Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

SISTEM SOSIAL DAN POLITIK INDONESIA


KECENDERUNGAN POLITIK GLOBAL DAN REGIONAL DALAM MASYARAKAT
TERHADAP PARTAI POLITIK

DOSEN PENGAMPU: Trisylvana Azwari, S.Sos.,M.AP

Disusun Oleh :
Andriannor (2110411110015)
Hikmah Norahmadayanti (2110411320071)
Rizka Maulida (2110411320067)
Nurun Najwa Ridhana (2110411120004)
Ni Luh Putu Savitri Gita Devayani (2110411120001)
Nisa Muslimah (2110411320010)
Haura Nabilah Muharini (2110411120005)
Sephia Rifan Puteri (2110411120002)
Siti Qamariah (2110411320003)
Maria Ulpah (2110411320050)
Sarah Auliya (2110411320054)
Desy Afriyanda (2110411320033)
Cahaya Gumilang Ramadhan (2110411310065)
Nurdiana akmal (2110411320064)

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikankesehatan dan rahmat-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan sebaik-baiknya. Makalah tentang “Kecenderungan Politik Global dan Regional dalam
Masyarakat Terhadap Partai Politik” ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan tugas
Mata Kuliah Sosial Politik dan Politik Indonesia.
Demikian pula kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini kami masih banyak
kekurangan dan kesalahan baik dalam segi substansi maupun tata bahasa. Namun, semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Oleh karena itu, kritik dan saran dari penulisan makalah ini
sangat kami harapkan dengan harapan sebagai masukan dalam perbaikan dan penyempurnaan pada
makalah kami berikutnya. Untuk itu kami ucapkan terima kasih.

Banjarmasin, 20 November 2022

Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................................... 1


DAFTAR ISI ........................................................................................................................................ 3
BAB I ................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ............................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang............................................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................................... 5
BAB II .................................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN .................................................................................................................................. 6
2.1 Definisi Politik Regional dan Global ......................................................................................... 6
2.2 Kecenderungan Politik ............................................................................................................... 6
BAB III .............................................................................................................................................. 12
PENUTUP .......................................................................................................................................... 12
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................................... 12
3.2 Saran ......................................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 13
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dinamika perkembangan politik global dan regional merupakan keniscayaan, dan dampaknya
secara langsung maupun tidak langsung dapat membawa tekanan yang bisa merugikan dan
membahayakan kepentingan nasional. Oleh karena itu diperlukan strategi pembangunan dengan
mencermati, memperhatikan, dan mempertimbangkan kondisi geostrategi Indonesia dihadapkan dengan
dinamika perkembangan lingkungan strategis terkini.
Dinamika perkembangan politik global dan regional akhir-akhir ini masih diwarnai perebutan
pengaruh dan kepentingan antara Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dengan Amerika Serikat (AS) di
beberapa kawasan, terutama di Asia. Sementara di kawasan regional Asia Tenggara, juga sedang
berproses menyatunya negara- negara ASEAN melalui kesepakatan ASEAN Community (Komunitas
ASEAN). Dari kedua dinamika perkembangan politik tersebut, perlu mewaspadai pengaruh tekanannya
terhadap geostrategi Indonesia, karena hal tersebut apabila tidak diantisipasi kemungkinan buruknya
akan dapat merugikan dan membahayakan kepentingan nasional guna mewujudkan tujuan nasional
dalam rangka mencapai cita-cita nasional Indonesia.
Di Indonesia pemilihan Kepala daerah secara langsung menjadi medan pembuktian bagi partai
politik untuk menunjukkan performa yang bagus untuk mendorong sifat rasionalitas pemilih menuju
budaya politik demokratis, kelak parpol bisa mengarahkan pemilih pada pertimbangan rasional, seperti
kualifikasi track record, kapabilitas, dan program calon kepala daerah, dan tidak lagi partai politik
primordial yang mendorong masyarakat memilih karena atas pertimbangan hubungan agama, suku, dan
kesamaan budaya.
Masyarakat yang tidak menggunakan hak pilih menjadi trend politik di Indonesia akhir- akhir ini,
berbagai pelaksanaan pemilihan kepala daerah maupun pemilihan presiden memperlihatkan tingkat
golput yang cukup tinggi, antara 35% - 45% terutama pemilihan kepala daerah yang barus berlangsung,
yakni pilkada di DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumut, dan Jawa Timur. Masyarakat tidak
menggunakan hak pilih menjadi fenomena baru dan bentuk pelepasan atas penatnya persoalan politik
dan ekonomi yang tak sanggup di atasi oleh pemerintah. Tidak sedikit dari kaum intelektual dan
kelompok gerakan sosial yang menyambut hal ini agak berlebihan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi kecenderungan politik global dan regional secara arti sempit?
2. Bagaimana kepercayaan masyarakat terhadap partai politik dengan Kecenderungan tidak
menggunakan hak pilih?
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat banyak yang tidak menggunakan hak pilih
pada pemilihan umum?
4. Apakah partai politik sudah menjalankan tugas sebagaimana fungsinya?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Politik Regional dan Global


Dalam politik, regionalisme adalah sebuah ideologi politik yang menyoroti kepentingan
menonjol dari sebuah kawasan, kelompok atau entitas subnasional lainnya. Hal tersebut ditentukan oleh
divisi politik, divisi administratif, perbatasan kebudayaan, kawasan linguistik, dan geografi keagamaan,
dan lain-lain.
Regionalis memiliki tujuan meningkatkan kekuasaan politik dan pengaruh yang tersedia pada
seluruh atau beberapa penduduk dari sebuah kawasan. Tuntutan regionalis berwujud dalam bentuk yang
"kuat", seperti kedaulatan, separatisme, sekresi, dan kemerdekaan, serta kampanye-kampanye yang lebih
moderat untuk otonomi lebih (seperti hak bernegara, desentralisasi, atau devolusi).
Politik global adalah ilmu mencakup disiplin yang mempelajari pola politik dan ekonomi dunia
dan bidang yang sedang dipelajari. Dalam bidang tersebut terdapat macam-macam proses globalisasi
politik yang berkaitan dengan persoalan kekuasaan sosial. Disiplin ini mempelajari hubungan antar kota,
negara bangsa, negara sekitar, perusahaan multinasional, lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi
internasional. Hal-hal yang dibahas meliputi peraturan konflik nasional dan etnis, demokrasi dan politik
penentuan nasib sendiri nasional, globalisasi dan hubungannya dengan demokrasi, studi konflik dan
perdamaian, politik perbandingan, ekonomi politik, dan ekonomi politik internasional lingkungan. Salah
satu bidang penting politik global adalah perebutan legitimasi dalam lingkup politik global.

2.2 Kecenderungan Politik


Kepercayaan Masyarakat Terhadap Partai Politik dengan Kecenderungan Tidak Menggunakan
Hak Pilih Berdasarkan wawancara secara mendalam dengan para informan dapat diketahui bahwa
tingkat kepercayaan terhadap partai politik relatif rendah. Karena semua partai politik yang pernah dan
masih berkesempatan memimpin rakyatnya dalam pemerintahan Negara gagal memberikan kepercayaan
terhadap pemiliknya yaitu rakyat. Terbukti mulai dari PDI Perjuangan, Partai Golkar hingga Partai
Demokrat dipercaya rakyat, harus akui bahwa partai-partai politik belum benar-benar berhasil
mengemban tanggung jawab yang harus dipikulnya. Kesejahteraan, kemakmuran, keadilan sosial hingga
keamanan yang harus diberikan rakyatnya belum dapat dipenuhi secara maksimal.
Dalam konteks ini kecenderungan masyarakat yang tidak menggunakan hak pilih pada pemilu
mendatang dapat dipahami argumentasinya, yaitu sebagai kritik atas kondisi politik yang ada. Sikap anti
masyarakat terhadap Parpol merupakan wujud publik masih bersikap kritis dan mekanisme kontrol
masyarakat masih berjalan. Sikap itu juga sebuah kemajuan untuk melihat dan mengoreksi Parpol.
Kekuasaan itu bukan blanko kosong, sebetulnya kontrol masyarakat itu bukan hanya ada di balik
pemilihan tetapi justru sesudah pemilihan. Justru pemilih harus terus mencurigai penguasa dengan
kekuasaannya apakah masih sesuai janji-janjinya saat kampanye, atau sudah melenceng. Memburuknya
penilaian publik terhadap Parpol tak lepas dari perilaku elite Parpol sendiri. Jika kepercayaan pada parpol
semakin luntur, maka akan merusak sistem demokrasi di Indonesia. Maka saat ini kita harus mulai
menggeser paradigma dalam melihat golput dan partisipasi politik dalam konteks demokrasi di atas
mutlak diperlukan agar pemilu mendatang tidak lagi hanya demokrasi prosedural semata. Lebih jauh
dari itu substansi untuk targetan membangun demokrasi secara utuh yang mestinya dipertimbangkan.
Melarang golput justru akan memandulkan dinamika politik yang ada. Sebab ia merupakan bagian untuk
mempresentasikan aspirasi politiknya. Negara tentu tidak boleh menjadikannya sebagai suatu yang
merugikan atau bahkan dianggap sebagai penyakit yang harus diberantas.
Untuk mengatasi permasalahan masyarakat yang tidak menggunakan hak pilih (golput)
diperlukan langkah-langkah yang nyata dari pemerintah. Fenomena penurunan tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap parpol harus segera diatasi. Parpol harus kembali pada fungsi awal parpol, parpol
harus kembali pada kodratnya sebagai jembatan antara masyarakat dan pemerintah untuk menyampaikan
apa yang menjadi input dari masyarakat. Parpol bukan hanya sekedar alat pengeruk dukungan
masyarakat untuk legitimasi kekuasaan tapi juga harus mampu menjalankan fungsinya sebagaimana
mestinya. Untuk itu partai politik perlu melaksanakan fungsinya dengan benar dan tepat, yang meliputi:
fungsi agregasi, fungsi artikulasi, fungsi edukasi dan fungsi rekrutmen.
1. Fungsi Agregasi, merupakan cara bagaimana tuntutan-tuntutan yang dilancarkan oleh kelompok-
kelompok yang berbeda, digabungkan menjadi alternatif-alternatif kebijaksanaan pemerintah. Agregasi
dijalankan dalam sistem politik yang tidak memperbolehkan persaingan partai secara terbuka, fungsi
organisasi itu terjadi di tingkat atas, mampu dalam birokrasi dan berbagai jabatan militer sesuai
kebutuhan dari rakyat dan konsumen. Fungsi agregasi kepentingan ini dapat tumpang tindih dengan
fungsi artikulasi kepentingan. Berbagai macam struktur yang menjalankan fungsi agregasi kepentingan,
biasanya menjalankan pula fungsi artikulasi kepentingan. Pada umumnya struktur yang menjalankan
fungsi agregasi kepentingan adalah birokrasi dan partai politik. Walaupun tidak tertutup kemungkinan
bagi individu-individu yang mempunyai pengaruh yang besar di dalam masyarakat untuk menjalankan
fungsi agregasi kepentingan
2. Fungsi Artikulasi, adalah suatu proses penginputan berbagai kebutuhan, tuntutan dan kepentingan
melalui wakil-wakil kelompok yang masuk dalam lembaga legislatif, agar kepentingan, tuntutan dan
kebutuhan kelompoknya dapat terwakili dan terlindungi dalam kebijaksanaan pemerintah. Pemerintah
dalam mengeluarkan suatu keputusan dapat bersifat menolong masyarakat dan bisa pula dinilai sebagai
kebijaksanaan yang justru menyulitkan masyarakat. Oleh karena itu warga negara atau setidak-tidaknya
wakil dari suatu kelompok harus berjuang untuk mengangkat kepentingan dan tuntutan kelompoknya,
agar dapat dimasukkan ke dalam agenda kebijaksanaan negara. Wakil kelompok yang mungkin gagal
dalam melindungi kepentingan kelompoknya akan dianggap menggabungkan kepentingan kelompok,
dengan demikian keputusan atau kebijaksanaan tersebut di-anggap merugikan kepentingan
kelompoknya.
3. Fungsi Edukasi, dalam usahanya untuk memperoleh dukungan luas masyarakat, partai politik akan
berusaha menunjukkan diri sebagai pejuang kepentingan umum. Oleh karena itu partai politik harus
mendidik dan membangun orientasi pemikiran anggotanya (dan masyarakat luas) untuk sadar akan
tanggung jawabnya sebagai warga negara. Proses tersebut dinamakan edukasi, yang wujud nyatanya
dapat berbentuk ceramah penerangan, kursus kader, seminar dan lain-lain atau cara yang ditempuh
misalnya dengan memberi penerangan atau agitasi menyangkut kebijakan negara serta menjelaskan arah
mana yang diinginkan partai agar masyarakat turut terlibat perjuangan politik partai. Untuk itu
dibutuhkan lebih lanjut, sosialisasi politik dapat pula diartikan sebagai usaha untuk memasyarakatkan
ide, visi dan kebijakan strategis partai politik kepada konstituen agar mendapatkan feedback berupa
dukungan masyarakat luas.
4. Fungsi Rekrutmen, fungsi politik ini sangat penting bagi kelangsungan sistem politik sebab tanpa elit
yang mampu melaksanakan peranannya, kelangsungan hidup sistem politik akan terancam. Melalui
proses ini akan terus ada orang-orang yang berperan untuk melanjutkannya. Peran partai politik sebagai
sarana rekruitmen dalam rangka meningkatkan partisipasi politik masyarakat, yaitu bagaimana partai
politik memiliki andil yang cukup besar dalam hal : menyiapkan kader-kader dalam pimpinan politik,
melakukan seleksi terhadap kader-kader yang dipersiapkan, serta perjuangan untuk penempatan kader
yang berkualitas, berdedikasi, dan memiliki kredibilitas yang tinggi serta mendapat dukungan dari
masyarakat pada jabatan-jabatan politik yang bersifat strategis.
Dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingginya Golput pada
pemilihan umum disebabkan oleh Korupsi Aktor-Aktor Politik, sosialisasi, dan lain-lainnya
1. Korupsi Aktor-Aktor Politik
Korupsi mempunyai banyak segi dan dapat dipandang dari segi politik, ekonomi, budaya, dan
sebagainya. Korupsi yang melanda negara Indonesia sudah sangat serius dan merupakan kejahatan yang
luar biasa (extra ordinary crime) serta menggoyahkan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara, dan membahayakan keberadaan negara. Hal ini terjadi karena perilaku korupsi merusak
berbagai macam tatanan, seperti tatanan hukum, tatanan politik, dan tatanan sosial budaya dari negara
yang bersangkutan.Kasus korupsi yang melibatkan aktor-aktor politik menyebabkan kepercayaan
masyarakat terhadap partai menurun, Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan.
Didalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good
governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan
legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem
pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan
ketidakseimbangan dalam pelayanan masyarakat.
2. Faktor Sosial-Ekonomi
Hubungan tingkat pendidikan dengan kehadiran memilih memang menunjukkan hubungan yang
erat. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin luas pengetahuan dan akses informasi yang
dimiliki, maka memungkinkan seseorang bersifat kritis. Mereka juga mengetahui praktek-praktek politik
dan ekonomi yang dinilai tidak sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, kejujuran,kebebasan dan
demokrasi. Selain tingkat pendidikan, jenis kelamin, kelas sosial, agama dan keadaan ekonomi, turut
mempengaruhi tingkat kehadiran pemilih pada saat pemilu. Selama ini, ekonomi rendah, pekerja yang
penghasilannya pas-pasan, cenderung tidak hadir ke tempat pemungutan suara dengan pertimbangan
hari-hari mereka lebih dipentingkan mencari nafkah. Bagi kelompok ini, golput bukan persoalan berani
atau tidak berani menampilkan kelainan sikap politik, namun semata-mata faktor kebutuhan yang
terlampau besar bila dibandingkan dengan kebutuhan politik.
Di era reformasi, golput tak selalu berasal dari ekonomi rendah, kalangan borjuis pun juga ambil bagian.
Penghasilan yang cukup atau bahkan lebih dari sekedar cukup tak jaminan berpartisipasi secara aktif
dalam dunia politik. Kalangan borjuis tak terlalu peduli dengan politik, kecuali terdapat suatu
kepentingan tertentu. Karena itu, waktu bagi mereka difungsikan untuk bekerja dan istirahat di hari libur
seperti pemilu. Fenomena ini menunjukkan tidak adanya motivasi yang diakibatkan dari fenomena
politik yang membosankan.
3. Faktor Sistem Politik
Umumnya pendukung golput melihat sistem politik yang sedang dikembangkan rejim penguasa
orde baru dan orde reformasi tidak mampu membangun demokrasi yang sehat, baik pada tingkat elit
maupun massa. Wajar bila masyarakat tak mau hadir ke tempat pemungutan suara. Karena tak ada lagi
kepercayaan atas sistem politik demikian. Partisipasi masyarakat akan tinggi bila pilar dan prinsip
demokrasi berjalan sebagaimana mestinya, sebaliknya partisipasi masyarakat akan menurun bila seluruh
prinsip demokrasi dikhianati.
4. Faktor Rendahnya Kepercayaan Masyarakat Terhadap Partai Politik
Ketidakhadiran pemilih pada pesta demokrasi mesti memiliki pesan politik, setidaknya bentuk
kejenuhan. Salah satu makna pesan tersebut adalah rasa apatis atau tidak percaya terhadap hal-hal yang
berbau politik. Ketidakpercayaan rakyat sebagai potret buram perpolitikan nasional. Sebab, tidak
mungkin rakyat memberikan respon sebegitu sinis, jika hanya persoalan kecil, kekecewaan yang begitu
besar disebabkan oleh hal-hal kecil yang berulang-ulang. Hasil temuan penelitian Dwijayanto
mengatakan mayoritas responden (67%) menganggap bahwa dengan dilaksanakannya Pilgub ini tidak
akan membawa perubahan apapun baik terhadap provinsi maupun kehidupan mereka. Menurut mereka
perhelatan semacam Pilgub ini hanyalah sebuah rutinitas politik saja tanpa menjanjikan suatu perubahan
yang berarti.
Faktor-faktor yang disebut sebelumnya mungkin disebabkan karena sistem atau penyelenggara
pemilu. Faktor selanjutnya adalah faktor individu dengan alasan malas dan tidak memiliki calon yang
memenuhi kriteria atau bisa mewakili kepentingan nya, dsb. Banyaknya alasan orang tidak
menggunakan hak suaranya dalam pemilihan umum menandakan bahwa golput di Indonesia bukanlah
suatu gerakan mayoritas yang terkonsolidasi dimana semua masyarakat memahami alasan ideologis
untuk golput atau adanya kesepahaman bersama untuk tidak menggunakan hak pilihnya.
Fungsi partai politik terhadap negara antara lain adalah menciptakan pemerintahan yang efektif
dan adanya partisipasi politik terhadap pemerintahan yang berkuasa. Sedangkan fungsi partai politik
terhadap rakyat antara lain adalah memperjuangkan kepentingan, aspirasi, dan nilai-nilai pada
masyarakat serta memberikan perlindungan dan rasa aman. Kebanyakan partai politik pada saat ini
belum sepenuhnya memberikan pendidikan politik dan melakukan pengkaderan serta rekrutmen politik
yang efektif untuk menghasilkan kader-kader pemimpin yang memiliki kemampuan di bidang politik.
Lemahnya pelembagaan partai politik di Indonesia, terutama disebabkan oleh belum munculnya
pola partai kader. Partai politik cenderung membangun partai massa yang memiliki ciri-ciri:
meningkatnya aktivitas hanya menjelang pemilu, menganut sistem keanggotaan yang amat longgar,
belum memiliki sistem seleksi dan rekrutmen keanggotaan yang memadai serta belum mengembangkan
sistem pengkaderan dan kepemimpinan politik yang kuat.
Kelemahan yang mencolok partai politik yang berorientasi pada massa adalah kurang intensif
dan efektifnya kerja partai. Sepanjang tahun sebagian besar kantor partai hampir tidak memiliki agenda
kegiatan yang berarti. Hal ini ditandai dengan tidak dimilikinya rencana kerja partai yang bersifat jangka
panjang, menengah dan jangka pendek. Partai politik semestinya merupakan suatu kelompok terorganisir
yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, serta cita-cita yang sama, dan yang
mempunyai visi, misi, program dan tujuan untuk memperoleh kekuasaan politik dan melalui kekuasaan
politik itu memperjuangkan kepentingan rakyat.
Sebagai akibatnya, partai politik tidak memiliki program yang jelas dalam melakukan pendidikan
politik kepada masyarakat, melakukan artikulasi dan agregasi kepentingan, belum dapat membangun
sosialisasi politik dan komunikasi politik untuk menjembatani rakyat dengan pemerintah. Partai politik
semacam ini hanya berorientasi pada perolehan dukungan suara di daerah pemilihannya dalam rangka
memperoleh kekuasaan tanpa memperhatikan kepentingan dan pemenuhan hak konstituen. Hal ini yang
membuat partai gagal dalam mengembangkan dan mempertahankan kepercayaan masyarakat. Dalam
kondisi krisis kepercayaan masyarakat terhadap partai politik yang berakibat pada penurunan dukungan
masyarakat terhadap perolehan suara, hal ini dapat menimbulkan frustasi bagi kader dan pengurus partai.
Kondisi ini akan berakibat kader dan pengurus partai yang berdedikasi tinggi sekaligus memiliki
karakter, dengan mudah mengubah garis politik.
Bertolak dari sistem rekrutmen dan ketidakjelasan program kerja dan orientasi partai, pemenuhan
hak dan kewajiban yang terabaikan, rendahnya kepercayaan masyarakat, kepemimpinan partai yang
kurang responsif dan inovatif sehingga menimbulkan sejumlah problematika dan konflik yang sering
tidak terselesaikan oleh internal partai. Konflik yang tidak terselesaikan tersebut disebabkan oleh
terbatasnya pengaturan penyelesaian konflik yang dilakukan melalui prinsip musyawarah mufakat
internal partai, maupun penyelesaian konflik/perselisihan yang dilakukan melalui pengadilan. Tambahan
lagi, tidak adanya kesadaran para pengurus untuk segera menyelesaikan konflik dan masing-masing mau
menangnya sendiri akan mengakibatkan semakin berlarut-larutnya konflik tersebut.
Faktor lain yang menyebabkan lemahnya pelembagaan sistem kepartaian adalah belum ada
pengaturan yang dapat dijadikan pedoman untuk membekukan kepengurusan partai politik, baik untuk
kepengurusan tingkat pusat, tingkat provinsi, maupun tingkat kabupaten/kota. Problem lain yang
dihadapi adalah upaya untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam kepengurusan partai politik
sekalipun masih menemukan kendala kultural dan struktural.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Masih adanya partai-partai politik yang menggunakan cara-cara yang dilarang dalam aturan
penyelenggaraan pemilihan umum mendorong semakin meningkatnya pemilih yang tidak menggunakan
haknya untuk memilih atau biasa dikenal dengan istilah golongan putih (Golput). Untuk mengatasi
permasalahan masyarakat yang tidak menggunakan hak pilih (golput) diperlukan langkah-langkah yang
nyata dari pemerintah. Untuk itu partai politik perlu melaksanakan fungsinya dengan benar dan tepat,
yang meliputi: fungsi agregasi, fungsi artikulasi, fungsi edukasi dan fungsi rekrutmen. Diketahui bahwa
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingginya Golput pada pemilihan umum disebabkan oleh
Korupsi Aktor-Aktor Politik, Faktor Sosial-Ekonomi, Faktor Sistem Politik, Faktor Rendahnya
Kepercayaan Masyarakat Terhadap Partai Politik. Faktor-faktor yang disebut sebelumnya mungkin
disebabkan karena sistem atau penyelenggara pemilu. Faktor selanjutnya adalah faktor individu dengan
alasan malas dan tidak memiliki calon yang memenuhi kriteria atau bisa mewakili kepentingan nya, dsb.
Kebanyakan partai politik pada saat ini belum sepenuhnya memberikan pendidikan politik dan
melakukan pengkaderan serta rekrutmen politik yang efektif untuk menghasilkan kader-kader pemimpin
yang memiliki kemampuan di bidang politik. Oleh karena itu, parpol harus membenahi diri dan
programnya sehingga memunculkan kembali kepercayaan rakyat. Penguatan parpol ini sangat penting
karena parpol adalah pilar demokrasi.

3.2 Saran
Meskipun Pemilu secara teknis telah berhasil dilaksanakan, namun partai-partai politik yang ada saat ini
masih tetap belum mampu menjadi media representasi politik yang baik. Parpol harus kembali pada
fungsi awal parpol, parpol harus kembali pada kodratnya sebagai jembatan antara masyarakat dan
pemerintah untuk menyampaikan apa yang menjadi input dari masyarakat. Parpol bukan hanya sekedar
alat pengeruk dukungan masyarakat untuk legitimasi kekuasaan tapi juga harus mampu menjalankan
fungsinya sebagaimana mestinya. Untuk itu partai politik perlu melaksanakan fungsinya dengan benar
dan tepat.
DAFTAR PUSTAKA

http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=2961676&val=26383&title=Geostrategi%
20Indonesia%20dalam%20Dinamika%20Politik%20Global%20dan%20Regional
https://www.google.com/books?hl=id&lr=&id=SDRgEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=kecenderun
gan+politik+global+dan+regional&ots=ClOhRN97X_&sig=jyCN07OtXYGi1pEkgw-
BuJpEdTw
Muttaqin, A. (2013). Keharusan Partai Politik Mendorong Partisipasi Publik dan Terciptanya Lapisan
Sosial Masyarakat Baru Dalam Era Globalisasi. SPEKTRUM (2).
Sunarti, L. (2016). Sejarah Indonesia Dalam Konteks Politik Global Dan Regional. Jurnal Sejarah dan
Budaya, 10(2), 161-173.
Yuliono, A. (2013). Kepercayaan Masyarakat Pada Partai Politik (Studi Kasus Kecenderungan
Golongan Putih Pada Pemilihan Kepala Daerah di Wilayah Surabaya). Jurnal Administrasi
Publik (DIA), 11(1), 173-184.

Anda mungkin juga menyukai