam era globalisasi ini tidak dapat menghindar dari arus derasnya inovasi.
Canggihnya teknologi informasi, telekomunikasi, serta tatanan ekonomi dunia yang mengarah
pada pasar bebas dapat mengakibatkan meningkatnya efisiensi dan kompetitif yang tinggi di
berbagai bidang kehidupan.
Pada era globalisasi seperti sekarang ini, setiap negara dituntut untuk selalu lebih maju mengikuti
setiap perkembangan demi perkembangan, yang terkadang jauh dari sebuah keteraturan. Pihak
yang diuntungkan dalam situasi tersebut, tentunya adalah negara-negara maju yang memiliki
tingkat kemapanan dan kemampuan yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara-
negara berkembang. Suka atau tidak suka, mau ataupun tidak mau, bangsa Indonesia harus
mengikuti. Apabila Indonesia tidak mengikuti arus globalisasi, bisa jadi Indonesia menjadi
negara tertinggal dan mungkin disebut negara "primitive".
Sayangnya bangsa Indonesia terlambat menyadari kalau globalisasi sebagaimana yang
dipromosikan oleh kaum neoliberal sekarang ini adalah bentuk baru kapitalisme. Atau dapat juga
dikatakan, kalau imperialisme merupakan tahap akhir dari perkembangan kapitalisme, maka
globalisasi adalah tahap akhir dari perkembangan imperialisme. Indonesia percaya begitu saja
pada wacana akademis yang mengatakan bahwa globalisasi itu berbeda dengan imperialism,
karena imperialisme didasarkan pada dominasi dan eksploitasi, sedangkan globalisasi didasarkan
pada prinsip saling ketergantungan yang saling menguntungkan. Kita juga percaya bahwa
gelombang perdagangan yang bernama globalisasi tersebut pada akhirnya akan menggerakkan
negara dan bangsa menuju lautan kemakmuran pada tingkat yang belum pernah dicapai.
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam arus globalisasi saat ini dimana tidak ada lagi batasan-batasan yang jelas antar setiap
bangsa Indonesia, rakyat dan bangsa Indonesia harus lebih bisa membuka diri. Permasalahan
yang paling utama dihadapi oleh Pancasila terutama mengenai masalah penghayatan dan
pengamalannya.
Era keterbukaan sudah mulai mengakar kuat di era globalisasi seperti sekarang ini, sehingga
identitas nasional adalah salah satu bagian mutlak yang harus dipegang agar tidak hilang dan
terbawa arus globalisasi. Untuk dapat mangatasi dampak-dampak yang ditimbulkan sebagai
akibat dari globalisasi tersebut, maka Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara harus
tetap menjadi pijakan dalam bersikap karena Pancasila yang dijadikan sebagai dasar negara dan
ideologi nasional bangsa Indonesia, memiliki posisi yang abadi di dalam jiwa bangsa Indonesia.
Peran Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara memegang peranan penting.
Pancasila akan menilai nilai-nilai mana saja yang bisa diserap untuk disesuaikan dengan nilai-
nilai Pancasila sendiri. Dengan begitu, nilai-nilai baru yang berkembang nantinya tetap berada di
atas kepribadian bangsa Indonesia. Pasalnya, setiap bangsa di dunia sangat memerlukan
pandangan hidup agar mampu berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas arah dan tujuan yang
hendak dicapai.
Bumi pertiwi Indonesia ini menganut sebuah ideologi penting yang dikenal dengan sebutan
“Pancasila”. Hari Pancasila ini diperingati setiap tanggal 1 Juni, sebagai hari lahirnya Pancasila.
Pancasila mengandung lima (5) sila penting yang mencerminkan idealisme atau cita-cita bangsa
Indonesia. Pancasila sendiri terlahir dari pemikiran hebat para pahlawan Indonesia, di antaranya:
Ir. Soekarno, Muhammad Yamin, Soepomo, dll yang berjuang mati-matian secara heroik untuk
mengaktualisasikan kemerdekaan Indonesia akibat ratusan tahun dijajah oleh kolonialisme Barat.
Melihat begitu besarnya hati dan jiwa para pahlawan akan masa depan bangsa, di tengah
rumitnya situasi yang mencekam, kita sebagai generasi milenial tidak bisa hanya duduk dan
menikmati kemerdekaan saat ini, namun kita kaum milenial harus mampu berperan aktif
mewujudkan Indonesia yang harmoni/damai/adil melalui pengahayatan nilai-nilai luhur
Pancasila dalam realitas kehidupan sehari-hari kita sebagai kaum milenial. Jika ditinjau lebih
jauh, generasi milenial kini berada di usia produktif yang memiliki peranan penting untuk
kelanjutan kehidupan berbangsa dan bernegara di masa depan. Berkembang pesatnya globalisasi
dan digitalisasi menjadikan generasi ini unggul dalam hal kreativitas dan kemudahan dalam
menghubungkan dirinya dengan dunia luar dirinya. Sayangnya, keunggulan ini banyak dilihat
milenial sebagai sesuatu yang membuka ruang untuk menginginkan segalanya, serba instan dan
interaksi antarbudaya yang terbuka mengakibatkan generasi ini mudah dipengaruhi oleh pikiran
dan perilakunya. Perilakunya dinamis dan fleksibel. Maka di titik inilah Pancasila relevan dan
berperan penting untuk kita generasi milenial.
Eksistensi Pancasila menurut generasi milenial dapat menjadi jembatan emas untuk kaum
milenial membangun batas apa yang bisa diterima dari pengaruh luar yang merugikan dan tidak
etis-negatif. Dengan luar biasanya ideologi Pancasila kita menempatkan “Ketuhanan Yang Maha
Esa” sebagai sila ke-1 berguna untuk memperingatkan generasi milenial bahwa ada Tuhan
sebagai pusat dari kehidupan segala sesuatu dalam bentangan dunia ini. Kecanggihan teknologi
tidak akan pernah menggantikan kehebatan Tuhan dan memiliki iman yang kuat pada Tuhan
menjadi sebuah keharusan (keniscayaan). Generasi Milenial harus sadar bahwa semuanya milik
Tuhan, sehingga kesombongan dalam diri manusia bisa terminimalisir dan berusaha untuk selalu
mengambil manfaat positif dalam setiap kemudahan, bukan untuk mengambil kekuasaan apalagi
menggunakan kekuasaan secara sewenang-wenang dalam kekuasaan. Kekuasaan Tuhan
melampaui kekuasaan manusia.
Pancasila harus dijadikan acuan bagaimana generasi milenial juga dalam menjalani hidup
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam relevansinya dengan sila ke-2. Di mana kaum
milenial Indonesia harus dengan bijaksana, harus selalu adil dalam pikiran dan perilaku etis pada
sesama, tidak menggampangkan segala sesuatu dan terus berbuat kebaikan yang mementingkan
kepentingan umum demi cita-cita bonum commune (kebaikan bersama). Generasi milenial harus
sadar diri untuk selalu bersinergi menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia (sila ke-
3) melalui sikap toleransi akan perbedaan dan memegang teguh pendirian yang tidak bisa diacak
oleh bangsa luar. Sesama bangsa Indonesia, generasi milenial harus bergotong royong
mengangkat derajat bangsa Indonesia lebih tinggi darpada negara lain untuk menunjukkan
bahwa Indonesia bukan negara lemah yang gampang terjajah, tapi negara yang kuat karena
generasi penerusnya mampu bersatu memajukan Indonesia lebih baik di tengah tantangan global
masa kini.
Generasi muda milenial juga harus bersikap demokratis dengan mementingkan aspek
musyawarah untuk mufakat dalam pengambilan keputusan (sila ke-4). Keputusan tidak boleh
diambil secara otoriter namun hasil kesepakatan dan musyawarah bersama. Juga sila kelima anak
muda milenial harus mengusahakan keaadilan sosial. Perlu mengkritik struktur social, ideologi,
politik dalam negara dan masyarakat yang menciptakan ketidakadilan social bagi rakyat
Indonesia. Maka dari itu, pada hakikatnya generasi milenial harus terus memelihara dan
mengamalkan Pancasila dalam kehidupan nyata sehari-hari. Melalui pendidikan, generasi
milenial harus sadar bahwa nilai-nilai Pancasila yang ditanam, seperti ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, gotong royong, musyawarah untuk mufakat, keadilan sosial, patriotisme,
nasionalisme, menghormati perbedaan bukan hanya untuk dihafal, namun terlebih dan paling
penting adalah untuk diterapkan pada diri sendiri dan menebarkannya kepada generasi milenial
lain yang sama-sama berperan penting dalam menciptakan Indonesia yang damai, aman dan
tentram. Marilah kita maju ke depan dengan membawa obor yang dapat menyalakan api
semangat membangun Indonesia jaya pada kehidupan lebih baik lagi di masa mendatang menuju
keabadian.
Sebagai benteng dalam menghadapi tantangan pada era globalisasi yang semakin
berkembang pada saat ini. Menerapkan nilai-nilai Pancasila bagi peserta didik, di era globalisasi
bisa dilaksanakan dalam momentum-momentum yang tepat. Seperti pada saat peringatan hari
sumpah pemuda, hari kemerdekaan, hari pahlawan dan hari besar nasional lainnya.
Kita berusaha mengukir prestasi yang gemilang, belajar dengan sungguh-sungguh dengan
segenap kemampuannya demi nama baik bangsa dan Negara, cinta serta bangga tanpa malu-
malu menggunakan produk-produk dalam negeri demi kemajuan ekonomi Negara.
Dalam kenyataanya, sekarang ini banyak peserta didik dan generasi muda yang moralnya rusak
karena berbagai hal yang mempengaruhi mereka. Diantaranya karena dampak buruk globalisasi,
teman bergaul, media elektronik yang semain canggih, narkoba, minuman keras, dan hal-hal
negatif lainnya. Keadaan yang demikian sangat memprihatinkan dan perlu perhatian
khusus,karena mereka adalah generasi penerus bangsa yang akan meneruskan perjuangan-
perjuangan generasi tua membangun bangsa Indonesia.
Namun jika sebelum tiba waktu mereka untuk turut serta dalam pembangunan bangsa ini,
akhlak dan moral mereka sudah rusak. Tentu tidak akan maju Negara ini, jika dibangun oleh
generasi yang tiak bermoral. Untuk itu, perlu pembenahan-pembenahan agar generasi penerus
yang mendatang memiliki akhlak dan moral yang baik.
Dalam rangka pembenahan akhlak dan moral generasi penerus di era globalisasi ini,
mengharuskan kita untuk mengupayakan penerapan nilai-nilai Pancasila di sekolah, agar
generasi penerus bangsa yang akan datang tetap dapat menghayati dan mengamalkannya. Dan,
nilai-nilai yang luhur itu tetap menjadi pedoman bangsa Indonesia sepanjang masa.
Di eraglobalisasi ini kita sebagai generasi penerus bangsa harus bisa menjaga kepribadian
bangsatersebut sebagai kepribadian bangsa Indonesia di saat banyak sekali pengaruh dari
internasional di berbagai bidang kehidupan. Dengan tidak melakukan tindakan-tindakan anarkis
yang dapat memecahkan persatuan dankesatuan negara kita. Tetapi sebaliknya, kebaikan-
kebaikanlah yang harus kita tunjukan dimata dunia dengancara menjadi negara yang damai,
bersatu dan memilikikepribadian yang nyata dan memperbanyak prestasi. Kita perlu
meningkatkan lagi penghayatan dan pengamalan kitaterhadap Pancasila, agar tetap terjaga
eksistensinya dimasyarakat karena inilah kepribadian negara kita
PEMBAHASAN

Mempertahankan Pancasila Keberadaan Pancasila mampu menyesuaikan dengan


perubahan dinamika bangsa Indonesia. Terlihat sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia pada
17 Agustus 1945 hingga era sekarang. Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
negara adalah kesepakatan yang sudah final. Karena mampu mempersatukan perbedaan-
perbedaan pandangan. Artinya, Pancasila telah diterima oleh seluruh lapisan masyarakat
Indonesia. Sebagai warga negara harus menunjukkan sikap menghargai nilai-nilai Pancasila
dalam berbagai aspek kehidupan. Salah satu sikap menghargai nilai-nilai Pancasila adalah
mempertahankan Pancasila. Berikut ini cara- cara mempertahankan Pancasila:
 Warga negara Indonesia harus melaksanakan dan mengamalkan nilai-nilai luhur
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
 Tidak mengubah, menghapus dan mengganti dasar negara Pancasila dengan dasar
negara yang lain.
 Mempertahankan Pancasila berarti mempertahankan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Mengganti Pancasila berarti mengancam keberadaan negara Indonesia.

Bila dasar negara diganti berakibat bangunan negara Indonesia runtuh. Mempertahankan
Pancasila adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah dan rakyat Indonesia.

Nilai-nilai karakter yang diterapkan tersebut diambil dari nilai-nilai karakter bangsa Indonesia
yang tercermin pada pancasila. Menurut Suko Wiyono (2013, 95-96) Pancasila memuat nilai-
nilai/karakter bangsa Indonesia yang tercermin dalam sila-sila Pancasila sebagai berikut:

1. Nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa:

Terkandung di dalamnya prinsip asasi

(1) Kepercayaan dan Ketaqwaan kepada Tuhn Yang Maha Esa;


(2) kebebasan beragama dan berkepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa sebagai hak yang
paling asasi bagi manusia;
(3) toleransi di antara umat beragama dan berkepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; dan
(4) Kecintaan pada semua makhluk ciptaan Tuhan, khususnya makhluk manusia.

2. Nilai-nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab:

Terkandung di dalamnya prinsip asasi


(1) Kecintaan kepada sesama manusia sesuai dengan prinsip bahwa kemanusiaan adalah satu
adanya;
(2) Kejujuran;
(3) Kesamaderajatan manusia;
(4) Keadilan; dan
(5) Keadaban.
3. Nilai-nilai Persatua Indonesia:

Terkandung di dalamnya prinsip asasi


(1) Persatuan;
(2) Kebersamaan;
(3) Kecintaan pada bangsa;
(4) Kecintaan pada tanah air; dan
(5) Bhineka Tunggal Ika.

4.Nilai-nilai Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan/Perwakilan:

Terkandung di dalamnya prinsip asasi


(1) Kerakyatan;
(2) Musyawarah mufakat;
(3) Demokrasi;
(4) Hikmat kebijaksanaan, dan (Perwakilan).

5. Nilai-nilai Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia:

Terkandung di dalamnya prinsip asasi


(1) Keadilan;
(2) Keadilan sosial;
(3) Kesejahteraan lahir dan batin;
(4) Kekeluargaan dan kegotongroyongan;
(5) Etos kerja

saat ini nilai-nilai pancasila tersebut mulai diterapkan pada keseluruhan mata pembelajaran
yang lain (kurikulum 2013 revisi). Hal ini diwujudkan dengan penanaman nilai-nilai karakter
pada setiap muda mudi bangsa. Bahkan, nilai-nilai karakter yang akan diterapkan dalam setiap
pembelajaran ini sudah harus dirumuskan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran yang disusun
sebelumnya. Nilai karakter yang diterapkan disesuaikan dengan kompetensi dasar yang akan
dicapai dalam setiap pembelajaran. Selain itu, nilai karakter ini juga digunakan untuk
mendiskusikan berbagai isu-isu terbaru yang berkembang di masyarakat dari sudut pandang
pancasila. Sehingga kita akan terbiasa memandang, menganalisis, menyikapi, serta bertindak
sesuai dengan nilai-nilai karakter dalam pancasila terhadap suatu isu atau fenomena di
sekitarnya.
Meski demikian, perkembangan negara-bangsa tidaklah bergerak di ruang vakum. Sebagai
bagian dari lingkungan pergaulan dunia, Indonesia tidak kedap dari pengaruh dinamika
perkembangan global. Dengan arus globalisasi yang makin luas cakupannya, dalam
penetrasinya, dan instan kecepatannya, setiap negara bukan saja menghadapi potensi ledakan
pluralitas dari dalam, melainkan juga tekanan keragaman dari luar. Memasuki awal milenium
baru terjadi berbagai perubahan yang cepat, dinamis, dan mendasar dalam tata pergaulan dan
kehidupan antarbangsa dan masyarakat.
Globalisasi merestrukturisasi cara hidup umat manusia secara mendalam, nyaris pada setiap
aspek kehidupan. Pada ranah negara-bangsa, di satu sisi, globalisasi menarik (pull away)
sebagian dari kedaulatan negara-bangsa dan komunitas lokal, tunduk pada arus global
interdependence, yang membuat negara-bangsa dirasa terlalu kecil untuk bisa mengatasi (secara
sendirian) tantangan-tantangan global. Di sisi lain, globalisasi juga menekan (push down)
negara-bangsa, yang mendorong ledakan ke arah desentralisasi dan otonomisasi. Negara-bangsa
menjadi dirasa terlalu besar untuk menyelesaikan renik-renik masalah di tingkal lokal, yang
menyulut merebaknya etno-nasionalisme dan tuntutan otonomi lokal beriringan dengan
revivalisme identitas-indentitas kedaerahan.
Dengan mempertimbangkan implikasi globalisasi, kita bisa memperkirakan kemungkinan apa
saja yang bisa terjadi menyangkut nasib negara-bangsa di masa datang. Dengan meminjam
deskripsi Keith Suter (2003), ada empat skenario yang bisa diajukan.
Skenario pertama, negara-bangsa kuat/kohesi internasional lemah (steady state). Pemerintahan
nasional masih pegang kendali atas nasib negara-bangsanya tanpa bersedia menyerahkan
urusannya pada lembaga-lembaga kerja sama internasional. Skenario ini berdiri di atas asumsi
bahwa dengan segala wacana tentang global governance (tata kelola global), struktur dasar
negara-bangsa akan tetap bertahan. Negara-bangsa boleh jadi memiliki problemnya tersendiri,
akan tetapi tetap merupakan pilihan terbaik.
Skenario kedua, negara-bangsa kuat/kohesi internasional kuat (world state). Pemerintahan
nasional, meski masih pegang kendali atas nasib negara-bangsanya, bersedia untuk bekerja sama
menyangkut masalah bersama, yang mana hal ini secara gradual berevolusi ke dalam bentuk
global governance. Skenario ini berangkat dari asumsi bahwa tidak ada solusi yang murni
bersifat nasional atas masalah-masalah trans-nasional. Maka dari itu, pemerintahan nasional
harus bekerja sama melalui beberapa bentuk global governance untuk mengatasi masalah
bersama.
Skenario ketiga, negara-bangsa lemah/kohesi internasional kuat (Global Inc). Pemerintahan
nasional kehilangan kendalinya atas negara-bangsa, yang menyisakan kevakuman yang diisi oleh
kekuasaan korporasi trans-nasional. Dengan memudarnya eksistensi negara-bangsa, satu-satunya
organisasi yang mampu mengendalikan arah perubahan adalah korporasi trans-nasional, yang
mengingat seluruh dunia ke dalam satu pasar bersama, pasar global, yang mengisi kekosongan
pemerintahan. Selain itu, skenario memudarnya eksistensi negara-bangsa juga membuka ruang
bagi kemunculan aspiran-aspiran 'totalitarianisme' (fasisme) dengan fantasi penyatuan negara-
negara nasional ke dalam satu komunitas politik internasional berdasarkan kesamaan identitas,
seperti gagasan kekhilahan internasional.
Skenario keempat, negara-bangsa lemah/kohesi internasional lemah (wild state). Pemerintahan
nasional kehilangan kendali atas negaranya, sementara tidak ada organisasi lain yang dapat
mengisi kevakuman, yang menyulut kekacauan. Ini adalah skenario 'mimpi buruk', di mana
negara-bangsa ambruk dan pecah berkeping-keping. Sejumlah negara mengalami kegagalan
(failed states), bersamaan dengan ledakan gerakan anarki massa rakyat, disertai meningkatnya
masalah-masalah kesehatan dan lingkungan
SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan diatas, saya selaku penulis dapat memberi
bebrapa saran kepada pembaca, diantaranya :
1. Kita harus mengetahui siapa yang telah berjasa memrumuskan Pancasila.
2. Dengan mempelajari Pancasila, kita juga belajar umtuk menjalani hidup dengan baik dan
benar.
3. Pancasila adalah ideology bangsa yang harus ditaati, diamalkan, dan dijaga Keutuhannya.
4. Menjadikan Makalah ini sebagai sarana yang dapat mendorong para mahasiswa dan
mahasiswi berfikir aktif dan kreatif.
5. Penulis mengharapkan kritikan yang bersifat membangun agar dalam penyususnan
makalah berikutnya, menjadi lebih baik.

Setelah kita melihat peristiwa-peristwa anarkis yang dapatmemecah persatuan bangsa ini
yang terjadi baru-baru ini, pemerintah hendaknya mempertegas dan menanganinya dengantepat.
Sebagai warga negara yang baik, kita juga seharusnya dapatmenjaga eksistensi Pancasila, dengan
menghayati isi kandunganPancasila dan mengamalkanya dalam kehidupan sehari-hari
yangmerupakan dasar negara, tujuan hidup bangsa, pandangan hidup bangsa bentuk kepribadian
bangsa yang membedakan kita dengannegara lain. Dan kita tidak hanya sibuk mempelajari
Pancasila,memperdebatkan tentang pancasila, tetapi kita sendiri sebenarnya tidak pernah
mengamalkanya dalam kehidupan sehari-hari

Anda mungkin juga menyukai