Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“KAPITA SELEKTA SISTEM SOSIAL INDONESIA”


DIBUAT UNTUK MEMENUHI TUGAS SISTEM SOSIAL DAN POLITIK INDONESIA
Dosen Pengampu: Ibu Trisylvana Azwari, S.Sos, M.AP

Kelompok 10:

Adystri Putri (2110411320059)


Deshinta Salma Rahmatika (2110411320046)
Erestu Fadya (2110411320040)
Gina Raidatul Jannah (2110411320060)
Jesika Puspita Sari (2110411320058)
Khairatun Hisan Nabila (2110411320041)
Maulida Rahmi (2110411320053)
Maya Meilinda (2110411320043)
Munashifah (2110411320045)
Nazwa Rahmatia Razak (2110411320057)
Nor Auliana Rahmah (2110411320048)
Putri Nazema (2110411320074)
Putik Dwi Nur Mala Sari (2110411320056)
Uswatun Khoiriyah (2110411320044)

PRODI ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Kapita Selekta Sistem Sosial Indonesia” dengan
tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Sistem Sosial dan Politik Indonesia.
Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang Kapita Selekta Sistem Sosial
Indonesia bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Trisylvana Azwari, S.Sos., M.AP.selaku
dosen pengampuSistem Sosial dan Politik Indonesia. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikannya makalah ini.
Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau pun
adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami mohon maaf. Penulis
menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca untuk membangun kesempurnaan makalah
ini.

Banjarmasin, 20 November 2022

Penulis

Sistem Sosial dan Politik Indonesia | ii


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. ii


DAFTAR ISI................................................................................................................................................ iii
BAB I ............................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 1
A. Latar Belakang .................................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................................. 2
C. Tujuan ............................................................................................................................................... 2
BAB II........................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................................... 3
A. Teori Konteks Struktural Demokrasi Konsensus .............................................................................. 3
B. Demokrasi Consensus Sebagai Manajemen Konflik ........................................................................ 4
C. Elemen-elemen Demokrasi consensus .............................................................................................. 5
D. Demokrasi Pancasila sebagai Demokrasi Konsensus ....................................................................... 6
BAB III ....................................................................................................................................................... 11
PENUTUP .................................................................................................................................................. 11
Kesimpulan ............................................................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 12

Sistem Sosial dan Politik Indonesia | iii


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia memiliki keanekaragaman budaya yang juga berdampak dengan mempengaruhi
beragamnya sistem sosial dalam masyarakat. Dari segi budaya, sistem sosial Indonesia terdiri dari
atas beda-beda suku, agama, ras, antargolongan, dan bahasa. Sistem sosial di Indonesia dengan
banyaknya bentuk memiliki ancaman dan tantangan tersendiri. Menurut Abidin dan Saebani (2014:
13), secara linguistik sistem berasal dari bahasa Latin, systema dan bahasa Yunani sustema artinya
kesatuan yang terdiri atas komponen yang saling berhubungan secara sinergis untuk mencapai
tujuan tertentu serta memudahkan aliran informasi, materi, atau energi. Dalam bahasa Yunani, kata
sistem berasal dari kata sustema yang berarti keseluruhan yang terdiri atas banyak bagian dan
hubungan erat yang teratur antar berbagai komponen. Dalam bahasa Inggris, kata sosial berasal
dari kata social yang sering disebut sebagai society yaitu masyarakat atau peoples. Dengan
demikian, maksud sosial ialah masyarakat atau sekelompok orang yang hidup bersama, saling
menjalin komunikasi dan berinteraksi.

Mempelajari sistem sosial berarti memahami dan menyadari kenyataan bahwa kehidupan
manusia tidak dapat berdiri sendiri, tetapi membutuhkan orang lain. Manusia ialah makhluk sosial,
oleh sebab itu manusia harus peka terhadap permsalahan sosial serta menyadari bahwa setiap
masalah sosial yang timbul dalam masyarakat bersifat kompleks dan memerlukan pendekatan
sosiologis dalam menyelesaikannya. Sistem sosial adalah sistem tindakan yang terbentuk dalam
sistem sosial, terdiri dari individu, kelompok sosial, dan norma sosial yang berlaku di kehidupan
masyarakat. Menurut Setiadi dan Kolip (2013: 31-32), dalam pandangan ilmu-ilmu sosial, sistem
sosial diartikan sebagai hubungan antara bagian-bagian (elemen- elemen) di dalam kehidupan
masyarakat terutama tindakan-tindakan manusia, lembaga sosial, dan kelompok-kelompok sosial
yang saling mempengaruhi. Hubungan antar elemen-elemen tersebut selanjutnya menghasilkan
produk- produk interaksi itu sendiri, yaitu nilai-nilai dan norma-norma sosial yang keadannya
selalu dinamis.

Sistem Sosial dan Politik Indonesia | 1


Sistem sosial Indonesia dibangun atas keberagaman suku bangsa, ras, agama, dan
keberagaman kelompok serta golongan. Kebhinnekaan tersebut merupakan suatu kekayaan
sekaligus menyimpan potensi konflik yang krusial. Sistem sosial pada dasarnya adalah suatu
sistem daripada tindakan-tindakan. Ia terbentuk dari interaksi sosial yang terjadi di antara para
individu yang tumbuh dan berkembang yang tidak secara kebetulan, melainkan tumbuh dan
berkembang diatas standar penilaian umum yang disepakati bersama oleh para anggota masyarakat.
Sesungguhnya yang membentuk struktur sosial adalah norma-norma sosial. Dengan demikian
sistem sosial dapat diartikan dengan sistem hidup bersama atau hidup bermasyarakat dari orang
atau sekelompok orang yang di dalamnya sudah tercakup struktur, organisasi, nilai-nilai sosial,
dan aspirasi hidup serta cara mencapainya. Sedangkan Kapita selekta merupakan kumpulan
karangan yang masing-masing menguraikan suatu persoalan sebagai bagian dari ilmu pengetahuan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran tentang Konteks structural domokrasi consensus?
2. Bagaimana demokrasi consensus sebagai system manajemen publik?
3. Apa saja elemen-elemen demokrasi konsensus?
4. Bagaimana demokrasi pancasila sebagai demokrasi konsensus?

C. Tujuan
1. Menjelaskan tentang konteks structural demokrasi concensus
2. Memberikan penjelasan tentang demokrasi concensus sebagai system manajemen konflik
3. Memberikan penjelasan tentang elemen-elemen demokrasi konsensus
4. Memberikan penjelasan tentang demokrasi pancasila sebagai demokrasi konsensus

Sistem Sosial dan Politik Indonesia | 2


BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Konteks Struktural Demokrasi Konsensus


Demokrasi Konsensus dalam demokrasi konsensus, para partisipan selalu terlibat dalam
pengambilan keputusan harian, melalui desentralisasi ilmu pengetahuan dan kekuasaan, sehingga
pengambilan kontrol atas hidup sehari-hari menjadi sesuatu yang sangat mungkin. Demokrasi
konsensus adalah sebuah bentuk demokrasi langsung.

Demokrasi ini sangat berbeda dengan demokrasi representatif. Berbeda dengan demokrasi
yang mengandalkan aturan mayoritas, nilai-nilai yang dianut demokrasi konsensus membutuhkan
keterlibatan setiap individu secara setara (political equality). Apabila ada satu saja orang yang
tidak setuju dengan sebuah keputusan yang diambil, maka adalah tugas semuanya untuk
menemukan solusi baru yang dapat diterima oleh semua pihak. Lobi kembali dilakukan untuk
menyakinkan satu orang yang tidak setuju tersebut. Yang jelas, keputusan tidak boleh voting
namun tetap mengutamakan musyawarah untuk mufakat.

Demokrasi konsensus tidak menuntut agar seseorang menerima kekuatan orang lain atas
hidupnya, walaupun hal ini juga bukan berarti bahwa tiap orang tidak membutuhkan orang lain.
Dalam persoalan efisiensi, hal seperti ini sangat lamban, tetapi dalam segi kebebasan dan itikad
baik, hal tersebut akan mendapat poin yang sangat tinggi. Demokrasi konsensus tidak memaksa
orang untuk mengikuti pemimpin atau standarisasi nilai, melainkan membiarkan orang lain untuk
memiliki tujuannya dan cara pencapaiannya sendiri.

Model konsensus karakteristik utamanya ialah hubungan yang lebih berimbang eksekutif-
legislatif, terjadi proses check and balances, tidak ada yang terlalu dominan, antara kekuatan
eksekutif dengan legislatif, melawan dominasi satu institusi secara individu atau kelembagaan.

Salah satu cara sosiologi menjelaskan keteraturan dan memprediksi kehidupan social adalah
dengan memandang perilaku manusia sebagai sesuatu yang dipelajari. Pendekatan ini atas alasan-
alasan yang akan dijelaskan nanti, disebut dengan teori structural consensus.

Sistem Sosial dan Politik Indonesia | 3


Teori Konsensus berpendapat bahwa aturan kebudayaan suatu masyarakat, atau struktur,
menentukan perilaku anggotanya, menyalurkan tindakan-tindakan mereka dengan cara-cara
tertentu yang mungkin ber beda dari masyarakat yang lain. Mereka melakukan hal itu dengan cara
yang mirip dengan kontruksi fisik bangunan, yang menstrukturkan tindakan orang yang berada di
dalamnya.

Dalam teori consensus, hal yang sama juga terjadi di dalam kehidupan social. Individu akan
berperilaku sama dalam latar social yang sama karena mereka dibatasi oleh aturan-aturan
kebudayaan yang sama. Meskipun struktur social ini tidak Nampak dalam hal struktur fisiknya,
orang yang disosialisasikan dalam aturan ini menemukan hal ini menentukan.

Ini adalah sebuah contoh mengenai penerapan teori consensus pada fakta kehidupan social.
Dari sudut pandang teoritisi, berbagai pola kelakuan merupakan produk dari berbagai pola
sosalisasi. Nampaknya cara pandang ini berlawanan dengan komitmen teori-teori ini terhadap
gagasan bahwa keteraturan social dalam suatu masyarakat adalah hasil kesepakatan atau consensus
di kalangan para anggotanya mengenai bagaimana berperilaku dan apa yang di pikirkan. Akan
tetapi teoro consensus mengatakan bahwa meski terdapat perbedaan kebudayaan diantara
kelompok-kelompok, akan meski terdapat ejumlah sub-budaya dalam suatu kesatuan besar
kebudayaan, dalam semua masyarakat consensus itu selalu ada. Hal ini karena semua masyarakat
memiliki nilai-nilai yang mantap mengenai suatu art penting yang tidak perlu di perdebatkan.
Nilai-nilai ini mugkin disebut nilai-nilai inti atau nilai-nilai sentral, dan sosialisasi memantapkan
setiap orang untuk tunduk pada nilai-nilai itu.

Bagi teori consensus nilai-nilai inti merupakan penyangga yang di bangun dan di pelihara
melalui proses sosialisasi. Perilaku social dan struktur social di tentukan oleh kekuatan budaya
eksternal. Kehidupan social di mungkinkan karena adanya struktur social yang menjadi tatanan
budaya.

B. Demokrasi Consensus Sebagai Manajemen Konflik


Menurut Arendt Lijphart (1999), demokrasi konsensus adalah suatu rezim demokrasi yang
lebih menekankan konsensus ketimbang oposisi, lebih merangkul ketimbang memusuhi, yang
memaksimalkan ukuran koalisi (ruling majority) ketimbang sekedar demokrasi “limapuluh persen
plus satu.” Konflik dan konsensus adalah dua hal yang tidak dapat dilepaskan dari semua

Sistem Sosial dan Politik Indonesia | 4


kehidupan komunitas di dunia ini. Konsensus dan Konflik lebih merupakan masalah “kadar”
yang lebih condong ke arah konflik ataukah konsensus.

Dalam berdemokrasi tentunya terdapat konflik. Dan konflik itu bisa


diredam misalnya suatu organisasi, satu persatu orang di dalam organisasi tersebut
mengutarakan pendapat, setelah mengutarakan pendapat pasti adanya suatu konflik dan di dalam
organisasi tentu saja adaketua organisasi yang membatasi konflik dan memilih pendapat yang
menurut ketua organisasi cocok. Lalu ketua organisasi menyampaikan pendapat yang menurutnya
bagus, mungkin setiap anggota kadang-kadang tidak setuju dan menyampaikan penolakan karena
menurut anggota tersebut tidak bagus untuk dilaksanakan, dan inilah yang dinamakan
konflik. Lalu dipilihlah pendapat yang menurut semua anggota bagus.

Untuk memanajemen konflik, di dalam manajemen konflik ini biasanya dilakukan secara
konstruktif dan membawa pihak yang berkonflik ke dalam suatu proses yang kooperatif serta dapat
merancang sistem kooperatif yang praktis untuk dapat mengelola perbedaan secara
konstruktif. Jika sebuah konflik di suatu organisasi dapat dikelola dengan baik menggunakan
manajemen konflik, maka konflik akan dapat dipecahkan secara sistematis dan akan mendapat
dampak yang positif guna untuk memperkuat hubungan kerjasama, meningkatkan kepercayaan
diri, meningkatkan harga diri.

C. Elemen-elemen Demokrasi consensus


Tiga Elemen consensus

Konsensus yang menjamin tegaknya konstitusionalisme di zaman modern pada umumnya


dipahami bersandar pada tiga elemen kesepakatan (consensus), yaitu:

1. Kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama (the general goals of society or general
acceptance of the same philosophy of government).

2. Kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan pemerintahan atau penyelenggaraan
negara (the basis of government).

3. Kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur-prosedur ketatanegaraan (the form


of institutions and procedures).

Sistem Sosial dan Politik Indonesia | 5


Kesepakatan (consensus) pertama, yaitu berkenaan dengan cita-cita bersama sangat
menentukan tegaknya konstitusi dan konstitusionalisme di suatu negara. Karena cita-cita bersama
itulah yang pada puncak abstraksinya paling mungkin mencerminkan kesamaan-kesamaan
kepentingan di antara sesama warga masyarakat yang dalam kenyataannya harus hidup di tengah
pluralisme atau kemajemukan. Oleh karena itu, di suatu masyarakat untuk menjamin kebersamaan
dalam kerangka kehidupan bernegara, diperlukan perumusan tentang tujuan-tujuan atau cita-cita
bersama yang biasa juga disebut sebagai falsafah kenegaraan atau staatsidee (cita negara) yang
berfungsi sebagai filosofische grondslag dan common platforms atau kalimatun sawa di antara
sesama warga masyarakat dalam konteks kehidupan bernegara. Di Indonesia, dasar-dasar filosofis
yang dimaksudkan itulah yang biasa disebut sebagai Pancasila yang berarti lima sila atau lima
prinsip dasar untuk mencapai atau mewujudkan empat tujuan bernegara.

Kesepakatan kedua adalah kesepakatan bahwa basis pemerintahan didasarkan atas aturan
hukum dan konstitusi. Kesepakatan atau konsensus kedua ini juga sangat prinsipil, karena dalam
setiap negara harus ada keyakinan bersama bahwa apapun yang hendak dilakukan dalam konteks
penyelenggaraan negara haruslah didasarkan atas rule of the game yang ditentukan bersama.

Kesepakatan ketiga adalah berkenaan dengan (a) bangunan organ negara dan prosedur-
prosedur yang mengatur kekuasaannya; (b) hubungan-hubungan antar organ negara itu satu sama
lain; serta (c) hubungan antara organ-organ negara itu dengan warga negara. Dengan adanya
kesepakatan itu, maka isi konstitusi dapat dengan mudah dirumuskan karena benar-benar
mencerminkan keinginan bersama berkenaan dengan institusi kenegaraan dan mekanisme
ketatanegaraan yang hendak dikembangkan dalam kerangka kehidupan negara berkonstitusi
(constitutional state). Kesepakatan-kesepakatan itulah yang dirumuskan dalam dokumen
konstitusi yang diharapkan dijadikan pegangan bersama untuk kurun waktu yang cukup lama.

D. Demokrasi Pancasila sebagai Demokrasi Konsensus


Demokrasi Konsensus
Pancasila bertemu dengan demokrasi dalam konsep “consensus democracy.” Secara longgar
boleh diterjemahkan sebagai “demokrasi konsensus.” Menurut Arendt Lijphart(1999), demokrasi
konsensus adalah suatu rezim demokrasi yang lebih menekankan konsensus ketimbang oposisi,
lebih merangkul ketimbang memusuhi, yang memaksimalkan ukuran koalisi (ruling majority)
ketimbang sekedar demokrasi “limapuluh persen plus satu.”

Sistem Sosial dan Politik Indonesia | 6


Demokrasi konsensus, menurut Lijphart, adalah alternatif dari demokrasi mayoritas
(majoritarian democracy). Demokrasi model ini secara teknis dapat disederhanakan sebagai
pemerintahan oleh mayoritas. Mayoritas berkuasa, minoritas menjadi oposisi. Secara teoritis,
demokrasi terjadi bukan saja karena ada oposisi, tapi mayoritas dan minoritas dapat saling berganti
posisi. Siklus pemilihan umum memungkinkan mayoritas berubah menjadi oposisi, dan minoritas
berkuasa. Siklus ini berlangsung terus tergantung perkembangan kinerja pemerintahan dan
masyarakat. Contoh demokrasi model ini adalah Inggris, Selandia Baru, dan Barbados. Di tiga
negara demokratis dengan sistem dua partai ini, setiap partai dapat saling bergantian menjadi
penguasa.
Kelemahan demokrasi mayoritas
Kritik utama terhadap demokrasi mayoritas adalah ia tidak memenuhi syarat dasar demokrasi
yakni semua pihak yang terkait/terkena dengan suatu keputusan/kebijakan harus mendapat
kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan tersebut baik secara langsung
maupun melalui perwakilan. Meski pergantian posisi oposisi dan penguasa antara minoritas dan
mayoritas dianggap dapat menjawab kelemahan ini, namun demokrasi mayoritas tetap saja
memiliki prinsip “the will of the majority shall prevail” (keinginan mayoritaslah yang akan
langgeng).
Dalam kasus tiga negara yang kita jadikan contoh di atas, kelemahan demokrasi mayoritas ini
tidaklah terlalu menjadi masalah. Sebabnya adalah masyarakat di tiga negara tersebut relatif
homogen dan perbedaan orientasi kebijakan antar partai tidak ekstrim sehingga masih bisa
melakukan kompromi. Ini berarti, mayoritas yang berkuasa akan tetap memiliki ruang untuk
mengakomodasi kepentingan minoritas yang kebetulan sedang menjadi oposisi. Terdapat
fleksibilitas yang memadai antar kelompok politik dan sosial dalam masyarakat.
Namun kelemahan demokrasi mayoritas akan tampak lebih jelas ketika demokrasi diterapkan
di negara yang masyarakatnya sangat heterogen, baik secara sosiologis maupun ideologi dan
orientasi kebijakan partai-partai politik yang ada di negara tersebut. Dalam masyarakat yang
terbelah ke dalam kelompok agama, ideologi, bahasa, budaya, etnis, dan ras, fleksibilitas antar
kelompok menjadi lebih rendah karena setiap kelompok akan cenderung memiliki loyalitas tinggi
kepada kelompok masing-masing. Prinsip “the will ofthe majority shall prevail” dalam kondisi
masyarakat plural seperti ini bukan hanya sulit diterapkan, namun bisa saja berbahaya karena akan
ada masyarakat yang merasa sama sekali tidak punya akses kepada kekuasaan sehingga

Sistem Sosial dan Politik Indonesia | 7


menimbulkan kekecewaan mendalam. Pembedaan yang tajam antara penguasa dan oposisi akan
membuat kelompok yang kecewa mengambil jalan ekstrim, misalnya memisahkan diri. Tentu saja
ini akan ditentang oleh kelompok penguasa sehingga timbullah jalan buntu yang bisa berakhir pada
kekerasan. Kekerasan bertentangan dengan prinsip lain dari demokrasi yakni menyelesaikan
konflik atau perbedaan secara damai.
Karena itulah, demokrasi konsensus dapat menjadi alternatif demokrasi mayoritas. Sejumlah
kerangka lembaga politik diperlukan untuk melaksanakan demokrasi konsensus. Minimal ada
sepuluh kerangka lembaga politik yang diperlukan menurut Lijphart.
Pertama, koalisi besar dan berbagi kekuasaan dalam mengelola lembaga eksekutif. Ini
memungkinkan berbagai kelompok politik merasa memiliki kesempatan untuk mengelola negara
secara bersama-sama. Kedua, kekuasaan dan kewenangan yang relatif berimbang antara lembaga
eksekutif dan lembaga legislatif dengan perimbangan kekuasaan ini.
kedua lembaga dapat saling kontrol agar kesalahan satu pihak dapat diawasi pihak lainnya.
Keduanya juga harus dapat bekerjasama agar program pemerintahan dapat berjalan.
Ketiga, sistem multipartai. Dalam demokrasi konsensus, sistem multipartai dipandang
sebagai kekuatan, bukan kelemahan. Sistem multipartai memungkinkan setiap kelompok
masyarakat memiliki saluran politik untuk menyuarakan aspirasi dan kepentingannya. Ada yang
bilang ini akan menyulitkan proses pengambilan keputusan dan upaya mencapai kompromi. Kritik
ini benar kalau prinsip yang dipakai adalah demokrasi mayoritas. Tapi dalam demokrasi konsensus,
tentu tidak perlu muncul kritik tersebut. Dalam demokrasi konsensus, setiap kelompok sudah
terlatih dan memiliki keperluan untuk mencari titik temu dengan berbagai kelompok lainnya.
Keempat, perwakilan proporsional (proportionalrepresentation). Dengan prinsip ini, setiap
kelompok masyarakat akan terwakili dalam sistem politik sesuai dengan proporsi masing-masing.
Bias mayoritas atau bias minoritas (over and under-represented) kemungkinan tak akan terjadi.
Hal ini antara lain diwujudkan melalui dipakainya sistem proporsional (PR) dalam pemilihan
umum anggota legislatif.
Kelima, perwakilan kelompok kepentingan. Kelompok-kelompok pekerja/buruh maupun
bisnis sama-sama memiliki saluran untuk terwakili secara langsung maupun tidak langsung dalam
politik.
Keenam, pemerintahan yang ter-desentralisasi. Dengan prinsip ini, pemerintahan tidak hanya
mengakomodasi semua kelompok secara horizontal, tapi juga secara vertikal. Pemerintahan tidak

Sistem Sosial dan Politik Indonesia | 8


hanya mengutamakan tingkat nasional, tapi juga daerah. Jadi tidak terjadi “sentralisasi ibukota”
misalnya.
Ketujuh, bikameralisme. Ini berarti lembaga legislatif terdiri dari dua kamar, satu kamar
perwakilan rakyat, dan satu kamar senat. Bikameralisme memungkinan saling kontrol tidak hanya
antara eksekutif dan legislatif, tapi juga di dalam legislatif. Jadi saluran berbagai kelompok untuk
menyampaikan aspirasi politik menjadi lebih banyak lagi.
Kedelapan, rigiditas konstitusi. Artinya, pengubahan konstitusi tidak gampang dilakukan.
Dengannya, setiap kelompok masyarakat merasa relatif aman dalam jangka panjang sehingga
tidak was-was sewaktu-waktu hak-hak konstitusional mereka akan dikurangi.
Kesembilan, judicial review. Dengan lembaga ini, keputusan para pembuat undang-undang
yang merugikan kelompok atau bahkan individu dalam masyarakat tetap dapat dikoreksi, sehingga
kelompok masyarakat manapun dapat menyuarakan kepentingannya.
Kesepuluh, bank sentral yang independen. Karena memiliki independensi, maka pengaruh
politik terhadap kebijakan makro di bidang ekonomi dan moneter yang
menjadi tanggungjawab bank sentral dapat dikurangi atau menjadi minimal. Ini juga akan lebih
menjamin setiap kelompok masyarakat untuk merasa relatif aman dan tidak merasa dikecualikan.
Pertentangan dengan demokrasi
Kalau kita menganggap bahwa konsensus atau gotong royong adalah salah satu prinsip dasar
Pancasila, dan Pancasila adalah dasar filosofis kehidupan berbangsa yang kita semua terima, maka
jelas tidak ada pertentangannya dengan demokrasi. Masalahnya apakah demokrasi kita sekarang
sudah mencerminkan demokrasi konsensus tersebut?
Kalau kita teliti satu persatu demokrasi kita sekarang dengan menggunakan sepuluh kerangka
kelembagaan di atas, maka jawaban atas pertanyaan tersebut adalah positif. Artinya, lembaga-
lembaga dan praktek demokrasi kita cenderung sudah mendekati kerangka demokrasi konsensus.
Dan kalau kita setuju bahwa prinsip dasar Pancasila adalah konsensus, maka demokrasi kita sudah
cenderung sesuai dengan Pancasila.
Tentu saja ada banyak kelemahan yang bisa kita daftar. Misalnya, apakah kecenderungan
konsensus yang mewarnai politik kita lebih didasari oleh prinsip mengakomodasi kepentingan
yang berbeda-beda untuk kemaslahatan rakyat, atau lebih karena kolusi atau kongkalikong. Yang
lebih teknis, bikameralisme kita masih semu. Bikameralisme yang cocok dengan demokrasi
konsensus adalah bikameralisme yang kuat, yang memberi kekuasaan yang cenderung berimbang

Sistem Sosial dan Politik Indonesia | 9


kepada DPR maupun DPD/Senat. Dalam bikameralisme kita, DPD masih berfungsi sebagai
dewan pertimbangan saja, bukan dewan perwakilan.
Masih banyak kelemahan lain yang bisa kita daftar dari praktek dan kelembagaan demokrasi
kita. Akan tetapi, paling tidak, kerangka kelembagaan minimal demokrasi konsensus sudah kita
miliki. Sehingga tidak ada alasan yang cukup jelas untuk mengatakan bahwa demokrasi kita tidak
sesuai dengan kepribadian kita atau berlawanan dengan nilai-nilai kebangsaan kita.

Sistem Sosial dan Politik Indonesia | 10


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Demokrasi konsensus adalah sebuah bentuk demokrasi langsung. Nilai-nilai yang dianut
demokrasi konsensus membutuhkan keterlibatan setiap individu secara setara (political equality).
Apabila ada satu saja orang yang tidak setuju dengan sebuah keputusan yang diambil, maka adalah
tugas semuanya untuk menemukan solusi baru yang dapat diterima oleh semua pihak. Model
konsensus karakteristik utamanya ialah hubungan yang lebih berimbang eksekutif-legislatif,
terjadi proses check and balances, tidak ada yang terlalu dominan, antara kekuatan eksekutif
dengan legislatif, melawan dominasi satu institusi secara individu atau kelembagaan. Dalam
berdemokrasi tentunya terdapat konflik dan konflik itu bisa diredam misalnya dalam
demokrasi konsensus, Apabila ada satu saja orang yang tidak setuju dengan sebuah keputusan
yang diambil dan inilah yang dinamakan konflik. ketua organisasi yang membatasi konflik dan
dipilihlah pendapat yang menurut semua anggota bagus. Untuk memanajemen konflik, di dalam
manajemen konflik ini biasanya dilakukan secara konstruktif dan membawa pihak yang berkonflik
ke dalam suatu proses yang kooperatif serta dapat merancang sistem kooperatif yang praktis untuk
dapat mengelola perbedaan secara konstruktif.
Terdapat Elemen-elemen Demokrasi konsensus yaitu Kesepakatan tentang tujuan atau cita-
cita bersama, Kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan pemerintahan atau
penyelenggaraan negara, Kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur-prosedur
ketatanegaraan. Jika kita menganggap bahwa konsensus adalah salah satu prinsip dasar Pancasila,
dan Pancasila adalah dasar filosofis kehidupan berbangsa yang kita semua terima, maka jelas tidak
ada pertentangannya dengan demokrasi. Lembaga-lembaga dan praktek demokrasi kita cenderung
sudah mendekati kerangka demokrasi konsensus. Dan jika kita setuju bahwa prinsip dasar
Pancasila adalah konsensus, maka demokrasi kita sudah cenderung sesuai dengan Pancasila. Tentu
saja ada banyak kelemahan yang bisa kita lihat dari praktek dan kelembagaan demokrasi kita. Akan
tetapi, paling tidak, kerangka kelembagaan minimal demokrasi konsensus sudah kita miliki.
Sehingga tidak ada alasan yang cukup jelas untuk mengatakan bahwa demokrasi kita tidak sesuai
dengan kepribadian kita atau berlawanan dengan nilai-nilai kebangsaan kita.

Sistem Sosial dan Politik Indonesia | 11


DAFTAR PUSTAKA

Pangi Syarwi, Jurnal Communitarian Vol.3 ,No.2, 24 Februari 2022 “Diskursus Teori Dan Praktik
Model Demokrasi Konsensus Di Indonesia” :
https://www.ejurnal.ubk.ac.id/index.php/communitarian/article/download/174/132

Djayadi Hanan (2016), Demokrasi Konsensus: https://saifulmujani.com/demokrasi-konsensus/

Teori Konteks Struktural Demokrasi Konsensus


http://ayuriyantii.blogspot.com/2012/12/teori-konteks-struktural-demokrasi.html?m=1

Drs. I Wayan Sudana, M.Si. (2020), Model Manajemen Konflik untuk Menguatkan Kerukunan
dan Kedamaian Masyarakat Desa: https://atnews.id/portal/news/6750

Yusuf Abdhul (2021), Manajemen Konflik: Pengertian, Strategi Dan Contoh :


https://deepublishstore.com/materi/manajemen-konflik/

Elemen-Elemen Demokrasi Konsensus :


http://primaratihtunjungsari.blogspot.com/2014/02/elemen-elemen-demokrasi-
konsensus.html?m=1

Sistem Sosial: Definisi, Macam, Unsur dan Contoh (Di Indonesia)


https://deepublishstore.com/sistem-sosial/

Sistem Sosial Indonesia


https://www.kompasiana.com/bayubara/54f85712a33311805e8b4ae3/sistem-sosial-indonesia

Sistem Sosial dan Politik Indonesia | 12

Anda mungkin juga menyukai