Anda di halaman 1dari 29

DEMOKRASI DAN MASYARAKAT MADANI

MAKALAH

Sebagai Tugas Mata Kuliah Pendidikan


Kewarganegaraan

Di Susun Oleh :

1. AZKIYA NASYWA KAMILA (23050230111)


2. AZZAHRA AFZAKIYAH NAZULI (23050230112)
3. NAJWA SALSABRINA CANTIKA Y. (23050230110)
4. SAFA NUR KHALISA (23050230099)

KELAS D PENDIDIKAN TATA BUSANA

UNIVERSITAS NEGRI YOGYAKARTA


YOGYAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, Wr.Wb.
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang
"Demokrasi dan Masyarakat Madani". Tidak lupa juga kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah turut memberikan kontribusi. Tentunya, tidak
akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Sebagai
penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari penyusunan
maupun tata bahasa. Oleh karena itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan
kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki tugas makalah. Kami berharap
semoga tugas yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga inspirasi untuk
pembaca.

Yogyakarta, Oktober 2023

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. 2


DAFTAR ISI ................................................................................................................. 3
BAB 1 ........................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 4
A. Latar Belakang ................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 5
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................ 6
D. Manfaat Penulisan .............................................................................................. 6
BAB II ........................................................................................................................... 8
PEMBAHASAN ........................................................................................................... 8
A. Demokrasi Dan Masyarakat Madani .................................................................. 8
B. Faktor-Faktor Yang Dapat Menunjang Berkembangnya Masyarakat Madani 16
C. Realitas Demokrasi Masyarakat Madani Di Bali ............................................. 17
BAB III ....................................................................................................................... 25
PENUTUP ................................................................................................................... 25
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 25
B. Saran ................................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 27

3
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Budaya demokrasi merupakan sebuah nilai yang penting dalam sebuah
negara demokratis. Budaya demokrasi mencakup komitmen individu dan
kelompok untuk menghormati hak-hak dasar, serta partisipasi dalam urusan
publik, transparansi, dialog, toleransi, dan pengambilan keputusan yang
berkualitas.

Masyarakat madani sebagai konsep kebangsaan Indonesia,


menggambarkan bahwa masyarakat merupakan pelaku utama untuk
membangun sebuah negara. Masyarakat madani memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:

1. Komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia, dan


keadilan sosial.
2. Partisipasi aktif dalam pengambilan keputusan pada semua tingkat
pemerintahan.
3. Transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan sumber daya publik.
4. Pendidikan dan kewirausahaan sebagai modal utama untuk mencapai
kesejahteraan dan kemakmuran.

Budaya demokrasi adalah salah satu elemen penting dalam membangun


masyarakat madani. Aspek partisipasi aktif dalam pengambilan keputusan,
transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan sumber daya publik serta
komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi, sangat diperlukan untuk
membangun sebuah negara yang berkeadilan sosial.

Oleh karena itu, budaya demokrasi perlu dikembangkan dan ditanamkan


pada setiap warga negara, terutama para pemimpin dan elit politik. Dengan
budaya demokrasi yang kuat, maka dipastikan terciptanya pengambilan

4
keputusan yang bijak dan berkeadilan sosial serta pemerintahan yang
berintegritas. Hal ini akan mendukung terwujudnya masyarakat madani yang
memiliki partisipasi aktif dan tanggung jawab dalam pembangunan negara.

Indonesia adalah negara kesatuan yang plural dengan beragam etnis,


bahasa, budaya, serta agama. Oleh karena itu, membangun sebuah budaya
demokrasi yang kuat di Indonesia sangatlah kompleks. Pada masa Orde Baru,
terjadi upaya untuk menekan hak-hak sipil masyarakat dan membatasi
kebebasan berpendapat. Akibatnya, tumbuh perilaku anti-demokrasi seperti
nepotisme, korupsi, dan ketergantungan pada penguasa.

Setelah Reformasi 1998, Indonesia memasuki era demokrasi baru yang


dibangun dengan penuh tantangan dan rintangan. Peran media dalam
mengontrol kebijakan pemerintah dan mengawasi jalannya pemilu menjadi
penting. Kesadaran atas pentingnya partisipasi politik juga meningkat,
terutama di kalangan masyarakat pesisir dan pedalaman.

Namun, bukan berarti Indonesia sudah dapat mewujudkan masyarakat


madani sepenuhnya. Masih banyak kendala yang dihadapi, seperti
kepemimpinan yang otoriter, intoleransi terhadap kebebasan berpendapat,
serta kurangnya partisipasi masyarakat untuk memperjuangkan hak-haknya.

Untuk itu, dibutuhkan pengembangan budaya demokrasi yang kuat dan


berkesinambungan. Edukasi demokrasi, partisipasi masyarakat dalam setiap
kebijakan publik, serta kebebasan berpendapat dan memilih wakilnya perlu
digalakkan. Dengan demikian, diharapkan Indonesia dapat menjadi
masyarakat madani yang sejati.

B. Rumusan Masalah

5
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian ini, maka penulis
merumuskan berbagai permasalahan sebagai berikut

1. Apa yang disebut demokrasi dan masyarakat madani?


2. Apa faktor-faktor yang dapat menunjang berkembangnya masyarakat
madani?
3. Bagaimana realitas demokrasi masyarakat madani di Bali?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas menunjukkan bahwa tujuan dari


penelitian ini yaitu, untuk

1. Untuk meningkatkan pemahaman tentang kedua konsep tersebut.


2. Untuk memberikan pemahaman kepada pembaca mengenai faktor apa saja
yang diperlukan agar masyarakat dapat berkembang menjadi masyarakat
madani yang bertanggung jawab, partisipatif, dan demokratis.
3. Untuk menjelaskan bagaimana realitas demokrasi di masyarakat madani di
Bali dan bagaimana konsep masyarakat madani mempengaruhi demokrasi
di Bali.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat dalam penulisan ini, sebagai berikut

1. Pemahaman yang lebih baik tentang sistem demokrasi, penulisan tentang


demokrasi dapat membantu masyarakat madani dalam memahami sistem
demokrasi dengan lebih baik. Ini sangat penting karena dalam sistem
demokrasi, masyarakat merupakan bagian yang aktif dalam proses
membuat keputusan politik dan sosial.
2. Pembentukan sikap kritis, penulisan tentang demokrasi dapat membantu
masyarakat madani dalam membentuk sikap kritis ketika menghadapi isu-

6
isu politik. Dengan memahami prinsip-prinsip demokrasi, masyarakat
akan lebih mampu melakukan penilaian dan penyelesaian masalah politik
secara bijaksana.
3. Pengembangan partisipasi politik, demokrasi mendorong partisipasi
politik dari masyarakat. Penulisan tentang demokrasi dapat membantu
meningkatkan tingkat partisipasi politik dari masyarakat. Masyarakat
dapat mempertimbangkan pendapat-pendapat yang berbeda dan
memberikan kontribusi dalam pembuatan keputusan politik.

Dengan demikian, penulisan tentang demokrasi dapat memiliki manfaat


yang signifikan dalam meningkatkan kualitas dan keadaan masyarakat
madani. Masyarakat yang memahami prinsip-prinsip demokrasi akan lebih
mampu untuk berpartisipasi secara aktif dalam politik, memperbaiki sistem
politik, dan mempromosikan nilai-nilai demokratis.

7
BAB II
PEMBAHASAN

A. Demokrasi dan Masyarakat Madani

1. Pengertian Demokrasi

Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani, demos yang berarti


rakyat dan kratos yang berarti pemerintahan. Sederhananya, demokrasi
berarti pemerintahan oleh rakyat. Demokrasi telah dikenal sejak abad ke-
5 sebelum masehi, awalnya sebagai reaksi terhadap pengalaman buruk
akibat monarki dan kediktatoran di Yunani.

Kamus mengartikan demokrasi sebagai pemerintahan oleh rakyat,


dengan kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih dalam
sistem pemilihan umum yang bebas. Demokrasi adalah pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (Abraham Lincoln).

Demokrasi telah diterima oleh sebagian besar pemerintahan di dunia.


Bahkan pemerintahan otoriter telah menggunakan atribut demokratis
untuk menggambarkan rezim mereka. Demokrasi pada dasarnya adalah
seperangkat gagasan dan prinsip mengenai kebebasan, namun juga
mencakup serangkaian praktik dan prosedur yang dibentuk oleh sejarah
yang panjang dan terkadang berliku.

Dalam literatur ilmu politik, secara umum label demokrasi selalu


mengacu pada pemerintahan oleh rakyat. Implementasi konsep demokrasi
pada tingkat nasional di negara-negara secara besar-besaran seringkali
tidak dilakukan secara langsung oleh rakyat melainkan secara tidak
langsung melalui wakil-waki rakyat yang dipilih berdasarkan prinsip

8
kebebasan dan kesamaan. Dalam tinjauan politik, praktik demokrasi jenis
ini tergolong demokrasi tidak langsung.

Ada dua tingkatan pemikiran mengenai demokrasi yang perlu


dipisahkan satu sama lain. Pertama, demokrasi sebagai gagasan atau
konsep, dan kedua, demokrasi sebagai praktik. Sebagai sebuah gagasan
atau konsep, siapa pun dapat memunculkan daftar makna, konotasi, sikap,
dan perilaku yang sangat panjang yang tergolong demokrasi. Kedaulatan
tertinggi ada di tangan rakyat, kebebasan berpendapat, berkumpul dan
berserikat. Kebebasan memilih adalah beberapa contoh gagasan
demokrasi yang dapat diberikan. Kedua, sebenarnya demokrasi sudah
benar-benar berkembang menjadi sebuah sistem. Sebagai suatu sistem,
kegiatan demokrasi harus mengikuti aturan main tertentu. Jika dalam
sistem demokrasi ini ada masyarakat yang tidak mengikuti aturan main
yang ada, maka kegiatan ini akan melemahkan demokrasi. Dengan kata
lain, kegiatan ini dalam konteks sistem demokrasi yang berlaku menjadi
tidak demokratis atau anti demokratis. .

Perwujudan demokrasi tidak cukup untuk menyelenggarakan pemilu


reguler dan keberadaan badan-badan yang mewakili rakyat. Karena selain
faktor-faktor tersebut, negara demokrasi perlu melindungi hak asasi
manusia dan supremasi hukum.

Demokrasi dibagi menjadi dua tipe dasar, yaitu demokrasi langsung


dan demokrasi perwakilan. Demokrasi langsung, memungkinkan semua
warga tanpa melalui pejabat yang dipilih atau diangkat dapat ikut dalam
pembuatan keputusan negara. Sedangkan Demokrasi tidak langsung
menggunakan sistem perwakilan. Setiap partai politik yang memenuhi
syarat untuk mendapat kursi, menempatkan wakilnya dalam badan
legislatif yang jumlahnya bergantung pada prosentase perolehan suara

9
tingkat nasional. Pejabat pemerintah dalam sistem demokrasi perwakilan
menjalankan tugasnya atas nama rakyat dan bertanggung jawab kepada
rakyat atas setiap tindakan yang dilakukannya.

Menurut Meriam Budiharjo, menyatakan ada banyak jenis demokrasi


yang dipraktekkan di berbagai negara. Yakni Demokrasi Konstitusional,
Demokrasi Parlementer, Demokrasi Terpimpin, Demokrasi Pancasila,
Demokrasi Rakyat, Demokrasi Soviet, Demokrasi Nasional, dan
sebagainya. Semua konsep tersebut menggunakan istilah demokrasi, yang
menurut asal katanya berarti “rakyat yang berkuasa” atau “government or
rule by the people”

2. Prinsip-Prinsip Demokrasi Pancasila

Menurut Prof. Dardji Darmodihardjo, Demokrasi Pancasila adalah


paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan falsafah hidup
bangsa Indonesia, yang perwujudannya seperti dalam ketentuan-
ketentuan pembukaan UUD 1945.

Adapun prinsip-prinsipnya adalah sebagai berikut:

a. Persamaan bagi seluruh rakyat Indonesia.


b.Keseimbangan antara hak dan kewajiban.
c. Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada
Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri dan orang lain.
d.Mewujudkan rasa keadilan sosial.
e. Pengambilan keputusan dengan musyawarah.
f. Mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan.
g.Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional.

Demokrasi Pancasila menurut Prof. S. Pamuji mengandung enam


aspek berikut:

10
a. Aspek formal, yang mempersoalkan proses dan cara rakyat
menunjuk wakil-wakilnya dalam badan-badan perwakilan dan
pemerintahan serta bagaimana mengatur permusyawaratan wakil-
wakil rakyat secara bebas, terbuka, jujur untuk mencapai konsensus.
b. Aspek material, untuk mengemukakan gambaran manusia dan
mengakui terwujudnya masyarakat manusia Indonesia sesuai
dengan gambaran, harkat dan martabat tersebut.
c. Aspek normatif, yang mengungkapkan seperangkat norma atau
kaidah yang membimbing dan menjadi kriteria pencapaian tujuan.
d. Aspek optatif, yang mengetengahkan tujuan dan keinginan yang
hendak dicapai.
e. Aspek organisasi, untuk mempersoalkan organisasi sebagai wadah
pelaksanaan
f. Demokrasi Pancasila dimana wadah tersebut harus cocok dengan
tujuan yang hendak dicapai.
g. Aspek kejiwaan, yang menjadi semangat para penyelenggara negara
dan semangat para pemimpin pemerintahan.

Bila dibandingkan sesungguhnya secara esensial terdapat kesesuaian


antara pilarpilar demokrasi universal dengan demokrasi Pancasila yang
berdasarkan UUD 1945. Yang tidak terdapat dalam pilar demokrasi
universal tetapi merupakan salah satu pilar demokrasi Pancasila, yakni:
Demokrasi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan inilah yang
merupakan ciri khasnya demokrasi Indonesia yang sering disebut dengan
istilah teodemokrasi, yakni demokrasi dalam konteks kekuasaan Tuhan
Yang maha Esa. Dengan kata lain demokrasi universal adalah demokrasi
yang bernuansa sekuler, sedangkan demokrasi Indonesia adalah
demokrasi yang ber-ketuhanan Yang Maha Esa (Udin Saripudin
Winataputra, 2002:120)

11
3. Pengertian masyarakat madani dan ciri-cirinya

Civil society, yang kini sering diterjemahkan dengan masyarakat


madani, tampaknya semakin mendapat tempat di dalam wacana politik di
Indonesia. Sebagai sebuah konsep, masyarakat madani berasal dari proses
sejarah Barat. Akar perkembangannya dapat dirunut mulai Cicero dan
bahkan sejak jaman Aristoteles. Yang jelas, Cicerolah yang mulai
menggunakan istilah societes civilis dalam filsafatnya. Dalam tradisi
Eropa sampai abad ke-18, pengertian civil society dianggap sama dengan
pengertian negara, yakni suatu kelompok yang mendominasi seluruh
kelompok masyarakat lain.

Diskusi-diskusi mutakhir tentang civil society pada umumnya berporos


pada pemahaman de Tocqueville. Civil society dapat didefinisikan
sebagai wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan
bercirikan, antara lain: kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self
generating), dan keswadayaan (self supporting), kemandirian tinggi
berhadapan dengan negara, dan keterkaiatan dengan norma-norma atau
nilai-nilai hukum yang diikuti warganya. Dari pengertian tersebut civil
society berwujud dalam berbagai organisasi yang dibuat oleh masyarakat
di luar pengaruh negara. Lembaga swadaya masyarakat, organisasi sosial
keagamaan, paguyuban, dan juga kelompok-kelompok kepentingan
adalah wujud dari kelembagaan civil society.

4. Asal usul masyarakat madani

Dalam dasawarsa terakhir abad ke-20, telah lahir kembali dalam


wacana dan gerakan politik global sebuah istilah yang telah lama
dilupakan, yaitu istilah civil society (masyarakat madani). Istilah tersebut
secara konseptual dikembangkan dari pengalaman era pencerahan Eropa
Barat abad ke-1, munculnya kembali di Eropa Timur pada dasawarsa

12
1980-an sebagai jawaban terhadap negara dengan sistem partai sosialis
(tunggal) yang otoriter yang kemudian dapat dijatuhkan. Dari Eropa
Timur, gemanya kemudian menjalar dan menyebar hampir ke seluruh
penjuru dunia. Di Eropa Barat, gema tersebut mengambil bentuk
tumbuhnya kritik sayap kanan terhadap “negara kesejahteraan”,
sementara di Amerika Latin diartikulasikan dengan keinginan untuk
bebas dari pemerintahan militer. Sedangkan di Afrika, Asia Timur, dan
Timur Tengah, civil society digunakan untuk mengekpresikan
keanekaragaman perjuangan untuk demokratisasi dan perubahan politik
(Amin Abdullah, 2003:1).

Gema civil society (masyarakat madani) pada perkembangan


berikutnya ternyata masuk ke dalam wacana lembaga-lembaga
multilateral. Sebagai misal, The Inter-American Development Bank
(Bank Pembangunan Antar Amerika) merintis sebuah proyek penguatan
civil society di Amerika Latin pada dasawarsa 1990-an. Tidak hanya itu,
bahkan IDB (Bank Pembangunan Internasional), Bank Dunia, UNDP
(Program Pembangunan PBB), Yayasan Soros, dan Pemerintahan
Denmark, semuanya mulai membiayai program-program pengembangan
civil society di Eropa Timur, Afrika, dan Amerika Latin. Dari fakta ini,
istilah civil society telah berkembang dari sekedar konsep menjadi sebuah
gerakan (Amin Abdullah, 2003:3).

5. Perkembangan Demokrasi di Indonesia

Perkembangan demokrasi di Indonesia telah mengalami pasang


surutnya. Dipandang dari sudut perkembangan demokrasi, sejarah
Indonesia dapat dibagi dalam tiga masa, yaitu:

13
a. Masa Republik Indonesia I, yaitu masa demokrasi konstitusional,
yang menonjolkan peran parlemen, serta partai-partai dan yang
karena itu dapat dinamakan Demokrasi Parlementer.
b. Masa Republik Indonesia II, yaitu masa Demokrasi Terpimpin yang
dalam banyak aspek telah menyimpang dari demokrasi konstitusional
yang secara formal merupakan landasannya dan menunjukkan
beberapa aspek demokrasi rakyat.
c. Masa Republik Indonesia III, yaitu masa Demokrasi Pancasila, yang
merupakan Demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem
presidensiil (lembaga kepresidenan sangat dominan, parlemen dibuat
tidak berdaya) kekuasaan presiden menjadi tidak terkontrol.

Kebanyakan pakar menyatakan matinya demokrasi di Indonesia


dimulai sejak diumumkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 oleh Presiden
Soekarno sampai dengan runtuhnya Presiden Soeharto, 21 Mei 1998.
Dengan kata lain Demokrasi terpimpin pada masa Soekarno dan
Demokrasi Pancasila pada Soeharto sesungguhnya tidak ada demokrasi.
Demokrasi baru mulai hidup kembali sejak era reformasi setelah
lengsernya Soeharto pada tahun 1998, akibat reformasi yang diprakarsai
oleh mahasiswa. Sehingga sejak itulah, bangsa Indonesia mulai belajar
demokrasi kembali setelah tenggelam lebih kurang 40 tahun.

Sistem Kenegaraan Indonesia adalah negara kesatuan yang menganut


demokrasi, kedaulatan berada di tangan rakyat, berdasar UUD 1945
sebelum dilakukan amandemen, kekuasaan negara dijalankan oleh
lembaga sebagai berikut:

a. Kekuasaan tertinggi diberikan oleh rakyat kepada Majelis


Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang berfungsi sebagai lembaga
konstitutif

14
b. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai pembuat UndangUndang,
sebagai lembaga legislatif.
c. Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan disebut lembaga
eksekutif.
d. Dewan Pertimbangan Agung (DPA) sebagai pemberi saran kepada
penyelenggara pemerintahan disebut lembaga konsultatif.
e. Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga peradilan dan penguji
aturan dibawah undang-undang disebut lembaga yudikatif.
f. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga yang mengaudit
keuangan negara, disebut lembaga auditatif.

Setelah dilakukan amandemen UUD 1945 baik kesatu, kedua, ketiga


serta keempat terjadi pergeseran sebagai berikut:

a. MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi pemegang kedaulatan


rakyat.
b. Komposisi MPR terdiri dari seluruh anggota DPR ditambah DPD
(Dewan Perwakilan Daerah) yang seluruhnya dipilih oleh rakyat.
c. Terbentuknya Mahkamah Konstitusi yang berhak menguji undang-
undang terhadap UUD.
d. Terbentuknya Komisi Yudisial yang mengusulkan pengangkatan
hakim agung.
e. Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat.
f. Presiden tidak dapat membekukan dan atau membubarkan DPR.
g. Hak prerogatif presiden banyak yang dipangkas.
h. Kekuasaan legislatif semakin dominan.
i. Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dilikuidasi.

15
B. Faktor-faktor yang dapat Menunjang Berkembangnya Masyarakat
Madani
1. Pendidikan yang Berkualitas. Pendidikan yang baik dapat membentuk
warga negara yang sadar hukum, kritis, dan bertanggung jawab.
2. Kesadaran Hukum dan Kepatuhan. Masyarakat yang memahami dan
patuh pada hukum cenderung membentuk masyarakat madani yang tertib
dan adil.
3. Partisipasi Aktif dalam Pembangunan. Keterlibatan aktif masyarakat
dalam proses pengambilan keputusan dan pembangunan akan
menghasilkan masyarakat yang responsif dan memiliki tanggung jawab
terhadap kepentingan bersama.
4. Keadilan dan Kesetaraan. Adanya keadilan dan kesetaraan dalam
kehidupan sosial dapat membentuk masyarakat yang inklusif dan saling
menghormati.
5. Budaya Demokratis. Masyarakat yang memahami dan menerapkan
prinsip-prinsip demokrasi, seperti kebebasan berbicara dan hak asasi
manusia, cenderung akan membentuk masyarakat madani.
6. Sistem Ekonomi yang Seimbang. Adanya distribusi ekonomi yang adil
dan merata dapat membentuk masyarakat yang memiliki tingkat
kesejahteraan yang seimbang.
7. Keterbukaan Informasi dan Akses Teknologi. Akses yang lebih mudah
terhadap informasi dan teknologi membantu masyarakat untuk lebih
terinformasi dan terlibat dalam kegiatan sosial dan politik.
8. Kerjasama dan Solidaritas Sosial. Masyarakat yang saling bekerja sama
dan memiliki rasa solidaritas akan membentuk lingkungan sosial yang
harmonis dan mendorong pembangunan yang berkelanjutan.
9. Etika dan Moral. Pemahaman dan praktik nilai-nilai etika dan moral
dalam kehidupan sehari-hari membentuk masyarakat yang bertanggung
jawab dan beretika.

16
10. Lembaga yang Kuat. Adanya lembaga-lembaga yang kuat, seperti
pemerintah yang transparan dan lembaga sosial yang aktif, dapat
membentuk masyarakat yang teratur dan beradab.

C. Realitas Demokrasi Masyarakat Madani di Bali

Kebudayaan Bali menyimpan banyak potensi nilai-nilai demokrasi yang


hingga kini masih dijadikan pegangan dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-
nilai itu yang merupakan lapisan pertama yaitu ide-ide yang mengkonsepsikan
hal hal yang paling substantif dalam kehidupan bermasyarakat, kemudian
diikuti dengan lapisan yang lebih konkrit yaitu norma dan hukum
(koentjaraningrat, 1987:11-12), akan banyak menentukan corak kehidupan
demokrasi masyarakat.

1. Nilai dan parameter demokrasi

Pemahaman terhadap demokrasi biasanya dilakukan dengan dua cara,


yakni pemahaman secara normatif dan pemahaman secara empirik.
Dalam pemahaman secara normatif, demokrasi merupakan sesuatu yang
secara ideal hendak dilakukan atau diselenggarakan oleh sebuah negara,
misalnya dalam arti harfiah lewat ungkapan “pemerintahan dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Sedangkan makna demokrasi secara
empirik adalah demokrasi yang terwujud dalam kehidupan politik praktis
yang disebut juga demokrasi prosedural (procedural democracy), melihat
demokrasi senyatanya, yaitu bagaimana nilai-nilai ideal itu dijalankan
(gaffar, 2004: 3-10).

Nilai-nilai demokrasi dalam hal ini hanya difokuskan pada ranah tiga
unsur atau isi kebudayaan yang pertama, yaitu: (1) sistem religi dan
upacara keagamaan, (2) sistem dan organisasi kemasyarakatan, serta (3)
sistem pengetahuan. Uraian beberapa parameter yang mencerminkan

17
nilai-nilai dan demokrasi dalam kehidupan masyarakat Bali itu dapat
dijelaskan sebagai berikut:

a. Penghargaan terhadap hak-hak individu


1) Adanya persamaan hak setiap warga untuk mendapatkan
pendidikan (sistem pengetahuan). Pendidikan adalah perwujudan
kesempurnaan yang telah ada pada manusia yang tujuan akhirnya adalah
pembentukkan karakter (sadia,1988:17).
Dalam praktiknya, ketika Bali masih berada di bawah penjajahan
belanda, kaum triwangsa memperoleh prioritas pendidikan. Kondisi ini
ternyata mendapat tentangan dari kaum sudra yang menuntut hak yang
sama sehingga sempat menimbulkan konflik saat itu (zuhro, 2009:203).
Di samping itu, salah satu dari tujuh dosa sosial yang menurut mahatma
gandhi cenderung dilakukan dalam kehidupan masyarakat modern, tidak
terkecuali di Bali, adalah penyelenggaraan sistem pendidikan tanpa
disertai pengembangan karakter (education without character).
2) Adanya pengakuan dan penghormatan terhadap harkat dan
martabat seseorang tanpa membedakan kelas, ras dan agama (sistem religi
dan upacara keagamaan serta sistem dan organisasi kemasyarakatan).
Masyarakat Bali bisa menerima dan menghargai pendatang yang
berlainan etnis dan agama. Ajaran tat twam asi menekankan pada
toleransi tanpa menonjolkan perbedaan. Di samping itu, dalam tat twam
asi juga terkandung nilai solidaritas yang tinggi serta toleransi yang
menimbulkan rasa persaudaraan dan kerukunan hidup antar sesama
manusia dan mewarnai tata susila masyarakat bali, seperti: tresna asih,
anresangsia, catur paramitha,tri kaya parisudha, dan yadnya (setia, 1993:
58-59, 149). Dengan demikian, hakikat tat twam asi pada akhirnya
bermuara dari kasih sayang yang diaktualisasikan ke dalam bentuk sikap
egaliter yang memandang segala makhluk adalah sama. Sikap egaliter ini

18
pula dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
dirumuskan dan dikemas ke dalam konsep “musyawarah-mufakat”
sebagai inti dari demokrasi pancasila.
b. Mengindahkan etika politik (sistem kemasyarakatan).

Etika atau filsafat moral mempunyai tujuan menerangkan kebaikan dan


kejahatan. Etika politik, dengan demikian, memiliki tujuan menjelaskan
mana tingkah laku politik yang baik dan sebaliknya. Standar baik dalam
konteks politik adalah bagaimana politik diarahkan untuk memajukan
kepentingan umum. Jadi, kalau politik sudah mengarah pada kepentingan
yang sangat pribadi dan golongan tertentu, itu politik yang tak beretika.
Etika politik bisa berjalan jika ada penghormatan terhadap kemanusiaan
dan keadilan. Ini merupakan prasyarat mendasar yang perlu dijadikan
acuan bersama dalam merumuskan politik demokratis yang berbasis etika
dan moralitas. Ada nilai-nilai demokrasi berupa ajaran moral yang tetap
melekat dalam kepribadian masyarakat Bali, yakni de koh ngomong (nilai
penguasaan diri dalam berbicara/bahasa), de ngaden awak bisa (nilai
kontrol penonjolan diri), dan de ngulurin indriya (nilai pengendalian
ambisi berkuasa). Nilai-nilai itu harus dipegang agar menjadi pemimpin
yang baik, yang mampu memadukan karakter individu (pribadi) dan
karakter nasional. Dengan melepaskan kepentingan pribadi, melepaskan
secara total pikiran kepemilikan “punyaku” dan “punyamu”, pemimpin
sejati semestinya mempersembahkan segala kemampuannya bagi
kesejahteraan bersama dan mengangkat reputasi negara.

c. Semangat kerjasama (sistem kemasyarakatan).

Masyarakat Indonesia menganut konsepsi bahwa hal yang bernilai


tinggi adalah apabila manusia itu suka bekerjasama dengan sesamanya
berdasarkan rasa solidaritas yang besar. Konsep ini bisa disebut nilai

19
gotong royong, mempunyai ruang lingkup yang amat luas karena hampir
semua karya manusia itu biasanya dilakukan dalam rangka kerjasama
dengan orang lain (koentjaraningrat, 1987:11). Kerjasama dalam
kehidupan seharihari masyarakat tradisional di Bali diantaranya dilakukan
dengan matembung yaitu melakukan suatu perbuatan yang mengandung
arti saling membantu satu sama lain berdasarkan atas kepatutan (windia,
2004:258). Dalam berbagai ungkapan juga tercermin bagaimana nilai-
nilai kerbersamaan, kerja sama, gotong-royong itu dijunjung tinggi,
seperti tercermin dalam konsepsi sagilik saguluk, salunglung
sabayantaka, paras paros sarpanaya, beriuk saguluk.

d. Adanya rotasi kekuasaan dan pergantian pemimpin secara berkala (sistem


dan organisasi kemasyarakatan).

Rotasi kekuasaan di desa-desa pegunungan atau Bali aga yang


menganut sistem ulu-apad berlangsung secara alami di mana terjadi
perpindahan atau meningkatnya jabatan seseorang anggota krama desa
yang sekaligus berarti bergesernya kedudukan anggota tersebut.
Misalnya, dari pangluduhan meningkat menduduki jabatan tambalapu dan
seterusnya sampai kedudukan yang paling atas. Sedangkan dalam
masyarakat di desa dataran sudah melalui sebuah sistem pemilihan dalam
sebuah pasangkepan/ paruman desa atau rapat yang biasanya dilakukan
secara reguler dalam kurun waktu tertentu, misalnya lima tahun kecuali
ada hal-hal lain, yang menyebabkan rotasi kekuasaan lewat pemilihan
bisa dilakukan lebih cepat dari itu.

e. Kesetaraan dan penghargaan atas hak-hak warga (sistem


kemasyarakatan).

Jaminan atas masyarakat yang majemuk (etnisitas, agama, ras, gender,


kelas, status sosial) dan pengakuan status kelompok-kelompok minoritas

20
atau termarjinalisasi ajaran tat tvam asi dan vasudhaiva kutumbakam juga
mengandung nilai yang memandang setiap makhluk hakekatnya sama,
karena ada atma yang menghidupkan setiap makhluk dan memahami
bahwa semua makhluk adalah bersaudara, bagaikan sebuah keluarga
sehingga semestinya ada kesetaraan dan penghargaan terhadap hak-hak
setiap orang.

f. Toleransi dalam perbedaan pendapat (sistem dan organisasi


kemasyarakatan).

Dalam rangka bermusyawarah dan mufakat, desa-desa pakraman di


Bali memiliki sabha desa yaitu satu lembaga yang bertugas khusus untuk
menyiapkan berbagai program yang harus dilaksanakan oleh desa
pakraman yang bersangkutan dalam sebuah paruman/ rapat atas
pertemuan desa (windia, 2004:7-8,165). Warga memiliki hak dipilih dan
memilih, khususnya dalam struktur pemerintahan desa. Pemimpin
umumnya dipilih secara mufakat. Calon pemimpin diajukan oleh warga
dan pada mulanya tidak mengajukan diri. Seiring dengan perkembangan
kini warga yang berminat jadi pemimpin bisa mengajukan diri. Keputusan
pun bisa diambil melalui pemungutan suara (voting).

g. Transparansi dan akuntabilitas pemimpin/ pemegang kekuasaan (sistem


dan organisasi kemasyarakatan).

1) Ada kode etik dalam pelaksanaan pelayanan publik konsepsi


karmaphala mengandung nilai sebab akibat karena perbuatan yang baik
akan selalu menghasilkan pahala yang baik demikian sebaliknya.
Konsepsi ini merupakan landasan bagi pengendalian diri dan dasar
penting bagi pembinaan moral dalam berbagai segi kehidupan (titib,
2012), tidak terkecuali pelayanan publik.

21
2) Adanya sanksi atas pelanggaran atau penyalahgunaan
wewenang. Di dalam ajaran Hindu di Bali, korupsi merupakan perilaku
yang melanggar ajaran dharma terutama penerapan ajaran hidup prwerti
marga yakni pelangaran catur purusa artha, karma phala dan pelanggaran
terhadap hukum Hindu dan adat Bali. Dalam kearifan lokal di Bali,
korupsi disebutkan sebagai sebuah tindakan pelanggaran hukum dan
pelakunya disebut maling metimpuh, ngutil, bedak suginin, metopong
kuskusan, imba solahe sekadi raksasa, demikian juga disebut sebagai
nastika, duracara, dusmati, duratman, silabramsanam, dursila, durbudi,
semua tindakan tersebut disebut asubhakarma (perbuatan buruk).

h. Partisipasi masyarakat dalam kebijakan publik (sistem)

1) Jaminan atas eksistensi masyarakat sipil ada empat aspek yang


berperan dalam dinamika masyarakat sipil di Bali, yaitu pasar, pura, puri
dan perpustakaan. Pusatnya dulu ada di puri, tetapi kini sudah bergeser
dengan munculnya pasar sebagai pemilik modal (zuhro, 2009:). Sudah
ada lembaga-lembaga masyarakat sipil sebagai perwujudan institusi
demokrasi lokal yang menjadi wadah bagi masyarakat sipil di Bali.
Lembaga-lembaga tersebut antara lain parisadha Hindu dharma Indonesia
(phdi) dan majelis desa pakraman (mdp). Kedua lembaga ini umumnya
menangani hal-hal yang berkaitan dengan masalah agama dan adat.

2) Jaminan atas partisipasi masyarakat sipil dalam proses


pembuatan kebijakan. Masyarakat dijauhkan dari politik sehingga tidak
banyak ikut campur dalam urusan nasional. Namun demikian, ada
mekanisme untuk mengutarakan pendapat melalui paruman terkait
kebijakan atau hal-hal yang bersifat lokal di tingkat desa pakraman atau
banjar. Khusus dalam hubungan dengannya di tingkat daerah, masyarakat
pada umumnya akan mengutarakan pendapatnya pada orang yang

22
dihormati di masyarakat dan memercayakannya untuk menyampaikan
aspirasi tersebut pada pemerintah.

2. Manifestasi empiris demokrasi dalam masyarakat Bali

Nilai-nilai demokrasi memiliki arti penting bagi demokratisasi dan


desentralisasi pada aras lokal yang sedang dikembangkan hingga kini,
yakni perubahan dari sistem otoritarian-sentralistik menjadi demokratis-
desentralistik (dwipayana et.al, 2003: v) atau dari sistem “leviathan” ke
arah sistem “liliput” (piliang, 2005:352).

Nilai-nilai demokrasi tersebut mempengaruhi bagaimana masyarakat


Bali menjabarkan konsep demokrasi sebagai basis kekuatan dan
kemandirian dalam transisi demokrasi sekarang ini. Sementara, penerapan
nilai-nilai dan parameter demokrasi itu juga memengaruhi bagaimana
bentuk dan sifat relasi antara masyarakat Bali dengan pemerintah sebagai
bagian institusi negara. Sebagian diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Sistem pemilihan secara langsung sudah lama diterapkan dalam


pergantian jabatan prajuru di desa-desa dataran di Bali.
b. Perhatian dan keterlibatan krama desa dalam ikut mengawasi penggunaan
keuangan desa, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas
lembaga desa pakraman dalam penyelenggaraan pemerintahan di desa
sudah mulai terlihat.
c. Demokrasi di desa pakraman umumnya sangat bervariasi.
d. Nilai-nilai demokrasi yang berkembang dalam kehidupan masyarakat
Bali telah mewariskan segi-segi berpikir positif yang patut
ditumbuhkembangkan dalam penguatan kehidupan demokrasi di Bali,
maupun Indonesia nantinya.
e. Masyarakat Bali jarang mengidentikkan aktivitas berpolitik dan
berdemokrasi sebagai wilayah pragmatisme dan oportunisme yang lebih

23
mengutamakan kepentingan sendiri atau golongan dalam merebut dan
mempertahankan kekuasaan.
f. Ada lima nilai utama bagi pemimpin dalam melakukan pelayanan (seva)
terhadap masyarakat, yaitu: (1) sathya, memegang teguh kebenaran dan
berusaha terusmenerus memperjuangkannya, betapa pun pahitnya. (2)
Dharma, menerapkan kebajikan tanpa memperhitungkan kepentingan
sendiri atau golongan, serta menggunakan tubuh dan pikiran untuk
kebaikan orang banyak. (3) Shanti, menumbuhkan kedamaian setiap saat
yang terpancar dari kesadaran akan realitas di dalam diri. (4) Prema,
memupuk cinta kasih murni tanpa ego. (5) Ahimsa, pantang
menggunakan cara-cara kekerasan.
g. Nilai-nilai demokrasi yang ada semestinya dijadikan acuan bagi upaya
untuk menciptakan kesetaraan dan keselarasan antar sesama krama
(warga Bali) maupun krama tamiu (penduduk pendatang).
h. Penerapan nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan masyarakat Bali masih
menghadapi sejumlah persoalan.

24
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Untuk mewujudkan masyarakat madani dan agar terciptanya kesejahteraan


rakyat maka kita sebagai generasi penerus supaya dapat membuat suatu perubahan
yang signifikan. Dalam proses mewujudkan masyarakat madani dibutuhkan
perjuangan yang gigih secara terus-menerus. Dan juga membutuhkan unsur-unsur
sosial yang menjadi prasarat terwujudnya masyarakat madani, seperti kerjasama
yang baik antara pemerintah, dengan lembaga kemasyarakatan, serta dengan
masyarakat. Alasan dan tujuan masyarakat agar terciptanya masyakat madani agar
segala macam bentuk kemajuan dan pembangunan masyarakat dapat sepenuhnya
dirasakan oleh masyarakat.

Selain memahami apa itu masyarakat madani kita juga harus melihat pada
potensi manusia yang ada di masyarakat, khususnya di Indonesia. Potensi yang
ada di dalam diri manusia sangat mendukung kita untuk mewujudkan masyarakat
madani. Karena semakin besar potensi yang dimiliki oleh seseorang dalam
membangun dirinya maka akan semakin baik pula hasilnya. Begitu pula
sebaliknya, apabila seseorang memiliki potensi yang kurang di dalam membangun
dirinya maka hasilnya pun tidak akan memuaskan. Oleh karena itu, marilah kita
berlomba-lomba dalam meningkatkan potensi diri melalui latihan-latihan spiritual
dan praktek-praktek di masyarakat.

B. SARAN

Diharapkan kita semua baik yang tua maupun yang muda agar dapat
mewujudkan masyarakat madani di negeri kita yang tercinta ini yaitu Indonesia.

25
Yakni melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia, potensi, perbaikan
sistem ekonomi.

Elemen masyarakat madani seperti pelajar, pers, LSM, dan sebagainya juga
harus semakin kreatif dalam mengedukasi masyarakat. Mereka harus mau turun ke
bawah ke lapisan masyarakat marjinal guna meningkatkatkan kualitas dan
memberikan edukasi yang lebih merata ke semua lapisan Masyarakat.

26
Daftar Pustaka

Amin Abdullah. 2003. Masyarakat Madani Peran Keulamaan dan Umat Beragama
Masa Kini (makalah Simposium Internasional), UGM, Yogyakarta. 35

Ardika, I Wayan dan I Nyoman Darma Putra (ed.). 2004. Politik Kebudayaan dan
Identitas Etnik. Denpasar: Fakultas Sastra Universitas Udayana dan
Balimangsi Press.

Cholisin. 2002. Militer dan Gerakan Prodemokrasi. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Dwipayana, Ari. 2003. “Catatan Kritis Pelaksanaan Otonomi Tingkat Desa di Bali”
dalam Karim, Abdul Gaffar, (ed), Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah
di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Jurusan Ilmu Pemerintahan
Fisipol UGM.

Gaffar, Afan. 2004. Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Geriya, I Wayan. 2003. ”Potensi Konflik dan mediasi Konflik Dampak Tragedi Bom
Kuta, Bali”, Laporan Penelitian Baseline Impact Assesment-Sub National of
the Bali Bombing, Kerjasama FE Unud dengan World Bank, UNDP, USAID,
Denpasar, 18 Januari 2003

Indria Samego. 1998. Menuju Perubahan UU Politik dan Demokrasi (Sebuah


Pengantar). Bandung: Mizan.

Kantaprawira, Rusadi. 2002. Sistem Politik Indonesia. Bandung : Sinar Baru


Algensindo

Miriam Budiardjo. 2003. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Utama.

27
Naya Sujana, Nyoman. 1994. “Manusia Bali di Persimpangan Jalan”, dalam Pitana,
I Gde (ed), Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan Bali. Denpasar: Penerbit
BP.

Pelly, Usman. 1993. “Demokrasi dalam Kehidupan Budaya”, dalam Effendi, Sofian
et al (peny), Membangun Martabat Manusia: Peranan Ilmu-ilmu Sosial
dalam Pembangunan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pitana, I Gde (ed) Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan Bali. Denpasar: Penerbit
BP.

Putra, I Nyoman Darma. 2007 (Cet ke-2). Wanita Bali Tempo Doeloe, Perspektif
Masa Kini. Denpasar: Pustaka Larasan.

Sanit, Arbi. 2002. Sistem Politik Indonesia. Kestabilan, Peta Kekuatan Politik, dan
Pembangunan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sukarno. 1990. Sistem Politik Indonesia. Bandung: Mandar Maju.

Setia, Putu (ed). 1993. Suara Kaum Muda Hindu. Jakarta: Yayasan Dharma
Nusantara-FCHI.

Sorensen, G. 2003. Demokrasi dan Demokratisasi: Proses dan Prospek dalam


Sebuah Dunia yang Sedang Berubah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suastika, I Made. 2005. “Berpikir Positif dalam Budaya Bali” dalam PaEni, Mukhlis
dan Pudentia (ed), 2005, Bunga Rampai Budaya berpikir Positif Suku-suku
Bangsa. Jakarta: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata & Asosiasi Tradisi
Lisan.

Sudiana, I Gusti Ngurah. 2010. Rancangan Bhisama Sabha Pandita PHDI Pusat
tentang Antikuropsi. Denpasar: PHDI Bali.

28
Udin Saripudin Winataputra. 2002. Demokrasi dan Pendidikan Demokrasi. (dalam
Kapita Selekta Pendidikan Kewarganegaraan). Dirjend. Dikti. Diknas.
Jakarta.

Uhlin, Anders. 1995. Democracy and Diffusion: Transnational LessonDrawing


among Indonesian Pro-Democracy Actors. Sweden: Departement of Political
Science, Lund University. Windia, Wayan P. 2004. Danda Pacamil: Catatan
Populer Istilah Hukum Adat Bali. Denpasar: Upada Sastra.

Winataputra, US. 2001. Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana


Pendidikan Demokrasi. Bandung: UPI (Desertasi).

Winataputra, US. 2001. Pendidikan Demokrasi dan Hak Asasi manusia.Jakarta;


Konggres Nasional Pendidikan Indonesia.

Winataputra US. 2002. Membangun Etos Demokrasi melalui Penerapan Proyek


Belajar Kewarganegaraan. Jakarta: Universitas Terbuka.

Zuhro, R. Siti. 2009. Demokrasi Lokal: Perubahan dan Kesinambungan Nilainilai


Budaya Politik Lokal di Jawa Timur, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan dan
Bali. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

29

Anda mungkin juga menyukai