MATA KULIAH
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
(…………………………….) (……………………………)
NIDN:…………………….. NIDN:……………………..
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, penyusunan Diktat Mata Kuliah Pancasila dan
Kewarganegaraan ini dapat diselesaikan. Diktat yang hadir di hadapan sidang
pembaca ini diniati untuk memenuhi bahan bacaan pada perkuliahan Pendidikan
Kewarganegaraan yang penulis sampaikan di Universitas Pamulang.
Mata Kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan di perguruan tinggi
termasuk dalam Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK).
Mata kuliah ini dirancang untuk memberikan pengertian kepada mahasiswa
tentang pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antar
warga negara serta pendidikan pendahuluan bela negara sebagai bekal agar
menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.
Kompetensi dasar yang diharapkan dimiliki mahasiswa setelah mengikuti mata
kuliah ini adalah menjadi ilmuwan dan profesional yang memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air; demokratis yang berkeadaban; menjadi warga
negara yang memiliki daya saing: berdisiplin, dan berpartisipasi aktif dalam
membangun kehidupan yang damai berdasarkan sistem nilai Pancasila.
Sebagian besar naskah diktat ini merupakan hasil kajian pustaka dari
berbagai literatur. Penulisan menggunakan bahasa yang sederhana sehingga
harapannya materi-materi yang disajikan dapat mudah dicerna oleh mahasiswa.
Penulis menyampaikan penghargaan dan terimakasih yang setinggi-
tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan
diktat ini. Semoga Allah SWT membalas dengan balasan yang terbaik. Amiin.
Penulis
DAFTAR ISI
Judul .......................................................................................................................... ()
Identitas Mata Kuliah ................................................................................................. ()
Kata Pengantar ........................................................................................................... ()
Daftar Isi.................................................................................................................... ()
A. Tujuan Pembelajaran.................................................................................. ()
B. Uraian Materi............................................................................................. ()
C. Latihan soal/Tugas ..................................................................................... ()
D. Daftar Pustaka............................................................................................ ()
PERTEMUAN KE-7
IDENTITAS NASIONAL
Lingkup Bahasan
Bab ini membahas tentang pengertian identitas nasional, konsep bangsa Indonesia,
dan faktor-faktor pembentuk identitas nasional, dan identitas Indonesia.
Tujuan
Setelah mempelajari bab ini, para pembaca diharapkan memiliki kemampuan
untuk:
Ø Menjelaskan konsep identitas nasional, konsep bangsa, dan konsep bangsa
Indonesia.
Ø Mengidentifikasikan faktor-faktor pembentuk identitas nasional.
Ø Menganalisis identitas nasional Indonesia
Istilah kunci
Identitas nasional, bangsa, bangsa Indonesia
bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam kehidupannya. Nilai- nilai budaya yang
berada dalam sebagian besar masyarakat dalam suatu negara dan tercermin di
dalam identitas nasional, bukanlah barang jadi yang sudah selesai dalam kebekuan
normatif dan dogmatis, melainkan sesuatu yang terbuka yang cenderung terus
menerus berkembang karena hasrat menuju kemajuan yang dimiliki oleh
masyarakat pendukungnya. Implikasinya adalah bahwa identitas nasional
merupakan sesuatu yang terbuka untuk diberi makna baru agar tetap relevan dan
fungsional dalam kondisi aktual yang berkembang dalam masyarakat.
Identitas nasional sebagai suatu kesatuan ini biasanya dikaitkan dengan nilai
keterikatan dengan tanah air (ibu pertiwi), yang terwujud identitas atau jati diri
bangsa dan biasanya menampilkan karakteristik tertentu yang berbeda dengan
bangsa-bangsa lain, yang pada umumnya dikenal dengan istilah kebangsaan atau
nasionalisme. Rakyat dalam konteks kebangsaan tidak mengacu sekadar kepada
mereka yang berada pada status sosial yang rendah akan tetapi mencakup seluruh
struktur sosial yang ada. Semua terikat untuk berpikir dan merasa bahwa mereka
adalah satu. Bahkan ketika berbicara tentang bangsa, wawasan kita tidak terbatas
pada realitas yang dihadapi pada suatu kondisi tentang suatu komunitas yang
hidup saat ini, melainkan juga mencakup mereka yang telah meninggal dan yang
belum lahir. Dengan perkataan lain dapat dikatakan bahwa hakikat identitas
nasional kita sebagai bangsa di dalam hidup dan kehidupan berbangsa dan
bernegara adalah Pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam berbagai
penataan kehidupan kita dalam arti luas, misalnya dalam Pembukaan beserta UUD
1945, sistem pemerintahan yang diterapkan, nilai-nilai etik, moral, tradisi serta
mitos, ideologi, dan lain sebagainya yang secara normatif diterapkan di dalam
pergaulan baik dalam tataran nasional maupun internasional dan lain sebagainya.
Lain halnya dengan Otto Bauer (1881-1934) seorang legislator dan seorang
theoreticus, menyebut bahwa bangsa adalah suatu persatuan karakter/perangai
yang timbul karena persatuan nasib. Otto Bauer lebih menekankan pengertian
bangsa dari karakter, sikap dan perilaku yang menjadi jatidiri bangsa dengan
bangsa yang lain. Karakter ini terbentuk karena pengalaman sejarah
budaya yang tumbuh berkembang bersama dengan tumbuhkembangnya bangsa
(Soeprapto, 1994:114).
Dalam pandangan Tilaar (2007:29), bangsa adalah suatu prinsip spiritual sebagai
hasil dari banyak hal yang terjadi dalam sejarah manusia. Bangsa adalah keluarga
spiritual dan tidak ditentukan oleh bentuk bumi misalnya. Apa yang disebut
prinsip spiritual atau jiwa dari bangsa? Terdapat dua hal dalam prinsip spiritual
tersebut: 1) terletak pada masa lalu, dan 2) terletak pada masa kini. Pada masa lalu
suatu komunitas mempunyai sejarah atau memori yang sama. Pada masa kini,
komunitas tersebut mempunyai keinginan untuk hidup bersama atau suatu
keinginan untuk mempertahankan nilai-nilai yang telah diperoleh oleh seorang
dari upaya-upaya masa lalu, perngorbanan-pengorbanan dan pengabdian. Masa
lalu merupakan modal sosial (social capital) dimana di atasnya dibangun cita-cita
nasional. Jadi suatu bangsa mempunyai masa jaya yang lalu dan mempunyai
keinginan yang sama di masa kini. Berdasarkan spirit tersebut itulah manusia
bersepakat untuk berbuat sesuatu yang besar. Rasa kejayaan atau penderitaan
masa lalu adalah lebih penting dari perbedaan ras dan budaya. Dengan
demikian suatu bangsa adalah suatu masyarakat solidaritas dalam skala besar.
Solidaritas tersebut disebabkan oleh pengorbanan yang telah diberikan pada masa
lalu dan bersedia berkorban untuk masa depan (Tilaar, 2007:29).
Dari definisi tersebut, nampak bahwa bangsa adalah sekelompok manusia yang:
1. Memiliki cita-cita bersama yang mengikat mereka menjadi satu kesatuan.
2. Memiliki sejarah hidup bersama, sehingga tercipta rasa senasib
sepenanggungan.
3. Memiliki adat, budaya, kebiasaan yang sama sebagai akibat pengalaman
hidup bersama.
4. Memiliki karakter, perangai yang sama yang menjadi pribadi dan
jatidirinya.
5. Menempati suatu wilayah tertentu yang merupakan kesatuan wilayah.
Lalu apakah bangsa Indonesia itu? Perkembangan masyarakat yang kini menyebut
dirinya sebagai bangsa Indonesia telah melalui suatu jarak waktu yang panjang,
yaitu ketika masyarakat itu masih bertegak dan hidup dalam “negara” atau
kerajaan-kerajaan Nusantara (Gonggong, 2000:x). Tentang hal ini amatlah
menarik menyimak apa yang dikatakan oleh Clifford Geertz (2000), antropolog
kondang yang dianggap sebagai ahli Indonesia sebagaimana dikemukakan oleh
Gonggong (2000:x) berikut:
Ketika kita menyaksikan panorama Indonesia saat ini, rasanya kita sedang
menyusun suatu sinopsis masa lalu yang tanpa batas, seperti kalau kita melihat
benda-benda peninggalan sejarah (artefak) dari bermacam-macam lapisan dalam
situs arkeologis yang lama mengeram, yang dijajarkan di atas sebuah meja
sehingga sekali pandang bisa kita lihat kilasan sejarah manusia sepanjang ribuan
tahun. Semua arus kultural yang sepanjang tiga milennia, mengalir berurutan,
memasuki Nusantara dari India, dari Cina, dari Timur Tengah, dari Eropa –
terwakili di tempat-tempat tertentu: di Bali yang Hindu, di permukiman Cina
di Jakarta, Semarang atau Surabaya, di pusat-pusat Muslim di Aceh, Makasar
atau Dataran Tinggi Padang; di daerah-daerah Minahasa dan Ambon yang
Calvinis, atau daerah-daerah Flores dan Timor yang Katolik.
Apa yang diterangkan di atas barulah hal-hal yang berkaitan dengan kebudayaan
yang dilatari oleh perjalanan sejarah yang panjang. Dilihat dari segi agama,
keyakinan, budaya, dan suku bangsa, Indonesia adalah satu contoh Negara yang
paling beragam. Bahkan menurut Geertz (1996) sebagaimana dikemukakan F
Budi Hardiman (2005:viii) dalam pengantarnya untuk buku Kewarganegaraan
Multikultural karya Will Kymlicka, menyatakan sebagai berikut:
Ketiga, tokoh. Kepemimpinan dari para tokoh yang disegani dan dihormati oleh
masyarakat dapat pula menjadi faktor yang menyatukan bangsa negara. Pemimpin
di beberapa negara dianggap sebagai penyambung lidah rakyat, pemersatu rakyat
dan simbol pemersatu bangsa yang bersangkutan. Contohnya Soekarno di
Indonesia, Nelson Mandela di Afrika Selatan, Mahatma Gandhi di India, dan Tito
di Yugoslavia.
Kelima, sejarah. Persepsi yang sama diantara warga masyarakat tentang sejarah
mereka dapat menyatukan diri dalam satu bangsa. Persepsi yang sama tentang
pengalaman masa lalu, seperti sama-sama menderita karena penjajahan, tidak
hanya melahirkan solidaritas tetapi juga melahirkan tekad dan tujuan yang sama
antar anggota masyarakat itu.
Identitas nasional merupakan sesuatu yang ditransmisikan dari masa lalu dan
dirasakan sebagai pemilikan bersama, sehingga tampak kelihatan di dalam
keseharian tingkah laku seseorang dalam komunitasnya (Tilaar, 2007:27).
Identitas nasional merujuk pada identitas-identitas yang sifatnya nasional.
Identitas nasional bersifat buatan dan sekunder. Bersifat buatan oleh karena
identitas nasional itu dibuat, dibentuk dan disepakati oleh warga bangsa sebagai
identitasnya setelah mereka bernegara. Bersifat sekunder oleh karena identitas
nasional lahir belakangan dibandingkan dengan identitas kesukubangsaan yang
memang telah dimiliki warga bangsa itu secara askriptif. Jauh sebelum mereka
memiliki identitas nasional itu, warga bangsa telah memiliki identitas primer yaitu
identitas kesukubangsaan.
Setelah bangsa Indonesia bernegara, mulai dibentuk dan disepakati apa- apa yang
dapat menjadi identitas nasional Indonesia. Bisa dikatakan bangsa Indonesia
relatif berhasil dalam membentuk identitas nasionalnya kecuali pada saat proses
pembentukan ideologi Pancasila sebagai identitas nasional yang membutuhkan
perjuangan dan pengorbanan di antara warga bangsa.
2. Sang merah putih sebagai bendera negara. Warna merah berarti berani
dan putih berarti suci. Lambang merah putih sudah dikenal pada masa
kerajaan di Indonesia yang kemudian diangkat sebagai bendera negara.
Bendera merah putih dikibarkan pertama kali pada tanggal 17
Agustus 1945, namun telah ditunjukkan pada peristiwa Sumpah
Pemuda.
3. Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan Indonesia. Lagu Indonesia
Raya pertama kali dinyanyikan pada tanggal 28 Oktober 1928 dalam
Kongres Pemuda II.
4. Burung Garuda yang merupakan burung khas Indonesia dijadikan
sebagai lambang negara.
5. Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara yang berarti berbeda-
beda tetapi satu jua. Menunjukkan kenyataan bahwa bangsa kita
heterogen, namun tetap berkeinginan untuk menjadi satu bangsa, yaitu
bangsa Indonesia.
6. Pancasila sebagai dasar falsafat negara yang berisi lima dasar yang
dijadikan sebagai dasar filsafat dan ideologi negara Indonesia. Pancasila
merupakan identitas nasional yang berkedudukan sebagai dasar negara
dan pandangan hidup (ideologi) bangsa.
7. UUD 1945 sebagai konstitusi (hukum dasar) negara. UUD
1945 merupakan hukum dasar tertulis yang menduduki tingkatan
tertinggi dalam tata urutan peraturan perundangan dan dijadikan sebagai
pedoman penyelenggaraan bernegara.
8. Bentuk negara adalah Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat. Bentuk negara adalah kesatuan, sedang bentuk pemerintahan
adalah republik. Sistem politik yang digunakan adalah sistem demokrasi
(kedaulatan rakyat). Saat ini identitas negara kesatuan disepakati untuk
tidak dilakukan perubahan.
9. Konsepsi wawasan nusantara sebagai cara pandang bangsa Indonesia
mengenai diri dan lingkungan yang serba beragam dan memiliki
nilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa,
serta kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan
Latihan soal/Tugas
1. Jelaskan yang dimaksud dengan hakikat dan rasional pendidikan
kewarganegaraan?
2. Jelaskan perbedaan dalam mempelajari pancasila dan
kewarganegaraan menurut saudara?
DAFTAR PUSTAKA
Kuswanjono, Arqom, 2008, ”Etika Keanekaragaman Hayati”, Makalah Seminar
Nasional “Bioetika Lingkungan”, Training Center Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 21 Juli 2008.
Maarif, Ahmad Syafii. 2012. “Strategi Pelembagaan Nilai- Nilai Pancasila dalam
Perspektif Agama, Sosial dan Budaya”, Makalah pada Kongres Pancasila
IV di UGM Yogyakarta tanggal 31 Mei-1 Juli 2012.
Mas oed, M. 2007. Nasionalisme dan Tantangan Global Masa Kini. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.