Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

REALITAS GENDER DALAM POLITIK


Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Sosiologi Gender
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Endah Ratnawaty Chotim, Dra., M.Ag., M.Si.

Disusun Oleh:
Kelompok 6
1. Anti Apriani (1218030025)
2. Arka Rifan Setiawan (1218030026)
3. Asyahid Abdul Azzam (1218030027)
4. Asyeu Anugrah (1218030028)

KELAS A
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah Sosiologi Gender yang berjudul Realitas Gender
dalam Politik ini. Shalawat dan salam kami panjatkan kepada junjungan Nabi besar,
Muhammad SAW, kepada sahabat-sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya
hingga akhir zaman.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas
kelompok mata kuliah Sosiologi Gender. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Prof. Endah Ratnawaty Chotim, Dra., M.Ag., M.Si. selaku dosen pengampu mata
kuliah Sosiologi Gender dan terima kasih juga kepada pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan, karena kami masih
dalam tahap pembelajaran. Maka dari itu kami menghaturkan permohonan maaf
apabila dalam makalah ini terdapat kesalahan atau kekurangan. Kami berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi kami pribadi khususnya dan bagi semua pihak
pada umumnya.

Bandung, 12 November 2023

Kelompok 6
DAFTAR ISI

BAB I........................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penulisan ......................................................................................... 2
BAB II ...................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ....................................................................................................... 3
2.1. Pengertian Gender ....................................................................................... 3
2.2. Pengertian Politik ........................................................................................ 3
2.3. Hubungan Gender dengan Politik ................................................................ 4
2.4. Kesetaraan Gender dalam politik di Indonesia ............................................. 5
2.5. Upaya dan Strategi untuk Mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender
dalam Politik..............................................................................................................6
BAB III ..................................................................................................................... 8
PENUTUP ................................................................................................................ 8
3.1. Kesimpulan ................................................................................................. 8
3.2. Saran ........................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gender dan politik merupakan dua aspek yang saling terkait dalam
membentuk dinamika masyarakat. Gender, sebagai peran yang diberikan oleh
masyarakat dan budaya, serta politik, sebagai fenomena yang mengatur aturan
umum, memiliki interaksi yang kompleks. Pemahaman terhadap gender masih
menjadi permasalahan di tengah masyarakat, terutama terkait identitas laki-laki
dan perempuan.

Dalam konteks politik, relasi antara gender dan peran dalam kehidupan
publik menjadi kajian khusus bagi peneliti dan penggiat gender. Perilaku politik
sering dipandang sebagai aktivitas maskulin, dengan karakteristik seperti
kemandirian, kebebasan berpendapat, dan tindakan agresif yang dianggap milik
laki-laki. Pemahaman ini menciptakan konstruksi sosial yang membedakan peran
laki-laki dan perempuan dalam ranah politik.

Realitas gender juga mencerminkan kontribusi perempuan dalam


melegitimasi pandangan masyarakat terhadap peran dan kemampuan perempuan
dalam urusan politik. Faktor-faktor seperti interpretasi agama yang keliru dan
modalitas politik yang terbatas bagi perempuan memberikan kontribusi pada
ketidakpastian masyarakat terhadap peran perempuan dalam politik. Di
Indonesia, upaya mencapai kesetaraan gender dalam politik mulai mendapat
perhatian sejak tahun 80-an, terutama dengan pembentukan Kementerian Negara
Urusan Peranan Wanita yang kini menjadi Kementerian Negara Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak.

Komitmen pemerintah untuk kesetaraan gender tercermin dalam ratifikasi


konvensi internasional seperti ILO No. III dan Convention the Elimination of all
Forms of Discrimination Againt Women (CEDAW), serta berbagai kebijakan
dan strategi pembangunan. Meskipun telah ada langkah-langkah positif,
tantangan masih ada, dan peningkatan keterwakilan perempuan dalam politik
menjadi fokus utama setelah perubahan Undang-Undang Dasar tahun 2003.
Berbagai kebijakan afirmasi, termasuk UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang

1
2

Pemilu, dirancang untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam arena


politik.

Dalam konteks ini, makalah ini akan menjelaskan secara lebih rinci tentang
hubungan antara gender dan politik, serta evolusi kesetaraan gender dalam politik
Indonesia, mengidentifikasi perubahan kebijakan dan upaya yang telah dilakukan
untuk mencapai tujuan kesetaraan ini.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari gender?
2. Apa pengertian dari politik?
3. Bagaiman hubungan antara gender dengan politik?
4. Bagaimana realitas gender dengan politik di Indonesia?
5. Bagaimana upaya dan strategi untuk mewujudkam mesetaraan dan keadilan
gender dalam politik?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian dari gender.
2. Untuk mengetahui pengertian dari politik.
3. Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara gender dengan politik.
4. Untuk mengetahui bagaimana realitas gender dengan politik.
5. Untuk mengetahui bagaimana upaya dan strategi untuk mewujudkam
kesetaraan dan keadilan gender dalam politik.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Gender


Gender merupakan suatu peran atau tanggung jawab yang ditujukkan
kepada laki-laki dan perempuan. Pandangan peran terhadap suatu jenis kelamin
ditentukan oleh masyarakat dan budaya (Konstruksi Sosial). Artinya, gender
terbentuk oleh budaya dan pandangan masyarakat pada posisi seseorang sesuai
dengan karakteristik yang melekat pada suatu jenis kelamin tertentu. Sebagai
contoh pandangan terhadap perempuan yang menganggap bahwa perempuan
memiliki karakteristik yang lembut dan feminin. Dari hal tersebut memberikan
suatu stereotype masyarakat terhadap peremuan bahwa perempuan lemah dan
lain sebagainya. Sebaliknya, Laki-laki yang dianggap memiliki sikap maskulin
sehingga bisa menyelesaikan segala pekerjaan.

Dalam buku sosiologi gender (Dalimoenthe, 2020) bahwa istilah gender


mengacu kepada berbagai pengertian seperti sebagai fenomena sosial budaya,
sebagai suatu kesadaran sosial, gender sebagai persoalan budaya, gender
merupakan sebuah konsep untuk analisis, maupun sebagai sebuah pandanga atau
perspektif dalam melihat realitas sosial.

2.2. Pengertian Politik


Menurut artikel yang ditulis oleh (Nambo & Puluhuluwa, 2005)
bahwasannya, politik merupakan suatu fenomena atau aktifitas yang digunakan
untuk masyarakat itu sendiri dalam mengatur aturan-aturan umum yang diakui
dan di anut oleh masyarakat. Politik itu sendiri biasanya berkatian dengan
kekuasaan. Pada dasarnya, dalam pandangan sosiologi, politik tidak hanya
terbatas pada struktur formal negara, tapi juga menjangkau dinamika kekuasaan
di seluruh lapisan masyarakat. Hal ini melibatkan distribusi kekuasaan, proses
pengambilan keputusan, dan bagaimana nilai-nilai serta tujuan-tujuan masyarakat
dihasilkan, dikomunikasikan, dan dipertahankan.

Emile Durkheim berpendapat bahwa politik sebagai cara masyarakat


mengatur dan mengkordinasikan diri mereka sendiri. Politik adalah mekanisme
yang mengatur hubungan antarindividu dan kelompok dalam masyarakat. Selain
itu, Max Weber juga berpandangan bahwa politik mencakup setiap usaha yang

3
4

diarahkan untuk memperoleh kekuasaan atau mempengaruhi distribusi


kekuasaan, baik di dalam maupun di luar struktur formal negara.

2.3. Hubungan Gender dengan Politik


Pemahaman terhadap makna gender masih menjadi permasalahan di tengah
masyarakat sebagai identitas jenis kelamin laki-laki dan perempuan, istilah yang
dianggap tidak islami, dan dianggap paham dari belahan dunia tertentu.
Kekeliruan pemahaman ini bukan hanya di kalangan masyarakat awam tetapi
juga di kalangan masyarakat dengan tingkat pendidik yang memadai. Hal tersebut
dapat diamati dalam kelompok-kelompok diskusi yang melibatkan sejumlah
kalangan masyarakat.

Hubungan politik dengan gender tidak terlepas dari relasi politik yang
melibatkan peran laki-laki dan perempuan di dalamnya. Permasalahan utama
terletak pada konstruksi sosial yang memberi pembeda peran laki-laki dan
perempuan khususnya dalam ranah publik termasuk dalam politik. Perilaku
politik dipandang sebagai aktivitas maskulin atau ranahnya laki-laki. Siti Musdah
Mulia dalam (Sastrawati, 2021) mengemukakan bahwa selama ini, politik dan
perilaku politik dipandang sebagai aktivitas maskulin. Perilaku politik yang
dimaksud di sini mencakup kemandirian, kebebasan berpendapat, dan tindakan
agresif. Ketiga karakteristik tersebut tidak pernah dianggap ideal dalam diri
perempuan. Dengan kata lain karakteristik tersebut adalah milik laki-laki.

Realitas gender juga menunjukkan perempuan turut memberi kontribusi


dalam melegalkan pandangan masyarakat bahwa yang dialami perempuan adalah
sesuatu yang wajar. Sejumlah faktor menjadi penyebab, di antaranya pandangan
yang mengusung konteks agama sebagai pembenaran. Konstruksi atas nama
agama yang ditafsirkan secara keliru menjadikan tafsiran al Quran dan Hadis
pada tafsiran yang tidak tepat, tetapi masyarakat menganggap agama sebagai
legalitas yang tidak dapat dibantah. Di samping itu, modalitas politik termasuk
kontribusi budaya bagi perempuan yang terbatas memberi kontribusi keraguan
masyarakat memberikan pengakuan objektif kemampuan perempuan dalam
urusan politik. Negara dan sejumlah kalangan (partai politik, dan
kelompok/lembaga pemerhati gender) melakukan serangkaian gerakan afirmasi
5

(affirmasi action) sebagai upaya mendorong orientasi politik berbasis sensitivitas


gender.

2.4. Kesetaraan Gender dalam politik di Indonesia


Kesetaraan gender dalam politik di Indonesia mulai populer pada tahun 80-
an sejak dibentuknya Kementerian Negara Urusan Peranan Wanita ( Men. UPW)
tahun 1978 yang saat ini menjadi Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak (KPPPA). Melalui lembaga ini selanjutnya pemerintah
mengimplementasikan berbagai program yang terkait kesetaraan gender karena
Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) menjadi visi dari pembangunan
pemberdayaan perempuan di Indonesia.

Kuatnya komitmen Pemerintah Republik Indonesia untuk mewujudkan


kesetaraan dan keadilan gender sudah tampak sejak pemerintah meratifikasi
konvensi ILO No. III melalui Undangundang Nomor 80 Tahun 1957. Payung
hukum ini menggariskan pengupahan yang sama antara laki-laki dan perempuan
dalam jenis pekerjaan yang sama nilainya. Kemudian pada tahun 1984
Pemerintah RI juga telah meratifikasi Convention the Elimination of all Forms of
Discrimination Againt Women (CEDAW) dengan Undang-undang. Nomor 7
Tahun 1984 yang menghendaki penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap
perempuan.

Berbagai kebijakan dan strategi pembangunan juga telah ditempuh oleh


pemerintah untuk mewujudkan kesetaraan gender dalam kehidupan masyarakat,
seperti Women in Development (WID), Women and Development (WAD),
Gender and Development (GAD) dan Gender Mainstreaming (GM). Pada tahun
2000 Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Inpres Nomor 9 Tahun 2000
tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional. Perwujudan
Kesamaan Kedudukan (non diskriminasi), jaminan persamaan hak memilih dan
dipilih, jaminan partisipasi dalam perumusan kebijakan, kesempatan menempati
posisi jabatan birokrasi, dan jaminan partisipasi dalam organisasi sosial politik.
Namun, peningkatan keterwakilan perempuan terjadi setelah berlakunya
perubahan Undaang Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yaitu pasal 28 H ayat (2 ) yang menyatakan “Setiap orang berhak
mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan
6

dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”.(Mulyono,


2010)

Kebijakan afirmasi (affirmative action) terhadap perempuan dalam bidang


politik setelah berlakunya perubahan UUD 1945 dimulai dengan disahkannya UU
Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD. Peningkatan
keterwakilan perempuan berusaha dilakukan dengan cara memberikan ketentuan
agar partai politik peserta Pemilu memperhatikan keterwakilan perempuan
sekurang-kurangnya 30% di dalam mengajukan calon anggota DPR, DPD, dan
DPRD.

2.5. Upaya dan Strategi untuk Mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender
dalam Politik
Salah satu hal penting yang perlu dilakukan secara serius dan konsisten
untuk mewujudkan kesetaraan gender di bidang politik adalah
mengimplementasikan Inpres No. 9 tahun 2000 tentang strategi pengarusutamaan
gender (PUG). Strategi ini dimaksudkan agar semua kebijakan/ program/kegiatan
pembangunan di segala bidang termasuk bidang politik harus mengintegrasikan
isu gender di dalamnya. Disamping itu juga penting peningkatan pendidikan
politik bagi perempuan guna menambah wawasan dan menumbuhkan kesadaran
untuk berpartisipasi di bidang politik. Terwujudnya kesetaraan gender di bidang
politik diharapkan dapat memperbaiki nasib perempuan yang selama ini dianggap
sebagai insan yang yang kurang diperhitungkan baik kebutuhannya, persoalannya
dan aspirasinya. Hal ini terjadi karena minimnya perempuan yang ikut
menyalurkan aspirasinya di tingkat pengambil kebujakan.

Upaya Mewujudkan Kesetaraaan Dan Keadilan Gender Di Bidang Politik


Penting Didukung oleh Partisipasi dan Keterwakilan Perempuan Di Legislatif
Jaminan hukum kesetaraan dan keadilan gender di bidang politik bagi perempuan
sudah banyak diatur, namun partisipasi dan keterwakilan perempuan di legislatif
belum maksimal. Oleh sebab itu perlu dilakukan berbagai upaya untuk
mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender di bidang politik, antara lain:
1) Peningkatkan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia.
Sebagaimana telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2008 (jo. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011), Partai Politik harus
melakukan pendidikan politik dan juga Rekrutmen politik dalam proses
7

pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan


memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
2) Peningkatkan keterwakilan dalam posisi strategis pada kekuasaan.
Pelaksanaan Pemilu 2009 telah memberikan jaminan hukum bagi
perempuan berpartisipasi peserta pemilu yang secara independen yaitu melalui
Dewan Perwakilan Daerah. Hasil Pemilu 2009 itu telah memperlihatkan
peningkatan keterwakilan mencapai angka 29%. Hal ini memperlihatkan
sudah mendekati angka kritis TKS minimal 30%. Namun, peranan perempuan
di DPD ini kurang maksimal mengingat fungsi DPD itu sendiri berada di
Parlemen.
Kendala yang dihadapi perempuan untuk meraih suara, antara lain
masalah dana dan peranan Parpol yang masih dominan memberikan
kesempatan bagi anggota legislatif laki-laki. Selain itu, setelah menjadi
anggota legislatif, anggota legislatif perempuan tidak menduduki posisi-posisi
penting dan tidak terwakili dalam proses pengambilan keputusan di MPR,
DPR, DPRD, DPD sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor
27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Oleh sebab itu, upaya penguatan tindakan khusus sementara pada Paket
Pemilu sangat penting. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, UU
Penyelenggara Pemilu dan UU Parpol telah memberikan akses dan
kesempatan untuk perempuan berkiprah di politik. Namun pelaksanannya akan
kita lihat pada Pemilu 2014 nanti, apakah akan ada perubahan yang signifikan
3) Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan
Partisipasi perempuan dalam proses pengambilan keputusan di Legislatif
sangatlah penting. Pasal 69 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009,
menyatakan bahwa fungsi DPR ada 3 (tiga) yaitu: legislasi, anggaran dan
pengawasan yang dijalankan dalam kerangka representasi rakyat. Karena
partisipasi dan keterwakilan perempuan masih minim, masih banyak produk
legislasi, anggaran dan pengawasan belum berperspektif Gender. Adanya
partisipasi dan keterwakilan perempuan baik secara kuantitatif (minimum
30%) dan kualitas yang baik tentu akan menghasilkan parlemen yang
memperlihatkan kesetaraan dan keadilan gender.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan tentang realitas gender dalam politik di atas, maka
terdapat beberapa kesimpulan, diantaranya:

1. Gender merupakan suatu peran atau tanggung jawab yang ditujukkan kepada
laki-laki dan perempuan. Gender terbentuk oleh budaya dan pandangan
masyarakat pada posisi seseorang sesuai dengan karakteristik yang melekat
pada suatu jenis kelamin tertentu
2. Politik merupakan suatu fenomena atau aktifitas yang digunakan untuk
masyarakat itu sendiri dalam mengatur aturan-aturan umum yang diakui dan
di anut oleh masyarakat. Politik itu sendiri biasanya berkatian dengan
kekuasaan.
3. Pemahaman yang keliru terhadap makna gender, terutama dalam konteks
politik, menciptakan ketidaksetaraan gender. Konstruksi sosial yang
mengkaitkan perilaku politik dengan sifat maskulin membatasi partisipasi
perempuan. Pandangan agama yang salah tafsir dan modalitas politik yang
terbatas turut meragukan kemampuan perempuan dalam urusan politik.
Meskipun demikian, adanya gerakan afirmasi menunjukkan upaya untuk
mengubah orientasi politik menjadi lebih sensitif terhadap gender.
4. Upaya kesetaraan gender dalam politik di Indonesia telah mengalami
perkembangan signifikan sejak tahun 80-an, terutama melalui pembentukan
Kementerian Negara Urusan Peranan Wanita. Komitmen pemerintah
termanifestasi dalam berbagai kebijakan, ratifikasi konvensi internasional,
dan langkah-langkah afirmatif, termasuk persyaratan 30% keterwakilan
perempuan dalam Pemilu. Meskipun demikian, peningkatan keterwakilan
perempuan baru terjadi setelah perubahan UUD 1945 dan masih memerlukan
langkah-langkah lebih lanjut untuk mencapai tujuan kesetaraan gender yang
optimal.
5. Dalam rangka mewujudkan kesetaraan gender di politik, strategi yang
melibatkan pendidikan politik, peningkatan keterwakilan perempuan dalam
posisi strategis, dan penguatan tindakan khusus menjadi kunci. Meskipun
telah ada langkah-langkah hukum, partisipasi perempuan dalam pengambilan

8
9

keputusan legislatif masih perlu diperkuat. Upaya kuantitatif dan kualitatif


dalam mendorong partisipasi perempuan di tingkat legislatif adalah langkah
penting untuk mencapai parlemen yang mencerminkan kesetaraan dan
keadilan gender.

3.2. Saran
Saran yang dapat diberikan dalam kasus Realitas Gender dalam Politik,
yaitu berupa analisis kritis terhadap keterwakilan gender, lalu penting adanya
kebijakan gender, kemudian bisa melakukan analisis terhadap budaya politik
dan stereotip gender, pentingnya Pendidikan dan kesadaran gender dan
pemberdayaan Perempuan. Selain itu, dilakukannya penelitian lanjutan
dengan melibatkan Kerjasama dan jaringan sosial yang ada di masyarakat,
dan evaluasi terhadap implementasi kebijakan.
DAFTAR PUSTAKA

Arjani, N. L. (2021). Kesetaraan Gender di Bidang Politik Antara Harapan dan


Realita. Sunari Penjor: Journal of Anthropology, 5(1), 1-6.
Dalimoenthe, I. (2020). Sosiologi Gender. Bumi Aksara.
Mulyono, I. (2010). Strategi Meningkatkan Keterwakilan Perempuan. 1–6.
http://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/makalah_STRATEGI_MENINGKATK
AN_KETERWAKILAN_PEREMPUAN__Oleh-_Ignatius_Mulyono.pdf
Nambo, A., & Puluhuluwa, M. (2005). Memahami Tentang Beberapa Konsep Politik
(Suatu Telaah dari Sistem Politik). MIMBAR : Jurnal Sosial Dan Pembangunan,
21(2), 262–285.
Sastrawati, N. (2021). Peran Negara Dalam Pendidikan Politik Perspektif Gender.
Jurnal Sipakalebbi, 5(1), 90–107.
https://doi.org/10.24252/jsipakallebbi.v5i1.21563
Tridewiyanti, K. (2012). Kesetaraan dan Keadilan Gender di Bidang Politik
“Pentingnya Partisipasi dan Keterwakilan Perempuan di Legislatif”(Gender
Equality and Justice in Field of Politics “The Importance of Participation and
Representation of Wowen in Legislative”). Jurnal Legislasi Indonesia, 9(1), 73-
90.

10

Anda mungkin juga menyukai