1. Abela (2220702077)
2. Tia Rahmadani (2220702071)
3. Tri Handayani (2220702074)
4. Maulana (2230702083)
5. Laura Selpia Rizki (2230702086)
6. Zivana Nuraini (2230702094)
7. Iqsal (2230702100)
Dosen Pengampu :
Erik Darmawan, S.IP, M.HI
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “PERILAKU POLITIK”.
Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas matakuliah Filsafat Ilmu yang diampu
oleh Bapak ERIK DARMAWAN, S.IP, M.HI.
Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak ERIK DARMAWAN,
S.IP, M.HI. Selaku dosen pada mata kuliah PERILAKU POLITIK yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang di tekuni.
Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam makalah ini. Oleh karenaitu,
diharapkan keritik dan saran dari pembaca untuk menyempurnakannya. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kami maupun pembacanya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................3
BAB I............................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN............................................................................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................5
A. Ketidakpuasan Dari Pihak Masyarakat Terhadap Politik...................................................................5
B. Ketidakpuasan Dari Golongan Mahasiswa Terhadap Politik.............................................................6
C. Ketidakpuasan Dari Kelompok Adat Terhadap Politik......................................................................7
D. Ketidakpuasan Dari Kelompok Agama Terhadap Politik...................................................................9
E. Ketidakpuasan Dari Publik Terhadap Reformasi…………………………………………………………………….…12
BAB III........................................................................................................................................................10
PENUTUP...................................................................................................................................................10
Kesimpulan............................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karena adanya rasa ketidakpuasaan terhadap politik indonesia ini banyak sekali
memicu aksi demonstrasi, ujuk rasa yang akhirnya menimbulkan kekerasan antara
aparatuf pemerintahan dengan masyarakat. Kita ambil contoh saja saat mahasiswa
atau masyarakat unjuk rasa dan aksi mereka tidak didengar maka akan
menyebabkan pemberontakan dari maksyarakat itu sendiri itu juga memicu oleh
tidak adanya pemikiran yang dewasa terhadap masalah yang dihadapi .
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
Pihak yang paling besar pengaruh ny yaitu masyarakat, bahkan tidak jarang juga
ketidakpuasan masyarakat ini memicu adanya kekerasan contoh ny ketidakpuasan
masyarakat pada sistem demokrasi indonesia.tingkat kepuasan masyarakat terhadap sistem
demokrasi di Indonesia mencapai 47,6 persen. Namun, 44,1 persen masyarakat mengaku
tidak puas dengan sistem demokrasi di Tanah Air.
Sementara itu, sebanyak 8,3 persen masyarakat tidak menjawab dan tidak tahu apakah puas
atau tidak terhadap sistem demokrasi di Indonesia. Dia juga memaparkan temuan tingkat
kepuasan masyarakat terhadap berjalannya demokrasi di Indonesia. Temuan survei
menunjukkan, angka kepuasan terhadap berjalannya demokrasi menurun, dari sebelumnya
60,7 persen kini menjadi 47,6 persen. ketidakpuasan masyarakat terhadap demokrasi
meningkat akibat banyak penangkapan pada pedemo dan aktivis.
Seringkali kebijakan-kebijakan serta keputusan politik tidak memfusi pada ‘nafas’ dan
‘keinginan’ rakyat. Munculnya kebijakan politik yang dilakukan pemerintah diharapkan
mampu mengeliminir kesenjangan antara das sein dan das solen serta ekspektasi masyarakat,
malah sebaliknya memunculkan persoalan baru.Ini yang seringkali terjadi dan kemudian
menimbulkan gelombang ketidakpuasan masyarakat, dan karena terakumulasi dengan
tekanan kondisi, serta kepentingan politik yang berbeda terjadi demonstrasi, termasuk yang
dilakukan mahasiswa sebagai katalisator dan ‘penyambung lidah’ rakyat.
Dalam konteks Indonesia, salah satu yang terjadi ketidakmampuan para Menteri dan tokoh
politik baik secara individu maupun kelembagaan untuk menahan diri ‘nafsu syahwatiyah’
berkuasa dengan mempolemikkan wacana penundaan pemilu 2024 dan jabatan presiden tiga
periode.Dianggap akan mematikan demokrasi dengan ‘pagar-pagar’ yang dilakukan elit
politik tertentu, mahasiswa dan masyarakat melakukan aksi demo dalam menyuarakan
keadilan dan sikap politik yang konstitusional.
Gelombang demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa dan sebagian masyarakat dipicu
oleh sikap elitisme, egopolitik, dan obsesi pada kekuasaan an sich yang dilakukan oleh para
pejabat negara dan tokoh politik. Misalnya mewacanakan perpanjangan masa jabatan
presiden, dan kebijakan-kebijakan publik yang tidak mempertimbangkan kondisi psikologis
rakyat, di samping secara akumulatif terjadi distorsi terhadap janji-janji politik pemerintah.
Sehingga mahasiswa se-Wilayah dan juga secara universal tuntutan BEM seluruh Indonesia
melakukan tuntutan kepada pemerintah; Pertama, Tolak Jokowi tiga periode; Kedua, tolak
penundaan Pemilu 2024; Ketiga, Segera stabilkan harga kebutuhan pangan masyarakat;
Keempat Tolak kenaikan harga BBM; dan Kelima, Tolak RUU IKN. Tuntutan-tuntutan ini
sebagai sebuah konsekuensi logis dari isu dan kebijakan pemerintah yang dibiarkan
menggelinding, cenderung terjadi pembiaran tanpa solusi yang memadai dan menenteramkan
hati rakyat
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara politik dan mahasiswa pada era
moderenisasi terhadap ideologi politik, di era ini gerakan mahasiswa terhadap politik bisa
dikatakan terbatas atau kurang, karena hal tersebut bisa dilihat dari keikutsertaaan para
mahasiswa dalam pemilu dan demokrasi lainnya. Selain itu, kurangnya pemahaman terhadap
pentingnya politik dan anggapan dari setiap individu terhadap politik bahwa politik tidak
akan merubah kehidupannya. Padahal partisipasi mahasiswa juga dibutuhkan apalagi sebagai
penerus bangsa yang harus mempertahankan dan menjunjung tinggi ideologi negara. Metode
yang digunakan adalah metode Deskriptif.
Di dalam negara kita salah satu istilah yang paling kontroversial dalam setiap perkembangan
pemikiran adalah ideologi politik. Dalam masyarakat luas bahkan sampai berbagai negara.
Moderenisasi merupakan hasil komersialisasi dan indusrialisasi, namun proses ini
berlangsung melalui dukungan birokrasi (politik). Dengan demikian variabel politik bisa
dikatakan lebih penting di bandingkan ekonomi, seperti halnya di indonesia saat ini yang
sedang marak kasus politik dari pada ekonomi masyarakat indonesia. Jika dibandingkan
dengan negara lain yang sibuk memikirkan kemajuan dan kemakmuran ekonomi negaranya.
Di era modernisasi gerakan mahasiswa terhadap politik bisa dikatakan terbatas atau kurang,
karena hal tersebut bisa dilihat dari keikutsertaaan para mahasiswa dalam pemilu dan
demokrasi lainnya. Selain itu, kurangnya pemahaman terhadap pentingnya politik dan
anggapan dari setiap individu terhadap politik bahwa politik tidak akan merubah
kehidupannya. Padahal partisipasi mahasiswa juga dibutuhkan apalagi sebagai penerus
bangsa yang harus mempertahankan dan menjunjung tinggi ideologi negara oleh sebab itu
pada zaman modernisasi banyak sekali ketidakpuasan politik karena peran mahasiswa yang
dibatasi dalam memahami politik.
Mahasiswa adalah pelajar perguruan tinggi dalam struktur pendidikan di
indonesia yang menduduki jenjang pendidikan tertinggi.Kampus sekarang ini
tidak dapat di jadikan loncatan yang efektif untuk revolusi. Hanya sedikit pemerintahan
mahasiswa yang tertarik pada masalah politik, namun dalam beberapa kasus politik dari
perhatian pemerintahan mahasiswa. Jadi mahasiswa tidak menjadi entitas politik namun
kesadaran politik dan kekuasaan meningkat pada tahun 1970-an.
Dalam tradisional aktivitas dan aktivisme organisasi mahasiswa dan pada periode saat ini
merupakan periode kemandulan. Beberapa kelompok mahasiswa yang masih aktif di kampus
dengan tradisi kampus yang lumayan kuat. Namun kelompok sangat kecil mempunyai
pengikut yang sedikit. Pada masaynya, para mahasiswa di bangkitkan kembali pada isu
politik. Meski dalam kasus tersebut demonstrasi cenderung kecil dan tidak tercipta gerakan
yang bertahan lama.
Ketidakpuasan dari kelompok adat biasanya terjadi karena politik bisa mengubah
adat nya itu sendiri dan mereka takut akan perubahan adat yang akan dilakukan oleh
politik (pemerintah) indonesia ini. Menurut Kongres Masyarakat Adat Nusantara I
(Maret 1999), masyarakat adat dirumuskan sebagai kelompok masyarakat yang
memiliki usul leluhur (secara turun temurun) di wilayah geografis tertentu, serta
memiliki sistem nilai, ideologi, ekonomi, politik, budaya, sosial dan wilayah sendiri.
Ter Haar Bzn, dalam bukunya “Asas-asas dan Susunan Hukum Adat”, menyatakan
bahwa di seluruh kepulauan Indonesia pada tingkatan rakyat jelata, terdapat pergaulan
hidup di dalam golongan - golongan yang bertingkah laku sebagai kesatuan terhadap
dunia luar, lahir dan batin. Golongan-golongan itu mempunyai tata susunan yang tetap
dan kekal. Golongan-golongan manusia itu mempunyai harta benda, milik
keduniawian dan milik gaib, yang bersifat persekutuan hukum.
Jika dilihat ke belakang, keberadaan masyarakat adat ini telah ada jauh, sebelum
negara Indonesia lahir 17 Agustus 1945. Mereka hidup dengan penopang hukum
adatnya masing-masing. Bentuk dan susunan masyarakat tersebut berbeda-beda antara
yang satu dengan lainnya. Ada yang bernama desa di Jawa, Lembur di Sunda, Banjar
diBali.
Ketidakpuasan juga terjadi pada golongn agama, bnyak dari pemerintah yang
melarang umat beragama memiliki kebebasan walaupun yang dilakukan pemerintah
itu baik untuk masyarakat nya tetapi banyak yang beranggapan bahwa pemerintah
tidak memberikan kebebasan untuk setiap warga memilih agamanya sendiri. Beberapa
pemerintah memberikan hak istimewa (Jera satu agama dan tidak kepada yang lain,
sementara pemerintah lain melindungi kebebasan warga negara untuk mengikuti
agama apa pun tanpa hak istimewa atau hukuman.
Namun, agama juga menawarkan pemeliharaan atas nama kedamaian yang berwujud
toleransi. Oleh karena itu, secara sosiologis agama memiliki peran pemersatu
(integratif) terhadap umat beragama yang sama. Namun, fungsi ini bisa luntur apabila
bertemu dengan umat beragama di luar keyakinan mereka. Hendropuspito yang
dikutip Affandi (2012), menyebut agama sebagai titik sentral persatuan dan pemupuk
persaudaraan. Namun, realitasnya agama juga memiliki fungsi dis-integratif yang
ditentukan oleh hubungan antar umat beragama secara internal dan eksternal.
Dari ketidakpuasan tadi, kemudian disakralisasi dan diubah ke arah isu-isu agama yang pada
akhirnya muncul penggunaan isu-isu keagamaan menjadi dasar atau alasan lahirnya aksi-aksi
teror. Saat NII muncul pemerintah mengambil langkah tegas dengan menumpas organisasi
tersebut. Tidak sampai di situ lahir pula Jamaah Islamiyah (JI) kemudian bermetamorfosis
menjadi Majelis Mujahidin Indonesia dan lain sebagainya.
Jika ditarik benang merah jauh ke belakang, kata Imam Subandi, maka aksi-aksi terorisme
yang terjadi masih berkaitan dengan masa lalu. Hal itu, lanjutnya, juga masih berkaitan
dengan hilangnya tujuh kata dalam Pancasila dan terkait penumpasan yang cukup keras
terhadap orang-orang yang menginginkan Indonesia dibangun atas dasar hukum Islam.
Adanya aksi-aksi terorisme di tanah air terjadi karena rasa tidak puas atas kekuasaan politik
yang dimulai dari NII, Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) hingga membentuk
wujud yang lebih kongkret, yakni terorisme.Terorisme bisa saja muncul dari agama-agama
lain tergantung dari bentuk ketidakpuasan di suatu negara. Misal di Inggris yang didominasi
nonmuslim maka teroris bisa muncul dari agama di luar islam. Atau misalkan terjadi di India,
maka agama Hindu atau Sikhisme sebagai latar belakang rasa ketidakpuasan bisa melakukan
aksi terorisme.
E. Ketidakpuasan Publik Terhadap Reformasi
Akibatnya kepercayaan publik terhadap politikus semakin rendah, mayoritas publik tidak
yakin bahwa para politikus bebas dari korupsi. Hanya 15,8 persen publik yang meyakini
bahwa para politikus bebas dari korupsi, sedangkan 83,10 persen tidak meyakini politikus
bebas dari korupsi.
Kedua, kerukunan dan toleransi yang pada orde baru terpelihara justru kini semakin
memprihatinkan kemunduran. Konflik horizontal berbasis primordial masih sering terjadi di
beberapa wilayah Indonesia. Dalam setiap kasus ini negara seolah olah tidak hadir
melindungi warga negaranya. Publik merasakan ironi jika dibandingkan dengan masa orde
baru.
Ke tiga, mayoritas publik merasa kehidupan ekonomi semakin sulit. Publik menyatakan
bahwa jalnnya reformasi saat ini belum mampu memenuhi salah satu tuntutan reformasi yaitu
harga kebutuhan pokok yang murah dan terjangkau luas.
Ke empat, reformasi dianggap gagal melahirkan pemimpin nasional yang kuat. Publik
memandang Presiden SBY pada banyak kesempatan terlihat ragu dalam menegakkan
konstitusi seperti dalam hal melindungi kelompok minoritas. Penilaian terhadap aspek
kepemimpinan juga terlihat dari survei dimana 30,18 persen publik yang puas dengan
kepemimpinan SBY.
Ke lima, kasus orang hilang menjelang reformasi diyakini publik tidak menyentuh aktor
intelektualnya. Sebanyak 51,3 persen publik mengetahui bahwa pengusutan kasus
penembakan mahasiswa Trisakti dan penculikan aktivis pada tahun 1998 adalah salah satu
tuntutan reformasi. Dari mereka yang mengetahui tersebut, sebanyak 55,7 persen
menyatakan tuntutan pengusutan kasus penembakan dan penculikan aktifvis belum
terpenuhi.
Reformasi sudah bergulir selama 17 tahun. Dalam rentang waktu tersebut, konsolidasi
demokrasi dilaksanakan. Kinerja demokrasi ini sangat ditentukan oleh kinerja institusai
demokrasi. Berdasarkan hasil survei nasional Poltracking Indonesia ditemukan bahwa
peringkat tertinggi ketidakpuasan publik terhadap kinerja institusi demokrasi berada pada
lembaga DPR (66,5 persen), disusul partai politik (63,3 persen), dan Polri (55,9 persen).
Hanta menjelaskan, bahwa ketidakpuasan publik terhadap DPR disebabkan karena anggota
parlemen kurang optimal dalam menjalankan ketiga fungsinya, yakni legislasi, anggaran dan
pengawasan. “Publik tidak puas dengan lembaga DPR ini karena selama 17 tahun reformasi,
ketiga fungsi DPR tidak dijalankan secara optimal”. Sementara, ketidakpuasan publik
terhadap kinerja partai politik karena masih cukup maraknya praktik korupsi oleh politisi.
Selain itu, katanya kinerja wakil-wakil parpol baik di DPR maupun di kabinet masih rendah.
“Sejumlah parpol juga sibuk dengan urusan internal dibandingkan mengurusi kepentingan
rakyat. Parpol dinilai lebih mengutamakan kepentingan dirinya sendiri ketimbang
memperjuangan kepentingan rakyat”.
Berikut ini adalah Peringkat Ketidakpuasan Kinerja Institusi Demokrasi:
1. DPR (66,5 persen)
2. Parpol (63,5 persen)
3. Polri (55,9 persen)
4. DPD (54,4 persen)
5. Presiden (49,9 persen)
6. KPU (42,3 persen)
7. Kejaksaan RI (39,4 persen)
8. MK (36,7 persen)
9. MA (36,5 persen)
10. KPK (23,1 persen)
11. TNI (20,7 persen)
Tingkat korupsi yang tinggi dan fraud yang terjadi di lingkungan pemerintah, sebenarnya
telah diantisipasi oleh pemerintah dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun
2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025, banyak perubahan yang terjadi
sejak diberlakukannya peraturan dimaksud diantaranya kondisi yang mendukung sasaran
Reformasi Birokrasi, yaitu birokrasi yang bersih, akuntabel, dan berkinerja tinggi; birokrasi
yang efektif dan efisien; dan birokrasi yang mempunyai pelayanan yang berkualitas.
Birokrasi sebagai pelaksana tugas pemerintah terus melakukan perubahan dalam mencapai
sasaran Reformasi Birokrasi dengan meningkatkan kualitas pelayanan serta memudahkan
dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.
Agar masyarakat merasakan hasil percepatan Reformasi Birokrasi yang telah dilakukan
pemerintah terutama pada unit kerja Instansi pemerintah yang langsung berhubungan dengan
pelayanan publik. Perbaikan birokrasi diinisiasi oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) diantaranya dengan pembangunan Zona
Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani
pada seluruh Kementerian dan Lembaga di Republik Indonesia. Adapun alasan dimulainya
program tersebut pada unit vertikal Kementerian/Lembaga adalah karena secara umum
sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia masih belum berorientasi sepenuhnya
terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Melalui Peraturan
Kemenpan-RB Nomor 52 tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas
Menuju Wilayah dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani, diubah dengan
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik
Indonesia Nomor 10 tahun 2019 tentang Perubahan Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 52 tahun 2014
Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi
Bersih dan Melayani, mengatur tentang pentingnya mewujudkan Good Clean Government di
lingkungan birokrasi Republik Indonesia.
Pelayanan yang selama ini dilakukan dirasakan belum memperoleh tanggapan positif dari
masyarakat seperti masih adanya pungli, penyalahgunaan wewenang dan korupsi. Reformasi
Birokrasi telah memberikan efek ganda dalam perbaikan layanan publik dan pencegahan
terhadap penyimpangan. Melalui reformasi birokrasi setiap instansi pemerintah didorong
untuk membuat inovasi sektor layanan publik. Pemerintah Indonesia juga berkomitmen
untuk mendukung inovasi pelayanan publik melalui inovasi pengelolaan adminstrasi
pemerintahan dan pemberian layanan publik yang profesional. Selain melalui
peraturan/regulasi, pemberian penghargaan dan kompetisi inovasi antar instansi pemerintah
merupakan salah satu alternatif untuk memacu inovasi di sektor publik.
Menurut Ulung Pribadi (Pribadi, 2021) Untuk mencapai inovasi sektor publik yang
berkualitas perlu dilakukan penyesuaian terkait :
3. Reformasi Sumber Daya Manusia (Human Resource Reform). Setiap perubahan tentu
saja membutuhan subyek penggerak yaitu manausia. Pengelolaan manajemen sumber
daya manusia dapat berupa : perencanaan, rekrutmen, seleksi, pelatihan, kinerja, dan
penilaian. Perbaikan Sumber Daya Manusia secara langsung akan berdampak terhadap
kinerja organisasi.
4. Reformasi hukum dan peraturan (Law and Regulation Reform). Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 10
tahun 2019 tentang Perubahan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 52 tahun 2014 Pedoman Pembangunan
Zona Integritas Menuju Wilayah dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan
Melayani telah memberikan peta jalan/roadmap bagi pelaksanaan reformasi birokrasi di
Indonesia. Selain penegakan hukum, pemerintah juga membuat peraturan tentang
pengelolaan organisasi yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dengan
menjunjung tinggi kualitas layanan publik. Perubahan peraturan dimaksud diharapkan
meningkatkan kinerja layanan publik pemerintah dengan mengedepankan semangat tertib
hukum dan peraturan.
7. Reformasi budaya kerja (Work Culture Reform). Perubahan yang bisa dilakukan
organisasi pemerintah, dimulai dari hal sederhana seperti keharusan untuk selalu
menunjukkan keramahan, tersenyum, ketulusan, kepekaan, kedisiplinan, fokus, selalu
mendengar, dan menghormati. Setiap ASN harus memiliki tugas yang jelas, sehingga
setiap pegawai dapat memberikan kontribusi kinerja pada unit kerjanya dan pada
masyarakat. Organisasi pemerintah yang memperoleh tugas untuk memberikan pelayanan
langsung kepada masyarakat harus secara terus-menerus memperbaiki sistem pelayanan
agar lebih cepat, lebih murah, lebih adil, lebih nyaman, memiliki kepastian hukum, dan
berbasis IT dengan bertransformasi menjadi e-services.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pihak yang paling besar pengaruh ny yaitu masyarakat, bahkan tidak jarang juga
ketidakpuasan masyarakat ini memicu adanya kekerasan contoh ny ketidakpuasan
masyarakat pada sistem demokrasi indonesia.tingkat kepuasan masyarakat terhadap
sistem demokrasi di Indonesia mencapai 47,6 persen.Persaingan yang semakin ketat,
banyaknya perguruan tinggi yang terlibat dalam pemenuhan kebutuhan dan
keinginan mahasiswa menyebabkan setiap perguruan tinggi menempatkan orientasi
pada kepuasan mahasiswa sebagai tujuan utama sehingga semakin banyak pihak yang
menaruh perhatian terhadap kepuasan dan ketidakpuasan mahasiswa di peguruan
tinggi.Adanya sedikit ketidakpuasan mahasiswa terhadap politik pada zaman
sekarang ini tidak jarang mahasiswa beraksi untuk menyuarakan suara rakyat itu
adalah bentuk ketidakpuasan mahasiswa terhadap politik yang dijalan kan oleh
pemerintahan sekarang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara politik dan mahasiswa
pada era moderenisasi terhadap ideologi politik, di era ini gerakan mahasiswa
terhadap politik bisa dikatakan terbatas atau kurang, karena hal tersebut bisa dilihat
dari keikutsertaaan para mahasiswa dalam pemilu dan demokrasi lainnya. Dengan
demikian variabel politik bisa dikatakan lebih penting di bandingkan ekonomi, seperti
halnya di indonesia saat ini yang sedang marak kasus politik dari pada ekonomi
masyarakat indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
P.D Marwati dan Nugroho Notosusanto, 1993, “Sejarah Indonesia V”, Balai Pustaka:
Jakarta.
Benda, Harry. J. 1980. Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam Indonesia pada Masa
Pendudukan Jepang. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.
Huda, Nor. 2014. /slam Indonesia: Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.